Jumat, 14 Desember 2018

"Jawa Gambut" Eksistensi Entitas Budaya Jawa di Kalimantan Selatan

Kesenian Jawa (Foto : @kaekaha)

Asal-Usul Entitas Budaya Jawa Gambut

Istilah Jaton akronim Jawa Tondano dan Jamer akronim Jawa Merauke mungkin sudah populer di telinga para pemerhati sosial dan budaya tanah air. Keduanya adalah komunitas (keturunan) suku Jawa yang tinggal dan beranak pinak di seberang lautan tanah nenek moyangnya, Pulau Jawa. Kalau Jaton di daerah Sulawesi Utara dan Gorontalo,sedangkan Jamer di Merauke Papua. 


Tapi untuk istilah Jawa Gambut, mungkin baru sebagian kecil saja yang pernah mendengarnya. Seperti komunitas Jaton dan Jamer, secara spesifik istilah Jawa Gambut merupakan sebutan untuk keturunan suku Jawa yang lahir dan besar di tanah Kalimantan, uniknya sebagian besar diantara mereka belum pernah menginjakkan kaki di tanah moyangnya, Pulau Jawa.

Anak-anak Jawa Gambut (Foto : @kaekaha)


Asal muasal istilah "Jawa Gambut", sampai sekarang memang belum ada rujukan dari segi literasinya. Sejauh ini istilah Jawa Gambut lebih banyak menjadi identitas tutur yang berkembang secara spontan dalam masyarakat Kalimantan Selatan. Kalau merujuk dari istilah kata "Gambut" sendiri, secara umum masyarakat Kalimantan Selatan memahami dua hal, yaitu

Pertama, "Tanah Gambut", yaitu jenis tanah yang terbentuk dari sedimentasi lapukan tumbuh-tumbuhan yang dalam kurun waktu tertentu akan ber-mutasi menjadi tanah. 

Walaupun sudah bermutasi menjadi tanah, tanah gambut ini kalau musim kemarau yang kering dimana kelembapan dan kandungan air berkurang akan mudah terbakar bila tersulut api dan sangat sulit untuk dipadamkan apabila letak sedimen tanah yang terbakar semakin dalam. 

Jenis tanah Gambut inilah yang mendominasi hampir semua daratan dataran rendah di Kalimantan Selatan yang sebagian besar berekologi rawa-rawa lebak.

Kedua,"Kecamatan Gambut", yaitu salah satu kecamatan yang masuk dalam wilayah Kabupaten Banjar yang beribu kota di Martapura si Kota Intan. Kecamatan Gambut, sejauh ini dikenal sebagai lumbung padi-nya Kalimantan Selatan, khususnya untuk varian padi jenis jenis unus dan Siam penghasil beras Banjar super dan nomor wahid dengan harga yang selangit!

Beras Banjar (Foto : @kaekaha)
Seperti daerah penghasil pertanian umumnya, dahulu daerah Kecamatan Gambut ldentik dengan daerah udik alias “ndeso” sehingga pada era 80-90an penduduk terutama anak mudanya banyak yang “malu” bila harus menyebut alamat tempat tinggalnya sebagai orang gambut. Tapi itu dulu! Roda telah berputar. 

Sekarang, Kecamatan Gambut selain tetap dikenal sebagai lumbung padi-nya Kalimantan Selatan, Kec. Gambut juga menjadi etalase Kalimantan Selatan, karena wilayahnya dibelah oleh Jalan Ahmad Yani yang dikenal sebagai jalan lintas Kalimantan satu-satunya yang bisa menghubungkan Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah dengan Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.

Dari dua referensi yang mengandung unsur kata gambut di atas, entah istilah Gambut yang mana yang dijadikan sumber inspirasi terbentuknya istilah Jawa Gambut...!?

Jawa Gambut dan Komodifikasi Budaya Jawa di Tanah Seberang

Sampai saat ini suku Jawa merupakan pendatang terbesar yang bisa eksis berakulturasi dengan budaya suku Banjar di Kalimantan Selatan, sehingga tidak heran, jika kehadirannya ikut membawa perkembangan paras sosial budaya masyarakat di Kalimantan Selatan. 

Generasi awal masyarakat Jawa berikut keturunannya yang tersebar di Kalimantan Selatan, beraktivitas pada sektor informal, seperti pertanian, perkebunan, peternakan, UMKM dsb. Mereka dikenal luas sebagai pekerja keras dan pantang menyerah! Sementara untuk generasi berikutnya, seiring dengan berjalannya proses akulturasi dan perbaikan sosial ekonomi bisa lebih fleksibel untuk memilih aktifitas/pekerjaan.

