Jumat, 23 September 2022

Terbujuk Nostalgia, Bakwan Malang "Pikulan" Ini Sedapnya Unik

Penampilan Cak Mat dengan Rombong Pikul Bakwan Malang (Foto : @kaekaha)

Pernah mendengar istilah Bakwan Malang? Bagi penikmat bakso, tentu sangat familiar dengan brand Bakso Malang bukan? Nah, “menurut saya” yang namanya Bakwan Malang ini merupakan nama lain dari Bakso Malang yang terkenal karena kelezatan dari sepaket komplet isiannya yang sangat ramai, berbeda dengan jenis bakso atau baso dari derah atau kota-kota lain di Indonesia.

Memang, kajian “menurut saya” ini mungkin akan berpotensi menjadi perdebatan, tapi bukan itu yang ingin saya ceritakan di sini. Toh, bakso atau bakwan Malang diolah memang bukan untuk diperdebatkan tapi untuk dinikmati. Betul?

Ada yang menarik perhatian saya jika melintas di sepanjang jalan Ahmad Yani kilometer 6-8, Banjarmasin dalam beberapa hari terakhir. Saya sering melihat seorang pedagang kuliner dengan penampilan yang tidak biasa alias tidak umum di Banjarmasin, yaitu dengan cara dipikul.

Baca Juga : Singgah di "Kampung Jagung Manis" Bati-Bati, Tanah Laut

Cara berjualan dengan dipikul, jelas bukan tradisi yang berakar dari budaya masyarakat Banjar. Sayang karena jalanan selalu ramai dan saya dalam keadaan beraktivitas jadi selalu gagal untuk mencari informasi tentang pedagang yang menurut saya berani tampil beda itu.

Dari ciri-ciri barang yang dipikul, berupa dandang yang sepertinya untuk wadah kuah di sebelah kanan atau belakang berikut anglo pemanas dengan bahan bakar arang dan kotak kayu berkaca di sebelah kiri atau depan.

Ditambah bunyi khas tik-tok tik-tok tik-tok dari sebilah bambu yang dipukul dengan sebatang bambu gilig sebesar kelingking anak kecil ini, membawa ingatan saya ke masa kecil di tanah kelahiran di lereng timur Gunung Lawu, Jawa Timur di era 80-an.

Bunyi Bambu ini Salah Satu Cirikhas Pedagang Bakwan Malang Pikulan (Foto : @kaekaha)
Bunyi Bambu ini Salah Satu Cirikhas Pedagang Bakwan Malang Pikulan

Saya ingat, pada masa-masa itu merupakan pertama kalinya saya dan tentunya masyarakat kampung saya melihat pedagang yang wujud penampilannya sama persis dengan yang saya lihat di tepian jalan A. Yani antara km 6-8 Banjarmasin tadi.

Yap! Tidak lain dan tidak bukan! Pedagang itu pasti penjaja Bakwan Malang. Jenis kuliner baru yang saat itu namanya juga relatif asing di telinga saya. Ciri khas menjajakannya dengan cara dipikul berkeliling kampung tidak pakai gerobak yang didorong layaknya penjual bakso yang lebih dulu sering ngider di kampung saya.

Ini sangat memorable bagi saya, terlebih jika mendengar bunyi tik-tok tik-tok tik-tok yang keluar dari seruas batang bambu sepanjang sekitar 15 cm dengan lebar 5 cm yang sengaja dipukul berirama oleh pedagang yang memikulnya. Woooow kereeen!

Cak Mat Sedang Melayani Pembeli (Foto : @kaekaha)
Cak Mat Sedang Melayani Pembeli (Foto : @kaekaha)

Cara menjaja makanan dengan cara dipikul seperti itu, di kampung saya lebih dulu dipopulerkan oleh para penjaja soto ayam atau gulai kambing keliling yang biasa ngider di kampung pada malam hari dengan memberi tanda berupa teriakan-teriakan khas yang unik, masih di sekitaran tahun 80-an.

Bedanya, ubarampe atau perabot yang dipikul penjaja Bakwan Malang ini lebih kecil dan lebih ringkas/simpel, jadi sepertinya tidak seberat pikulan pedagang soto ayam keliling atau gulai keliling yang biasanya berjumlah minimal 2 orang dalam satu rombongan.

Baca Juga : Melepas Rindu Kampung Halaman di Gerobak "Tahu Campur Cak Di"

Cak Trimo, begitu kami akhirnya mengenal penjaja Bakwan Malang yang bersama keluarganya memperkenalkan kuliner yang memang mirip bakso tersebut di kampung kami sekitar tahun 80-an.

Dari beliau juga,  akhirnya saya mengetahui kalau Bakwan Malang itu memang bakso khas Malang yang isi sepaketnya terbilang rame di mangkok, karena ragam isinya memang banyak, seperti pentol kasar, pentol halus, pentol goreng, siomay basah, siomay goreng, tahu bakso, kubis isi adonan daging yang saya tidak tahu namanya dan mie kuning yang dibentuk bulat.

Dalam menyajikannya, bakwan Malang ini biasanya ditambah toping berupa bawang goreng dan daun kucai atau daun bawang bukan daun sop atau seledri seperti bakso pada umumnya. Inilah awal mula saya berkenalan dengan kuliner bernama Bakwan Malang.

Isian (Foto : @kaekaha)
Isian Bakwan

Khusus untuk penjaja kuliner yang awalnya saya duga sebagai penjaja Bakwan Malang, akhirnya benar-benar terbukti memang penjaja Bakwan Malang. Setelah beberapa hari dihantui oleh rasa penasaran, akhirnya saya bertemu lagi dengan salah satu kawanan penjaja Bakwan Malang pikulan tersebut saat sedang ngider di dalam komplek tempat saya tinggal.

Baca Juga : Fantastis! Harga Dua Jenis Ikan Ini Sama dengan Harga Daging Sapi 

“Panggil saja Cak Mat!”, Katanya. Asli dari Turen salah satu kecamatan di Kabupaten Malang Jawa Timur. Baru dua minggu ini dia mengaku menginjak tanah Banjar dan baru seminggu lalu dia keliling menjajakan Bakwan Malang milik boss-nya yang juga tetangga sekampung di Turen, Malang. 

Ketika saya tanya soal pikulan yang dipakai untuk menjajakan Bakwan Malang, Cak Mat memberikan jawaban menarik yang awalnya sama sekali tidak saya duga.

"Kata boss saya, dulu asalnya berjualan bakwan Malang ini juga pakai gerobak, bahkan ada yang pakai gerobak becak dan gerobak sepeda motor, tapi lama kelamaan banyak saingan dan penjualan menurun. Akhirnya boss ingat cara jualan Bakwan Malang jaman dulu yang katanya dengan cara dipikul dan agar terlihat unik dan berbeda akhirnya boss mencoba menjajakan Bakwan Malang dengan cara dipikul dan ternyata hasilnya lumayan bagus".

Kotak Kayu Berkaca Berisi Siomay Kering, Tahu dan Mie Kuning (Foto : @kaekaha)
Kotak Kayu Berkaca Berisi Siomay Kering, Tahu dan Mie Kuning (Foto : @kaekaha)

Menurut Cak Mat, setiap hari dia menjajakan Bakwan Malang-nya di sepanjang jalan Ahmad Yani Pal 6 atau sekitar batas kota sampai paling jauh ke Pal 8. Karena saat ini masih dalam tahap penjajagan, selain menyusuri sepanjang jalan poros Kalimantan ini, Cak Mat juga mencoba masuk ke beberapa gang dan perumahan yang ada di sepanjang jalan itu secara bergiliran.

