Senin, 28 Oktober 2019

Transformasi ULM Sebagai Pusat Studi dan Konservasi IPTEK Terapan Serta Peradaban Budaya di Kalimantan


(ulm.ac.id)
"Iwak Sapat Diulah Gangan
 Nyaman Dimakan Lawan Lakatan
 ULM Harat Kampus Perjuangan
 Barakat Tuhan Gasan Kalimantan"

                                  

Jejak Gemilang Pencapaian ULM

Sebagai Universitas negeri tertua dan terbesar di Pulau Kalimantan,Harat-nya reputasi Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Banjarmasin tidak perlu diragukan lagi

Secara faktual, di usianya yang ke-61 tahun 2019 ini, dibawah komando "Sang Matematikawan" Prof Sutarto Hadi yang tahun 2018 memulai periode kedua kepemimpinannya itu, ULM terus bergerak, bertransformasi menjadi universitas terkemuka dan berdaya saing terkhusus di bidang lingkungan lahan basah.

Didukung penuh dengan kekuatan 1200-an tenaga pengajar aktif yang 320-an diantaranya berkualifikasi Doktor (S3) plus 49 guru besar, ULM terus mendorog line up dosen muda potensialnya untuk terus meningkatkan kualifikasinya sampai level pendidikan tertinggi.

Sebagai bentuk dukungan, ULM tidak ragu-ragu untuk berinvestasi dana sampai puluhan miliar rupiah untuk aktifitas riset/penelitian sebagai upaya peningkatkan kualitas Sumber Daya manusia (SDM) sekaligus ikhtiar untuk menambah kualifikasi dosen bergelar Doktor maupun profesor, guna mendorong akselerasi strategis di bidang akademik, penelitian, pengabdian masyarakat, publikasi dan Inovasi.

Menristekdikti, meresmikan gedung baru ULM
(Klikkalsel)
Selain terus memperkuat line up di jajaran pengajar, ULM juga terus melengkapi berbagai sarana dan prasana belajar mengajar berikut kelengkapan pendukungnya.

Teraktual, bersama 7 (tujuh) universitas negeri di Indonesia lainnya yang tergabung dalam E-Learning IDB Project 7in1 (The Development and Upgrading of Seven Universities in Improving The Quality and Relevance of Higher Education in Indonesia), yaitu Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Tanjungpura (UNTAN, Pontianak), Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT, Manado) dan Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH, Banda Aceh), ULM memulai  sistem perkuliahan jarak jauh (distance learning) berbasis online  yang sebelumnya digagas pemerintah untuk meningkatkan SDM dan memberikan akses pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat.


Untuk mendukung semua aktifitas pendidikan, termasuk distance learning tersebut, ULM membangun 12 (dua belas) gedung baru yang dikerjakan sekitar 2 (dua) tahun sejak 2017 dengan rincian 10 (sepuluh) gedung baru di kampus Banjarmasin, yaitu Fakultas Ekonomi, Laboratorium Sains dan Sosial, Laboratorium Sains dan Matematika, Laboratorium Sins dan Integrasi, Gedung Serba Guna, FISIP, Fakultas Hukum, S2 Fakultas Ekonomi.

Sedangkan 2 (dua) gedung baru lainnya dibangun di area kampus Banjarbaru, yaitu Auditorium dan Sport Center seluas 1.000 meter persegi yang secara keseluruhan menghabiskan dana sebesar 384,7 miliar rupiah hibah dari Islamic Development Bank (IsDB).

Gedung auditorium ULM yang baru dibangun 
(kanalkalimantan.com)
Terbaru, untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat di Pulau Kalimantan melalui pendidikan, ULM telah mengajukan proposal pendirian program studi doktoral atau strata 3 (S3), yaitu untuk proram studi kedokteran, lingkungan, Ekonomi Pertanian, Hukum, Studi Pembangunan, Ilmu Menejemen dan Ilmu Pendidikan.

Diluar fasilitas pendukung proses belajar mengajar, ULM juga membangun prasara pendukung yang tidak berhubungan langsung dengan proses belajar mengajar, salah satunya adalah media center yang diharapkan dapat memperkuat komunikasi dengan dunia luar kampus, khususnya untuk mempermudah sosialisasi berbagai agenda, program dan kegiatan kepada masyarakat luas.

Selain itu, sebagai bentuk komitmen dan dukungan kepada difabel, ULM tidak hanya memberi kesempatan yang sama kepada anak difabel untuk mendapatkan pendidikan tinggi di ULM, tapi juga terus melengkapi dan memperbaharui semua fasilitas penunjang aktifitas mahasiswa difabel di lingkungan kampus ULM.

Ilustrasi disabilitas dapat masuk kuliah
(beritabanjarmasin.com)
Untuk memaksimalkan komitmen tersebut, ULM membentuk Unit Layanan Difabel (ULD), yaitu sebuah wadah untuk menghimpun sekaligus memberdayakan relawan (volunteer) yang siap membantu aktifitas mahasiswa difabel (yang membutuhkan) selama di kampus, termasuk memberi edukasi empatik kepada mahasiswa lain terkait kepedulian dan berbagai teknis bantuan kepada teman-teman mahasiswa difabel saat beraktifitas di kampus ULM.

Hebatnya, ULD di ULM ini merupakan satu-satunya di Pulau Kalimantan! Keren kan!?

Diantara "prestasi" ULM terbaru yang paling aktual dan membanggakan adalah saat mutu proses kependidikan di ULM berikut semua aspek yang meyertainya diakui oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) yang akhirnya mengganjar ULM dengan predikat akreditasi A pada awal tahun 2019.

Akreditasi A yang diraih ULM, sudah pasti semakin memperkuat posisi brand image sekaligus nilai tawar ULM dihadapan stakeholder, terlebih bagi para alumninya di pasar dunia kerja dan usaha. Karenanya, sekarang jajaran manajemen ULM berikut para alumninya tidak perlu lagi merasa inferior, saat berinteraksi maupun saat berkompetisi dengan berbagai perguruan tinggi lain di Indonesia.


Dies Natalis ke-61 tahun Universitas Lambung Mangkurat (ulm.ac.id)

Eksistensi & Aktualisasi ULM di Era Disrupsi Teknologi

Pencapaian akreditasi A yang diraih ULM bukanlah tujuan akhir dari 61 (enam puluh satu) tahun perjalanan panjang ULM. Tapi justeru menjadi titik balik, titik awal ULM memulai menapak kelas jalan yang lebih tinggi, lebih berat dan tentunya lebih menantang dijaman revolusi industri 4.0.