Salah satu jenis usaha informal yang banyak digeluti orang Jawa (Foto : @kaekaha)

Masyarakat keturunan suku Jawa di Kalimantan Selatan yang disebut dengan Jawa Gambut ini sekilas tidak berbeda dengan masyarakat Jawa lainnya yang tinggal dan menetap di Kalimantan Selatan. 

Dari generasi pertama sampai yang kesekian, sebagian besar pendatang dari Pulau Jawa tetap mempertahankan ciri budaya dan tradisi nenek moyangnya di Pulau Jawa. Secara umum mereka masih ngugemi budaya Jawa, minimal tetap menjadikan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu dalam percakapan di lingkungan keluarga, uniknya mereka umumnya juga bisa melafalkan dialek bahasa Banjar sesuai tempat lahir dan tumbuhnya dengan baik dan fasih. 

Bahasa Banjar, sejauh ini dikenal mempunyai beberapa dialek, diantaranya adalah dialek pahuluan di gunakan masyarakat Kalimantan Selatan Bagian utara (Banua Anam) yang meliputi Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai Tengah (HST), Hulu Sungai Utara (HSU), Tabalong dan Kabupaten paling muda, Balangan. Sedangkan dialek Banjar Pesisir yang sudah banyak dipengaruhi oleh berbagai dialek pendatang di gunakan di Kabupaten Banjar, Kota Banjarbaru, dan Kota Banjarmasin.

Adat temu manten (Foto : @kaekaha)

Di ranah seni budaya, khususnya di daerah yang telah lama dikenal menjadi kantong-kantong masyarakat Jawa berikut keturunannya, seperti di Kota Banjarbaru, Kabupaten Tanah Laut dan Kabupaten Barito Kuala seni budaya Jawa seperti pertunjukan wayang kulit, seni jaranan, ludruk, campursari, termasuk berbagai kuliner khas masyarakat Jawa relatif masih mudah di jumpai di berbagai tempat. 

Begitu juga berbagai tradisi budaya seperti tradisi temu manten, piton-piton bayi, tradisi methil atau selamatan panen padi semuanya masih ada dan terjaga sampai saat ini, hanya saja prosesi dan uba rampe-nya (perlengkepannya) tidak selengkap layaknya di kampung halaman, tanah Jawa, sebagian memang sudah mengalami komodifikasi alias tidak 100% ontentik lagi dengan aslinya. 

Mungkin, inilah salah satu konsekuensi dari berlangsungnya proses akulturasi budaya dalam masyarakat Jawa di Kalimantan Selatan, dimana didalamnya terjadi komodifikasi terhadap tatanan budaya yang sudah ada karena adanya berbagai kompromi untuk menyesuaikan ruang dan waktu yang ditempati sekarang.

Upaya pelestarian budaya Jawa di tanah Banjar, tidak terlepas dari peran dari berbagai organisasi paguyuban masyarakat (keturunan) Jawa di Kalimantan Selatan. 

Di Kalimantan Selatan, paguyuban-paguyuban yang biasanya dibentuk berdasar asal kabupaten di Pulau Jawa, jumlahnya mencapai puluhan dan mereka hampir semuanya berafiliasi kepada paguyuban masyarakat (keturunan) Jawa paling tua dan terbesar, yaitu Pakuwojo (Paguyuban Keluarga Wong Jowo).

Bagi masyarakat (keturunan) Jawa di Kalimantan Selatan, kehadiran berbagai paguyuban keluarga Jawa bukan bermaksud untuk membentuk eksklusifitas berlatar belakang primordialisme, tapi sebagai wadah komunikasi budaya untuk tetap menjaga proses lestarinya unggah-ungguh budaya Jawa di tanah rantau sebagai upaya untuk tetap menjaga harmoni dan keselarasan kehidupan dalam bermasyarakat sekaligus sebagai representasi komunal masyarakat (keturunan) Jawa dalam berkomunikasi dengan berbagai entitas budaya yang eksis di Kalimantan Selatan, khususnya budaya Banjar sebagai tuan rumah. 

Terbukti, kehadiran berbagai paguyuban ini tidak hanya berhasil menjadi jembatan budaya bagi masyarakat Jawa Gambut untuk tetap mengenali bahkan melestarikan budaya leluhurnya saja, tapi juga berhasil menjadi salah satu elemenpenting dalam menjaga keberlangsungan proses kehidupan sosial masyarakat di Kalimantan Selatan tetap berjalan secara natural dengan mengedepankan prinsip, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung dan mikul dhuwur mendem jero!