Khususnya perumahan-perumahan yang memang mengijinkan dirinya masuk dan menjajakan Bakwan Malangnya.Tapi rute ini kemungkinan nantinya juga akan terus berubah, seiring dengan potensi pasar dan juga personil penjaja yang kata boss-nya akan terus ditambah orangnya.

Saat berangkat, berat beban pikulan dagangan Bakwan Malangnya menurut Cak Mat sekitar 40-45 kg. “Jadi tidak lebih berat dari satu sak semen”, Kata Cak Mat yang mulai berangkat berjualan sekitar pukul 09.00 WITA dan akan pulang sekitar pukul 17.00 WITA.

Isi Lengkap Kotak Kayu Berkaca (Foto : @kaekaha)
Isi Lengkap Kotak Kayu Berkaca (Foto : @kaekaha)

Berbeda dengan cara menjual Bakwan atau Bakso yang manggon atau menetap yang biasanya isian menu bakwan atau bakso dan harga perporsinya sudah tetap, maka kalau berjualan dengan cara keliling seperti Cak Mat sebagian besar pembelinya menentukan sendiri apa jenis isian yang mau dimakannya yang otomatis juga menentukan harga yang harus dibayar.

Sangat jarang pembeli mengikuti menu dan harga porsian yang sebenarnya sudah ditentukan oleh Cak Mat. “Inilah seninya menjajakan Bakwan keliling, Mas! Beli Lima ribuan-pun juga saya layani”, Kata Cak Mat.

Baca Juga : Menikmati Diplomasi Rendang di Daerah Terdampak Bencana Alam

Selama seminggu menjajakan Bakwan Malang di Banjarmasin, bayak cerita menarik yang dialami oleh Cak Mat. Salah satunya terkait penyebutan pentol halus saat Cak Mat beberapa kali melayani pembelinya yang (mungkin) kebetulan urang banua  alias Orang Banjar asli.

Beberapa pembeli selalu menolak terus jika ditawari pentol halus. "Kenapa Ya? Bingung saya, Mas" Kata Cak Mat. Saya langsung tertawa mendengar keluhan Cak Mat terkait pentol halus-nya yang selalu ditolak oleh pembeli.

Pembeli Bebas Memilih Isian (Foto : @kaekaha)
Pembeli Bebas Memilih Isian (Foto : @kaekaha)

"Cak Mat, dalam bahasa Banjar, kata halus itu artinya kecil. Jadi, kalau Cak Mat menawari pentol halus selalu ditolak karena dikira Cak Mat menawari pentol berukuran kecil"  Jawab saya yang membuat Cak Mat tersenyum sendiri. 

"Makanya,  Cak Mat harus segera belajar bahasa Banjar! Biar nggak sering salah paham", Saran saya pada Cak Mat.

Selain itu, pelanggan juga banyak yang salah sangka membaca kata "bakwan" di depan kata Malang. Di Banjarmasin, kata bakwan artinya gorengan yang di Jawa disebut Ote-Ote, Heci atau Hongkong sebutan dari orang Jember dan sekitarnya. Makanya ketika membaca Bakwan Malang dikiranya gorengan dari Malang.

Tampak samping Kotak Kaca berisi Mie Kuning dan Mangkok (Foto : @kaekaha)
Tampak samping Kotak Kaca berisi Mie Kuning dan Mangkok (Foto : @kaekaha)

Sedangkan terkait Perbedaan antara Bakso Malang dan Bakwan Malang yang juga sangat sering ditanyakan oleh pembelinya, Cak Mat juga memberi penjelasan kalau yang namanya Bakwan Malang itu ya Bakso khas Malang. 

Menurut saya, Bakwan Malang yang dijajakan oleh Cak Mat dan grupnya ini, isiannya relatif lengkap, ada pentol halus, pentol kasar, Siomay basah, siomay goreng, tahu bakso dan mie kuning yang dibentuk bulat.

Kalau soal rasa, menurut saya taste kuah Bakwan Malang Cak Mat memang sedikit berbeda dengan Bakwan Malang yang taste-nya sudah ada di alam bawah sadar saya, maklum mantan aktivis per-bakwanan dan perbaksoan he...he...he....

Tapi, apapun itu pertemuan saya dengan Cak Mat berikut gerobak pikulannya yang sederhana plus pukulan ritmis pada bilah bambu yang digenggam di tangan kirinya cukup membuat saya bernostalgia dengan masa-masa kecil saya di lereng timur  gunung Lawu.  

Terima kasih Cak Mat!  Wellcome To The Jungle!

 

Semoga Bermanfaat!

Salam Matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 18 November 2018 jam 21:42 WIB (klik disini untuk membaca)

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

 

Tergoda Sajian "Cuanki Jalanan" Asli dari Kota Garut

Cuanki, kuliner berkuah kaldu asli dari Garut

Redupnya sinar sang surya menandai senja yang mulai menyelimuti Kawasan jalan Ahmad Yani, Kota Garut, Jawa Barat ketika saya dan beberapa teman baru saja keluar dari markas anak-anak muda kreatif Kota Garut yang tergabung dalam Garut Creatif Hub (GCH) untuk berdiskusi dengan berbagai elemen pemangku dan pelaku kreatifitas, khususnya dibidang kerajinan tangan di Kota Garut, termasuk pimpinan Dekranasda Kabupaten Garut.

Sesaat setelah menikmati lalu-lalang pengendara di sepanjang jalan Ahmad Yani berikut beberapa pedagang aneka kuliner bergerobak yang mulai mangkal di seberang atau di dekat pintu gerbang SMP Negeri 2 Garut, secara tidak sengaja saya melihat bapak-bapak dengan penampilan perangkat berjualan yang berbeda. 

dokpri
Senja di Kota Garut

Jika pedagang milok alias mini cilok, juga pedagang risoles basah dan yang lainnya menggunakan gerobak dan diparkir di pinggir jalan, maka bapak yang satu ini memilih menjajakan kuliner jualannya dengan cara di pikul dengan sesekali memukul papan kayu kecil dengan tongkat gilig kecil dengan suara khas dan unik, sangat mirip dengan cara jualan Bakwan Malang alias Bakso khas Malang tempo dulu. 

Baca Juga :  Terbujuk Nostalgia, Bakwan Malang "Pikulan" Ini Sedapnya Unik

Karena penasaran dengan jualan si Bapak yang dipikul di kanan dan kiri plus sesekali terlihat memukulkan tongkat kecil pada seruas batang entah kayu atau bambu yang menghasilkan bunyi unik layaknya penjual bakwan Malang, langsung membawa imajinasi saya kepada sedapnya gurih kuah bakso Malang. Tapi ini di bumi priangan! Rasanya kecil kemungkinan ada penjual Bakwan Malang dengan cara dipikul. 

Karenanya, saya langsung teringat dengan Cuanki, itu lho kuliner berkuah kaldu asli dari Garut yang lebih populer di Bandung dan oleh sebagian besar penikmatnya selalu dikait-kaitkan dengan bakwan/bakso malang, karena kemiripannya. Sebagai "penikmat berbagai kuliner bekuah kaldu" tentu kesempatan bertemu dengan pedagang Cuanki yang tidak terduga tidak boleh disia-siakan! 

Apalagi ini Cuanki yang benar-benar asli, baik asli di kampung halaman asal-usulnya, yaitu Kota Garut maupun asli dari sisi filosofi makna dari Cuanki itu sendiri,  yaitu cari uang jalan kaki, karena si Bapak jualannya memang masih dengan cara tradisonal, yaitu dengan jalan kaki.

dokpri
Rombong Cuanki

Benar dugaan saya, setelah si Bapak memiringkan badannya dan bagian samping gerobak pikulannya terlihat, disitu terdapat tulisan "Baso Sapi Asli - Nusasari" di bagian atas dan tulisan "Cuanki" dalam ukuran lebih besar dibangian bawah. Artinya, si Bapak memang penjual Cuanki!