Gedung Pasca Sarjana ULM (Dok.pribadi)
Untuk tetap bisa bertahan (eksis) di level terbaiknya, maka ULM harus mempunyai "peran strategis" yang bisa dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat disekitarnya. Untuk itu, ULM harus open minded, terbuka dan membuka diri untuk mengetahui kebutuhan riil masyarakat banua disamping tetap harus bergerak, berinisiasi, berkreasi, berinovasi dan kalau perlu berafiliasi atau berkolaborasi dengan berbagai nomenklatur sosial budaya masyarakat baik di level internasional, nasional maupun lokal banua yang terus berubah dan berkembang sangat cepat . Sehingga secara naluriah akan melahirkan pola Simbiosis Mutualisma atau jalinan interaksi yang sangat kuat dan strategis dengan prinsip saling menguntungkan antara ULM dan masyarakat banua.  

Jika membaca kronika perjalanan ULM yang begitu dinamis dan penuh warna (setidaknya dalam satu dekade terakhir), pilihan visioner ULM menjadi universitas terkemuka dan berdaya saing, terkhusus di bidang lingkungan lahan basah merupakan sebuah pilihan yang tepat, bahkan bisa dibilang sebagai sebuah keniscayaan, karena memang itulah identitas banua kita dan pengembangan pemanfaatan lahan basah secara maksimal, efektif dan efisien merupakan kebutuhan masyarakat banua.

Selanjutnya, tinggal mempertajam sekaligus menterjemakan visi yang telah dituangkan dalam SK Rektor nomor 263/UN/KP/2015, tertanggal 27 Februari 2015 tersebut kedalam sebuah rencana kerja yang komprehensif,  compatible, realistis, terukur, dan relatif mudah untuk dieksekusi.



Masjid Kampus ULM, Baitul Hikmah
(Dok.pribadi)
Realitas Simbiosis Mutualisma ULM dan Masyarakat Banua!

Berdasarkan data profil ULM di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI) milik Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, hasil pelaporan tahun 2018/2119, jumlah total mahasiswa ULM adalah 33.917 orang.

Dari jumlah total mahasiswa yang hampir mencapai empat puluh ribua-an tersebut, sebagian besar pastilah Urang Banua Kalimantan Selatan atau setidaknya Urang Borneo alias Kalimantan.

Dari data tersebut, ada pesan tersirat dari masyarakat banua kepada ULM yang bisa kita baca bersama, yaitu betapa besarnya kepercayaan dan harapan Urang Banua terhadap reputasi gemilang ULM!

Masyarakat banua memang sangat membutuhkan uluran tangan ULM sebagai mitra terdekat sekaligus terbaik untuk membangun kesejahteraan peradaban masyarakat banua! 

Sebagai lembaga pendidikan negeri tertua, terbesar dan ternama di Kalimantan, jaminan kualitas ULM pasti didukung dengan kekuatan legal formal, bergaining power, SDM, kestabilan pendaanaan dan sudah pasti pengalaman. Inilah akar dari kepercayaan dan harapan besar yang ditanamkan masyarakat banua kepada ULM.

Untuk membulatkan lagi kepercayaan, dan harapan besar masyarakat banua kepada ULM, setidaknya ada dua "kebutuhan utama" masyarakat banua yang bisa dipenuhi oleh ULM kedepannya, yaitu

  1. Memasyarakatkan optimasi teknologi terapan untuk pemanfaatan lahan basah yang benar-benar bisa diaplikasian dan dimanfaatkan masyarakat untuk meningkatkan perekonomian regional  
  2. Formalisasi studi, konservasi dan aktualisasi pendidikan peradaban seni dan budaya Kalimantan.
Untuk point ke-1, karena sudah berjalan, bahkan secara khusus diabadikan dalam visi ULM, maka harapannya adalah semua upaya ULM untuk "menggarap" potensi besar lahan basah banua, benar-benar bisa memberi manfaat secara maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat banua Kalimantan Selatan.

Sedangkan untuk point ke-2, ini yang spesial! Karena benar-benar berangkat dari kegelisahan level akar rumput yang lenguhannya relatif jarang bisa sampai apalagi bisa tembus ke dinding tebal pemangku kebijakan di level atas.

Seni Tari Dayak khas Kalimantan (dokpri)
 
Kalimantan Membutuhkan Lembaga Pendidikan Formal untuk Seni dan Budaya

Pulau Kalimantan dikenal sangat kaya dengan beragam adat istiadat, seni, budaya dan bahasa khas dari berbagai masyarakat adatnya yang bersifat indigenous (asli) dan endemic (lokal).

Dalam perjalanannya, berbagai keragaman ini ada yang bisa bertahan, bahkan bisa tumbuh dan berkembang, baik dengan cara single fighter / mandiri maupun dengan cara akulturasi dengan ragam yang lain, tapi tidak sedikit pula yang harus tumbang, hilang dan lenyap karena kalah dalam seleksi alam. Ini point-nya!

Kekayaaan ragam adat istiadat, seni, budaya dan bahasa khas dari berbagai masyarakat adat di Kalimantan, sejauh ini belum mempunyai "penjaga" yang secara komprehensif dengan prinsip efektif dan efisien bisa mempertahankan, syukur-syukur bisa mengembangkan atau setidaknya bisa mendokumentasikannya secara benar sesuai standar dengan latar konsep yang bisa dipertanggungjawabkan.

Sejauh ini, ragam adat istiadat, seni, budaya dan bahasa khas dari berbagai masyarakat adat di Kalimantan "hampir seluruhnya" dipertahankan dengan strategi tradisional yang merupakan salah satu ciri pelestarian seni budaya paling primitif dan kuno, yaitu dengan cara dituturkan dan diturunkan secara alamiah tanpa ada campur tangan dari metode, konsep ataupun tahapan-tahapan pembelajaran layaknya proses edukatif lainnya.