Sejarah Panjang Komunikasi Jawa - Banjar

Sejarah komunikasi antara suku Jawa di Pulau Jawa dan suku Banjar di Kalimantan diduga sudah berlangsung sejak jaman eksistensi kerajaan Majapahit, hanya saja catatan literatur lebih banyak mencatat pada era perang Banjar, sejak kedatangan bala bantuan dari Kerajaan Demak di Jawa Tengah dalam upayanya membantu Kesultanan Banjar melawan penjajah Belanda dan antek-anteknya diakhir abad 19 silam. 

Sejak itulah komunikasi yang diikuti dengan proses migrasi penduduk pulau Jawa ke Pulau Kalimantan dengan berbagai tujuan berlangsung dan ketika Orde Baru berkuasa, melalui program transmigrasi dengan tujuan pemerataan penduduk proses perpindahan penduduk ini diformalkan.

Kamus Bahasa Banjar-Indonesia (Foto : @kaekaha)
Bukti adanya akulturasi budaya antara Suku Jawa dan Suku Banjar, antara lain terlihat dari kesenian wayang kulit purwa banjar diatas. Dari segi nama, proses pagelarannya, tokoh, bentuk karakter dan cerita dari wayang kulit Banjar semuanya mirip, bedanya pada bahasa dalang dan kelengkapan gamelan yang dipakai. 

Selain itu, kosakata Bahasa Jawa dan Bahasa Banjar banyak yang mempunyai kemiripan dan kesamaan dalam hal penulisan, pelafalan dan pemaknaanya. Sebagai contoh kosakata Bahasa Bajar yang sama persis baik tulisan, pelafalan maupun artinya antara lain, lawang (pintu), banyu (air), uyah (garam), gulu (leher), jarang (rebus), tapih (kain/jarik). 

Sedangkan yang mempunyai kesamaan tulisan dan arti tapi beda pengucapan, antara lain kiwa (kiri) Bahasa Jawa baca kiwo , Banjar tetap kiwa ada lagi kanca (teman) Jawa dibaca konco, Banjar tetap kanca dan yang mempunyai kemiripan tulisan dan pelafalan tapi mempunyai kesamaan arti antara lain abang = habang (Banjar) artinya merah, udek=Udak (Banjar) artinya aduk (di udak = diaduk), tape = tapai (Banjar) berarti makanan tape ketan/singkong... dan masih banyak yang lainnya!

Salam budaya dari Banua, Banjarmasin Bungas!


Kamis, 13 Desember 2018

Menikmati Lagu-lagu Banjar Populer Suguhan Dari Sang Radja

Journey to Banjar Persembahan dari Radja

Perhelatan Opening Ceremony Asian Games 2018 yang sempat viral sampai ke mancanegara, ternyata membawa berkah tersendiri bagi gaung lagu-lagu daerah Indonesia yang pada malam itu menjadi musik pengiring penampilan ribuan penari Ratoeh Jaro yang diyakini menjadi "kunci" pembuka dari kesuksesan upacara pembukaan pesta olahraga terbesar kedua di dunia tersebut.

Selain lagu Bungong Jeumpa  dari Aceh dan beberapa lagu dari daerah lainnya, malam itu juga menjadi ajang "internasionalisasi" bagi dua lagu daerah Banjar, Kalimantan Selatan, yaitu Ampar-ampar Pisang dan Paris Barantai, dua lagu Banjar bahari (lama) yang sudah melegenda ciptaan dua maestro musik Banjar, (Alm) Hamiedan AC dan (Alm) Kolonel (Purn) Anang Ardiansyah.

Pasca pesta pembukaan Asian Games di Gelora Bung Karno tersebut, banyak tulisan apresiatif terkait lagu-lagu daerah yang malam itu sukses "bergema" ke segala penjuru dunia. 

Bahkan salah satunya ada yang mengaku seperti "terhipnotis", karena sampai esok harinya sepanjang hari terus bersenandung lagu-lagu daerah tersebut dengan sendirinya, khususnya Ampar-ampar Pisang. Lagu daerah kami, Kalimantan Selatan. Wooooow!!! Mudah-mudahan ini menjadi titik balik bergaungnya kembali lagu-lagu daerah kita di negeri sendiri.


di Banjarmasin, dari menjadi saksi mata bergemanya  dua lagu Banjar bahari, Ampar-ampar Pisang dan Paris Barantai di Gelora Bung Karno, saya langsung membongkar koleksi kaset pita dan CD yang saya miliki. Saya teringat dengan satu koleksi CD spesial album lagu-lagu Banjar bahari hasil karya re-arrangement salah satu band papan atas Indonesia yang dua frontman-nya memang asli Banjarmasin, radja. Di album itu ada juga lagu Ampar-ampar Pisang dan Paris Barantai dengan aransemen penuh energi dan ngerock ala radja.