Wooooow ini namanya "pucuk dicinta ulam pun tiba!" setelah beberapa kali mencoba meluangkan waktu untuk berburu kuliner khas Garut, termasuk Cuanki jadi gatot alias gagal total, karena padatnya jadwal writingthon, senja kali ini kami malah didatangi oleh pedagang Cuanki. 

Tidak mau membuang-buang waktu, sambil si Bapak menyiapkan semua yang diperlukan untuk meracik Cuanki dalam mangkuk pesanan saya, disaat bersamaan saya coba mengamati detail rombong pikulan si Bapak sambil sesekali membuka pertanyaan aktual terkait Cuanki.

dokpri
Saus Pelengkap


Dua rombong pikulan si Bapak, ternyata sangat berbeda dengan rombong pikulan pedagang bakwan/bakso Malang yang ukurannya lebih besar. Sedang rombong Cuanki yang didominsi 0leh balutan seng tanpa warna atau berwarna metalik dan terlihat bersih kinclonini relatif lebih kecil dan ringkas. 

Di bagian atas gerobak pikulan sebelah kiri terlihat beberapa varian merk mie instan  terkenal diikat pada kayu penopang pikulan, sedang di kotak sisi kanan, saya melihat ada tiga botol berwarna hitam dan kemerahan yang sepertinya berisi kecap, saus tomat dan sambal pedas.

Di mangkuk bergambar ayam jago merah yang legendaris itu, si Bapak meracik bumbu kering seperti serbuk layaknya meracik bumbu mi instan. Karena waktu saya relatif mepet, maka saya menolak tawaran memakai mie dari kemasan mie instan yang terlebih dulu harus direbus atau lebih tepatnya dimasukkan ke dandang tempat kuah di pikulan sebelah kanan yang menurut perkiraan saya perlu waktu lumayan lama untuk melunakkan mie-nya.  

Disinilah letak perbedaan mendasar antara Bakwan/Bakso Malang dengan Cuanki yang paling mencolok selain kelengkapan isinya.

dokpri
Bubu Dasar Cuanki

Setelah semua bumbu dituangkan dalam mangkuk, si Bapak langsung membuka dandang kuah untuk mengambil isian Cuanki yang pada edisi "jalanan Garut" ini antara lain tiga pentol daging sapi, tahu goreng, siomay goreng, kerupuk kulit sapi dan terakhir kuah bening dengan asap mengepul tanda kuahnya memang sangat panas.

Khusus untuk isian kerupuk kulit sapi ini, mengingatkan saya pada sajian kerupuk dorokdok khas Garut yang rasanya gurih aduhai! Kerupuk kulit berbahan kulit sapi ini, diolah dan dibumbui dengan bumbu khas yang rasanya memang ngangeni! Terutama bagi penikmat kerupuk atau semua penikmat camilan gurih, dijamin tidak akan berhenti mengunyah dorokdok jika dipiring atau toples belum habis!  

Sesuai dengan rekomendasi dari para Asgar alias asli Garut, teman-teman sekaligus guied yang menemani kami selama di Garut, Dorokdok memang pasangan yang paling pas untuk menikmati kuliner berkuah kaldu seperti Cuanki, Bakso, Soto atau apa saja asal berkuah kaldu. 

Kentongan Mini Pedagang Cuanki (dokpri)

Satu lagi keunikan penjual Cuanki yang baru saya sadari adalah, ruas kayu yang sesekali dipukul si Bapak untuk memanggil semua pelanggannya. Sekilas memang sangat mirip dengan ruas bambu yang biasa dipukul penjual Bakwan/Bakso Malang. Tapi ketika saya amati dari dekat, keduanya ternyata sangat jauh berbeda!

Jika pedagang Bakwan/Bakso Malang memakai ruas bambu yang bagian dalamnya (daging bambu) hanya di kerok tepat di bagian tengahnya, maka untuk pedagang Cuanki yang dipakai adalah batang kayu (bukan bambu) yang dibentuk agak pipih dan dilubangi bagian tengahnya memanjang seperti kentongan dalam ukuran mini.

Tertarik untuk menikmati keunikan budaya sekaligus citarasa menggoda khas dari Cuanki? 

Yuk jalan-jalan ke Garut!

 

Semoga Bermanfaat!

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa Ramadan 1443 H

Salam Matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 8 November 2019 jam 14:05 WIB (klik disini untuk membaca)

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN




 

Kamis, 22 September 2022

26 Tahun Merokok, Ini Cara Saya Berhenti dan Bertahan Tidak Merokok Lagi!

 

Ilustrasi Paru-paru (ayobandung.com)

Sehat Mas?

Anda tentu familiar dengan acara TV Famili 100 bukan? Itu lho, acara quiz yang materinya dari hasil survey pada 100 responden! Selain menghibur, karena materi quis yang selalu bisa memancing keterlibatan emosi penonton, acara ini baik juga untuk mengasah logika, kemampuan verbal dan juga pola sosial kita lho!

Salah satu episode Famili 100 yang menarik perhatian saya adalah ketika pembawa acara menanyakan, "Setelah menanyakan kabar, apa yang biasa anda tanyakan kepada orang yang baru saja bertemu?"

Ternyata, jawaban teratas alias jawaban paling banyak dari  hasil surveynya  adalah "menanyakan kesehatan!"

Menurut saya, fakta survey famili 100 diatas bukanlah sebuah kebetulan, karena sesuai kelaziman  kitapun sepertinya juga akan melakukan hal yang sama, yaitu menanyakan kesehatan setelah menanyakan kabar. Betul?

Terlepas pertanyaan "sehat" ini sekedar basa-basi atau memang tulus dari hati, setidaknya dari tradisi yang secara faktual dirisetkan oleh tim famili 100 ini, kita melihat adanya pesan tersirat berupa kesadaran kolektif pada masyarakat untuk menempatkan "sehat" sebagai aset penting dalam kehidupan

Gaya Hidup Sehat (kumparan.com)

Mindset "Sehat Itu Kebutuhan Primer"

Dalam tradisi kebudayaan masyarakat modern, umumnya telah memperkenalkan pentingnya sehat dan kesehatan sejak dini kepada anak-anak, baik melalui proses alamiah dengan teladan/contoh (tindakan riil),  maupun berbagai narasi dan  diskripsi dalam proses belajar-mengajar secara formal di sekolah. Kedua pola tersebut merupakan bagian dari proses indoktrinasi lingkungan kepada anak-anak, sebagai respon peradaban terhadap fakta pentingnya (hidup) sehat.

Hasil indoktrinasi berulang (repetisi) inilah yang akan menghasilkan kesadaran, bahwa sehat adalah kebutuhan primer bagi setiap manusia normal. Betapa susahnya jika kita tidak sehat, tidak fit atau malah sakit-sakitan!? Semua aktifitas kita pasti akan terganggu! Lhah, kalau aktifitas produktif kita terganggu, bagaimana dengan keberlangsungan hidup sehari-hari kita? Anak-istri kita? Orang-orang tersayang di sekitar kita?

Sayangnya, pada level pikiran sadar, "keyakinan" yang dimiliki umumnya masih belum tentu bisa menuntun "tuan-nya"untuk konsisten dalam bertindak atau berperilaku. Aneh dan lucu kan? Situasi ini saya buktikan sendiri ketika menjadi perokok aktif selama 26 (dua puluh enam) tahun.