Kain Sasirangan khas Banjarmasin (dokpri)
Untuk itu, sepertinya Kalimantan sangat membutuhkan semacam lembaga pendidikan formal yang bisa menjadi pusat studi, sekaligus konservasi dan revitalisasi peradaban budaya asli Kalimantan yang berkedudukan di Kalimantan

Sebagai pembanding, budaya masyarakat  Bali di Pulau Bali, masyarakat Sunda di Jawa Barat atau budaya masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat yang semuanya bersifat homogen (tunggal) dan mempunyai sebaran budaya relatif terbatas hanya di lingkungan propinsi masing-masing, sejak lama sudah mempunyai lembaga pendidikan formal yang sengaja dibangun pemerintah sebagai pusat pembelajaran (studi), pendidikan perlindungan (konservasi) sekaligus tempat menggaungkannya kembali ke masyarakatnya. Bila di Bali ada ISI Denpasar yang berdiri sejak 1967, di Jawa Barat ada ISBI Bandung yang berdiri sejak 1968 dan di Sumatera Barat ada ISI Padangpanjang yang berdiri sejak 1965. Kapan di Kalimantan berdiri ISBI Borneo?

Memang semua lembaga pendidikan seni dan budaya di Indonesia, semuanya berdiri mandiri alias lepas dari Universitas negeri yang ada di daerah masing-masing. Tapi sebagai upaya "tanggap darurat" sekaligus upaya rintisan, sepertinya tidak ada salahnya jika ULM mulai menginisiasi dibentuknya wadah representatif untuk studi seni dan budaya khas Kalimantan yang heterogen, ada Dayak, Banjar, Kutai dan juga budaya perpaduan hasil proses akulturasi diantara mereka dan juga para pendatang lainnya.

Sama seperti entitas budaya lain yang ada di dunia, mereka juga sangat menginginkan eksistensi, sehingga juga memerlukan ruang studi/penelitian, (pendidikan) konsevasi, revitalisasi dan juga aktualisasi segera! Entah dengan membentuk program studi, fakultas atau juga semacam politeknik-nya seni dan budaya!



Kenapa ULM? Karena ULM merupakan satu-satunya lembaga di Kalimantan Selatan, mungkin juga di Pulau Kalimantan yang mempunyai semua piranti pendukung yang diperlukan untuk mewujudkan mimpi berdirinya wadah yang reperesentatif untuk studi, sekaligus wadah (pendidikan) konsevasi, revitalisasi dan juga aktualisasi seni dan budaya Kalimantan yang heterogen. Ini pilihan paling realistis, setidaknya untuk saat ini.


Masyarakat banua pasti semakin bangga kepada ULM, jika kedepannya bisa menjadi pusat dari studi, (pendidikan) konservasi, revitalisasi sekaligus aktualisasi dari 2 (dua) identitas wajah banua, yaitu  optimasi IPTEK, terkhusus pemanfaatan potensi lahan basah yang melimpah di Kalimantan dan peradaban budaya khas Kalimantan.

Bagaimana ULM? Mau menerima harapan dan tantangan Urang Banua?





Daftar Pustaka Digital :

https://banjarmasin.tribunnews.com/2015/11/17/hebat-rektor-unlam-masuk-50-penulis-diantara-4700-pakar-matematika-dunia

https://mediaindonesia.com/read/detail/221161-pemerintah-galakkan-pendidikan-jarak-jauh


http://idb7in1.belmawa.ristekdikti.go.id/blog/2019/02/07/peresmian-gedung-isdb-uny-dan-launching-e-learning-idb-project-7in1/


https://www.kanalkalimantan.com/auditorium-ulm-rampung-wisuda-sarjana-akan-digelar-di-banjarbaru/

https://kalsel.prokal.co/read/news/21979-keren-banget-12-gedung-baru-ulm-diresmikan-hari-ini.html

https://www.antaranews.com/berita/1057212/universitas-lambung-mangkurat-ramah-mahasiswa-difabel

https://klikkalsel.com/ulm-buka-7-program-s-3/

https://klikkalsel.com/guru-besar-ulm-bertambah/

https://klikkalsel.com/program-mengajar-online-ulm-rp35-miliar/

https://klikkalsel.com/ulm-siapkan-dana-20-miliar-untuk-mencari-50-guru-besar/

https://klikkalsel.com/selamat-ulm-akhirnya-mendapat-akreditasi-a/

https://klikkalsel.com/kualitas-pendidikan-ulm-dan-mahasiswa-harus-dipertahankan/

https://klikkalsel.com/ulm-bangun-media-canter/

https://klikkalsel.com/12-gedung-baru-ulm-diresmikan-menristekdikti/

https://sevima.com/apa-manfaat-akreditasi-oleh-ban-pt-bagi-ptn-dan-pts/

https://forlap.ristekdikti.go.id/perguruantinggi/detail/NzM0MzdDRTAtMTYyRC00RDI0LTg2QkUtRDQxOUY5NTE4NjhE

https://www.isi-dps.ac.id/tentang-isi-denpasar/sejarah-isi/

https://www.isi-padangpanjang.ac.id/sejarah-isi/

https://www.isbi.ac.id/



















Minggu, 27 Oktober 2019

Ketika Foto Jepretanku Merengkuh Juara dan Dimuat Majalah National Geographic Indonesia



Berita Bahagia di Hari Bahagia
Deg! Jantung saya seperti berhenti berdetak untuk sesaat, ketika membaca pesan singkat yang baru saja masuk ke HP saya dari sebaris nomor yang tidak saya kenal. Dari isi pesannya, pemilik nomor mengaku dari majalah National Geographic Indonesia selaku tim official dari kontes foto (lomba) Pasar Rakyat

 “Selamat sore, Kartika Eka H, Saya Harry… dari National Geographic Indonesia. Selamat anda menjadi salah satu pemenang kontes foto #PasarRakyat kategori Smartphone.

Mohon melakukan konfirmasi data diri berupa nama lengkap, no telp (lebih dari 1), foto kopi KTP & NPWP dan file foto highrest beserta keterangan nama pasar dan lokasi pasar.
Data dikirimkan via email ke harry…@gramedia-majalah.com dan m.nas…@nationalgeographin.co.id”

 
NGI Edisi Juli 2016 (Grafis : nationalgeographic.co.id)
Antara percaya dan nggak percaya, saat itu saya terbengong-bengong sendirian, nggak tahu mau ngapain!? Tiba-tiba ponsel saya berbunyi dan di layar muncul nomor telepon asing dengan kode dari Jakarta (021), tanpa pikir panjang telepon langsung saya angkat. Benar dugaan saya, dari seberang seseorang memperkenalkan diri dari majalah National Geographic Indonesia dan menyampaikan berita yang isinya kurang lebih sama dengan isi SMS yang baru saja saya baca. 