Jujur, sayapun ingin terus mengulang euforia menggemanya dua lagu daerah kami saat acara opening ceremony Asian Games di Gelora Bung Karno dengan cara saya! Memutarnya keras-keras sambil menikmati kopi semi pahit plus camilan gaguduh pisang alias pisang goreng manis. Woooow ini pasti nikmat!

Pada tahun 2010, Grup musik radja yang dua pentolannya memang asli Banjar, yaitu Ian Kasela (Vokalis) dan sang kakak Moldy (Gitar) dengan dibantu tiga personil baru, Aldy (Keyboard), Ojie (Bass) dan Vidin (Drum) mengeluarkan album kesembilan mereka dengan judul Journey to Banjar. Album spesial bin khusus yang didedikasikan untuk Banua tercinta ini berisi sepuluh lagu Banjar bahari karya musisi-musisi Banjar yang diaransemen ulang sesuai dengan style radja.

Sayang, album ini diproduksi terbatas dan hanya sedikit yang di jual secara komersil, selebihnya hanya dijadikan sebagai souvenir saja.

Alasan Ian Kasela dan Moldy mengeluarkan album Journey to Banjar selain tidak ingin menjadi kacang yang lupa kulitnya adalah ingin melestarikan sekaligus memperkenalkan seni budaya Kota Seribu Sungai, Banjarmasin ke seluruh Nusantara dan dunia melalui lagu-lagu daerahnya yang punya potensi untuk go nasional menyusul  Ampar-ampar Pisang dan Paris Barantai yang lebih dulu akrab di telinga masyarakat Indonesia.

Dari sepuluh lagu yang masuk dalam album Journey to Banjar itu, enam diantaranya adalah karya maestro lagu-lagu Banjar (Alm) Anang Ardiansyah, dua karya (Alm) Hamiedan AC dan selebihnya karya maestro lagu Banjar lainnya, seperti Zaini dan A. Thamrin. Berikut komposisi sepuluh lagu Banjar  dalam album radja, "Journey to Banjar" berikut penciptanya,

Komposisi Lagu Album Journey to Banjar (Foto : @kaekaha)
Paris Barantai (Anang Ardiansyah)
Anak Pipit (Hamiedan AC)
Uma Abah (Anang Ardiansyah)
Saputangan Babuncu Ampat (Zaini)
Kambang Goyang (Anang Ardiansyah)
Si Jantung Hati (A. Thamrin)
Giwang Barlian ( Anang Ardiansyah)
Sangu Batulak (Anang Ardiansyah)
Pambatangan (Anang Ardiansyah)
Ampar-ampar Pisang (A. Thamrin /Hamiedan AC)

Diantara kesepuluh judul lagu daerah Banjar dalam list track diatas, mungkin masyarakat Indonesia hanya mengenal lagu Ampar-Ampar Pisang dan Paris Barantai saja.

Hal ini bisa dimaklumi, karena sejak tahun 1960-an, lagu Paris Barantai sudah direkam dalam piringan hitam di perusahaan rekaman Lokananta di Solo oleh Orkes Melayu Rindang Banua, dimana Alm. Anang Ardiansyah menjadi salah satu personilnya, sedang Ampar-ampar Pisang direkam oleh Orkes Melayu Taboneo dan setelahnya, kedua lagu itu semakin populer sejak diputar Radio Republik Indonesia (RRI) di seluruh Tanah Air.

Untuk materi lagu lainnya, meskipun tidak familiar bagi mayarakat Indonesia, tapi jangan kuatir! Radja telah memilihkan lagu-lagu Banjar yang easy listening dengan komposisi nada yang sederhana dan tentunya ramah di telinga masyarakat melayu secara umum. Bahkan, lagu-lagu Banjar dalam album ini, bisa dibilang kumpulan lagu-lagu terpopuler yang paling sering atau bisa dibilang lagu yang wajib di putar atau wajib dinyanyikan pada setiap event kedaerahan dan acara hajatan masyarakat Banjar.