Saya tahu, bahkan meyakini merokok tidak baik untuk kesehatan, disaat yang sama saya juga tahu dan sadar kesehatan itu kebutuhan primer. Aneh dan ajaibnya, saya tetap saja merokok! 

Artinya, logika sadar saya masih belum mampu mengawal sikap dan tindakan saya untuk konsisten pada keyakinan bahwa merokok itu tidak baik bagi kesehatan, sekaligus kesehatan itu kebutuhan primer saya sebagai manusia normal.

Berbeda jika keyakinan bahwa sehat adalah kebutuhan primer itu telah tertanam dengan baik pada level pikiran alam bawah sadar kita. Pada level inilah, biasanya keyakinan bisa efektif menjadi pemandu alam sadar untuk konsisten "menjaga" perilaku dan tindakan sesuai dengan keyakinan, bahwa  sehat adalah kebutuhan primer. Dengan begitu, semua tindakan yang tidak sejalan dengan keyakinan bahwa sehat adalah kebutuhan primer dengan sendirinya akan teranulir.

Syarat utama agar keyakinan bisa tertanam pada level pikiran alam bawah sadar adalah, benar-benar kehendak sendiri, serius, sungguh-sungguh dan diikuti dengan upaya tindakan pengulangan (repetisi) secara kontiyu tanpa batas waktu dan hitungan ideal, karena masing-masing orang berbeda tingkat sensitifitasnya.

Semisal, saya  ingin merokok lagi, padahal sudah dua tahun tidak merokok! Maka secara otomatis alam bawah sadar akan memberi "alarm" untuk menolak keinginan merokok tersebut. Bahkan biasanya saya merasa diarahkan untuk  segera menolak keinginan itu dengan melakukan aktifitas fisik ringan tapi menyibukkan (menyibukkan otak dan tangan sekaligus), seperti yang telah rutin saya lakukan sejak awal berhenti merokok.  Ini yang terjadi dalam dua tahun terakhir kehidupan saya pasca memutuskan berhenti merokok.

(suara.com)







Berhenti Merokok!

Pertanyaannya, bagaimana bisa berhenti merokok setelah menjadi perokok aktif selama 26 tahun? Bagaimana pula caranya bertahan dari godaan merokok selama 2 tahun terakhir?

Semua perokok, apalagi di level perokok berat yang sudah puluhan tahun kecanduan merokok, pasti akan mengatakan sangat susah untuk berhenti merokok. Itu juga yang saya alami!

Tapi jangan salah! Perjuangan saya untuk berhenti merokok sebenarnya jauh lebih berat jika dibanding dengan perokok (berat) lainnya, karena saya kolektor rokok sekaligus penjual rokok! Beratnya lagi, di toko saya  bisa beli rokok ketengan/ngecer! Hayo coba bayangkan! Tapi, mungkin inilah yang namanya berkah, ketika niat sungguh-sungguh bertemu dengan usaha dan doa!

Semua bermula dari ocehan anak saya yang menanyakan "kalau makan perut bisa kenyang, minum hilang haus, kalau merokok ...?"  

"Merokok itu Untuk Apa Ya, Bah?" (nissinlemonia.id)


Jujur, pertanyaan sederhana dari mulut polos anak saya inilah yang menampar kesadaran logika saya, baik sebagai manusia dewasa yang seharusnya bisa menakar sekaligus mempertanggungjawabkan semua tindakan yang diambil secara logis, maupun sebagai orang tua yang seharusnya memberi teladan sekaligus pengalaman terbaik dan bermanfaat untuk anak-anaknya!

Kenyataanya, saya benar-benar tidak bisa menjawab pertanyaan sederhana tapi sangat krusial dari anak saya tersebut! Untuk apa saya merokok? Artinya, 26 tahun saya melakukan perbuatan yang saya sendiri tidak tahu untuk apa saya melakukan itu! Betapa lucunya saya dihadapan anak-anak saya!

Dari sini, saya review lagi semua aktivitas saya terkait rokok dan merokok selama 26 tahun terakhir yang akhirnya mempertemukan saya dengan banyak fakta mengejutkan yang semakin membulatkan tekad saya untuk segera berhenti merokok sekaligus memutus semua aksesnya saat itu juga! Caranya harus revolusif!
  1. Tidak menjual rokok lagi di toko.    
  2. Memberi tahu semua kolega, tetangga dan juga keluarga kalau saya berhenti merokok. Harapannya, semua bisa memahami sekaligus membantu tekad saya lepas dari rokok.    
  3. Mundur dari rutinitas begadang malam yang biasanya ditemani sekaleng rokok isi 50 batang dan bergelas-gelas kopi. Akibatnya, hampir setahun aktifitas kreatif saya, (menulis dan desain/produksi kerajinan) kedodoran dan terbengkalai.    
  4. Membatasi berbagai aktifitas diluar rumah yang memungkinkan bersentuhan dengan rokok. 
  5. Biasanya, titik kritis munculnya keinginan merokok adalah setelah makan, aktifitas yang memerlukan konsentrasi (menulis dan mendesain, termasuk eksekusi desain) dan pas istirahat/ngobrol. Untuk itu, setiap berada di posisi titik kritis itu saya biasakan mengalihkan perhatian dengan beraktifitas fisik ringan tapi menyibukkan, termasuk sesekali dengan ngemil dan ngemut permen. Pilihan yang terakhir, meskipun tidak rutin tapi efeknya dahsyat! Hanya sekitar 2-3 bulan, berat badan saya langsung naik 15 kilo.
 
(ilmuanget.blogspot.com)


Dari sisi kesehatan, Alhamdulillah selama dan pasca 26 tahun merokok, saya tidak pernah mengalami sakit serius (semoga benar-benar tidak!), kecuali turunnya kebugaran fisik yang sangat terasa bila bangun tidur di pagi hari dimana badan terasa tidak fresh, jadi malas bergerak, mudah capek,  pegal-pegal, dada sesak dan mood sering tidak enak bahkan biasa juga muncul keluhan asam lambung yang lebih sering naik sampai menyebabkan muntah, juga nyeri dan berat di leher bagian belakang sampai ke kepala bagian belakang dan lengan kiri yang sempat lemah karena terkena gejala stroke.

Alhamdulillah, sekarang berbagai keluhan yang saya rasakan seperti diatas berangsur-angsur hilang setelah dua tahun saya berhenti merokok dan saya imbangi dengan cukup asupan air putih, makanan plus minuman sehat olahan sendiri dan olah raga ringan setiap pagi. 
 
Walaupun untuk kembali segar bugar seperti dulu sepertinya tidak mungkin lagi karena faktor usia, setidaknya saya sudah memulai hidup baru dengan cara baru untuk menjaga aset terbesar kita! Sehat itu aset.




Sehat Itu Aset Berharga!

    Sebagai kebutuhan primer layaknya sandang, pangan dan papan, kondisi sehat merupakan aset alias harta terbesar kita!

Sebagai manusia normal, secara logika kita pasti akan menjaga semua aset yang kita miliki, apalagi aset terbesar seperti kondisi sehat! Betul?

Secara umum setidaknya ada tiga tahapan mendasar untuk menjaga aset sehat kita, yaitu

Pertama, membentuk pola pikir (mindset)

Pola pikir atau mindset merupakan point utama dan pertama yang harus mendapat sentuhan, karena dengan sebuah pikiran kita akan melakukan sebuah tindakan secara sadar, tindakan dalam pikiran sadar yang dilakukan secara berulang atau kontinyu akan tertanam dalam pikiran alam bawah sadar yang pada gilirannya akan membentuk karakter dan kebiasaan atau habitus. 
 
Jika mindset kita positif, maka yang sudah pasti memberikan dampak positif pada diri dan lingkunan sekitar, begitu pula sebaliknya. Artinya, Jika kita mempunyai pola pikir hidup sehat, biasanya akan menurunkan berbagai habitus hidup sehat juga.

