Jumat, 22 Juli 2022

Bulik Kampung ke Pedalaman Hulu Sungai Barito, "Bisnis" Tetap Jalan dengan BRImo di Tangan

 

Siap Bulik Kampung sambil Berpetualang | @kaekaha

Jujur, sebenarnya saya kesulitan untuk membedakan perjalanan dari Banjarmasin (Kalsel) ke Muara Teweh, (Barito Selatan-Kalteng) melalui jalur Sungai Barito ini, berpetualang atau bulik kampung (mudik ; bahasa Banjar) ?

Bagaimana tidak, bulik kampung  menggunakan armada bus air berbahan kayu ulin legendaris dan satu-satunya yang masih tersisa di jalur  tradisional Sungai Barito ini "aroma" petualangannya jauh lebih terasa daripada sekedar perjalanan menuju kampung halaman pada umumnya.

Berlayar melawan arus menuju kawasan hulu Sungai Barito selama dua hari penuh dengan KM. Pancar Mas II yang penampakan arsitekturnya juga terlihat unik, seperti layaknya mengikuti program acara discovery channel atau sejenisnya tapi secara live.  Naaah seru kan!?

Aktifitas Transportasi di Sungai Barito | @kaekaha

Sebagai informasi, untuk berbagai keperluan dan kepentingan, saya sebenarnya lebih sering memanfaatkan moda transportasi bus darat atau otobus untuk perjalanan Banjarmasin-Muara Teweh ini. Selain lebih cepat, hanya memerlukan waktu tempuh paling lama sekitar 15 jam, sejujurnya saya ada trauma dengan perjalanan menggunakan transportasi air.

Bersyukurnya, narasi cantik dari sepupu istri yang mengajak saya jalan-jalan ke Muara Teweh, berhasil meyakinkan saya bahwa perjalanan dengan kapal kayu legendaris menuju hulu Sungai Barito ini merupakan petualangan terbaik di Kalimantan, hingga saya lupa dengan aquaphobia dan akhirnya yakin berlayar menemaninya bulik kampung menuju Muara Teweh. 

Kami memulai petualangan dari Dermaga Banjar Raya, tempat tambat KM. Pancar Mas II yang lokasinya masih di seputaran Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas, tepat di tepian Sungai Barito salah satu sungai terbesar dan terpanjang di Indonesia yang sekilas memang lebih terlihat seperti laut daripada sungai.

Selama dua hari dua malam, kita tidak hanya melihat, tapi juga merasakan secara langsung kearifan budaya sungai khas Urang Banjar "bekerja" mewarnai beragam kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang hingga menjadi pattern kehidupan sosial masyarakatnya secara umum.

Ini yang ngangeni! Dan jelas akan menjadi pengalaman tak terlupakan bagi saya dan siapapun yang ikut dalam perjalanan luar biasa ini!

Kapal Pancar Mas II | @kaekaha


Tidak hanya view alam di luar kapal saja yang menggoda, sajian miniatur Indonesia pada proses interaksi "keluarga baru" yang layaknya gado-gado ini merupakan salah satu fragmentasi kehidupan khas nusantara terbaik yang pernah saya lihat secara langsung dengan mata kepala saya sendiri, sebagai cerminan bhinneka tunggal ika.

Meskipun didominasi oleh Urang Banjar, setidaknya jika dilihat dari bahasa dan dialek yang digunakan, ternyata di dalam kapal juga banyak berisi perantau dari Pulau Jawa dan Sumatera yang sebagian besar hendak menuju ke stockpile atau juga camp tambang Batubara yang ada di kawasan pedalaman hulu Sungai Barito yang kebetulan, memang lebih mudah di jangkau melalui jalur sungai.

Selain itu, ini yang menurut saya luar biasa! Di dalam kapal ternyata juga banyak masyarakat suku Dayak dan uniknya, ternyata mereka banyak berasal dari sub-suku Dayak yang berbeda-beda, sehingga secara budaya mereka juga relatif berbeda.

Dari obrolan saya dengan beberapa teman Suku Dayak yang berbeda di beberapa kesempatan, menurut mereka perbedaan diantara sub-suku Dayak yang paling mudah terlihat adalah dari bahasanya.

Uniknya, perbedaan bahasa ibu diantara sub-suku  Dayak ini menyebabkan mereka tidak bisa saling berkomunikasi, maka jalan tengahnya, mereka menggunakan bahasa Banjar sebagai bahasa komunikasi diantara mereka. Jadi menurut mereka, bahasa Banjar merupakan bahasa pergaulan sekaligus bahasa persatuan semua sub-suku Dayak di sepanjang DAS Barito. Ini yang saya baru tahu!


Ada beberapa cerita menarik terkait interaksi saya dengan beberapa penumpang dalam perjalanan bulik kampung dengan kapal kayu yang di sepanjang perjalanan lebih banyak melewati kawasan hutan dari pada pemukiman warga ini. Karenanya, tidak heran jika komunikasi seluler menjadi salah satu "barang mewah" dalam perjalanan ini.

Luarbiasnya, kru kapal sudah hafal di titik-titik mana saja sinyal seluler akan muncul berikut kualitas dari masing-masing operatornya. Uniknya, di masing-masing titik itu sinyal terkuatnya sering muncul dari operator yang berbeda-beda.

Pada saat makan malam di kantin, tiba-tiba Mang Udin juragan pakaian yang baru saja pulang dari belanja pakaian di Pasar Sudimampir, Banjarmasin untuk dijual lagi di Pasar Kota Buntok, Kab. Barito Selatan mendatangi saya dan beliau minta tolong saya untuk dibelikan pulsa listrik untuk tokonya yang menurut anak buahnya mesin meterannya sudah berbunyi. Padahal kalau menunggu kedatangan sidin (beliau;bahasa Banjar) tentu masih 2 hari lagi baru sampai.  

Siang tadi, waktu sama-sama menunggu penuhnya penumpang kapal di dermaga Banjar Raya, kebetulan beliau melihat saya membelikan pulsa HP sepupu yang mengajak saya bulik kampung  ke Muara Teweh melalui aplikasi digital BRImo. Dari situlah akhirnya kami mengobrol banyak hal mengenai "kesaktian" aplikasi BRImo yang sangat aktual, mudah, cepat dan tentunya tetap aman.

Sambil menikmati Soto Banjar varian ayam bapukah kesukaan saya, saya langsung coba buka smartphone saya. Sayang dari dua smartphone  saya yang berisi 4 nomor dari 4 operator berbeda, ternyata tidak satupun yang bersinyal, sehingga saya tidak bisa membuka aplikasi BRImo sama sekali

Aplikasi BRImo

Melihat saya yang kebingungan, tiba-tiba acil (bibi;bahasa Banjar) penjaga kantin mengatakan kalau kira-kira dua jam lagi atau sekitar jam 9 malam, baru ketemu dengan sinyal milik operator Sxxxxxx dan benar saja, sekitar pukul 21.30 WITA tiba-tiba beberapa notifikasi dari beberapa aplikasi dalam smartphone saya masuk yang ditandai dengan bunyinya yang berdering beberapa kali.

Tanpa membuang-buang waktu, saya langung membuka aplikasi BRImo untuk bertransaksi token listrik PLN toko Mang Udin. Beruntung, meskipun sinyal tidak penuh tapi transaksi token listrik via BRImo berjalan sukses dan notifikasi bukti transaksi langsung saya kirim ke Mang Udin yang langsung meneruskannya ke anak buahnya di Toko di Kota Buntok.

Alhamdulillah, dengan aplikasi BRImo, "bisnis akhirat" saya yang awalnya hanya bermaksud menolong Mang Udin berakhir sukses dan di luar dugaan saya, ternyata bisnis lain telah menunggu saya setelah ini. Apa itu?

Ternyata semua ongkos makan saya dan sepupu untuk malam ini tanpa sepengetahuan saya sudah dibayar sama Mang Udin.  Padahal, sebelum menemukan sinyal untuk transaksi token listrik tadi,  sidin sudah membayar semua biayanya secara cash berikut ongkos transaksinya, bahkan untuk yang terakhir sidin memberi saya nominal berlipat-lipat. Alhamdulillah! Mungkin ini yang namanya rejeki anak sholeh ya...he...he...he...

Tidak hanya itu, ternyata berita dari mulut ke mulut terkait "kesaktian" aplikasi BRImo di smartphone saya yang dimulai dari Mang Udin dan keluarganya, langsung menyebar kepada sebagian besar penumpang dan juga awak kapal. Dari sinilah, "bisnis akhirat" saya dengan Mang Udin yang sebenarnya sama sekali tidak disengaja, akhirnya berbuntut panjang dan ber-efek domino yang luar biasa, menjadi bisnis yang sebenarnya.

Bagaimana tidak, sejak "kesaktian" BRImo menyebar, sepupu saya sampai harus membuat rekapan semua orderan penumpang yang berderet-deret menunggu antrian, karena manunggu pergerakan kapal sampai menemukan sinyal seluler dari salah satu operator yang ada dalam smartphone saya.

Aplikasi BRImo

 

Memang tidak semua orderan yang masuk rekapan berhubungan dengan pembayaran atau pembelian yang menggunakan uang, meskipun tidak banyak  ada saja yang minta dilihatkan nominal tagihan PDAM, PLN, TELKOM, ada juga yang minta tolong dilihatkan tanggal jatuh tempo cicilan di salah satu finance yang terdaftar dalam BRImo.

Selebihnya, orderan terbanyak memang transaksi pulsa dan paket data internet. Jujur, karena saya memang sama sekali tidak bermaksud "membisniskan" kesaktian BRImo ini, maka saya hanya meminta kepada yang order untuk membayar sebatas angka yang tertera pada bukti transaksi digital yang selalu keluar setelah transaksi berhasil dan bisa langsung di share kepada siapa saja yang berkepentingan.

    Tapi inilah hebatnya orang Indonesia! Di abad 20 ini, tradisi berterima kasih dengan segala manifestasinya masih menjadi kebutuhan sebagian besar individu dalam upayanya menjaga dan memperbaiki setiap hubungan dengan sesama atau yang dalam Islam biasa disebut sebagai Hablumminannas.

Dalam perjalanan 2 hari 2 malam tersebut, seiring dengan "keintiman" komunikasi diantara penumpang yang semakin rapat, dimana kami semua seperti layaknya sebuah keluarga yang baru bertemu setelah sekian lama terpisah, menjadikan kita semua semakin open untuk bertukar fikiran dan juga informasi.

Ternyata oh ternyata, "kesaktian" BRImo menjadi salah satu topik yang menyita perhatian mereka lho! Sebagian besar mereka mengaku baru sekali ini bertransaksi online di atas kapal yang berjalan pula.

QR Code | @kaekaha

Dan yang mengejutkan saya, ada juga beberapa diantara mereka yang bertanya tentang "keamanan" bertransaksi uang di agen-agen BRILink yang ada di kampung mereka. Mereka mengaku masih ragu dengan keamanannya.

Sebenarnya ini masalah sensitif, jadi saya jawab sesuai dengan kapasitas saya yang sebatas nasabah BRI pemakai aplikasi BRImo titik. "Bapak/ibu, sebenarnya ada yang lebih berkompeten untuk menjawab pertanyaan ini, yaitu petugas BRI. Tapi sepengetahuan saya sejauh ini, beberapa kali transaksi saya di agen BRILink dekat rumah untuk berbagai kepentingan, aman-aman saja!"

Itulah kisah singkat perjalanan saya bulik kampung ke Muara Teweh, ibu kota Kabupaten Barito Utara. Ini merupakan perjalanan yang tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup saya. Selain karena banyaknya fragmentasi menakjubkan disepanjang perjalanan, keberhasilan dan keberanian saya nekat menaklukkan aquaphobia yang seumur hidup mengganggu saya, merupakan pencapaian luar biasa yang patut saya rayakan.  

Dan saya memilih merayakannya dengan bersedekah di masjid komplek tempat saya tinggal dengan cara transaksi digital menggunakan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) alias pembayaran menggunakan metode QR Code di aplikasi BRImo, sekembali saya di Banjarmasin dengan selamat.

Caranya mudah kok! Tinggal buka aplikasi BRImo, pencet fitur QRIS setelah itu scan QR Code milik masjid, kemudian masukkan nominal sedekahnya, beres! Mudah, cepat dan tentunya aman!

 
Semoga Bermanfaat!

Salam Matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!




Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 27 Mei 2022  jam  23:18 WIB (klik disini untuk membaca) dan terpilih menjadi "pemenang ke-3 " dalam lomba blog kompasiana + BRI dengan tema "pengalaman seru perjalanan mudik" dengan hadiah uang sebesar 4 juta rupiah. Alhamdulillah...

Dok. Kompasiana



Dok. Kompasiana


Klik disini untuk menuju ke link pengumuman pemenang!








Kamis, 21 Juli 2022

Matematika Haji Cara Memahami Berkah Berhaji Muda



Matematika Ibu dari segala Ilmu

Ilmu matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang banyak memberi manfaat pada kehidupan manusia, baik sebagai ilmu pengetahuan berikut ragam pengembangannya maupun matematika sebagai  sarana atau media bersosialisasi, seperti untuk hitung-hitungan dalam berdagang, hitung-hitungan score dalam pertandingan olah raga dan lain sebagainya.

Tidak heran, jika kemudian matematika juga dikenal sebagai ibu dari ilmu pengetahuan atau dasar dari ilmu pengetahuan,  karena secara faktual matematika memang banyak menjadi sumber dari ilmu lain, bahkan banyak ilmu-ilmu yang penemuan dan perkembangannya sangat bergantung dari ilmu matematika.

Berangkat dari fakta ilmiah posisi ilmu matematika dalam kehidupan, sangat masuk akal jika kemudian matematika bisa bersinergi dengan peradaban kehidupan umat manusia dari waktu ke waktu, bahkan saat harus bersentuhan dengan dimensi spiritual sekalipun. Maksudnya, semua ilmu pengetahuan yang memiliki ketetapan atau aturan yang jelas, pasti dapat dimatematisasi atau dibuat model matematika.

Suasana Masjidil Haram

 

Dalam agama Islam, banyak ritus ibadahnya yang memakai hitungan matematis! Sebut saja jumlah rakaat tiap shalat wajib ada yang 4 (empat), 3 (tiga) dan  (dua) rakaat, sampai ibadah haji yang mewajibkan tawaf, sa'i dan melempar jumrah masing-masing sebanyak 7 (tujuh) kali.

Hebatnya lagi, ritus ibadah yang sangat kental dengan nuansa matematikanya (berhitung) diatas, kalau tidak sesuai dengan hitungannya maka akibatnya sangat signifikan. Bila shalat kurang atau lebih rakaat ada konsekuansi tambahan rukun shalat atau tambahan ritual yang harus dilakukan. 

Sedangkan untuk rukun haji ( tawaf, sa'i dan melempar jumrah), jika jamaah tidak mampu menyempurnakan rukun haji-nya (baik hitungan maupun ritus rukunnya) maka akan dikenai denda atau dam (sebagaimana firman Allah pada quran surat Al-Baqarah ayat 196). Artinya, memahami ajaran agama Islam, khususnya ibadah haji tidaklah sempurna tanpa memahami dan mengerti matematika.

Seperti kita pahami bersama, matematika merupakan ilmu pasti, maksudnya mempunyai kaidah aturan, hukum, dan ketetapan yang sifatnya pasti, begitu juga dengan Islam sebagai agama rahmatan lil'alamin juga mempunyai sumber hukum, aturan dan ketetapan yang pasti juga. Artinya, sangat memungkinkan aspek-aspek ibadah dalam Islam bisa didapatkan model matematika atau rumus matematikanya. Salah satunya adalah terkait dengan ibadah haji.


 

Matematika Ibadah Haji

Dari 5 (lima) rukun Islam, hanya ibadah haji saja yang diabadikan menjadi nama surah dalam Al-Qur,an,  yaitu surat Al Hajj yang dalam susunan Mushaf Al Quran berada di urutan ke-22 (duapuluh dua). Di dalamnya berisi tuntunan terkait ibadah haji, seperti ihram, tawaf, sa'i, wuquf di arafah dan hikmah-hikmah yang disyari'atkannya ibadah haji.

Terkait dengan ibadah haji, ada fakta "matematis" menakjubkan terkait dengan aktifitas tawaf  yang dalam ritualnya berupa kegiatan mengelilingi Kabah sebanyak 7 (tujuh) kali tersebut. Ternyata, rumus matematika keliling lingkaran yang selama ini kita kenal sangat berkaitan dengan aktifitas tawaf, dimana tawwaf dimaknai sebagai keliling atau diformulasikan sebagai Keliling (K) = Tawaf  (T).

Dalam ilmu matematika yang umum kita kenal, lingkaran merupakan himpunan titik pada sebuah bidang datar yang mempunyai jarak sama jika dihitung dari titik pusat atau porosnya. Rumus keliling lingkaran/tawaf yang kita kenal adalah 2 x π x r. Dimana nilai π adalah 22/7 dan r adalah jari-jari. Jika rumus diatas dioperasikan (dikalikan) maka akan menghasilkan formulasi  2r x 22/7 . Dimana 2r adalah diameter (d) atau 2r = d. Berikut formulasi lengkapnya,


K/T (Keliling/Tawaf) = 2 x π x r  atau  K/T = 2  x 22/7 x r
K/T = 2r x 22/7
K/T = d x 22/7

Dari sini rumus kita operasikan dengan mengalikan silang sehingga akan menghasilkan turunan rumus sebagai berikut:
22d = 7 K/T

Tahukah anda, filosofi dari rumus turunan diatas identik dengan Alquran dan tawaf? Elemen rumus di ruas kiri 22d, merujuk pada surah Al-Hajj (haji) yang dalam Al-Qur'an posisinya berada di urutan ke-22 (duapuluh dua), sedangkan elemen rumus di ruas kanan 7 K/T, merujuk pada rukun tawaf yang jumlahnya harus 7 kali keliling atau secara lugas bisa dimaknai sebagai "Dalam ibadah haji (Q.S ke-22) terdapat rukun 7 kali Thawaf. Masha Allah! Wallahu a’lam bish-shawabi

Tanda Memulai Tawaaf

Menghitung Total Langkah, Waku dan Jarak Tempuh untuk Menyempurnakan Tawaf

Dari rumus keliling lingkaran diatas, kita juga bisa menghitung jarak tempuh dan juga jumlah seluruh langkah kaki jamaah untuk menyempurnakan prosesi Sa'i. Bahkan jika diketahui kecepatan stabilnya, waktu tempuhnyapun juga bisa diketahui.

Misalnya, jika jamaah melakukan tawaf di lantai dua Masjidil Haram yang rata-rata jaraknya ke titik Kabah sekitar 100 meter, maka jarak tempuh yang dilalui jamaah untuk mengelilingi ka'bah adalah 7 x rumus keliling lingkaran, yakni

= 7 x (2 x π x r)

= 7 x (2 x 22/7 x 100)

= 7 x 628,571

= 4.400

Dari operasi rumus matematika diatas, diketahui total jarak yang ditempuh oleh jamaah untuk tawaf adalah sejauh 4.400 meter atau 4,4 km. Jika jarak tempuh diketahui sejauh 4.400 meter (440.000 centi meter) sedangkan ukuran langkah jamaah rata-rata adalah 50 cm (0,5 meter), maka total langkah yang diperlukan untuk tawaf pada posisi di lantai dua Masjidil Haram formulasinya adalah

=  jarak/ukuran langkah

=  4.400/0,5  atau  440.000/50

=  8.800

Dari operasi rumus matematika diatas diketahui total langkah yang diperlukan untuk menyempurnakan tawaf dilantai dua Masjidil Haram, yaitu 8.800 langkah.  

Selain total langkah yang diperlukan, jika diketahui jarak dan kecepatan stabil rata-rata, maka waktu tempuh untuk menyempurnakan prosesi tawaf juga bisa dihitung! Misalkan diketahui jarak tempuhnya adalah 4.400 meter (4,4 kilo meter) dan kecepatan stabil tawaf dilantai dua Masjidil Haram saat musim haji adalah 2 km/jam (2000 meter/jam), maka waktu tempuh yang diperlukan untuk menyempurnakan prosesi tawaf-nya adalah

=  jarak tempuh/kecepatan

=  4.400/2000

=  2,2

Artinya, untuk menyempurnakan prosesi tawaf dilantai dua Masjidil Haram saat musim haji adalah selama 2,2 jam.

 

Menghitung Total Langkah untuk Menyempurnakan Sa'i

Selain fakta rumus lingkaran berikut operasi rumus matematika untuk mengetahui jarak dan juga total langkah jamaah saat menyempurnakan prosesi tawaf, masih banyak aspek dalam ibadah haji yang "hitungannya" bisa didapatkan melalui operasi rumus matematika, misalkan untuk mengetahui total jumlah langkah kaki masing-masing jamaah untuk menyempurnakan ibadah sa'i, jika jarak antara bukit Shafa ke bukit Marwah diketahui sejauh 450 meter (4.500 centi meter).

Jika jamaah dari Indonesia rata-rata mempunyai jarak langkah sekitar 50 cm (0,5 meter), maka operasi matematikanya adalah

= jumlah sa'i  x (jarak/lebar langkah)

= 7 x (4.500/50)

= 7 x 90

= 630

Dari operasi rumus matematika diatas didapatkan data bahwa, untuk melakukan sekali prosesi sa'i  dari bukit Shafa ke bukit Marwah atau sebaliknya diperlukan 90 langkah, sedangkan untuk total keseluruhan 7 (tujuh) kali bolak-balik diperlukan 630 langkah.

Fakta hitung-hitungan angka dari beberapa sampling prosesi haji diatas, setidaknya calon jamaah haji mendapatkan gambaran betapa ibadah haji sangat memerlukan kesiapan fisik yang prima. Bagaimana tidak, sekedar untuk tawaf Ifadah/Wada saja, untuk menyempurnakan 7 (tujuh) kali putaran dari jarak ke titik Kabah (jari-jari) sekitar 100 meter diperlukan jarak tempuh terpendek sekitar 4.400 meter atau 4,4 km dengan waktu tempuh tercepat 2,2 jam dan memerlukan total sekitar 8800 langkah.

Situasi angka-angka diatas belum memperhitungkan suhu udara di Makkah atau di Masjidil Haram dimana pada musim panas maupun pada musim dingin sama-sama beratnya bagi jamaah dari Indonesia. Belum juga memperhitungkan kesiapan fisik untuk mobile dari pemondokan ke Masjidil Haram setiap sholat 5 (lima) waktu, juga saat Wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, Mabit di Muzdalifah, Jumrah Aqobah dan Mabit di Mina.

Berdasar pada fakta "matematika haji" diatas, bahwa ibadah haji merupakan ibadah yang sangat memerlukan kesiapan fisik yang prima plus tradisi urang Banjar yang meyakini ungkapan Umur Kada Babau, sangat wajar kiranya jika kemudian kai-nini (kakek-nenek) Urang Banjar yang menurut sejarah sejak tahun 1700-an atau abad ke-18 sudah biasa melakukan perjalanan ibadah haji ke tanah haram, akhirnya mewariskan tradisi mempersiapkan ibadah haji sejak dini yang tetap terpelihara sampai sekarang, karena menyadari hanya jamaah yang benar-benar mempunyai kesiapan fisik  prima saja yang bisa menjalani ibadah haji lebih optimal.  

Bedanya cara mempersiapkan haji sejak dini antara Urang Banjar Bahari (Orang Banjar jaman dulu) dengan Urang Banjar Wahini (Orang Banjar jaman sekarang) hanya terletak pada cara menabungnya saja!

Jika dulu tradisi Urang Banjar Bahari lebih memilih nabung uang sedikit-sedikit selanjutnya dibelikan emas untuk disimpan dirumah, maka tradisi menabung Urang Banjar Wahini  berangsur berubah sejak bank Syariah mulai masuk ke Kalimantan Selatan, apalagi sejak pemerintah menunjuk lembaga perbankan syariah sebagai penerima setoran pelunasan ONH atau BPIH (biaya perjalanan ibadah haji).  Walaupun kebiasaan menabung emas dirumah tidak sepenuhnya hilang, tapi untuk keperluan haji tetap harus membuka rekening di bank yang ditunjuk pemerintah.


Semoga bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!



Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 24 Desember 2019  jam  00:21 WIB (klik disini untuk membaca)





Rabu, 13 Juli 2022

Ketika Belajar Online Semakin Berasa Tatap Muka, Ternyata ini Rahasianya!

 

Anak-anak Sedang Belajar Online | republika.co.id

Revolusi Tatanan Dunia Baru

Cengkeraman  pandemi Covid-19 berhasil memaksa masyarakat di berbagai belahan dunia, termasuk masyarakat di nusantara untuk me-reset kembali tatanan kehidupannya, hingga melahirkan beragam  kebiasaan baru. 

Salah satunya yang paling aktual adalah fenomena percepatan pemanfaatan media digital berbasis internet dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di antaranya sebagai media belajar-mengajar di dalam dunia pendidikan kita.

Sejak dua tahun terakhir, sudah menjadi kelaziman bagi anak-anak kita di rumah, dari usia TK sampai mahasiswa  belajar dengan guru sekolah, dosen atau juga guru les-nya masing-masing secara online via aplikasi tertentu yang juga sedang menjamur atau sekedar semi online dengan menggunakan media perpesanan, seperti Whatsapp, Telegram dan lain-lain untuk mentransfer materi pelajaran.

Sebagai orang tua dari 4 anak yang kebetulan masing-masing berada di level sekolah yang berbeda, saya merasakan betul ngeri-ngeri sedap-nya perjalanan transformasi belajar-mengajar secara online yang wajib diikuti oleh ke-4 anak saya.

Beradaptasi dengan kebiasaan baru tentu awalnya pasti kurang nyaman, begitu juga ketika awal-awal pemberlakuan belajar-mengajar secara online berbasis internet. Uniknya, masing-masing anak saya mempunyai versi keluhan masing-masing, walaupun intinya satu, tidak nyaman!

Tapi karena terus berproses secara kontinyu, akhirnya anak-anak menjadi terbiasa juga dengan atmosfir belajar secara online, bahkan dengan versinya masing-masing, akhirnya justeru merasa nyaman, apalagi bagi kakak-kakak yang duduk di level SMA dan kuliah.  

Tentu bukan sekedar kebetulan, selama pandemi covid-19 pemanfaatan aplikasi online berbasis internet ini terus tumbuh, bahkan tren-nya terus berkembang meskipun pasca pandemi sebagian besar sekolah dan lembaga pendidikan kembali lagi menerapkan sistem belajar tatap muka di kelas. 

Belajar Secara Online Semasa Pandemi Darimana Saja | jeda.id

 

Internet Itu Solusi

Sebelum pandemi covid-19 mengobrak-abrik dunia, sebenarnya tren model belajar-mengajar di masa depan sudah mulai terbaca polanya, online dan berbasis internet! Kelahiran inovasi digital berupa ebook alias buku elektronik yang sempat berjaya, menjadi bukti nyata hipotesa ini. 

Pandemi menjadi momentum pembuktian peran sentral internet bagi ekosistem digital di lingkungan masyarakat dunia yang tumbuh pesat sebagai kebiasaan baru, konsekuensi dari beragam kebijakan pembatasan sosial yang muncul. Terbukti, internet memang menjadi satu-satunya teknologi paling efektif menjembatani aktifitas masyarakat selama pandemi, termasuk sebagai media belajar anak-anak.

Semuanya tidak lepas dari dukungan jaringan internet yang sekarang sudah mulai terdistribusi dengan baik ke pelosok-pelosok nusantara.
 
Khusus untuk dunia pendidikan, di dalamnya juga ada andil suporting peralatan digital yang secara kontiyu terus berinovasi dan tentunya semakin generik, beragam serta komplitnya aplikasi daring untuk belajar online.
 
Menariknya, dengan semakin generik dan beragamnya aplikasi daring untuk belajar online, menjadikan masyarakat mempunyai banyak pilihan yang sesuai dengan kemampuan dan kemauanya dalam menikmati manfaat internet. 
 
Hanya saja, pasti akan berlaku seleksi alam di sini! Model belajar yang tidak efektif, tidak relevan dan tidak up to date  lagi, semisal metode belajar yang masih (semi) online yang masih satu arah, dimana antara guru dan murid relatif minim interaksi, seperti membaca ebook atau menonton video rekaman tutorial, sudah  mulai ditinggalkan, karena dinilai sudah mulai ketinggalan jaman.

Beragam Pilihan Cara Belajar Online | Pintek.id


Belajar Online Serasa Tatap Muka 

Terbaru, kombinasi jaringan internet terbaik seperti IndiHome, internetnya Indonesia besutan dari Telkom Indonesia dengan didukung oleh beragam inovasi teknologi terkini telah memungkinkan model belajar online secara interaktif.

Model belajar ini memungkinkan antara guru dan murid bisa berkomunikasi, berinteraksi bahkan berkolaborasi langsung secara real time dan intensif baik secara verbal maupun grafis. 

Model belajar online yang juga memungkinkan menghadirkan gaya belajar ala kinestetik ini, mengkondisikan murid untuk terus terlibat aktif dalam proses belajar dengan beraktifitas layaknya belajar tatap muka dalam kelas, seperti mencatat, menandai atau bahkan mengerjakan langsung soal-soal latihan di papan kerja, seperti layaknya mengerjakan di papan tulis yang ada di depan kelas. 

"Ini yang dianggap hilang dalam belajar-mengajar online"

Memang, untuk bisa mengakses level belajar online serasa tatap muka dalam kelas seperti diskripsi diatas, memerlukan sedikit effort sih! Kalau anak saya yang sulung menyebutnya sebagai "memerlukan tambahan sedikit biaya" he...he...he...

Tidak hanya wajib mempunyai akses jaringan internet terbaik layaknya IndiHome, internetnya Indonesia dengan coverage area paling luas saja, tapi untuk belajar anak-anak yang level SMA saya juga perlu perangkat tambahan yang biasa disebut sebagai drawing pad atau ada juga yang menyebutnya sebagai pen tablet.

 

Pen Tablet | dokpri


Drawing pad ini nantinya berfungsi sebagai layar kerja dan perannya dalam model belajar interaktif ini adalah layaknya papan tulis pada model belajar tatap muka dalam kelas, karena semua yang kita coretkan dalam drawing pad akan muncul di layar. 

Dengan  drawing pad inilah guru dan murid bisa berinteraksi dan berkolaboraksi secara real time. Misalkan, untuk mengerjakan soal matematika atau pelajaran hitung-hitungan lain, di sini guru bisa memberi soal sekaligus langsung mengawasi cara kerja si-murid, bahkan kalau kedapatan ada yang salah, guru juga bisa langsung melakukan koreksi melalui layar kerja yang sama. Benar-benar seperti belajar tatap muka dalam kelas bukan?

Seperti kita pahami bersama, aktifitas belajar kolaboratif ini, selain mendekatkan keduanya secara emosional, juga bermanfaat untuk mengaktifkan saraf di otak untuk penguatan informasi pada saat belajar, sehingga  bisa menghasilkan pengetahuan, pemahaman dan peningkatan daya ingat si murid, itulah manfaat gaya belajar kinestetik dalam belajar secara online.

Semoga Bermafaat

Salam matan Kota 1000 Sungai

Banjarmasin  nan Bungas!


Minggu, 10 Juli 2022

Sepiring Lodeh Terong Buatan Ibu dan Pelajaran Tanpa "Katanya" yang Sarat Makna

Suapan Pertama | @screenshoot You Tube IKLAN TV

Awal semua rasa,
Mulai dari suapan pertama, kunyahan pertama,
gigitan pertama, sampai jadi makanan yang disuka
...
Awal semua rasa kita hari ini, datangnya dari lidah mama
Karena dari dulu, selera kita itu dari apa yang mama suka

Kunyahan Pertama | @screenshoot You Tube IKLAN TV


"Selera Kita dari Lidah Ibu"

Begitulah kira-kira narasi dari sebuah iklan produk  consumer good yang akhir-akhir ini sering wira-wiri menghias layarkaca keluarga nusantara, khususnya di program-program acara dengan segmen remaja-dewasa yang menjadi target pasar produk yang ditawarkan.

Mendengarkan sekaligus merenungi narasi iklan yang menurut saya pilihan diksinya relatif sederhana tapi cukup cerdas dan bernas dalam mendiskripsikan pesannya tersebut, mengingatkan saya pada sebuah peristiwa luar biasa, penuh hikmah yang sepertinya selama ini lepas dari perhatian saya, mungkin karena aktifitasnya yang tidak berbeda layaknya rutinitas sehari-hari, sehingga momen emasnya sering terlewatkan begitu saja.

Apa itu?

Proses transfer ilmu dan pengetahuan sebagai salah satu referensi kehidupan awal dari seorang ibu kepada anak-anaknya.

Narasi diskriptif  iklan diatas sangat mudah dipahami, menunjukkan proses terbentuknya selera terhadap taste atau citarasa (khususnya masakan) dari masing-masing individu yang prosesnya diawali dari suapan pertama dan secara berturut-turut diikuti dengan kunyahan pertama, gigitan pertama sampai taste olahan bunda yang tentunya pasti taste kesukaan beliau yang secara kontinyu menjadi menu asupan kita begitu melekat, menjadi referensi citarasa yang terekam dan akhirnya melekat dalam otak, sehingga akhirnya menjadi selera kita.


Diskripsi diatas menjadi salah satu bukti riil yang paling mudah dipahami sekaligus dibuktikan oleh siapa saja, terkait "cara kerja" transfer ilmu dan pengetahuan, termasuk peran penting, serta strategisnya posisi seorang ibu dalam proses pembentukan referensi dasar kehidupan anak-anaknya, sehingga banyak kalangan yang menyebut ibu sekolah pertama bagi anak-anaknya.

Contoh riilnya, saya sendiri! Saya yang terlahir dari keluarga dengan basis budaya kuliner khas Jawa Timuran yang terkenal dengan basic citarasanya yang identik dengan rasa asin-pedas plus paduan beragam jenis kuah kaldu yang suedaaapnya luar biasa, akhirnya "selera" kedua orang tua itu juga yang tertanam dalam memori otak saya sekaligus menjadi basis selera saya, sampai saat ini!

Lodeh Terong Lauk Telur Ceplok Buatan Ibu | @kaekaha

 

Kisah Lodeh Terong Buatan Ibu

Diantara sekian banyak jenis masakan rumahan yang sering dibuat oleh ibu yang semuanya selalu enak dan sedap untuk disantap, saya paling exited kalau beliau menghidangkan olahan kuliner yang lazim disebut sebagai sayur lodeh, yaitu olahan sayur berkuah santan khas Indonesia yang menurut ibu saya merupakan  kuliner paling demokratis di dunia, selain mudah dibuat dengan modal relatif murah, sayur lodeh juga adaptif alias bisa menerima semua jenis bahan olahan sayur, baik ragam jenis sayur-sayuran, termasuk tempe dan tahu, juga jenis daging dan ikan-ikanan yang semuanya bisa masuk!

Begitu juga dengan pilihan taste  atau citarasanya, mau super pedas, pedas, sedang-sedang saja pedasnya atau malah hanya sedikit saja pedasnya yang biasanya disebut ibu saya dengan istilah sumer wae!  Semuanya dijamin enak dan tetap bisa disebut sebagai sayur lodeh. Nah kalau kamu suka yang mana, gaes?

Tidak hanya itu keunikan sayur lodeh (buatan ibu saya)! Sayur lodeh bisa menjadi teman makan jenis nasi apa saja yang ada dan umum di makan oleh masyarakat nusantara, mau nasi putih, merah, hitam atau mungkin nasi jagung, semuanya sangat sedap disantap dengan sayur lodeh buatan ibu saya.

Begitu juga dengan jenis lauk atau teman makannya, sayur lodeh juga adaptif dengan segala jenis lauk pauk. Mau tempe goreng, tahu goreng, ikan asin, sampai ayam goreng ataupun daging goreng semuanya uenak! Apalagi jika ditambah dengan sambal terasi pedas buatan ibu hmmmmm... nasi hangat di bakul dijamin ludes!

Khusus untuk saya dan adik-adik, ibu biasanya punya cara khusus untuk lebih memaksimalkan standar kenikmatan sayur lodeh olahan beliau di lidah kami, yaitu dengan menambahkan telur ceplok atau telur mata sapi spesial yang dibuat dengan full of love. Kalau sudah begitu, tidak segan-segan saya dan juga adik-adik akan memberi pujian terindah buat ibu,  "sayur lodeh buatan ibulah yang paling enak dan paling sedap di dunia!". Keren kan!?

Itulah ibu saya, sosok ibu rumah tangga tulen yang menjadikan hampir seluruh waktunya sebagai quality time untuk mendampingi bapak, mengurus rumah tangga, termasuk didalamnya menjadi sekolah bagi saya dan adik-adik saya! 

Hebatnya, ibu tidak perlu waktu dan juga strategi khusus untuk menjadi "sekolah" bagi anak-anaknya, tapi uniknya semua yang dikatakan dan dilakukan beliau selalu menjadi pelajaran berharga penuh makna bagi saya dan adik-adik saya, walaupun banyak diantaranya justeru kami sadari setelah dewasa atau bahkan setelah kami menjadi orang tua bagi anak-anak kami. Termasuk salah satunya, "pelajaran" terkait pernak-pernik sayur lodeh, si sayur demokratis kegemaran saya diatas!

Masak Sama Ibu | @screenshoot You Tube IKLAN TV

Masakan Ibu Paling Enak Sedunia

Sering saya dengar, mungkin anda juga!? Statemen yang mengklaim bahwa "masakan ibu itu paling enak!", betul?

Secara logika, ini jelas ada hubungannya dengan proses pembentukan referensi rasa dalam memori di otak kita yang kelak melahirkan konsep selera pada masing-masing individu yang ditanamkan oleh ibu secara kontinyu melalui citarasa masakan yang dibuatnya dengan balutan curahan kasih sayang selama bertahun-tahun.

Seperti diungkapkan oleh psikolog asal Inggris,  Christy Fergusson, dimana  persepsi emosional akan sebuah rasa dapat  ditingkatkan oleh faktor waktu, cinta dan rasa peduli terhadap sebuah masakan.  Sedangkan kekuatan intuisi akan berpengaruh besar pada persepsi orang-orang dalam menikmati sebuah masakan.

Maknanya, masakan ibu yang dibuat dengan penuh cinta dan kasih sayang untuk memberikan asupan yang cukup bagi keluarganya, pasti akan menghasilkan citarasa yang lebih nikmat dan lezat. Selain itu, secara faktual sudah pasti seorang ibu juga akan membuat masakan dari bahan-bahan yang terbaik, atau setidaknya sehat, bersih dan higienis.

Sementara itu, secara ilmiah menurut jurnal terbitan Indiana Public Media, enzim amilase yang berperan dalam mengkatalisis karbohidrat kompleks berupa amilum menjadi karbohidrat yang lebih sederhana, merupakan aktor utama adanya kecenderungan seorang anak yang menyukai apa saja masakan ibunya.

Uniknya, perbedaan level amilase pada masing-masing orang, merupakan penyebab berbedanya persepsi rasa pada makanan yang dikunyah oleh masing-masing orang, meskipun makanannya sama.  Satu bilang enak, satu bilang biasa saja dan bisa jadi satunya lagi bilang tidak enak!

Hebatnya, Tuhan telah menakdirkan, level amilase pada anak punya kecenderungan sama dengan level amilase ibunya, sehingga keduanya sangat memungkinkan mempunyai "frekwensi" selera kuliner yang sama, sehingga akhirnya muncul banyak klaim dari anak-anak bahwa "masakan ibu itu paling enak!"

Intinya, faktor ibu menjadi titik sentral, menjadi sosok penting dalam proses tumbuh kembang fisik dan psikhis anak-anaknya, karena memang ibulah sosok gudang ilmu, pusat peradaban, sekaligus wadah yang menghimpun sifat-sifat akhlak mulia, karenanya tidak berlebihan jika ibu mendapatkan kehormatan sebagai "sekolah pertama dan utama" bagi kita, anak-anaknya!

"Ibu Sekolah Pertama dan Utama Kita"

Ungkapan "Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya" yang selama ini kita kenal, merupakan bentuk serapan dari syair Arab yang dipopulerkan oleh pujangga Hafiz Ibrahim yang secara utuh berbunyi "Al-Ummu madrasatul ula, iza a'dadtaha a'dadta sya'ban thayyibal a'raq" dan mempunyai makna, Ibu adalah madrasah (Sekolah) pertama bagi anaknya. Jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau persiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya.

Syair ungkapan ini mempunyai relevansi dengan kutipan populer dari James Esdras Faust, seorang  pemuka agama, pengacara, dan politikus kelahiran Utah-Amerika Serikat, The influence of a mother in the lives of her children is beyond calculation yang bisa dimaknai sebagai  betapa besar pengaruh seorang ibu terhadap kehidupan anak-anaknya.

Dua ungkapan diatas, secara faktual memang layaknya simpul dari sekian banyak teori yang berusaha mengangkat citra atapun bentuk penghormatan kepada sosok seorang ibu. Peran strategis sebagai "sekolah pertama" seorang anak, secara otomatis menjadikan beliau salah satu influencer terkuat dan berpengaruh dalam membentuk sekaligus menumbuhkan tumbuh kembang fisik dan psikis seorang anak.

Diskripsi proses terbentuknya "selera" pada seorang anak yang saya beberkan diatas, merupakan salah satu dari sekian banyak "pelajaran" yang juga menjadi bukti kuatnya pengaruh seorang ibu yang menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya, meskipun beliau juga manusia biasa yang tidak sempurna

Sejatinya, seorang ibu (tentu berlaku kolektif dengan ayah) tidak hanya sekedar menjadi sekolah pertama saja bagi anak-anaknya, sebelum anak-anak bisa mengakses sekolah formal, adanya waktu eksklusif bersama anak-anak yang lebih lama dan intensif, sangat memungkinkan seorang ibu juga berperan sebagai  "sekolah utama" bagi anak-anaknya, yaitu sekolah private yang berlaku secara kontinyu dan berkesinambungan tanpa sekat ruang dan waktu untuk membentuk watak, karakter dan kepribadian anak-anaknya secara utuh.

Karenanya, tidak berlebihan jika kita wajib memuliakan sosok seorang ibu, seseorang yang dalam keyakinan Agama Islam kemuliannya diposisikan tiga tingkat lebih tinggi dari seorang ayah. Bahkan sebagai gambaran untuk mempermudah pemahaman kita terkait kemuliaan seorang ibu, sejak 1600-an tahun silam, Rasulullah SAW telah mengiaskan surga ada ditelapak kaki ibu.
Yuk sungkem sama ibu dan bapak, sekolah pertama dan utama kita!


Semoga Bermanfaat!

Salam dari Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 03 Desember 2020  jam  20:40 WIB (klik disini untuk membaca)

Sabtu, 09 Juli 2022

Satria Dewa Gatotkaca, "Jembatan" Millenial Kembali Nguri-uri Kearifan Budaya Pewayangan


Poster film Satria Dewa: Gatotkaca(DOK. Satria Dewa Studio via kompas.com)

"Bumi gonjang-ganjing langit kelap-kelap katon lir kincanging alis, risang maweh gandrung, sabarang kadulu wukir moyag-mayig saking tyas baliwur ong".

(Bumi berguncang, langit berkilat, terlihat seperti orang yang cinta melihat segala kehormatan dan keindahan dunia, gunung pun berantakan).

Kearifan Budaya Wayang 

Bagi masyarakat Jawa yang kebetulan mempunyai "kedekatan" dengan budaya pewayangan, khususnya pagelaran wayang kulit purwa atau secara umum dikenal sebagai wayang kulit saja.

Tentu tidak asing dengan syair suluk atau ada juga yang menyebutnya sebagai ada-ada  yang secara awam sering digelari sebagai suluk bumi gonjang-ganjing diatas. Apalagi jika sekaligus mendengarkan tampilan audionya.

Suluk merupakan sejenis prelude atau narasi pembuka dari tiap sub-rangkaian cerita dalam sajian pentas wayang kulit yang tersaji dalam bentuk "nyanyian" Ki dalang dengan teknik acapella alias tanpa iringan musik pengiring ensemble karawitan secara full team.

Dan biasanya hanya ditemani oleh bunyi dodogan atau bunyi dok...dok...dok yang muncul ketika Ki dalang mengetuk-ngetukkan campala ke bagian dalam kotak wayang dengan tangan kirinya.


Suluk yang menurut Serat Sastramiruda karya K.P.A. Kusumadilaga, merupakan karya Sunan Kudus dan mulai muncul di pagelaran Wayang Kulit Purwa pada tahun 1443 Saka atau sekitar awal abad ke-16 tersebut "dimainkan" Ki dalang untuk membantu penonton ngimajinasi atau berimajinasi pada suasana tertentu, sesuai dengan jalan cerita yang dikehendaki Ki dalang.

Sehingga penonton yang mendengar suluk atau ada-ada bisa segera tanggap akan adanya pergantian sub-cerita, sehingga sesegera mungkin mempersiapkan diri untuk berimajinasi sesuai dengan tematik suasana pada adegan berikutnya. 

Itulah sebabnya, suluk atau ada-ada mempunyai banyak jenis, sesuai dengan peruntukan yang berbeda-beda.

Suluk untuk mengawali cerita perang yang menegangkan jelas akan berbeda dengan suluk untuk prelude kisah sedih, begitu juga suluk kisah kasmaran dengan suluk yang lainnya.

Karena selalu ditampilkan di depan dan relatif sering disajikan Ki dalang, maka tidak heran jika suluk menjadi salah satu bagian dari pentas pagelaran wayang kulit yang paling dikenal bahkan dihafal oleh pera pecinta dan penikmatnya, begitu juga dengan suluk "Bumi gonjang-ganjing" diatas!

Suluk bersyair bahasa Jawa Kawi atau Jawa kuno yang satu ini menjadi sangat populer, bukan saja karena nadanya yang catchy hingga relatif mudah dan enak didengar sekaligus diingat, tapi juga  karena menjadi "tanda"  kemunculan ksatria alias superhero paling populer dalam kisah-kisah pewayangan.

Khususnya anak-anak sebaya kami yang saat itu pastinya kesengsem berat dengan julukannya Si - Otot kawat balung wesi. Ada yang tahu siapa dia? Dialah Gatotkaca atau Ki dalang menyebutnya sebagai Gatotkoco. 

Gatotkaca Ksatria Pringgadani | kompas.com

Suluk "Bumi gonjang-ganjing" dan  sosok Gatotkoco yang selalu tampil dengan tanda bintang di dadanya inilah "dua bagian" di antara sekian banyak rangkaian pertunjukan wayang (kulit) yang paling melekat erat dalam memori saya dan sepertinya juga teman-teman saya, "anak-anak wayang" di era 80-an.

Jujur, meskipun secara harfiah kami tidak paham detail cerita yang disampaikan Ki dalang karena faktor bahasanyatapi nada-nada catchy-nya dalam ber-suluk yang begitu epik mudah sekali terekam dalam memori kami, hingga sampai sekarangpun masih sering bikin kangen untuk mendengarnya.

Beruntungnya lagi,  saat itu masih banyak orang-orang disekitar kami yang secara fasih bisa menarasikan sekaligus mendiskripsikan secara fasih, gamblang dan detail kepada kami, bagaimana kepribadian dan sepak terjang Gatotkoco, sosok superhero yang juga dikenal dengan nama Arimbiatmaja, Bimasiwi, Guritna, Gurudaya, Kacanegara, Purbaya dan Kancingjaya ini. 

Tidak hanya itu, narasi kepribadian ksatria putra Bima alias Werkudara yang dikenal sakti, berani, teguh, tangguh, cerdik pandai, waspada, gesit, tangkas, tabah dan mempunyai rasa tanggung jawab yang besar itu juga wira-wiri di telinga kami dari dongeng-dongeng kisah heroik pewayangan  dari bapak dan ibu guru di kelas-kelas sekolah. 

Bahkan dulu, tugas-tugas prakarya kami di sekolah untuk pelajaran keterampilan, juga tidak jauh-jauh dari budaya wayang (kulit), mulai dari sekedar menggambar tokoh-tokoh favorit, sampai membuat figur-figur karakternya dari bahan karton, kardus dan lain sebagainya.

Karenanya, tidak heran jika saat itu sosok Gatotkoco hadir dalam dunia anak-anak kami, tidak sekedar sebagai tokoh imajinner dalam tontonan wayang semata, tapi juga sosok role model yang secara emosional begitu dekat.

Sehingga, sifat-sifat ksatria yang ada padanya begitu menginspirasi alam pikiran kamianak-anak wayang saat itu.  

Satria Dewa: Gatotkaca

 Satria Dewa: Gatotkaca

Gatotkaca | sumber: deviantart.com/jabriksama via Instagram/@gatotkaca_official

Setelah berlalu sekian dekade, Gatotkoco sang superhero dari Pringgodani yang dulu saya kenal lewat pagelaran wayang kulit, baik live show maupun sekedar dari siaran radio dan juga dari dongeng para tetua di sekeliling kami, sekarang lahir kembali dalam versi yang lebih fresh dalam bentuk film action dengan title Satria Dewa : Gatotkaca.

Bagi generasi layar lebar versi kelir alias layar lebarnya pertunjukan wayang kulit yang cenderung statis, kelahiran kembali Gatotkoco dalam kemasan tontonan layar lebar versi film yang konon menghabiskan dana sampai 24 milyar, seharusnya bisa menjadi tombo kangen yang menghibur.  

Di tengah semakin minimnya ruang, waktu dan kesempatan untuk menikmati berbagai kearifan dalam fragmen pertunjukan wayang karena berbagai hal.

Terlebih wayang kulit yang secara tradisional memang mempunyai aturan dan peraturan alias pakem yang baku sehingga tidak bisa sembarangan untuk mempertontonkannya. 

Belum lagi, banyaknya ubarampe yang perlu dipersiapkan dan juga biayanya yang terkenal cukup  mahal, apalagi kalau Ki dalang yang pentas adalah dalang kondang! 

Situasi ini menjadikan pagelaran wayang kulit semakin sulit hadir ditengah-tengah masyarakat  yang terlanjur hidup dalam budaya pop yang cenderung memilih praktis, efektif dan efisien sebagai pattern kehidupan.

Satria Dewa Universe | layar.id

Karenanya, kehadiran film action  Satria Dewa : Gatotkaca yang mengusung semangat kisah superhero lokal nusantara, setidaknya bisa menjadi alternatif untuk mengisi "kekosongan" pentas kearifan wayang di lingkungan masyarakat tersebut, apalagi film sebagai bagian dari budaya pop jelas relatif lebih mudah di nikmati siapa saja dan kapan saja. 

Dengan begitu, beragam pesan kearifan  dalam wayang yang diangkat dalam film Satria Dewa : Gatotkaca tetap bisa sampai kepada masyarakat dan tentunya tidak akan serta merta hilang terkubur waktu, meskipun pagelaran wayangnya sendiri semakin sulit ditemukan.

Dan yang tidak kalah penting, film yang rencananya menjadi "pembuka" alias pintu masuk menuju semesta Satria Dewa Universe yang garis ceritanya kurang lebih tetap sama dengan pakem kisah klasik nan monumental,  perselisihan Pandawa dan Kurawa yang ujungnya kelak adalah perang Barathayuddha tersebutjuga bisa menjadi  tombo kangen pada sosok superhero, pemilik julukan otot kawat balung wesi, Si-Gatotkaca yang sakti mandraguna tapi juga romantis tersebut.

Hanya saja, asumsi ini untuk saya pribadi dan mungkin juga untuk anak-anak  yang pernah sebaya dengan saya pada era 80-an atau sebelumnya yang pernah begadang sambil kemulan sarung, ndodok di belakang atau di depan kelir yang sama-sama asyiknya untuk menikmati indahnya suluk dan tentunya ketangkasan Ki dalang saat memainkan serta memerankan masing-masing karakter wayang kulitnya.

Walaupun begitu, saya tetap berharap,  kehadiran film Satria Dewa: Gatotkaca ini tidak hanya menjadi pembuka atau pintu masuk menuju semesta Satria Dewa Universe sebagai media hiburan semata.

Tapi, bisa juga menjadi pintu masuk atau bahkan "jembatan" bagi para milenial atau siapa saja untuk kembali masuk dan merasa perlu nguri-uri budaya pewayangan yang sarat dengan kearifan warisan leluhur.

Semoga Bermanfaat!
Salam Matan Kota 1000 Sunngai,
Banjarmasin nan Bungas!

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN 

 

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 20 Juni 2022  jam  14:49 WIB (klik disini untuk membaca) dan terpilih menjadi "salah satu pemenang dari total DELAPAN pemenang" dalam lomba blog komunitas KOMIK alias pecinta Film di Kompasiana dengan tema "Bulan Superhero, Kami Undang Kalian Sampaikan Opini tentang Film Superhero dan Dapatkan Merchandise Official-nya!" 

 

Klik disini untuk menuju ke link pengumuman pemenang!


 

 

 

 

 

Sapi dan Kambing Tidak Mengandung Kolesterol

 

Sapi tidak mengandung kolesterol | @kaekaha

Seperti biasa, setelah sholat Isya di masjid kampung Moro Trisno, Bambang sama teman-temannya selalu berkumpul di warung trisno selirmui yang lokasinya tidak terlalu jauh dari rumah si-Parman Sayur, anaknya Pak Parmin juragan balon yang sejak dalam kandungan kabarnya memang sudah kerempeng seperti papan.

Spesial di malam takbiran kali ini yang ikut jagongan di warung selain anggota tetap seperti Bambang, Margono, Parman sayur , Agus-tusan , Sugeng Rawuh dan Budi Pekerti, ternyata juga ada Pakde Karso dan juga Paklik Trimo.

"Pakde, panjenengan apa sudah tahu tentang kabar kesehatan terbaru untuk umat!?" Tanya si Bambang membuka pembicaraan sama Pakde Karso, setelah mengambil satu rondo royal alias tape goreng dari balik tudung saji.

"Kabar opo to Mbang?" Tanya si Sugeng Rawuh.

"Kabar penting untuk kita semua, Geng!" Kata si Bambang  sambil meninju perut kawan sepermainannya yang sejak berhenti nyusu ASI ibunya tambah bulat bin bunder itu.

"Nggak Mbang, aku ora weruh kabar apa itu?" jawab Pakde Karso sambil menyeruput kopi hitam  tanpa gula yang konon kasukaan Pakde sejak masih TK.

"Kawan-kawan pada ingin tahu nggak, ini sangat penting lho!?" Kata si Bambang lagi kepada kawan-kawan yang lain, sambil memperhatikan wajah kawan-kawannya satu persatu. Sementara kawan-kawannya pada cuek seperti bebek lagi berbaris di jalan raya.

Si-Margono lagi asyik main catur lawan Si-Budi, Si Agus Tusan lagi serius ditelpon sama istrinya, begitu juga dengan si Parman, si jangkung yang paling hobi main bola voli itu lagi nonton siaran langsung final kejuaraan dunia ping-pong dari gadget-nya.

Sedangkan Paklik Trimo sedang serius mengaduk kopi yng baru disuguhkan oleh Lik Gendon pemilik warung trisno selirmu!

"Tadi malam saya melihat acara bagus di tipi, tentang nutrisi hewan-hewan ternak untuk kurban, Pakde!"
Kata  Si Bambang dengan mimik muka serius.

"Katanya bapak propesor di tipi itu, ternyata unta, kambing, sapi dan juga kerbau yang biasa dijadikan hewan kurban itu  tidak mungkin mengandung kolesterol!" 


"Mosok, Sing bener Mbang?" Kata Pakde Karso  tersenyum simpul penuh arti sambil bergerak mendekati duduk Si-Bambang. Maklum sudah lama Pakde Karso takut makan daging karena takut kolesterolnya naik.

"Kata propesor siapa Mbang, kalo kambing dan kawan-kawannya itu tidak mengandung kolesterol!? Opo nggak ngapusi itu!?" Parman Sayur bersemangat  mandengar berita baru yang sangat menyenangkan hatinya itu. Apalagi kalau bukan soal hantu bernama kolesterol.

"Wah apik tenan iki beritane, artinya lebaran haji nanti aku bisa makan daging kambing, Mbang! Kata Paklik Trimo tidak kalah senangnya.


"Kata bapak propesor yang  ahli  binatang di tipi itu, pendapat yang mengatakan kalau kambing, sapi, dan kerbau itu mengandung kolesterol apalagi jumlahnya banyak, ternyata sama sekali tidak benar alias hoaks, bahkan beliau mengatakan pendapat ini sama sekali tidak didasari oleh penelitian ilmiah, karena hasil pengamatan ilmiah hewan-hewan ternak itu tidak mungkin akan mengandung kolesterol", kata si Bambang semakin serius menjelaskan kepada seisi warung yang semakin malam semakin ramai orang.


"Serius, beneran to Mbang?" Tanya Budi Pekerti, Parman sayur dan  Si-Agus Tusan hampir berbarengan. Sepertinya, mereka bertiga mulai terbius oleh penjelasan ilmiah si-bambang yang memang terlihat sangat meyakinkan siapapun yang mendengarnya.

"Iya, dua rius malah!" Kata si Bambang lagi meyakinkan.

"Terus yang benar secara ilmiah piye Mbang, kata pak propesor di tipi?" Tanya Pakde Karso

"Jadi, panjenengan ini benar-benar tidak tahu ya Pakde, Paklik? Wah sayang sekali ..." Si Bambang balik bertanya.

"Beneran Mbang! Kami bener-bener ingin tahu ilmu kesehatan kekinian yang sepertinya  sangat bermanfaat untuk kami yang subur-subur ini"
, kata si Parman juragan sayur mewakili seisi warung yang bener-bener serius menunggu penjelasan penting dari si Bambang.

"OK baiklah! Mudahan ilmu ni bermanfaat untuk kita semua!" Kata si Bambang memulai penjelasan sambil merubah gaya dan intonasi suaranya seperti gaya ustad-ustad di tipi.

""Kata bapak propesor itu, yang namanya kambing seumur hidupnya hanya bisa mangandung anak kambing, gak bakalan mungkin mengandung kolesterol. Begitu juga sapi, pasti mangandung anak sapi, naaaah kalau kerbau pasti mangandung an...."

Belum selesai  Si-Bambang menjelaskan, seisi warung sudah  mengangkatnya beramai-ramai  dan diceburkan ke kolam ikan di sebelah warung trisno selirmu!

Ha...ha...ha.... dasar si Bambang!

Semoga Menghibur!

Selamat Hari Raya Idul Adha 1443 H,
Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan  Bungas! 


Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

Artikel ini juga diposting di Kompasiana pada 11 Agustus 2019   23:40 WIB