Sedangkan dari sisi liriknya, jangan ditanya! Semuanya mempunyai makna yang dalam, karena berisi falsafah, petuah dan ungkapan-ungkapan bijak khas keluhuran budaya Banjar yang sebagian besar bersumber dari Al Quran. Jadi dijamin sangat menginspirasi (khususnya bagi yang paham bahasa Banjar  ya! He...he...he...).


Tentang Paris Barantai
Khusus untuk lagu Paris Barantai ciptaan Alm. Anang Ardiansyah yang di posisikan sebagai lagu pembuka dalam album ini, memang mempunyai  cerita yang agak unik! Kalau tidak mengerti latar belakang sejarah terciptanya lagu ini, sepertinya akan sulit untuk memahami maksud dari judul termasuk makna dari liriknya. Beruntung, lagu ini mempunyai karakter yang kuat dari sisi pemilihan serta penyusunan nadanya, sehingga dengannya seolah-olah masyarakat tidak ambil pusing dengan judul apalagi makna dari liriknya.

Berikut, beberapa keunikan lagu Paris Barantai yang akan memperkaya wawasan budaya kita,

Keunikan pertama, Sebagian besar masyarakat (termasuk di Kalimantan Selatan sendiri) tidak tahu judul dari lagu ini. Mungkin, salah satu sebabnya adalah, kata dalam kalimat judul sama sekali tida ada dalam lirik, sehingga masyarakat justeru sering menganggap judul lagu ini adalah Kotabaru, Kotabaru Gunungnya Bamega atau malah Bamega saja dan ketika mengetahui judulnya ternyata Paris Barantai, pasti akan mengerutkan dahi sambil begumam "Lho kok...?" atau "Lho arti dan maknanya apa ya!?"

Keunikan kedua,  inspirasi terciptanya lagu ini berasal dari pertunjukan seni tradisi bagandut yang telah lama punah, yaitu sejenis tayub atau ronggeng khas Banjar yang dipentaskan secara berpasang-pasangan. Jadi bukan dari indahnya gunung Kotabaru yang tertutup mega atau awan atau dari yang lainnya. Kata Kotabaru jadi masuk dalam lirik, karena saat itu seni pertunjukan Bagandut dari Banjarmasin ini sudah bisa pentas sampai ke Kotabaru yang jaraknya mencapai 305 km atau sekitar 8 jam perjalanan darat.
Journey to Banjar (Foto : @kaekaha)

Keunikan ketiga, kata Paris dari judul Paris Barantai ternyata diambil dari nama penari paling cantik, sekaligus idola dari grup kesenian bagandut tersebut, yaitu Suparis. Waduh...! Lantas makna sebenarnya dari judul  Paris Barantai itu apa ?

Keunikan keempat, sekaligus yang terakhir, saya yakin anak-anak sekolah terutama mulai level SD di seluruh Indonesia pernah mendengar irama lagunya dan biasanya kenal sedikit lirik diawalnya....

Paris Barantai
Wayah pang sudah
Hari baganti musim
Wayah pang sudah

Kotabaru gunungnya bamega
Bamega umbak manampur disala karang
Umbak manampur disala karang
Batamu lawanlah adinda
Adinda iman didada rasa malayang
Iman didada rasa malayang

Pisang silat tanamlah babaris
Babaris tabang pang bamban ku halangakan
Tabang pang bamban ku halangakan
Bahalat gunungnya babaris
Babaris hatiku dandam ku salangakan
Hati ku dandam kusalangakan

Burung bintri batiti dibatang
Titi batang dibatang buluh kuning manggading
Dibatang buluh kuning manggading
Malam tadi bamimpilah datang
Mimpi datang rasa bapaluk lawan si ading
Rasa bapaluk lawan si ading

Kacilangan lampulah dikapal
Dikapal anak walanda main kumidi
Anak walanda main kumidi
Malam tadi guringlah sabantal
Sabantal tangan kadada hidung kapipi
Tangan kadada hidung kapipi


Tentang Ampar-Ampar Pisang

Lagu Ampar-Ampar Pisang selain dikenal sebagai lagu daerah Banjar, Kalimantan Selatan juga dikenal sebagai lagu anak-anak nusantara. Mungkin karena nada lagunya yang ceria plus lirik lagu yang relatif lugas, pendek dan mudah dilafalkan meskipun tidak tahu artinya, menjadi alasan untuk menempatkan lagu   Ampar-Ampar Pisang sebagai salah satu lagu anak-anak favorit di seluruh Indonesia.