Kedua, Pola hidup sehat

Jika mindset lebih berada pada tataran konsep, maka pola hidup sehat merupakan varian aplikatifnya. Dimana  segala daya dan upaya dilakukan seseorang untuk menjaga tubuhnya agar tetap sehat.

Didalamnya, termasuk konsisten mengatur  pola makan dan minum dengan asupan gizi yang seimbang, ritme aktifitas olahraga fisik yang cukup dan sesuai kebutuhan, kecukupan porsi relaksasi dan istirahat, juga menjaga keseimbangan aktifitas kerja dan jangan lupa tinggalkan kebiasaan-kebiasaan kontraproduktif bagi kesehatan seperti merokok, minum-minuman keras dan narkoba.
 
Ketiga, Pola perlindungan ekstra

Setiap orang pasti mempunyai cara/strategi terbaik yang diyakini efektif untuk melindungi dirinya sendiri dan juga keluarga dari segala kemungkinan bahaya yang mengancam.

Secara sederhana, proses alamiah kita menjaga asset “sehat” dimulai dari terbentuknya mindset positif untuk hidup sehat yang selanjutnya kita terjemahkan semua konsepnya dalam bentuk pola hidup sehat yang diharapkan bisa meng-cover aset sehat kita sejauh yang kita mampu.
 
Artinya, tetap ada bagian-bagian dalam hidup ini yang tidak bisa kita kendalikan secara sempurna, seperti resiko akibat aktifitas kehidupan kita yang dalam kondisi tertentu mungkin tidak terkontrol, sehingga menyebabkan datangnya musibah sakit atau yang lainnya, walaupun sudah pasti kita tidak mengharapkan itu.

Semoga Bermanfaat!

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa Ramadan 1443 H

Salam Matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 2 November 2019 jam 06:39 WIB (klik disini untuk membaca)

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN








Selasa, 20 September 2022

Merokok Itu untuk Apa Ya, Bah?


"Merokok itu Untuk Apa Ya, Bah?" (nissinlemonia.id)

"Abah, Om-om itu aneh ya! Waktu kabut asap pake masker! Katanya untuk melindungi diri dari asap yang berbahaya! Lhah sekarang, nggak ada kabut asap mereka malah menghisap asap dari rokok! He...he...he... Lucu ya bah!? 

Rangkaian pertanyaan diatas keluar dari bibir anak saya yang baru saja naik ke kelas 3 SD, saat lingkungan RT tempat tinggal kami hari minggu lalu mengadakan kerja bhakti. Pertanyaan diatas disambut senyum oleh beberapa tetangga yang kebetulan ikut mendengarnya.

"Kalau orang makan perut bisa kenyang, 

kalau minum tenggorokan tidak haus, 

terus kalau merokok itu untuk apa ya bah...?"

Pertanyaan anak saya ternyata masih berlanjut, awalnya tidak saya tanggapi dengan serius, bahkan saya dan beberapa tetangga yang mendengar, jadi tertawa mendengar kepolosannya.

Saya pikir pertanyaan yang saya anggap iseng dari bocah kelas 3 SD ini akan mudah saja untuk menjawabnya, tapi demi melihat dahinya yang berkerut tanda bingung sekaligus meminta penjelasan, akhirnya saya coba untuk mencermati pertanyaannya dengan serius dan dugaan saya meleset!

Ternyata saya dan para tetangga yang dikenal perokok aktif, benar-benar mati kutu dibuatnya. Kami benar-benar kesulitan  mendapatkan jawaban argumentatif "untuk apa merokok?" secara lugas dengan akurasi dan presisi yang setara dengan logika linier hukum kausalitas makan-kenyang dan minum-tidak haus seperti diatas. 

Bagaimana dengan anda, bisa membantu menjawabnya?
Sepertinya kita (saya dan anda, sekaliber apapun tingkat kecanduan pada rokok) memang akan kesulitan untuk menjawab pertanyaan "untuk apa merokok?" sepadan seperti kita menjawab "untuk apa kita makan dan minum?" meskipun ketiga aktifitas ini sama-sama dilakukan dengan sadar dan melibatkan organ tubuh yang sama, yaitu mulut! 

Hal ini sama sulitnya untuk mencerna kenyataan bahwa, kita tahu merokok itu tidak baik untuk kesehatan, tapi tetap saja tidak mau melepaskannya!

Gambar Mengerikan di bungkus rokok (antares-dev.com)
Gambar Mengerikan di bungkus rokok (antares-dev.com)

Padahal produsennya, pabrik yang membuat rokok itu sendiri secara tegas mengatakan "Merokok Dapat Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi, Gangguan Kehamilan dan Janin" bahkan tanpa basa-basi mereka juga mengatakan "Rokok Membunuhmu!" 

Itu belum cukup! Tidak tanggung-tanggung, peringatan tertulis dalam kemasan rokok ini juga disertai dengan gambar-gambar mengerikan sebagai visualisasi dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh aktivitas merokok pada setiap kemasan rokok! 

Tapi ajaibnya, semuanya tidak berarti apa-apa bagi kita, para perokok! Buktinya, kita masih saja bandel "menikmati" rokok, bahkan beberapa diantaranya masih lebih memilih membeli rokok sebagai prioritas daripada membeli kebutuhan lainnya, termasuk kebutuhan makan sekalipun ketika duit di dompet tengah menipis. 

Bahkan hasil dari beberapa riset mengungkapkan fakta yang mencengangkan, dari hari ke hari jumlah perokok aktif terus bertambah dan berusia semakin muda! Entahlah, apa sebenarnya yang ada dalam benak kita, para perokok...

Mungkin memang benar apa yang dikatakan anak saya, kalau kita ini memang aneh dan lucu! Bahkan super lucu malah atau jangan-jangan anak saya akan bertanya, apa kita ini nggak bisa baca!? Lha wong tulisan  peringatannya jelas!

Atau jangan-jangan, kita memang dianggapnya sudah kehilangan akal sehat, seandainya dia tahu tentang tampang kemasan rokok yang sebenarnya sudah "dihiasi" dengan berbagai tulisan dan gambar mengerikan sebagai peringatan!?

Semoga Bermanfaat!

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa Ramadan 1443 H

Salam Matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

 

nb : Kalau ada waktu, jangan lupa bantu saya menjawab pertanyaan anak saya diatas ya...! "Merokok itu Untuk Apa Ya, Bah?"


Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 30 September 2019  jam 10:34 WIB (klik disini untuk membaca) dan terpilih sebagai Artikel Pilihan.


Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

 

Bingka Barandam, Kue Berkuah nan Segar Menu Favorit Buka Puasa dari Kalimantan Selatan

Wadai Bingka Barandam | @kaekaha

Menyebut dan membahas nama Wadai (kue;bhs Banjar) Bingka Barandam, kudapan unik nan enak dan pastinya sangat menyegarkan khas Urang Banjar yang kelezatannya telah menjadi kebanggaan seluruh masyarakat Pulau Kalimantan, termasuk masyarakat negeri jiran, Malaysia dan Brunei Darussalam ini, sepertinya berpotensi untuk "menggoda kekhusyuan" ibadah puasa semua pembaca. 

Jadi, mohon berhati-hati ya kalau anda sedang berpuasa, apalagi membacanya pas siang bolong dan sedang panas-panasnya he...he...he... 

Jika anda termasuk pemerhati wadai atau kue penganan khas Banjar yang sejak dulu terkenal dengan citarasanya yang manis dan legit, termasuk cirikhas smoky-nya karena memasaknya memang harus dibakar, seperti bingka kentang, bingka waluh, bingka telur, bingka pisang, bingka ubi dan lain-lainnya, maka wadai bingka barandam yang ini bisa dibilang anomali alias perkecualiannya.  