 Semuanya semakin jelas, setelah saya membuka email dari official majalah National Geographic Indonesia yang memuat link pengumuman pemenang dari situs resmi kontes foto #PasarRakyat kerjasama antara Bank Danamon dengan situs Fotokita milik majalah National Geographic Indonesia.

Hati saya semakin berbunga-bunga ketika membuka link pengumuman pemenang, disitu terpampang foto hasil karya saya dengan tema kearifan lokal masyarakat Banjar berupa “akad jual beli” dalam transaksi jula beli masyarakat dengan setting Pasar Terapung Lok Baintan di Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan dengan predikat sebagai juara 1 untuk kategori smartphone dan yang paling seru, foto-foto juara ini akan dimuat dalam segmen khusus di majalah National Geographic Indonesia. Hmmmm... siapa yang tidak senang dan bangga, karya foto dimuat majalah sekelas National Geographic Indonesia? Gak boleh ngiri ya....he..he...he...
Pengumuman pemenang semua kategori (dokpri)

Alhamdulillah! Saya langsung sujud syukur saat itu juga. Karuan saja, apa yang saya lakukan sukses menjadi tontonan beberapa pasang mata yang kebetulan berada di sekitar saya. O ya, kebetulan saat itu saya sedang mengantri beli obat di apotik salah satu Rumah Sakit Ibu dan Anak di Kota Banjarmasin, tempat istri saya yang beberapa saat lagi menjalani operasi bedah Caesar kelahiran anak kami yang ke-4.  

Berkah Hobi “Njepret”

ujur! Saya sendiri awalnya hampir tidak percaya dengan berita kemenangan saya di ajang tahunan yang diselengarakan oleh duet Bank Danamon dengan situs Fotokita milik majalah National Geographic Indonesia ini.

Betapa tidak, ini merupakan moment pertama kali saya bisa ikut secara sadar dalam kompetisi foto yang serius dan beneran (emang kemarin-kemarin ikutan lomba fotonya sambil pingsan mas…!? He…he…he…), apalagi menurut release panitia, total foto yang masuk untuk event tahun 2016 ini sebanyak 7000-an foto untuk 3 (tiga) kategori yaitu, wartawan (DSLR), umum (mirrorless/kamera saku) dan smartphone, woooow! Sudah gitu salah satu jurinya adalah Arbain Rambey. Siapa fotografer negeri ini yang nggak kenal sama fotografer senior yang satu ini!?

Saya sangat mengapresiasi kontes #PasarRakyat kerjasama antara Bank Danamon dengan situs Fotokita milik majalah National Geographic Indonesia yang memberi kesempatan semua fotografer berbagai kelas dan kemampuan untuk bertarung secara fair melalui 3 kategori yang disediakan.

Rasanya, memang sudah saatnya dunia fotografi mengikuti petuah "Jangan lihat siapa yang bicara, tapi lihatlah isi dari bica... Eh, maaf! Maksud saya, "Jangan lihat siapa yang memfoto! Tapi lihat hasil fotonya!" Sepakat?
 
Berita Dibalik Penjurian
Saya menganggap, semua merupakan berkah dari hobi saya suka njepret  moment-moment yang saya anggap menarik (terutama tema humaniora dan landscape alam) dengan kamera ponsel, kapanpun dan dimanapun saya berada, kecuali di kamar mandi ya….he…he…he… Apalagi, sejak fitur kamera yang ditanam dalam ponsel, khususnya smartphone yang beredar di pasaran saat ini, hampir semuanya mempunyai kemampuan menangkap moment gambar dengan kemampuan terbaiknnya, resolusi tinggi plus berbagai fitur canggih lainnya seperti geo-tagging, touch focus, face detection, panorama, HDR dll yang tentunya memberi kemudahan bagi pengguna untuk mengabadikan berbagai moment menarik yang ada di depan mata dengan cara yang lebih mudah, tapi hasilnya luar biasa indah. Mau? 

Perlunya Bank Foto Pribadi

 Hobi saya njepret saebenarnya sudah ada sejak saya dalam kandungan ibu saya! Kalau nggak percaya coba cek deh catatan kandungan ibu saya saat hamil saya! (Kalau masih ada ya di dukun bayi di lereng Gunung Lawu…he…he…he…).

Bagi saya, njepret berbagai moment menarik yang ada di depan mata, sebenarnya termasuk hobbi akut lho! Soalnya bukan lagi sekedar kewajiban apalagi iseng semata, tapi sudah menjadi kebutuhan lahir dan batin!
 
Dimuat NGI Edisi Juli 2016 (Foto : Koleksi pribadi)
Menjadi kebutuhan lahir, karena sejak dalam kandungan saya sudah hobi njepret! he..he..he...! Bukan, bukan! Begini, saya memerlukan berbagai moment menarik dalam bentuk gambar karena hobbi saya yang lain, yaitu menulis! Selain menulis untuk aktifitas ngeblog, saya juga hobi dan mempunyai aktifitas menulis di beberapa surat kabar, majalah baik lokal maupun nasional baik online maupun cetak. Lha, kalau tulisan di blog, koran atau majalah tidak ada ilustrasi gambar pendukung, kan sama dengan menyiksa pembacanya! Apalagi kalau tulisan tentang pariwisata!? Betul...?

Jadi, fungsi hasil jepretan kamera ponsel, bagi saya memberi dua fungsi utama sebagai sumber inspirasi untuk menulis sekaligus sebagai bumbu pelengkap renyahnya tulisan. Syukur Alhamdulillah! kalau ada lomba atau kontes foto dan kebetulan stok fotonya saya punya, seperti kontes foto #PasarRakyat diatas. Ternyata ada berkah rejeki dari hobi njepret!
 
Karya foto dimuat di koran lokal
Sedangkan untuk kebutuhan batin saya kira berbanding lurus dengan kepuasan kita ketika tulisan yang juga berisi ilustrasi gambar hasil jepretan kita, ternyata diapresiasi banyak orang apalagi bisa memberi manfaat dengan menginpirasi pembacanya. Selain dapat duit, juga dapat pahala lho! Insha Allah...

Puas? Belum, karena saya tidak akan pernah puas dengan hasil karya foto saya! Saya akan terus berburu moment-moment menarik lainnya,

Yuk lebih sering njepret! Biar feeling semakin terasah dan berkahnya semakin lengket....

Terima kasih Danamon Peduli, terima kasih Fotokita, terima kasih National Geographic Indonesia!

SEMANGAT KITA BISA....!!!

Jumat, 25 Oktober 2019

Hutan dalam Pohon, Ide Sederhana Menyegarkan Udara Kota Tua Banjarmasin

 
Anggrek pohon, Simbar Menjangan dan Paku-Pakuan (dokpri)

Banjarmasin panas!?

“Kok bisa, di Kalimantan panas!?”
“Katanya banyak hutan!?”
“Katanya paru-paru dunia!?”
“Mana yang benar bro!?”

Begitulah kira-kira respon beberapa teman, sabat dan kerabat, terutama yang tinggal di luar Pulau Kalimantan, terkhusus lagi di Pulau Jawa, ketika mengomentari artikel-artikel saya yang dibagian awalnya biasa saya selipkan berbagai feature terkait eksotika alam, adat istiadat serta budaya khas masyarakat Banjar berikut realitas sosial yang menyertainya.

Memang benar, Kalimantan banyak hutan, Kalimantan paru-paru dunia! Begitu juga iklim udara Banjarmasin yang panas! Semua benar! Lho, kok bisa nggak nyambung!

Segarnya rimbun simbar menjangan (dokpri)


Begini son! 

Pulau Kalimantan itu luas bahkan sampai sekarang masih tercatat sebagai pulau terluas ke-3 di dunia. Menurut Greenpeace, sepuluh tahun lalu luas tutupan hutan di Pulau Kalimantan seluas 25,5 juta hektar.

Hutan yang biasa kita kenal sebagai hutan hujan tropis ini punya peran penting dalam menjaga stabilitas iklim dunia, sehingga akhirnya dunia menyebutnya sebagai paru-paru dunia. 

Sedangkan kota Banjarmasin, kota tua yang terletak di sudut tenggara Pulau Kalimantan ini, lokasinya tepat berada di delta Sungai Barito, salah satu sungai terbesar dan terpanjang di Kalimantan dan juga Indonesia. Sebagai kota delta yang sudah pasti berada di dataran rendah, rata-rata suhu udara permukaannya berkisar antara 26-33 derajat plus kelembaban udara yang cukup tinggi. 
Uniknya lagi, rata-rata ketinggian daratannya cukup fantastis, yaitu antara 60-80 cm dibawah permukaan air laut. Situasi topografis inilah yang menyebabkan daratan Kota Banjarmasin didominasi oleh kantong-kantong lahan basah berupa rawa-rawa Lebak dan sungai. Berangkat dari fakta inilah lahir julukan Kota 1000 Sungai untuk Kota Banjarmasin.
Keberadaan lahan basah yang mendominasi sebagian besar wilayah Kota Banjarmasin ini, memberi kontribusi besar terhadap panas dan tingginya kelembaban udara Kota Banjarmasin.


Susah membedakan daratan dan perairan di Banjarmasin (dokpri)
Kok bisa!?

Begini logikanya! Berbeda dengan daratan yang cepat menyerap panas dan cepat melepas panas, sifat air sebaliknya, lambat menyerap panas dan lambat pula melepas panas. Ini yang terjadi di Banjarmasin. 
Jadi, stabilnya panas suhu udara di Kota Banjarmasin pada siang hari dipicu oleh dua sumber panas sekaligus, yaitu sinar matahari yang tidak terfilter oleh tutupan pepohonan dan pelepasan panas secara perlahan oleh air yang menggenangi sebagian besar daratan Kota Banjarmasin (logika mudahnya, Kota Banjarmasin seperti berada di atas bejana perebus air yang direbus di tempat terbuka di siang hari bolong! Kebayang kan gimana rasanya... he... he... he...!).
Puncak pelepasan panas dari perairan darat ini akan terjadi ketika matahari mulai menghilang atau ketika malam mulai tiba. Jadi jangan dikira bila malam hari datang suhu udara Kota Banjarmasin serta merta akan ikut turun! Yang terjadi Justru sebaliknya, semakin gerah dan pengap.

Selain itu, minimnya tegakkan vegetasi tanaman hijau karena keterbatasan lahan dan rendahnya kepedulian masyarakat akan pentingnya tanaman hijau sebagai produsen udara segar yang sangat diperlukan makhluk hidup, ditengarai juga berperan memperlambat turunnya suhu panas daratan Kota Banjarmasin.

Termasuk juga luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Banjarmasin yang masih belum bisa memenuhi amanat UU No.26 tahun 2007, khususnya pasal 29 yaitu 30% dari total luas wilayah.


Hutan dalam Pohon model curah (dokpri)

Kesegaran hijau daun dari pepohonan tidak hanya meneduhkan dan menyejukkan mata saja, tapi juga berfungsi sebagai penyerap CO2 sekaligus produsen O2 plus sebagai filter dari tajamnya tusukan sinar matahari langsung di siang hari yang terkadang bisa sampai menusuk tulang! ...he...he... Hiperbol ya...
Itulah realita Pulau Kalimantan kita dan Kota Banjarmasin kita, Kota 1000 Sungai yang memang panas dan lembab, apalagi pas masuk bulan kemarau seperti saat ini, siang panasnya menggigit, sampai menjelang tengah malam biasanya panas dan gerah, tapi setelahnya sampai menjelang matahari terbit ganti dinginnya cuaca yang menggigit.
 
Hutan dalam Pohon, mix model (dokpri)

Cara Sederhana Menghijaukan Lingkungan 
 
Bertolak dari fragmentasi "panas" ala Kota 1000 Sungai seperti diatas plus berbagai kendala lingkungannya untuk menghijaukan kota, memancing munculnya ide-ide segar untuk menyegarkan kota dari berbagai kalangan.

Salah satunya adalah cara sederhana yang mulai saya kembangkan secara mandiri di lingkungan Komplek tempat tinggal kami, yaitu kreasi “hutan dalam pohon”. Sekali lagi, hutan dalam pohon” bukan sebaliknya ya! 

Kalau pohon dalam hutan itu sih sudah biasa, memang sudah tempatnya. Tapi kalau hutan dalam pohon”, ini yang akan menambah kesejukan serta kesegaran mata kita! Penasaran!?
“Hutan dalam pohon” merupakan teknik sederhana menambah luas penampang hijauan daun dengan memanfaatkan tegakan berbagai pohon yang tumbuh di lingkungan sekitar yang bermanfaat untuk menambah kesejukan serta kesegaran mata, menambah potensi produksi O2 yang sehat sekaligus memaksimalkan penyerapan CO2 di lingkungan tempat tinggal perkotaanSemakin Penasaran!?

Hutan dalam Pohon, Single model (dokpri)
Begini caranya!

Di rumah saya yang tanpa halaman, ada pohon ketapang (Terminalia catappa) yang tumbuh sendiri di sela-sela dinding pagar dengan selokan, pohon ketapang inilah obyek trial dari kreasi “hutan dalam pohon” edisi pertama.

Awalnya saya menempelkan atau lebih tepatnya menaruh beberapa batang tanaman anggrek di sela-sela dua batang pohon ketapang , jadi seolah-olah batang anggrek dan akarnya seperti dijepit oleh kedua batang ketapang tadi. Eh... lama-kelamaan, lha kok akar dan batangnya tumbuh semakin banyak, bahkan akhirnya mengeluarkan bunga, putih kecoklatan yang indah. Jujur, saya sama sekali tidak memperlakukan mereka secara istimewa lho!

Saking seneng, bangga dan semangatnya melihat bunga anggrek pertama bisa sampai berbunga, akhirnya saya memindahkan lagi sekitar empat jenis tanaman anggrek lain yang entah apa nama dan jenisnya, sekaligus saya taruh diatasnya. Kali ini, tanaman anggrek saya pindahkan dengan rumahnya alias tempat dia nempel, yaitu batang dalam tanaman pakis yang sudah di gergaji berbentuk kotak-kotak.

Anggrek pertama (dokpri)

Di tempat asalnya, tanaman anggrek saya seperti hidup segan mati tak mau! Alhamdulillah, ditempat yang baru, saya ikat di sela-sela cabang batang pohon ketapang hidupnya seperti lebih terjamin, terus mengeluarkan cabang baru dan ujung-ujungnya terus berbunga dan berbungaaaaaa! Waduuuuh, kalau sedang berbunga rasanya nggak mau kemana-mana deh...ingin memandangnya terus!

Mulai dari sini, saya melihat ada perubahan dilingkungan tempat tinggal kami. Sejak masing-masing tanaman anggrek di pohon mulai mengeluarkan bunganya baik secara bersamaan maupun bergiliran, banyak tetangga bahkan orang yang lewat sering berhenti di bawah pohon ketapang di depan rumah saya yang kebetulan sangat rindang karena bentuk susunan batang tempat tumbuh daunya yang seperti payung raksasa.

Apalagi sejak diatas tanaman anggrek itu saya tambahkan lagi “koleksi” baru, beberapa bongkahan tanaman “unik dan eksotis” simbar menjangan (Platycerium bifurcatum) dan Kadaka (Asplenium nidus) beberapa lama kemudian.
Ada yang sekedar berteduh sesaat karena kepanasan sambil selfie, ada juga yang memang berhenti ingin melihat bunga anggrek yang kebetulan sedang berbunga dengan warna ungu yang cantik, bahkan ada juga paman penjual pentol dan tukang sol sepatu yang hampir tiap hari "ngetem" disitu beberapa saat sambil menunggu pelanggan.

simbar menjangan (Platycerium bifurcatum)

 Jika kebetulan bertemu saya, diantara mereka ada yang bertanya tentang bunga-bunga anggrek yang tumbuh subur di pohon ketapang tersebut. Sebagian besar pertanyaan mereka adalah nama dan jenis anggrek tersebut plus pengaruh posisi hidup mereka yang menempel di pohon inang (tanaman epifit) terhadap kehidupan pohon inangnya! Hayo apa kira-kira jawabannya ya..?.

Kalau pertanyaan terkait nama dan jenis tanaman anggreknya, jelas saya tidak begitu tahu jawaban detailnya. Kalau untuk pertanyaan kedua, terkait kehidupan tanaman epifit yang menempel pada inang sih Insha Allah tidak menggangu tanaman inangnya. Sebagian besar mereka bertanya, kalau di tempelkan di pohon Mangga apakah pohon mangganya tetap bisa berbuah secara normal? Jawaban saya.. Insha Allah! he... he... he....

Kadaka (Asplenium nidus)

Alhamdulillah setelah hampir setahun, kedua tanaman ini tidak hanya sekedar semakin membesar dan menghijau, tapi ternyata juga beranak pinak menjadi banyak. Bahkan yang membuat saya heran adalah munculnya tanaman epifit paku-pakuan liar yang ikut tumbuh di dalam rumpun.

Alhamdulillah, sekarang saya mendapatkan banyak manfaat dari kreasi hutan dalam pohon” di depan rumah.

Selain menambah pasokan O2 yang baik untuk kesehatan warga di lingkungan tempat tinggal saya (meskipun saat ini mungkin belum signifikan), rumpun hijau segar di bagian batang pohon ketapang dan munculnya bunga-bunga warna-warni dari 5 jenis anggrek berbeda yang tertempel disitu ternyata selain bikin adem dan meneduhkan di mata dan fikiran juga menginspirasi banyak tetangga saya untuk membuat kreasi yang sama.

Sejak saat itu, beberapa tetangga bahkan orang yang lewat di depan rumah mulai ada yang meminta batang anggrek untuk ditempel di pohon peneduh di rumah masing-masing dan sejak saya membaca tren positif dari konsep hutan dalam pohon” yang saya ujicoba, saya juga mulai mempersiapkan pembibitan untuk memperbanyak tanaman, terutama untuk anggrek karena relatif paling mudah dibanding jenis paku-Pakuan yang lain.
Untuk keperluan pembibitan, saya memanfaatkan batang-batang tua anggrek yang sudah berbunga dan tidak produktif lagi yang biasanya ditandai dengan mulai tumbuhnya perakaran di pangkal batang dengan cara dipotong. Batang-batang hasil pemangkasan ini saya taruh di media tanam tertentu, agar bisa muncul tunas. Inilah yang biasa saya berikan kepada tetangga-tetangga. Alhamdulillah bisa bersedekah....

Anakan paku-Pakuan yang ikut tumbuh (dokpri)



Selain untuk pembibitan, ternyata pemotongan secara berkala pada batang-batang anggrek tua ini juga bermanfaat untuk merangsang tumbuhnya tunas muda yang kelak akan mengeluarkan bunga, sekaligus untuk mengurangi populasi batang tua yang semakin membengkak sehingga mengurangi eksotika hutan dalam pohon”.
Eh, ada lagi yang semakin membuat hati saya sekarang lebih berbunga-bunga demi melihat hutan dalam pohon” di depan rumah saya tersebut, yaitu mulai hadirnya burung-burung di pohon ketapang tersebut, jika awalnya hanya singgah dan ngoceh sebentar menjelang fajar subuh, lama kelamaan kawanan burung kutilang itu secara reguler mulai sering bercengkerama dengan sesamanya di dahan-dahan pepohonan di depan rumah dan beberapa milik tetangga. 
Bahkan beberapa diantaranya sampai ada yang mebuat sarang untuk tempat tinggal di rumpun tanaman simbar menjangan yang terlihat hijau menyegarkan mata.

Suara kicaunya di pagi hari menjadi orkestra alam yang begitu langka di kawasan perkotaan seperti di Banjarmasin. Menariknya lagi, beberapa kali saya melihat kehadiran salah satu binatang langka berbulu coklat keabu-abuan yang saya duga sejenis tupai di pohon tersebut. Wooow!

Semoga bermanfaat











Rabu, 23 Oktober 2019

Icip-icip "Gangan Katuyung" Khas Banjar, Dijamin Bikin Ketagihan!

 
Gangan Katuyung Khas Banjar (@kaekaha)

Urang Banjar mempunyai ragam kuliner yang sebagian besar memberi pesan tersirat betapa dekatnya mereka dengan alam, khususnya dengan sungai dan atau rawa yang memang mendominasi hampir sebagian besar landscape daratan Kalimantan Selatan. 

Kuliner populer dari hasil olah cipta Urang Banjar seperti Soto Banjar, Katupat Kandangan, Lontong Tampusing, Garih Batanak dan beragam Gangan (jangan; bhs Jawa) atau sayur semuanya mempunyai elemen bahan yang berasal dari hasil sungai atau rawa, baik berbagai jenis ikan sampai unggas yang berhabitat di sungai atau rawa, selain itu ada juga sejenis siput atau keong sungai yang menjadi bahan kuliner unik dan sedap khas urang Banjar yang biasa disebut katuyung oleh masyarakat Banjar.

Katuyung atau ketuyung ada juga yang menyebutnya sebagai tutut atau juga kolnenek di luar sana, secara fisik mempunyai bentuk cangkang segitiga kerucut sepanjang sekitar 3 cm dengan ujung runcing di bagian belakang (analogi bagian ekor).

Katuyung bisa dimasak dengan berbagai macam variasi bumbu sesuai dengan selera masing-masing. Hanya saja, bagi masyarakat Banjar secara umum, Katuyung biasa dimasak dengan cara mencampurnya dengan beberapa macam jenis sayuran seperti bayam, kacang panjang, rebung, jagung manis dan waluh yang diberi kuah santan, kalau menurut saya citarasanya mirip sayur bobor-nya orang Jawa Timur.

Untuk mendapatkan olahan Gangan Katuyung yang kenyal dan suedap, katuyung harus direbus dua kali. Rebusan pertama untuk mematangkan dagingnya, sedangkan rebusan kedua untuk memantapkan kekenyalan dagingnya. Untuk memantapkan sekaligus memperkuat citarasa, di rebusan kedua ini diberi tambahan santan cair, lalu ketika sudah hampir matang baru ditambahkan lagi santan kental. 

Selain memperkuat cita rasa, santan kental ini juga menjadi pengikat supaya santan cairnya tidak pecah saat disajikan. Jadi, selain rasa gurihnya semakin mantap tampilannya juga bagus!

Untuk menikmati gangan katuyung secara paripurna, biasanya paket komplit dalam sajiannya selalu ditambahkan sambal acan atau sambal terasi untuk menyempurnakan kenikmatannya dan gangan katuyung ini bisa dimakan sebagai teman makan nasi atau langsung dinikmati tanpa nasi layaknya camilan.
Karena gangan katuyung disajikan masih dengan cangkangnya yang keras (biasanya bagian ujung kerucut cangkang di potong), maka cara paling asyik untuk menikmati Gangan Katuyung adalah dengan cara dikunyut atau dihisap dari lubang bagian depan. 

Disinilah sensasi paling asyik, nikmat dan paling bikin ketagihan kala menyantap biota sungai yang satu ini. Saking asyiknya ngunyut katuyung, biasanya lupa sama nasi dihadapan. Baru setelah katuyung-nya habis baru ingat sama nasi yang belum tersentuh! He...he...he...

Di Kota 1000 Sungai, Banjarmasin Bungas! Kuliner yang relatif mulai langka ini, walaupun tidak semua warung atau rumah makan menyediakan dan menjualnya, tapi tidak terlalu sulit juga untuk mendapatkannya.
Biasanya di warung atau rumah makan yang menjual masakan khas Banjar selalu menyediakan menu ini dan untuk urusan harganyapun juga relatif murah! Rata-rata seporsi Gangan Katuyung dijual dalam ukuran mangkuk seharga Rp.10.000,- yang kira-kira berisi sekitar 20 katuyung. Tertarik untuk ikut mencoba!? Bisa kok masak sendiri, berikut resepnya!

Bahan -bahan :
  1. 1/2 kilo ketuyung (bersihkan dengan sikat, potong ujungnya) 
  2. 1 buah labu kuning potong2 
  3. 1 bonggol jagung besar potong2 
  4. 1/4 buah rebung iris2 
  5. 3 cm kacang panjang potong2 
  6. 300 gram kelapa parut 
  7. 1 ruas laos sjempol geprek 
  8. 2 lmbr salam 
  9. terasi sesuai selera 
  10. 7 siung bawang merah iris tipis 
  11. 3 siung bawang putih iris tipis 
  12. secukupnya gula garam dan penyedap jika diperlukan
Cara Memasak :
  1. Rebus katuyung sekitar 15 menit untuk membuang lendir, kotoran serta mematangkan dagingnya, lalu buang air rebusan dan sisihkan katuyung nya. Rebus juga rebung sekitar 5 menit lalu buang airnya dan sisihkan.
  2. Peras santan, pisahkan yg kental dengan yang encer, lalu didihkan santan yang encer dan masukan acan (terasi), bawang merah, bawang putih, laos dan daun salam.
  3. Rebus lagi katuyung tambahkan santan encer yang sudah dibumbui, masukan juga jagung dan rebung dan tunggu sampai mendidih. 
  4. Setelah mendidih, masukan lagi labu dan kacang panjang dan setelah benar-benar mendidih masukan santan kental, setelah itu kecilkan api dan terus di aduk-aduk agar santannya tidak pecah sambil ditambahkan garam, gula serta penyedap rasa jika diperlukan, sesuai dengan selera.
  5. Jangan lupa bikin sambal acan alias sambal terasinya ya! Caranya biasa saja seperti bikin sambal umumnya, hanya saja yang paling pas untuk menikmati gangan katuyung yang citarasanya dominan gurih agak manis, sambal acan orang Banjar biasanya pedas cenderung asin biar berimbang dan lebih mantap nan sedap.
  6. Gangan Katuyunsiap di hidangkan untuk sarapan di Minggu pagi yang ceria...

Mudahkan?

Semoga bermanfaat ya!

Catatan :
Klik disini untuk membaca artikel serupa kanal Kompasiana saya. Terima kasih.


















Rabu, 09 Oktober 2019

Lawang Sekepeng, Tradisi Masyarakat Banjar Menyambut Kedatangan Pak Haji dari Tanah Suci

 
Lawang Sekepeng, Gapura Penyambut Kepulangan para Tamu Allah (@kaekaha)

Islam dan Suku Banjar

Sudah menjadi rahasia umum, bila masyarakat suku Banjar penduduk mayoritas di kawasan bagian tenggara Pulau Kalimantan atau sekarang lebih dikenal sebagai wilayah Propinsi Kalimantan Selatan ini mempunyai kedekatan budaya yang begitu kuat dengan Islam.

Sejarah interaksi di antara masyarakat Banjar dengan Agama Islam sebagai tatanan kehidupan yang paripurna diyakini para sejarawan telah dimulai jauh sebelum berdirinya Kesultanan Banjar, kesultanan pertama di pulau Kalimantan yang menjadikan Islam sebagai agama resmi negara, sekitar 5 abad yang lalu.



Budaya lokal masyarakat suku Banjar yang berakar dari kebudayaan melayu, secara perlahan bisa  berakulturasi dengan tradisi dan budaya Islam yang lebih dulu berkembang di jazirah Arab dengan baik, bahkan saking baiknya relatif susah untuk sekadar mendapatkan garis "pemisah" di antara keduanya.


Keadaan ini selaras dengan pernyataan antropolog Judith Nagata (dalam Hairus Salim HS), di mana Suku Banjar merupakan salah satu suku di Indonesia yang identitas kesukuannya bertumpang tindih dengan identitas keagamaan, "Agama ya suku, suku ya agama".


 Keadaan ini selaras dengan pernyataan antropolog Judith Nagata (dalam Hairus Salim HS), di mana Suku Banjar merupakan salah satu suku di Indonesia yang identitas kesukuannya bertumpang tindih dengan identitas keagamaan, "Agama ya suku, suku ya agama".

 
Butiran Baras Kuning (@kaekaha)   


 Ritual Tradisi Lawang Sekepeng
Salah satu contoh tradisi unik masyarakat Banjar yang tumbuh dari proses akulturasi budaya asli masyarakat Banjar dengan Islam yang sampai sekarang masih terpelihara kelestariannya walaupun dari waktu ke waktu pengamalnya terus mengalami penurunan yang sangat signifikan adalah tradisi Lawang Sekepeng.
Secara gramatikal, Lawang artinya Pintu, sedangkan Sekepeng berarti sekeping. Secara sederhana penamaan "Lawang Sekepeng" ini didasarkan pada fakta riil dari lawang alias pintu/gerbang yang dibangun atau dibuat dari Sekepeng alias selembar papan triplek yang dihias dengan berbagai ornamen dan hiasan islami yang dibagian tengahnya biasa ditempatkan pangkal dari kain putih panjang atap pelindung bagi pak haji untuk memasuki rumah yang ujungnya sampai menyentuh pintu rumah.
Tradisi Lawang Sekepeng dalam tradisi adat masyarakat Banjar merupakan ritual tradisi turun temurun untuk menyambut kedatangan jamaah haji, setibanya dari tanah suci Makkah dan Madinah. 
Ini jelas berbeda dengan tradisi Lawang Sekepeng, milik masyarakat suku Dayak di Bumi Isen Mulang, Kalimantan Tengah yang kebetulan juga mempunyai tradisi dengan nama persis, Lawang Sekepeng.

Air Kembang untuk Cuci kaki sebelum naik ke rumah (@kaekaha)


Secara sederhana, berikut prosesi penyambutan kedatangan jamaah haji setibanya di rumah dalam ritual tradisi Lawang Sekepeng, khas Urang Banjar,
Pertamaketika jamaah haji sampai di muhara Lawang atau di depan pintu gerbang dengan memakai bolang (sejenis bentuk ikat kepala khas ulama Banjar yang sekarang lebih banyak diganti dengan songkok putih), Surban putih dan juga pakaian yang serba putih juga.
Saat para jamaah haji datang, maka kedatangannya akan disambut dengan irama terbangan yang biasanya diisi dengan syair-syair shalawat dan tentu saja sambil dihamburi atau ditaburi baras kuning.

Atap kain putih dengan hiasan untaian bunga khas Banjarmasin (@kaekaha)
 

Kedua, Setelah para "penerbang" menuntaskan tugasnya, maka dengan diiringi doa-doa, pak haji mulai melangkahkan kaki untuk masuk ke halaman rumah melalui jalur beratap kain putih yang membentang dari Lawang Sekepeng sampai muhara lawang.
Ketiga, di muhara lawang sebelum masuk kedalam rumah, pak haji yang baru saja datang dari berhaji di tanah suci wajib mencuci kedua kakinya dengan air bunga.
Keempatsetelah mencuci kaki dengan air yang berisi campuran beberapa macam bunga, barulah pak haji bisa masuk ke dalam rumah
Camilan khas tanah Arab yang unik (@kaekaha)

Kelimasetelah pak haji dan semua tamu undangan menempati tempat duduknya masing-masing, tetua kampung atau imam masjid akan memimpin doa.
Setelah doa dipanjatkan,  tuan rumah mengeluarkan aneka makanan kecil khas Arab Saudi, semacam berbagai jenis kurma, kacang Arab, manisan Arab/gulaan/permen sampai air zam-zam yang diminum menggunakan gelas kecil yang biasanya bergambar Kabah atau kubah hijau makam Nabi di Madinah.
Setelah itu, acara biasanya diakhiri dengan makan besar alias makan nasi dengan lauk pauknya sambil berbagi oleh-oleh dari tanah suci

 
Pembagian Soto Banjar (@kaekaha)

 Catatan :

Artikel ini juga bisa di akses di Kompasiana