Ampar-ampar pisang
Pisangku balum masak
Masak sabigi, dihurung bari-bari 2x
Masak sabigi, dihurung bari-bari 2x

Manggalepak, manggalepok
Patah kayu bengkok
Bengkok dimakan api,
apinya kakurupan
Bengkok dimakan api,
apinya kakurupan
Nang mana batis kutung, dikitip bidawang 2x

Jari kaki sintak, dahuluakan masak 2x

Ampar-ampar pisang
Pisangku balum masak
Masak sabigi, dihurung bari-bari 2x
Masak sabigi, dihurung bari-bari 2x

Mangga ricak, mangga ricak
Patah kayu bengkok
Tanduk sapi, tanduk sapi, kulibir bawang 2x

Lagu  Ampar-Ampar Pisang, sebenarnya bercerita tentang proses pembuatan Rimpi, makanan tradisonal khas Banjar yang terbuat dari pisang masak yang dijemur (mirip sale pisang, tapi tanpa proses pengasapan). 

Pada proses penjemuran, biasanya pisang akan dihurung atau dikerubuti binatang kecil-kecil yang suka dengan aroma makanan/buah-buahan manis yang di masyarakat Banjar disebut dengan bari-bari.

Sedangkan lirik Nang mana batis kutung, dikitip bidawang ini sebenarnya untuk menakut-nakuti kakanakan atau anak-anak yang suka mengambil pisang masak yang lagi dijemur. 

Bidawang adalah sejenis kura-kura air tawar/bulus yang mempunyai gigi sangat tajam. Habitat hidup mereka di rawa dan sungai-sungai yang juga menjadi tempat anak-anak mandi berenang. Bila menggigit, biasanya tidak akan pernah dilepaskan jika belum putus, termasuk ketika mengigit jari-jemari. Hi....!!! Makanya jangan mengambil pisang yang dijemur ya!

Lirik Lagu dalam Journey to Banjar (Foto : @kaekaha)
Tentang Lagu-lagu yang Lain
Anak Pipit, lagu ini bercerita tentang adab/bagaimana cara kita bermuamallah atau berhubungan dengan makhluk ciptaan Allah SWT yang lainnya, terutama binatang. Tapi bisa juga istilah "anak pipit" ini dimaknai sebagi simbol dari rakyat kecil yang harus dilindungi.

Uma Abah, lagu dengan setting sosial masyarakat Banjar pahuluan yang "sawah ladangnya" adalah rawa/sungai ini berkisah tentang bakti seorang anak kepada kedua orangtuanya yang susah payah mencari nafkah dengan malunta atau menjaring ikan.

Sapu Tangan Babuncu Ampat, lagu dengan nada rancak ini berisi petuah terkait cara bermuamallah dengan sesama manusia atau hablumminannas. Hati-hati kalau mau berbicara, karena luka dihati akibat ucapan tidak akan mudah untuk disembuhkan dan Jangan memelihara dendam karena dendam hanya akan memperpendek umur.

Sangu Batulak, lagu ini berisi petuah urang tua bahari (orang-orang tua jaman dahulu) bagi siapapun yang ingin bepergian (batulak). Bekal terbaik untuk bepergian adalah mulailah semuanya dengan Bismillah, melangkahlah dengan kaki kanan terlebih dahulu dan selanjutnya bertawakal hanya kepa Allah, SWT.
Lagu ini bisa juga dimaknai, sebagai petuah untuk mempersiapkan bekal amal dan iman terbaik guna perjalanan panjang kita semua di akhirat kelak.

Pambatangan, lagu ini menceritakan kisah hidup pambatangan atau orang-orang banua bahari yang bekerja memilirkan batangan kayu dari hulu Sungai Barito menuju kota-kota lain di hilir sampai muara Sungai Barito.

Upaya kreatif radja untuk melestarikan lagu-lagu daerah Banjar sekaligus memperkenalkannya ke level nasional melalui proyek album Journey to Banjar ini sudah selayaknya mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak, terutama pemerintah daerah Kalimantan Selatan. Semoga kreatifitas radja Banjar ini, kedepannya menjadi inspirasi positif bagi upaya pelestarian budaya oleh radja-radja lain dari seluruh Indonesia. Semoga!

Lirik lagu Album Journey to Banjar (Foto : @kaekaha)
Salam Budaya,
dari Mahligai, Banjar, Kalimantan Selatan


Artikel ini sudah pernah tayang di Kompasiana dengan judul : Journey to Banjar, Koleksi Lagu Banjar Bahari Ramuan Sang Radja