Baca Juga :  Balada "Warung Sakadup", Sisi Unik nan Menggemaskan Ramadhan di Kota 1000 Sungai

Kue yang juga disebut-sebut sebagai "boros telur", karena memerlukan banyak telur meskipun irit bahan lain dalam pembuatannya, karena hanya memerlukan terigu serta tambahan aroma penyedap alami berupa daun pandan, vanili dan kulit kayu manis ini tidak dibakar dan disajikan dengan kuah kinca manis yang segar dan nikmat! Hingga sangat cocok sebagai menu buka puasa favorit di Pulau Kalimantan.

Cita rasa manis, lumer dan segar dari kuah kinca dingin yang meleleh keluar dari wadai bingka yang pecah di mulut sesaat setelah disuap, memang tidak akan pernah bisa dilupakan oleh siapapun yang pernah mencoba menikmatinya.

Tidak heran jika sampai saat ini, di kampung halamannya sendiri di seputaran Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas wadai legendaris ini masih tetap eksis di meja makan sebagai menu utama berbuka puasa, begitu juga di lapak-lapak pasar wadai atau di penjual-penjual takjil di berbagai sudut Kota Banjarmasin yang biasa berjualan menjelang senja.

Memang serasa belum lengkap berbuka puasa di banua, jika belum menikmati legitnya kesegaran wadai dengan aksen warna kuning yang konon terinspirasi dari warna kebesaran Kesultanan Banjar yang juga melambangkan kemakmuran layaknya tradisi masyarakat Melayu secara umum.


Bingka Barandam versi Single | @kaekaha

Nama Bingka Barandam yang melekat pada kudapan berkuah ini, jelas berasal dari cara penyajian kue unik ini, dimana kue bolu telur berwarna kuning yang biasanya berbentuk bulat ini direndam dalam kuah kinca bercitarasa manis legit yang akan semakin nikmat jika sebelumnya didinginkan dalam lemari pendingin.

Dalam bahasa Banjar, kosakata Barandam atau berandam arti dan maknanya sama dengan istilah berendam dalam bahasa Indonesia.

Keunikan utama wadai, bingka barandam ini, memang terletak pada keberadaan kuah kinca bening berwarna kekuningan atau ada sebagian yang oranye cerah dan berfungsi sebagai layaknya kuah perendam tersebut. 

Setelah direndam dalam kuah kinca bercitarasa manis legit nan lembut, tekstur kue bolu telur akan menjadi sangat lembut layaknya sponge, karena menyerap kuah kinca, maka jika disuap ke dalam mulut, sesaat kemudian bolu telurnya yang sarat dengan kuah kinca dingin nan segar akan pecah dimulut. 

Baca Juga :  "Banjir" Belungka Batu, Tanda-tanda Urang Banjar Bersiap Memasuki Bulan Ramadan

Kuah kincanya yang manis dan segar akan meleleh keluar membasahi lidah dan langsung menuju kerongkongan untuk memberikan sensasi yang luar biasa nikmatnya. Ini yang bikin ketagihan!

Uniknya lagi, meskipun citarasanya cenderung dominan manis, tapi kue ini tidak menyebabkan rasa eneg, meskipun dimakan berulang-ulang kali, lagi dan lagi sampai  sajian habis...he...he...he...


Bingka Barandam versi Porsi Besar | @kaekaha

Sesaat setalah prosesi menyantap kue pertama tuntas, maka saat itulah hasrat untuk menyantap kue kedua biasanya langsung menyeruak menggerakkan alam sadar, hingga tangan kanan akan bergerak memainkan sendok untuk mengambil lagi bingka barandam dengan sedikit kuahnya dan slurrrrrpppp! 

Bingka barandam dalam mulut langsung hancur dengan kuah kinca manis dan lezat yang meleleh membasahi sampai tenggorokan, hmmmmm suegaaaarnya sedaaaap dan nikmaaaaat! Biasanya begitu terus sampai kue telur lembut itu ludes dari piring. 

Baca Juga :  Hablumminannas dan Tali-temali Tradisi Kesalehan Sosial Khas Pasar Terapung, Lok Baintan

Sayang, kue yang memang identik sebagai menu wajib untuk berbuka puasa Urang Banjar dan juga Kalimantan ini relatif sulit ditemukan pada hari-hari biasa. Padahal di bulan Ramadhan, varian bingka barandam bisa menjadi lebih beragam, baik rasa maupun bentuknya. 

Ada rasa tapai, pandan, nangka, kelapa muda, hingga yang kekinian seperti cokelat dan keju. Begitu juga dengan varian bentuknya, yang tidak hanya monoton pada bentuk bulat saja, tapi juga bentuk bunga, hati, persegi dan lain-lainnya. Mau coba?


Wadai Bingka Barandam Kemasan untuk Berbagi | @kaekaha

Indahnya Berbagi Wadai Bingka Barandam!

Sebagai kuliner yang identik sebagai menu buka puasa di Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas, maka wadai bingka barandam juga menjadi salah satu obyek berbagi yang paling nge-hits di setiap bulan Ramadan. 

Layaknya mood booster, biasanya siapapun jika melihat kemasan transparan dengan isi berwarna kuning dan berkuah seperti gambar diatas, otomatis "gairah hidupnya" di sisa-sisa waktu puasa di senja hari akan kembali setrong ...he...he...he...! Nggak percaya, yuk nyobain puasaan Ramadan di Banjarmasin, yuk!  


Jangan baliuran lah! | @kaekaha

Beruntungnya, bulan penuh berkah tahun 2022 kali ini, pembatasan sosial akibat pandemi covid-19 sudah semakin diperlonggar oleh pemerintah, sehingga beragam aktifitas sosial yang juga identik dengan bulan Ramadan, seperti berbagi takjil berupa wadai bingka barandam untuk berbuka puasa bisa dilaksanakan dengan baik.

Biasanya, wadai bingka barandam untuk takjil yang dibagi-bagi akan dikemas dalam plastik mika berbentuk mangkuk transparan yang bisa menampung sekitar enam biji kue berikut kuah kinca manisnya yang langsung merendam sebagain dari susunan kue-kuenya.  

Alhamdulillah atas ijin Allah SWT, berbagi takjil wadai bingka barandam untuk berbuka di sore harijuga menjadi salah satu aktifitas rutin keluarga besar kami di Kota 1000 Sungai. 

Semoga Bermanfaat!

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa Ramadan 1443 H

Salam Matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 23 April 2022  jam  16:45 WIB (klik disini untuk membaca) dan terpilih menjadi salah satu dari total 3 pemenang  dalam lomba blog KPK-Kompasiana dengan tema "kuliner ramadan" . Alhamdulillah...

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN



 

Senin, 19 September 2022

Cara Kreatif Urang Banjar Melestarikan Sasirangan

 
Kain Sasirangan/kaekaha


Mengenal Kain Sasirangan
 
Kain sasirangan adalah kain tradisional khas suku Banjar yang sebagian besar berdomisili di bagian tenggara Pulau Kalimantan yang sekarang kita kenal sebagai Propinsi Kalimantan selatan. Nama "Sasirangan" sendiri sebenarnya merupakan sebuah kata kerja yang diadopsi dari cara atau proses pembuatan kain.

"Sa" berarti "satu" dan "sirang" berarti "jelujur/lajur". Secara harfiah sasirangan bisa dimaknai sebagai proses pen-jelujur/lajur-an yang di simpul/diikat dengan benang atau tali lainnya kemudian diwarnai dengan cara dicelup dengan warna serta bahan pilihan (sintetis/alami) sesuai dengan kebutuhan  pewarnaan.
 
Sasirangan motif kombinasi/kaekaha


Menurut budayawan Banjar, H.M. Syamsiar Seman dalam buku karyanya “Sasirangan Kain Khas Banjar”, setidaknya dikenal 21 motif tradisional kain Sasirangan, diantaranya;

Seperti sarigading, ombak sinapur karang (ombak menerjang batu karang), hiris pudak (irisan daun pudak), hiris gagatas (irisan kue gagatas), kambang sakaki, ingkang, bayam raja (daun bayam), kambang kacang (bunga kacang panjang), naga balimbur (ular naga), daun jeruju (daun tanaman jeruju), bintang bahambur (bintang bertaburan di langit), kulat karikit (jamur kecil), gigi haruan (gigi ikan gabus), turun dayang(garis-garis), kangkung kaombakan (daun kangkung), ular lidi, Mayang maurai, dan jajumputan (jumputan).

Selain itu ada pula kambang tampuk manggis (bunga buah manggis), dara manginang (remaja makan daun sirih), putri manangis (putrid menangis), kambang cengkeh (bunga cengkeh), awan beriring (awan sedang diterpa angin), dan banawati (warna pelangi).

Menurut sejarahnya, masing-masing motif kain sasirangan mempunyai fungsi yang berbeda-beda dalam pemanfaatannya, khususnya dalam ritual upacara adat suku banjar. Ada yang khusus untuk batatamba (pengobatan orang sakit), laung (ikat kepala adat Banjar), Kakamban (serudung), udat (kemben), babat (ikat pinggang), tapih bahalai (sarung/jarik untuk perempuan), dan lain sebagainya.
 
Kopiah Sasirangan/kaekaha


Seiring dengan semakin mendunianya kain Sasirangan, memang ada pergeseran pada peruntukan kain sasirangan. Sekarang, kain sasirangan tidak hanya berfungsi sebagai bagian dari ritual adat suku Banjar semata, tapi sudah melebar dan meluas melampaui batas-batas sakral sebagaimana fungsi awalnya.

Sekarang, ditangan-tangan kreatif, kain kebanggan masyarakat Kalimantan Selatan ini telah menjelma menjadi berbagai produk seni yang menakjubkan, bahkan dalam beberapa tahun terakhir Sasirangan mulai bertransformasi dalam ragam bentuk dan aplikasi yang lebih bervariasi.


Cara Simpel, kreatif dan Anti ribet Melestarikan Sasirangan.
Kreativitas urang Banjar melestarikan Sasirangan, dimulai dari keberaniannya untuk out of the box, yaitu keluar dari pakem Sasirangan sendiri.

Jika melihat dari asal usul namanya, Sasirangan merupakan proses yang hanya bisa diaplikasikan pada kain saja. Ini yang dibikin simpel sama urang Banjar! Sekarang, Sasirangan bisa diaplikasikan secara kreatif menjadi ornamen estetis penghias berbagai obyek produk, seperti dinding bangunan, mobil, taman, jembatan, kue bahkan pepohonan.

Berikut beberapa kreativitas urang Banjar dalam mengekspresikan kecintaannya kepada Sasirangan,

Rumah dicat motif Sasirangan/kaekaha

Rumah Sasirangan
Rumah yang terletak di jalan Mahligai atau handil jatuh ini milik dari seorang perajin kain Sasirangan, selain representasi sekaligus promosi dari usahanya dengan dicat motif Sasirangan, rumah ini jadi terkenal lho...

 

Botol AMDK
Produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) lokal dari Banjarmasin merek “Prof”ini dengan bangganya menjadikan motif Sasirangan sebagai identitas produknya.

Jersey PS Barito Putera
Klub sepakbola profesional yang didirikan oleh Haji Leman ini dengan bangganya, juga menjadikan motif Sasirangan sebagai identitas dari Jersey kebangaannya, baik untuk laga kandang maupun laga tandang.

Pohon
Pohon peneduh yang batangnya berhias motif Sasirangan yang antik ini lokasinya ada di Kota Martapura, Ibu kota Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, tepatnya di depan perkantoran UPTD Kab. Banjar di jalan Ahmad Yani, tidak terlalu jauh dari Alun-alun Ratu Zaleha dan pusat pertokoan Intan dan batuan mulia, Cahaya Bumi Shalawat.

 Sampul buku
Sampul buku dengan motif Sasirangan ini relatif mudah untuk didapatkan, selain karena menjadi sampul wajib bagi buku tulis catatan siswa, cantiknya ragam motif Sasirangan yang di diaplikasikan dalam sampul buku juga menjadi daya tarik tersendiri.

Penghias dinding dan Taman
Sekolah SDIT Ukhuwah yang terletak di Komplek Handayani jalan lingkar selatan ini, bisa dibilang sebagai sekolah pelopor pelestari Sasirangan.

Semoga Bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 06 Juni 2019  jam  23:31 WIB (klik disini untuk membaca) dan terpilih sebagai Artikel Utama.

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

Minggu, 18 September 2022

Mengenal Pergulatan Kreatif "Benang Bintik", (Nomenklatur) Kain Batik Dayak Kalimantan Tengah

Benang Bintik khas Kalimantan Tengah (agus2652.wordpress.com)


Benang Bintik khas Kalimantan Tengah (agus2652.wordpress.com)
Benang Bintik khas Kalimantan Tengah (agus2652.wordpress.com)

Bagi masyarakat Indonesia, istilah "Benang Bintik" tentu bukan sesuatu yang asing, karena dua kata penyusun frasa tersebut yaitu benang dan bintik keduanya ada dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI).

Bahkan keduanya tergolong jenis kosakata yang lazim (umum) bahkan sering dipakai oleh masyarakat Indonesia, sehingga arti dan makna lugasnya pasti bisa dipahami secara kolektif. 

Tapi, jika istilah Benang Bintik yang dimaksudkan adalah (nomenklatur) kain batik motif tradisional dari Kalimantan Tengah, adakah yang sudah familiar dengannya?

Makna Benang Bintik 

Benang Bintik atau ada juga yang menuliskannya dengan Bénang Bintik, dikenal sebagai (nomenklatur) kain batik dengan ragam hias motif khas masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah (ada yang menyebutkan sebagai Lukisan Kehidupan Suku Dayak Ngaju)

Menurut budayawan Dayak, Kusni Sulang , Bénang adalah helaian kain putih, sedang Bintik adalah desain (motif/gambar) yang akan diterakan di atas helaian kain putih itu.

Bénang Bintik (goodnewsfromindonesia.id)

 

Penambahan istilah nomenklatur dalam tulisan ini berfungsi sebagai penegas bahwa Benang Bintik khas Kalimantan Tengah merupakan identitas wastra khas Kalimantan Tengah yang menurut, Kusni Sulang dari segi namanya sudah khas dan punya dasar sejarah serta ikatan budaya lokal.

Hal ini tentu berbeda dengan pemakaian istilah Batik Kalimantan Tengah yang sebelumnya pernah dipopulerkan oleh pemerintah sebagai upaya praktis dan cepat untuk menjawab pertanyaan "apa ciri khas busana Kalteng?".

Di dalam pergaulan tingkat nasional, internasional dan lokal di era pemerintahan Gubernur Drs.Suparmanto (1989-1993), di mana menurut Kusni Sulang lebih sebagai karya epigon dari Batik Jawa yang tidak mempunyai jiwa atau roh budaya Dayak.

Baca Juga: Mengenal Sasirangan, Kain (Batik) Khas Banua Kalimantan Selatan

Selain itu, juga berfungsi sebagai penegas bahwa istilah Benang Bintik itu sendiri sudah sejajar posisinya dalam istilah makna dengan istilah kain batik. Sehingga selanjutnya agar tidak ada tumpang tindih makna dalam penyebutan istilahnya. 

Sebagai Contoh, menyebut dengan kain benang bintik atau kain batik benang bintik, kalau ini yang terjadi maka bila diartikan maknanya akan menjadi kain (batik) kain bermotif.

Kekhasan Benang Bintik

Ciri khas utama kain dari Kalimantan Tengah ini adalah keberadaan ornamen Batang Garing (pohon kehidupan), yaitu falsafah hidup
masyarakat suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah untuk menyeimbangkan pandangan antara dunia atas (langit, dunia spiritual) dan dunia bawah (bumi, dunia material). 

Pohon Batang Garing berbentuk seperti mata tombak yang mengarah ke atas atau ke langit simbol kepercayaan Agama Kaharingan ( kepercayaan suku dayak ) Ranying Mahatala Langit, sumber segala kehidupan. 

Baca Juga : Cara Kreatif Urang Banjar Melestarikan Sasirangan 

Selain motif Pohon Batang Garing, terdapat motif-motif pilihan benang bintik lainnya yang semakin memperkaya warisan budaya dunia yang , seperti motif Kelakai (tumbuhan sayur-mayur yang sering dikonsumsi orang Kalimantan), Mandau (senjata khas Dayak), burung Tingang (burung khas Kalimantan) dengan motif bulu burung haruei, Huma Betang, bunga kantung semar dari Lamandau, Bajakah, Naga, motif anyaman rotan, motif ukiran Dayak, hingga motif Balanga.

Untuk pewarnaan, ragam motif dan pola kain Benang Bintik umumnya mempunyai jenis warna yang tegas, lugas dan lebih berani seperti warna merah maroon, biru, merah, kuning dan hijau, selain dasar warna yang lebih gelap seperti hitam dan coklat. 

Untuk pemilihan bahan baku kain, umumnya kain Benang Bintik menggunakan bahan kain jenis kain sutera, kain semi-sutera dan kain katun.

motif Pohon Batang Garing | infobatik.id

Benang Bintik dalam Pusaran Waktu

Dalam perjalanan sejarah kain Benang Bintik kebanggaan masyarakat Kalimantan Tengah ini, ada beberapa momentum faktual penting yang ikut menyertainya sampai berada diposisinya sekarang sebagai salah satu wastra "resmi" yang wajib dipakai sebagai seragam oleh para pelajar sekolah dan ASN alias pegawai negeri di seluruh Kalimantan Tengah.

Pertama, kelahiran Batik Kalimantan Tengah.

Ide istri Gubernur Drs.Suparmanto, Gubernur Kalimantan Tengah yang memerintah pada periode tahun 1989-1993 untuk membuat batik kalimantan Tengah.

Dengan cara akulturasi atau dengan cara mengawinkan dua budaya yaitu membuat kain batik (dengan teknik "membatik" yang dikenal sebagai budaya Jawa) dengan motif Dayak (Ngaju) asli Kalimantan Tengah. 

Meskipun ide ini berhasil melahirkan Batik Kalimantan Tengah yang akhirnya menjadi "kain resmi" bagi masyarakat Kalimantan Tengah, tapi kehadiran Batik Kalimantan Tengah ini bukan tanpa "kendala" dalam prosesnya! 

Salah satunya adalah kritikan konstruktif datang dari Kusni Sulang salah satu budayawan Dayak yang cukup kritis dalam menangkap fenomena sosial budaya kekinian masyarakat Kalimantan Tengah, khususnya untuk isu yang terkait budaya Dayak. 

motif Kelakai 
(gpswisataindonesia.wordpress.com)

Mungkin karena tidak ada komunikasi yang intensif, kelahiran produk Batik Kalimantan Tengah yang sepertinya tidak melibatkan "masyarakat Dayak", menyebabkan Masyarakat Dayak sendiri justeru merasa asing dengan produk Batik Kalimantan Tengah

Tanpa mengurangi rasa hormat kepada pencipta dan pemrakarsanya, Kusni Sulang merasa Batik Kalimantan Tengah baik sebagai istilah maupun sebagai produk masih jauh dari roh budaya Dayak. 

Tapi bagaimanapun, upaya istri Gubernur Drs.Suparmanto untuk mengangkat kembali kekhasan Kalimantan Tengah dengan segala keterbatasananya dalam bentuk kain batik, tetap saja menjadi titik balik atau setidaknya sebuah awal yang bagus untuk mengingatkan kembali pentingnya melestarikan berbagai kekhasan serta keunikan produk budaya masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah. 

Kedua, kelahiran Bénang Bintik. 

Kelahiran Bénang Bintik yang didapat dari proses panjang pencarian jati diri masyarakat Dayak, Kalimantan Tengah yang di pelopori oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palangkaraya melalui berbagai aktifitas ini.

Menurut Kusni Sulang dari segi namanya sudah khas dan punya dasar sejarah serta budaya lokal (Dayak) yang selama ini menjadi orientasi sekaligus identitas umum kebudayaan masyarakat Kalimantan Tengah. Bénang adalah helaian kain putih. Bintik adalah desain yang akan diterakan di atas helaian kain putih itu. 

Kelak, Bénang Bintik sebagai jatidiri dengan segala ciri khas dan identitas masyarakat Dayak Kalimanatn Tengah diharapkan menjadi helaian kain atau bénang untuk membuat ragam busana dan fesyen khas Kalimantan Tengah. 

Motif Benang Bintik (kalteng.net)

Ketiga, ditetapkannya Benang Bintik sebagai Seragam 

Pasal 8 dan 10, PerGub Kalteng No. 40 Thn 2018 Tentang "PEDOMAN PERLENGKAPAN PAKAIAN DINAS APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH" secara jelas mewajibkan semua ASN alias aparat sipil negara memakai kain Benang Bintik sesuai dengan ketentuan yang telah diatur.

Peraturan ini tentu memberikan dampak positif bagi kelestarian Benang Bintik dan juga dampak ekonomi kepada para pelaku usaha atau pengrajin Benang Bintik di Kalimantan Tengah. 

Peluang usaha besar ini seharusnya menjadi kesempatan emas bagi semua pihak khususnya masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah untuk terus menggali potensi kekhasan motif khas Dayak, Kalteng sekaligus juga terlibat secara langsung dalam proses kreatif dan produksi benang bintik.

Sudah menjadi rahasia umum, fakta di lapangan terkait produksi Benang Bintik ini sangat unik dan mencengangkan! Hampir semua pengusaha kain Benang Bintik di Kalimantan Tengah yang terkonsentrasi di Kota Palangkaraya, bukanlah orang Kalimantan Tengah (Dayak) tapi pendatang dari Jawa Tengah khususnya dari Pekalongan yang memang dikenal sebagai salah satu pusat produksi Batik Indonesia begitu juga dengan tempat produksinya yang semuanya diproses di Jawa Tengah alias Pekalongan! Lho kok begitu!?

Inilah PR krusial yang wajib segera diselesaikan oleh semua pihak yang berwenang dan berkepentingan terkait Benang Bintik! Jangan sampai Benang Bintik hadir hanya sebagai sebuah produk barang atau komoditas tanpa roh dan jiwa Dayak-nya sehingga masyarakat Kalteng justeru asing dan sama sekali tidak merasa memiliki apalagi membanggakan penampilannya sendiri!

Hidup Benang Bintik!

Semoga Bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 12 Oktober 2019  jam  22:25 WIB (klik disini untuk membaca) dan terpilih sebagai Artikel Pilihan.



Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN