Jumat, 14 Desember 2018

"Jawa Gambut" Eksistensi Entitas Budaya Jawa di Kalimantan Selatan

Kesenian Jawa (Foto : @kaekaha)

Asal-Usul Entitas Budaya Jawa Gambut

Istilah Jaton akronim Jawa Tondano dan Jamer akronim Jawa Merauke mungkin sudah populer di telinga para pemerhati sosial dan budaya tanah air. Keduanya adalah komunitas (keturunan) suku Jawa yang tinggal dan beranak pinak di seberang lautan tanah nenek moyangnya, Pulau Jawa. Kalau Jaton di daerah Sulawesi Utara dan Gorontalo,sedangkan Jamer di Merauke Papua. 


Tapi untuk istilah Jawa Gambut, mungkin baru sebagian kecil saja yang pernah mendengarnya. Seperti komunitas Jaton dan Jamer, secara spesifik istilah Jawa Gambut merupakan sebutan untuk keturunan suku Jawa yang lahir dan besar di tanah Kalimantan, uniknya sebagian besar diantara mereka belum pernah menginjakkan kaki di tanah moyangnya, Pulau Jawa.

Anak-anak Jawa Gambut (Foto : @kaekaha)


Asal muasal istilah "Jawa Gambut", sampai sekarang memang belum ada rujukan dari segi literasinya. Sejauh ini istilah Jawa Gambut lebih banyak menjadi identitas tutur yang berkembang secara spontan dalam masyarakat Kalimantan Selatan. Kalau merujuk dari istilah kata "Gambut" sendiri, secara umum masyarakat Kalimantan Selatan memahami dua hal, yaitu

Pertama, "Tanah Gambut", yaitu jenis tanah yang terbentuk dari sedimentasi lapukan tumbuh-tumbuhan yang dalam kurun waktu tertentu akan ber-mutasi menjadi tanah. 

Walaupun sudah bermutasi menjadi tanah, tanah gambut ini kalau musim kemarau yang kering dimana kelembapan dan kandungan air berkurang akan mudah terbakar bila tersulut api dan sangat sulit untuk dipadamkan apabila letak sedimen tanah yang terbakar semakin dalam. 

Jenis tanah Gambut inilah yang mendominasi hampir semua daratan dataran rendah di Kalimantan Selatan yang sebagian besar berekologi rawa-rawa lebak.

Kedua,"Kecamatan Gambut", yaitu salah satu kecamatan yang masuk dalam wilayah Kabupaten Banjar yang beribu kota di Martapura si Kota Intan. Kecamatan Gambut, sejauh ini dikenal sebagai lumbung padi-nya Kalimantan Selatan, khususnya untuk varian padi jenis jenis unus dan Siam penghasil beras Banjar super dan nomor wahid dengan harga yang selangit!

Beras Banjar (Foto : @kaekaha)
Seperti daerah penghasil pertanian umumnya, dahulu daerah Kecamatan Gambut ldentik dengan daerah udik alias “ndeso” sehingga pada era 80-90an penduduk terutama anak mudanya banyak yang “malu” bila harus menyebut alamat tempat tinggalnya sebagai orang gambut. Tapi itu dulu! Roda telah berputar. 

Sekarang, Kecamatan Gambut selain tetap dikenal sebagai lumbung padi-nya Kalimantan Selatan, Kec. Gambut juga menjadi etalase Kalimantan Selatan, karena wilayahnya dibelah oleh Jalan Ahmad Yani yang dikenal sebagai jalan lintas Kalimantan satu-satunya yang bisa menghubungkan Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah dengan Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.

Dari dua referensi yang mengandung unsur kata gambut di atas, entah istilah Gambut yang mana yang dijadikan sumber inspirasi terbentuknya istilah Jawa Gambut...!?

Jawa Gambut dan Komodifikasi Budaya Jawa di Tanah Seberang

Sampai saat ini suku Jawa merupakan pendatang terbesar yang bisa eksis berakulturasi dengan budaya suku Banjar di Kalimantan Selatan, sehingga tidak heran, jika kehadirannya ikut membawa perkembangan paras sosial budaya masyarakat di Kalimantan Selatan. 

Generasi awal masyarakat Jawa berikut keturunannya yang tersebar di Kalimantan Selatan, beraktivitas pada sektor informal, seperti pertanian, perkebunan, peternakan, UMKM dsb. Mereka dikenal luas sebagai pekerja keras dan pantang menyerah! Sementara untuk generasi berikutnya, seiring dengan berjalannya proses akulturasi dan perbaikan sosial ekonomi bisa lebih fleksibel untuk memilih aktifitas/pekerjaan.

Salah satu jenis usaha informal yang banyak digeluti orang Jawa (Foto : @kaekaha)

Masyarakat keturunan suku Jawa di Kalimantan Selatan yang disebut dengan Jawa Gambut ini sekilas tidak berbeda dengan masyarakat Jawa lainnya yang tinggal dan menetap di Kalimantan Selatan. 

Dari generasi pertama sampai yang kesekian, sebagian besar pendatang dari Pulau Jawa tetap mempertahankan ciri budaya dan tradisi nenek moyangnya di Pulau Jawa. Secara umum mereka masih ngugemi budaya Jawa, minimal tetap menjadikan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu dalam percakapan di lingkungan keluarga, uniknya mereka umumnya juga bisa melafalkan dialek bahasa Banjar sesuai tempat lahir dan tumbuhnya dengan baik dan fasih. 

Bahasa Banjar, sejauh ini dikenal mempunyai beberapa dialek, diantaranya adalah dialek pahuluan di gunakan masyarakat Kalimantan Selatan Bagian utara (Banua Anam) yang meliputi Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai Tengah (HST), Hulu Sungai Utara (HSU), Tabalong dan Kabupaten paling muda, Balangan. Sedangkan dialek Banjar Pesisir yang sudah banyak dipengaruhi oleh berbagai dialek pendatang di gunakan di Kabupaten Banjar, Kota Banjarbaru, dan Kota Banjarmasin.

Adat temu manten (Foto : @kaekaha)

Di ranah seni budaya, khususnya di daerah yang telah lama dikenal menjadi kantong-kantong masyarakat Jawa berikut keturunannya, seperti di Kota Banjarbaru, Kabupaten Tanah Laut dan Kabupaten Barito Kuala seni budaya Jawa seperti pertunjukan wayang kulit, seni jaranan, ludruk, campursari, termasuk berbagai kuliner khas masyarakat Jawa relatif masih mudah di jumpai di berbagai tempat. 

Begitu juga berbagai tradisi budaya seperti tradisi temu manten, piton-piton bayi, tradisi methil atau selamatan panen padi semuanya masih ada dan terjaga sampai saat ini, hanya saja prosesi dan uba rampe-nya (perlengkepannya) tidak selengkap layaknya di kampung halaman, tanah Jawa, sebagian memang sudah mengalami komodifikasi alias tidak 100% ontentik lagi dengan aslinya. 

Mungkin, inilah salah satu konsekuensi dari berlangsungnya proses akulturasi budaya dalam masyarakat Jawa di Kalimantan Selatan, dimana didalamnya terjadi komodifikasi terhadap tatanan budaya yang sudah ada karena adanya berbagai kompromi untuk menyesuaikan ruang dan waktu yang ditempati sekarang.

Upaya pelestarian budaya Jawa di tanah Banjar, tidak terlepas dari peran dari berbagai organisasi paguyuban masyarakat (keturunan) Jawa di Kalimantan Selatan. 

Di Kalimantan Selatan, paguyuban-paguyuban yang biasanya dibentuk berdasar asal kabupaten di Pulau Jawa, jumlahnya mencapai puluhan dan mereka hampir semuanya berafiliasi kepada paguyuban masyarakat (keturunan) Jawa paling tua dan terbesar, yaitu Pakuwojo (Paguyuban Keluarga Wong Jowo).

Bagi masyarakat (keturunan) Jawa di Kalimantan Selatan, kehadiran berbagai paguyuban keluarga Jawa bukan bermaksud untuk membentuk eksklusifitas berlatar belakang primordialisme, tapi sebagai wadah komunikasi budaya untuk tetap menjaga proses lestarinya unggah-ungguh budaya Jawa di tanah rantau sebagai upaya untuk tetap menjaga harmoni dan keselarasan kehidupan dalam bermasyarakat sekaligus sebagai representasi komunal masyarakat (keturunan) Jawa dalam berkomunikasi dengan berbagai entitas budaya yang eksis di Kalimantan Selatan, khususnya budaya Banjar sebagai tuan rumah. 

Terbukti, kehadiran berbagai paguyuban ini tidak hanya berhasil menjadi jembatan budaya bagi masyarakat Jawa Gambut untuk tetap mengenali bahkan melestarikan budaya leluhurnya saja, tapi juga berhasil menjadi salah satu elemenpenting dalam menjaga keberlangsungan proses kehidupan sosial masyarakat di Kalimantan Selatan tetap berjalan secara natural dengan mengedepankan prinsip, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung dan mikul dhuwur mendem jero!

Sejarah Panjang Komunikasi Jawa - Banjar

Sejarah komunikasi antara suku Jawa di Pulau Jawa dan suku Banjar di Kalimantan diduga sudah berlangsung sejak jaman eksistensi kerajaan Majapahit, hanya saja catatan literatur lebih banyak mencatat pada era perang Banjar, sejak kedatangan bala bantuan dari Kerajaan Demak di Jawa Tengah dalam upayanya membantu Kesultanan Banjar melawan penjajah Belanda dan antek-anteknya diakhir abad 19 silam. 

Sejak itulah komunikasi yang diikuti dengan proses migrasi penduduk pulau Jawa ke Pulau Kalimantan dengan berbagai tujuan berlangsung dan ketika Orde Baru berkuasa, melalui program transmigrasi dengan tujuan pemerataan penduduk proses perpindahan penduduk ini diformalkan.

Kamus Bahasa Banjar-Indonesia (Foto : @kaekaha)
Bukti adanya akulturasi budaya antara Suku Jawa dan Suku Banjar, antara lain terlihat dari kesenian wayang kulit purwa banjar diatas. Dari segi nama, proses pagelarannya, tokoh, bentuk karakter dan cerita dari wayang kulit Banjar semuanya mirip, bedanya pada bahasa dalang dan kelengkapan gamelan yang dipakai. 

Selain itu, kosakata Bahasa Jawa dan Bahasa Banjar banyak yang mempunyai kemiripan dan kesamaan dalam hal penulisan, pelafalan dan pemaknaanya. Sebagai contoh kosakata Bahasa Bajar yang sama persis baik tulisan, pelafalan maupun artinya antara lain, lawang (pintu), banyu (air), uyah (garam), gulu (leher), jarang (rebus), tapih (kain/jarik). 

Sedangkan yang mempunyai kesamaan tulisan dan arti tapi beda pengucapan, antara lain kiwa (kiri) Bahasa Jawa baca kiwo , Banjar tetap kiwa ada lagi kanca (teman) Jawa dibaca konco, Banjar tetap kanca dan yang mempunyai kemiripan tulisan dan pelafalan tapi mempunyai kesamaan arti antara lain abang = habang (Banjar) artinya merah, udek=Udak (Banjar) artinya aduk (di udak = diaduk), tape = tapai (Banjar) berarti makanan tape ketan/singkong... dan masih banyak yang lainnya!

Salam budaya dari Banua, Banjarmasin Bungas!


Kamis, 13 Desember 2018

Menikmati Lagu-lagu Banjar Populer Suguhan Dari Sang Radja

Journey to Banjar Persembahan dari Radja

Perhelatan Opening Ceremony Asian Games 2018 yang sempat viral sampai ke mancanegara, ternyata membawa berkah tersendiri bagi gaung lagu-lagu daerah Indonesia yang pada malam itu menjadi musik pengiring penampilan ribuan penari Ratoeh Jaro yang diyakini menjadi "kunci" pembuka dari kesuksesan upacara pembukaan pesta olahraga terbesar kedua di dunia tersebut.

Selain lagu Bungong Jeumpa  dari Aceh dan beberapa lagu dari daerah lainnya, malam itu juga menjadi ajang "internasionalisasi" bagi dua lagu daerah Banjar, Kalimantan Selatan, yaitu Ampar-ampar Pisang dan Paris Barantai, dua lagu Banjar bahari (lama) yang sudah melegenda ciptaan dua maestro musik Banjar, (Alm) Hamiedan AC dan (Alm) Kolonel (Purn) Anang Ardiansyah.

Pasca pesta pembukaan Asian Games di Gelora Bung Karno tersebut, banyak tulisan apresiatif terkait lagu-lagu daerah yang malam itu sukses "bergema" ke segala penjuru dunia. 

Bahkan salah satunya ada yang mengaku seperti "terhipnotis", karena sampai esok harinya sepanjang hari terus bersenandung lagu-lagu daerah tersebut dengan sendirinya, khususnya Ampar-ampar Pisang. Lagu daerah kami, Kalimantan Selatan. Wooooow!!! Mudah-mudahan ini menjadi titik balik bergaungnya kembali lagu-lagu daerah kita di negeri sendiri.


di Banjarmasin, dari menjadi saksi mata bergemanya  dua lagu Banjar bahari, Ampar-ampar Pisang dan Paris Barantai di Gelora Bung Karno, saya langsung membongkar koleksi kaset pita dan CD yang saya miliki. Saya teringat dengan satu koleksi CD spesial album lagu-lagu Banjar bahari hasil karya re-arrangement salah satu band papan atas Indonesia yang dua frontman-nya memang asli Banjarmasin, radja. Di album itu ada juga lagu Ampar-ampar Pisang dan Paris Barantai dengan aransemen penuh energi dan ngerock ala radja.

Jujur, sayapun ingin terus mengulang euforia menggemanya dua lagu daerah kami saat acara opening ceremony Asian Games di Gelora Bung Karno dengan cara saya! Memutarnya keras-keras sambil menikmati kopi semi pahit plus camilan gaguduh pisang alias pisang goreng manis. Woooow ini pasti nikmat!

Pada tahun 2010, Grup musik radja yang dua pentolannya memang asli Banjar, yaitu Ian Kasela (Vokalis) dan sang kakak Moldy (Gitar) dengan dibantu tiga personil baru, Aldy (Keyboard), Ojie (Bass) dan Vidin (Drum) mengeluarkan album kesembilan mereka dengan judul Journey to Banjar. Album spesial bin khusus yang didedikasikan untuk Banua tercinta ini berisi sepuluh lagu Banjar bahari karya musisi-musisi Banjar yang diaransemen ulang sesuai dengan style radja.

Sayang, album ini diproduksi terbatas dan hanya sedikit yang di jual secara komersil, selebihnya hanya dijadikan sebagai souvenir saja.

Alasan Ian Kasela dan Moldy mengeluarkan album Journey to Banjar selain tidak ingin menjadi kacang yang lupa kulitnya adalah ingin melestarikan sekaligus memperkenalkan seni budaya Kota Seribu Sungai, Banjarmasin ke seluruh Nusantara dan dunia melalui lagu-lagu daerahnya yang punya potensi untuk go nasional menyusul  Ampar-ampar Pisang dan Paris Barantai yang lebih dulu akrab di telinga masyarakat Indonesia.

Dari sepuluh lagu yang masuk dalam album Journey to Banjar itu, enam diantaranya adalah karya maestro lagu-lagu Banjar (Alm) Anang Ardiansyah, dua karya (Alm) Hamiedan AC dan selebihnya karya maestro lagu Banjar lainnya, seperti Zaini dan A. Thamrin. Berikut komposisi sepuluh lagu Banjar  dalam album radja, "Journey to Banjar" berikut penciptanya,

Komposisi Lagu Album Journey to Banjar (Foto : @kaekaha)
Paris Barantai (Anang Ardiansyah)
Anak Pipit (Hamiedan AC)
Uma Abah (Anang Ardiansyah)
Saputangan Babuncu Ampat (Zaini)
Kambang Goyang (Anang Ardiansyah)
Si Jantung Hati (A. Thamrin)
Giwang Barlian ( Anang Ardiansyah)
Sangu Batulak (Anang Ardiansyah)
Pambatangan (Anang Ardiansyah)
Ampar-ampar Pisang (A. Thamrin /Hamiedan AC)

Diantara kesepuluh judul lagu daerah Banjar dalam list track diatas, mungkin masyarakat Indonesia hanya mengenal lagu Ampar-Ampar Pisang dan Paris Barantai saja.

Hal ini bisa dimaklumi, karena sejak tahun 1960-an, lagu Paris Barantai sudah direkam dalam piringan hitam di perusahaan rekaman Lokananta di Solo oleh Orkes Melayu Rindang Banua, dimana Alm. Anang Ardiansyah menjadi salah satu personilnya, sedang Ampar-ampar Pisang direkam oleh Orkes Melayu Taboneo dan setelahnya, kedua lagu itu semakin populer sejak diputar Radio Republik Indonesia (RRI) di seluruh Tanah Air.

Untuk materi lagu lainnya, meskipun tidak familiar bagi mayarakat Indonesia, tapi jangan kuatir! Radja telah memilihkan lagu-lagu Banjar yang easy listening dengan komposisi nada yang sederhana dan tentunya ramah di telinga masyarakat melayu secara umum. Bahkan, lagu-lagu Banjar dalam album ini, bisa dibilang kumpulan lagu-lagu terpopuler yang paling sering atau bisa dibilang lagu yang wajib di putar atau wajib dinyanyikan pada setiap event kedaerahan dan acara hajatan masyarakat Banjar.

Sedangkan dari sisi liriknya, jangan ditanya! Semuanya mempunyai makna yang dalam, karena berisi falsafah, petuah dan ungkapan-ungkapan bijak khas keluhuran budaya Banjar yang sebagian besar bersumber dari Al Quran. Jadi dijamin sangat menginspirasi (khususnya bagi yang paham bahasa Banjar  ya! He...he...he...).


Tentang Paris Barantai
Khusus untuk lagu Paris Barantai ciptaan Alm. Anang Ardiansyah yang di posisikan sebagai lagu pembuka dalam album ini, memang mempunyai  cerita yang agak unik! Kalau tidak mengerti latar belakang sejarah terciptanya lagu ini, sepertinya akan sulit untuk memahami maksud dari judul termasuk makna dari liriknya. Beruntung, lagu ini mempunyai karakter yang kuat dari sisi pemilihan serta penyusunan nadanya, sehingga dengannya seolah-olah masyarakat tidak ambil pusing dengan judul apalagi makna dari liriknya.

Berikut, beberapa keunikan lagu Paris Barantai yang akan memperkaya wawasan budaya kita,

Keunikan pertama, Sebagian besar masyarakat (termasuk di Kalimantan Selatan sendiri) tidak tahu judul dari lagu ini. Mungkin, salah satu sebabnya adalah, kata dalam kalimat judul sama sekali tida ada dalam lirik, sehingga masyarakat justeru sering menganggap judul lagu ini adalah Kotabaru, Kotabaru Gunungnya Bamega atau malah Bamega saja dan ketika mengetahui judulnya ternyata Paris Barantai, pasti akan mengerutkan dahi sambil begumam "Lho kok...?" atau "Lho arti dan maknanya apa ya!?"

Keunikan kedua,  inspirasi terciptanya lagu ini berasal dari pertunjukan seni tradisi bagandut yang telah lama punah, yaitu sejenis tayub atau ronggeng khas Banjar yang dipentaskan secara berpasang-pasangan. Jadi bukan dari indahnya gunung Kotabaru yang tertutup mega atau awan atau dari yang lainnya. Kata Kotabaru jadi masuk dalam lirik, karena saat itu seni pertunjukan Bagandut dari Banjarmasin ini sudah bisa pentas sampai ke Kotabaru yang jaraknya mencapai 305 km atau sekitar 8 jam perjalanan darat.
Journey to Banjar (Foto : @kaekaha)

Keunikan ketiga, kata Paris dari judul Paris Barantai ternyata diambil dari nama penari paling cantik, sekaligus idola dari grup kesenian bagandut tersebut, yaitu Suparis. Waduh...! Lantas makna sebenarnya dari judul  Paris Barantai itu apa ?

Keunikan keempat, sekaligus yang terakhir, saya yakin anak-anak sekolah terutama mulai level SD di seluruh Indonesia pernah mendengar irama lagunya dan biasanya kenal sedikit lirik diawalnya....

Paris Barantai
Wayah pang sudah
Hari baganti musim
Wayah pang sudah

Kotabaru gunungnya bamega
Bamega umbak manampur disala karang
Umbak manampur disala karang
Batamu lawanlah adinda
Adinda iman didada rasa malayang
Iman didada rasa malayang

Pisang silat tanamlah babaris
Babaris tabang pang bamban ku halangakan
Tabang pang bamban ku halangakan
Bahalat gunungnya babaris
Babaris hatiku dandam ku salangakan
Hati ku dandam kusalangakan

Burung bintri batiti dibatang
Titi batang dibatang buluh kuning manggading
Dibatang buluh kuning manggading
Malam tadi bamimpilah datang
Mimpi datang rasa bapaluk lawan si ading
Rasa bapaluk lawan si ading

Kacilangan lampulah dikapal
Dikapal anak walanda main kumidi
Anak walanda main kumidi
Malam tadi guringlah sabantal
Sabantal tangan kadada hidung kapipi
Tangan kadada hidung kapipi


Tentang Ampar-Ampar Pisang

Lagu Ampar-Ampar Pisang selain dikenal sebagai lagu daerah Banjar, Kalimantan Selatan juga dikenal sebagai lagu anak-anak nusantara. Mungkin karena nada lagunya yang ceria plus lirik lagu yang relatif lugas, pendek dan mudah dilafalkan meskipun tidak tahu artinya, menjadi alasan untuk menempatkan lagu   Ampar-Ampar Pisang sebagai salah satu lagu anak-anak favorit di seluruh Indonesia.


Ampar-ampar pisang
Pisangku balum masak
Masak sabigi, dihurung bari-bari 2x
Masak sabigi, dihurung bari-bari 2x

Manggalepak, manggalepok
Patah kayu bengkok
Bengkok dimakan api,
apinya kakurupan
Bengkok dimakan api,
apinya kakurupan
Nang mana batis kutung, dikitip bidawang 2x

Jari kaki sintak, dahuluakan masak 2x

Ampar-ampar pisang
Pisangku balum masak
Masak sabigi, dihurung bari-bari 2x
Masak sabigi, dihurung bari-bari 2x

Mangga ricak, mangga ricak
Patah kayu bengkok
Tanduk sapi, tanduk sapi, kulibir bawang 2x

Lagu  Ampar-Ampar Pisang, sebenarnya bercerita tentang proses pembuatan Rimpi, makanan tradisonal khas Banjar yang terbuat dari pisang masak yang dijemur (mirip sale pisang, tapi tanpa proses pengasapan). 

Pada proses penjemuran, biasanya pisang akan dihurung atau dikerubuti binatang kecil-kecil yang suka dengan aroma makanan/buah-buahan manis yang di masyarakat Banjar disebut dengan bari-bari.

Sedangkan lirik Nang mana batis kutung, dikitip bidawang ini sebenarnya untuk menakut-nakuti kakanakan atau anak-anak yang suka mengambil pisang masak yang lagi dijemur. 

Bidawang adalah sejenis kura-kura air tawar/bulus yang mempunyai gigi sangat tajam. Habitat hidup mereka di rawa dan sungai-sungai yang juga menjadi tempat anak-anak mandi berenang. Bila menggigit, biasanya tidak akan pernah dilepaskan jika belum putus, termasuk ketika mengigit jari-jemari. Hi....!!! Makanya jangan mengambil pisang yang dijemur ya!

Lirik Lagu dalam Journey to Banjar (Foto : @kaekaha)
Tentang Lagu-lagu yang Lain
Anak Pipit, lagu ini bercerita tentang adab/bagaimana cara kita bermuamallah atau berhubungan dengan makhluk ciptaan Allah SWT yang lainnya, terutama binatang. Tapi bisa juga istilah "anak pipit" ini dimaknai sebagi simbol dari rakyat kecil yang harus dilindungi.

Uma Abah, lagu dengan setting sosial masyarakat Banjar pahuluan yang "sawah ladangnya" adalah rawa/sungai ini berkisah tentang bakti seorang anak kepada kedua orangtuanya yang susah payah mencari nafkah dengan malunta atau menjaring ikan.

Sapu Tangan Babuncu Ampat, lagu dengan nada rancak ini berisi petuah terkait cara bermuamallah dengan sesama manusia atau hablumminannas. Hati-hati kalau mau berbicara, karena luka dihati akibat ucapan tidak akan mudah untuk disembuhkan dan Jangan memelihara dendam karena dendam hanya akan memperpendek umur.

Sangu Batulak, lagu ini berisi petuah urang tua bahari (orang-orang tua jaman dahulu) bagi siapapun yang ingin bepergian (batulak). Bekal terbaik untuk bepergian adalah mulailah semuanya dengan Bismillah, melangkahlah dengan kaki kanan terlebih dahulu dan selanjutnya bertawakal hanya kepa Allah, SWT.
Lagu ini bisa juga dimaknai, sebagai petuah untuk mempersiapkan bekal amal dan iman terbaik guna perjalanan panjang kita semua di akhirat kelak.

Pambatangan, lagu ini menceritakan kisah hidup pambatangan atau orang-orang banua bahari yang bekerja memilirkan batangan kayu dari hulu Sungai Barito menuju kota-kota lain di hilir sampai muara Sungai Barito.

Upaya kreatif radja untuk melestarikan lagu-lagu daerah Banjar sekaligus memperkenalkannya ke level nasional melalui proyek album Journey to Banjar ini sudah selayaknya mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak, terutama pemerintah daerah Kalimantan Selatan. Semoga kreatifitas radja Banjar ini, kedepannya menjadi inspirasi positif bagi upaya pelestarian budaya oleh radja-radja lain dari seluruh Indonesia. Semoga!

Lirik lagu Album Journey to Banjar (Foto : @kaekaha)
Salam Budaya,
dari Mahligai, Banjar, Kalimantan Selatan


Artikel ini sudah pernah tayang di Kompasiana dengan judul : Journey to Banjar, Koleksi Lagu Banjar Bahari Ramuan Sang Radja

Kamis, 25 Oktober 2018

Koronologi Sejarah Berdirinya Kota Banjarmasin


Kota Banjarmasin, Ibu kota propinsi Kalimantan Selatan selain dikenal dengan julukan “Kota 1000 Sungai, Kota 1000 Damkar” juga telah lama dikenal sebagai salah satu kota perdagangan tua di nusantara bahkan dunia. Keberadaan kota tua Banjarmasin yang menurut sejarah telah ada sejak abad XVI, juga mempunyai peran vital sebagai pintu masuk utama bagi mobilisasi dan distribusi barang dan manusia dari dan menuju pedalaman Pulau Kalimantan.

Diawal berdirinya, Kota Banjarmasin tidak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya Kesultanan Banjar, pemerintahan berbasis agama Islam pertama di Pulau Kalimantan di bawah kepemimpinan Sultan Suriansyah, Sultan beragama Islam pertama di tanah Banjar. 

Sebelum Kesultanan Banjar berdiri di abad XVI,  wilayah hilir sampai muara Sungai Barito merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Daha yang pusat pemerintahannya di daerah Nagara, sekarang masuk wilayah Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Saat itu, kerajaan Daha yang berafiliasi pada agama Hindu dipimpin oleh Maharaja Sukamara yang tak lain adalah kakek dari Sultan Suriansyah kecil yang saat itu masih bernama Pangeran Samudera. 

Ornamen buah manggis khas Kesultanan Banjar ( Foto : @kaekaha)

Maharaja Sukamara mempunyai 4 (empat) orang anak, yaitu 3(tiga) laki-laki Pangeran Mangkubumi, Pangeran Tumanggung dan Pangeran Bagalung, serta seorang anak perempuan/putri, yaitu Putri Intan Sari atau Putri Galuh, yang kelak dikenal sebagai ibu kandung dari Pangeran Samudera atau Sultan Suriansyah. 

Dari hikayat tutur masyarakat Banjar disebutkan, pada suatu masa kerajaan Daha mengalami perpecahan akibat sebuah kontroversi yang disebabkan oleh wasiat sang Maharaja Sukamara. Wasiat Maharaja Sukamara kepada anak-anak dan cucunya ini berisi pesan penting terkait suksesi kepemimpinan Kerajaan Daha jika dirinya wafat. 

Isi wasiat sang maharaja menjadi kontroversi ketika, ternyata Sang Maharaja memilih cucunya, Pangeran Samudra putra dari  pasangan Putri Galuh dan Menteri Jaya sebagai penerus suksesi kepemimpinan di Kerajaan DAHA.

Artinya, wasiat ini tidak sesuai dengan tradisi kerajaan yang sudah berlaku sejak lama, dimana pewaris tahta seharusnya adalah putra mahkota atau putra laki-laki tertua atau bisa digantikan oleh saudara laki-laki lainnya bila anak tertua tidak menghendaki. 
Atang atau pagar kayu ulin dengan ukiran khas Banjar (Foto : @kaekaha)


Berbeda dengan sang putra mahkota, Pangeran Mangkubumi yang tidak keberatan dengan wasiat ayahnya, sang adik Pangeran Tumanggung dan Pangeran Bagalung menentang titah kontroversif ayahnya. 

Alhasil, saat Maharaja Sukarama benar-benar meninggal, kontroversi internal kerajaan ternyata masih belum menemui titik temu. Suasana dalam istana memanas. Situasi ini dibaca oleh Arya Trenggana, punggawa kerajaan yang masih setia dan bersimpati kepada Pangeran Samudera yang saat itu masih kecil dan belum memahami masalah perpecahan dalam keluarga besarnya, karena saat itu Pangeran Samudera diperkirakan masih berusia kurang dari 10 tahun. 

Karena merasa jiwa Pangeran Samudera terancam, Arya Trenggana menyarankan agar Pangeran Samudera meninggalkan istana secepat mungkin. Dengan berbekal makanan, pakaian secukupnya, dan alat tangkap ikan, akhirnya Pangeran Samudera meninggalkan istana melalui jalur sungai dengan menggunakan jukung (perahu khas suku Banjar). 



Ada beberapa versi, episode perjalanan Pangeran Samudera pasca keluar dari istana Kerajaan Daha, Intinya, Pangeran Samudera akhirnya berjumpa dengan Patih Masih, penguasa di perkampungan Kuin. Patih Masih mengenali Pangeran Samudera. Singkat cerita, Atas dukungan patih lain dan rakyat, Patih Masih mengangkat Pangeran Samudera menjadi raja Kerajaan Banjar, melepaskan diri dari Kerajaan Daha.

Saat itu, Kerajaan Daha dipimpin Pangeran Tumanggung. Ia menggantikan kakaknya, Pangeran Mangkubumi, yang tewas dibunuh. Mendengar Pangeran Samudera masih hidup dan menjadi Raja Banjar, Pangeran Tumanggung langsung menyatakan perang dengan kerajaan baru yang dipimpin oleh keponakannya itu.

Dalam peperangan tersebut Pangeran Samudera mengalami kekalahan dan akhirnya meminta bantuan kepada Kerajaan Demak. Saat itu, pihak Kerajaan Demak dibawah kepemimpinan Sultan Trenggono, Raja Ketiga dari Kerajaan Islam yang berpusat di daerah Demak Bintoro itu menyanggupi, dengan syarat Pangeran Samudra dan seluruh rakyatnya bersedia memeluk Islam setelah perang usai.
Dermaga Sungai Masjid Sultan Suriansyah (Foto : @kaekaha)

Setelah syarat diterima oleh Pangeran Samudra, akhirnya Sultan Trenggono benar-benar mengirimkan pasukan perang ke wilayah Banjarmasin dibawah komando seorang Panglima perang yang juga seorang mubaligh bernama Khatib Dayyan, yang konon beliau merupakan keturunan langsung dari Sunan Gunung Jati.

Peperangan akhirnya benar-benar terjadi dan kemenangan akhirnya berpihak kepada Pangeran Samudra. Selain atas ijin Allah, berkat kepiawaian diplomasi Khatib Dayyan, akhir dari perang saudara ini berakhir baik. Pangeran Tumenggung, akhirnya mengakui Pangeran Samudra sebagai raja Kerajaan Banjar. Artinya, Kerajaan Banjar secara resmi telah berdaulat dan  resmi berpisah dari Kerajaan Daha. 

Peristiwa bersejarah ini diperkirakan terjadi pada tanggal 24 September 1526 yang akhirnya kelak diabadikan sebagai hari jadi Kota Banjarmasin. 

Masjid Sultan Suriansyah (Foto : @kaekaha)

Sesuai dengan janjinya kepada Sultan Trenggono, raja Demak yang membantunya dalam peperangan. Dibawah bimbingan Khatib Dayyan, Pangeran Samudera dan seluruh rakyatnya akhirnya memeluk Islam dan berganti nama menjadi Sultan Suriansyah. 

Konsekuensinya, untuk keperluan beribadah sholat 5 waktu berjamaah di lingkungan istana, akhirnya Sultan Suriansyah memprakarsai berdirinya Masjid pertama yang didirikan di tanah Kalimantan ini, yaitu sebuah masjid yang sekarang kita kenal dengan nama Masjid Kuin atau Masjid Sultan Suriansyah. 

Selamat Ulang tahun ke 592 Kotaku tercinta, Kota 1000 Sungai, Kota 1000 Damkar, Kota 1000 Masjid, Kota 1000 Langgar ... Banjarmasin Bungas!


Referensi :
Disusun dari berbagai sumber

Rabu, 19 September 2018

Menikmati Lontong Tampusing, Kuliner Khas Banjar yang Ngangeni...


Lontong Tampusing khas Banjar ( Foto/Grafis : @kaekaha)

Kuliner berbahan dasar lontong, termasuk kuliner rakyat yang relatif mudah untuk dijumpai. Hampir setiap daerah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa mempunyai kuliner berbahan dasar lontong dengan berbagai macam variasinya.

Kalau di Surabaya ada Lontong Balap, lontong kikil, dan lontong mie, di Sidoarjo ada Lontong Kupang dan Lontong Cecek, sementara di sepanjang jalur Pantura Jawa ada Lontong Cap Go Meh hasil akulturasi budaya Cina peranakan dengan masyarakat setempat, di Padang ada lontong sayur Padang, dari Medan ada Lontong Medan yang terkenal “ramai” isinya.

Dari Blora ada lontong tahu yang makannya pakai wadah daun jati dengan aroma yang khas, dari Kudus ada Lentog Tanjung alias lontong pulen dan montok dari Tanjung yang rasa sayur kotho’an-nya bikin mabuk kepayang, dari Rembang ada Lontong Tuyuhan. Di Bandung ada Lontong Kari, di Madiun ada Tepo (sebutan lontong orang Madiun) yang bisa dimakan pakai pecel, sayur lombok yang pedes maupun pakai bumbu kecap yang rasanya selalu bikin kangen dan yang terakhir dari Banjarmasin ada Lontong Tampusing!

Lontong Tampusing ini nyamannya luar biasa! (Foto/Grafis : @kaekaha)

Lontong Tampusing, Liwar banar nyamannya….
Provinsi Kalimantan Selatan, telah lama dikenal sebagai salah satu daerah yang kaya dengan ragam budaya dan adat istiadat memikat. Salah satu produk budaya masyarakat Kalimantan Selatan yang paling dikenal adalah kuliner atau masakan-khasnya yang sejak dulu dikenal “berani” rempah, sehingga memunculkan sensasi citarasa khas yang selalu pecah di lidah!
Salah satu kuliner khas Banjarmasin "bahari" (lama/tua) yang sudah melegenda adalah lontong banjar atau biasa juga disebut dengan Lontong Tampusing.

Lontong Tampusing adalah jenis kuliner berbahan dasar lontong yang dipadukan dengan sayur nangka muda dengan bumbu santan khas Banjar dan pilihan topping lauk berupa ikan haruan/ikan gabus, ayam dan telur itik yang semuanya dimasak dengan bumbu merah atau masak habang. Untuk menambah cita rasa biasanya saat penyajian ditaburi bawang goreng secukupnya.

Nama tampusing diduga diadaptasi dari proses pembuatan bungkus untuk lontong yang terbuat dari daun pisang yang diputar-putar di telapak tangan sampai berbentuk seperti corong. Setelah berbentuk corong, lalu diisi dengan beras sekitar 2-3 sendok penuh, setelah itu direbus selama sekitar 8 jam. 

Salah satu keunikan sekaligus kekhasan kuliner Lontong Tampusing ini adalah bentuk jadi dari lontong yang disajikan, yaitu berbentuk segitiga pipih dengan ketebalan 1-2 cm plus teksturnya yang lembut dan enak.
Makanan favorit dari anak-anak sampai orang tua (Foto/Grafis : @kaekaha)

Kalau di berbagai daerah, kebanyakan kuliner lontong lebih banyak dijual pagi hari atau untuk sarapan saja, Lontong Tampusing khas Banjarmasin ini berbeda! Untuk sarapan pagi cocok, untuk makan siang uenaak, untuk makan malam suedaaaap! Salah satu indikasinya adalah, banyaknya warung atau rumah makan Lontong Tampusing yang tetap buka pada siang, sore, malam bahkan sampai tengah malam dan semuanya selalu ramai oleh pengunjung yang sebagian bessar adalah para turis atau wisatawan dari luar daerah.

Hanya saja, waktu pagi memang waktu yang terbaik sekaligus paling mudah untuk berburu Lontong Tampusing, karena banyak pilihannya. Pada pagi hari, banyak sekali penjual Lontong Tampusing ini yang buka hanya pakai lapak di emperan toko atau bahkan pakai payung atau tenda knock down di pinggir jalan raya dan gang-gang kecil di seputar Kota Banjarmasin, bukan di warung atau rumah makan permanen.

Biasanya, mereka membuka lapak jualan setelah turun dari Sholat Subuh sekitar jam 5.30 WITA dan akan tutup setelah dagangan habis antara jam 09.00-10.00 WITA, jadi tidak terlalu lama.

Ma' Haji yang selalu ditemani oleh anak tercinta (Foto : @kaekaha)

Lontong Tampusing Ma’ Haji Mahligai “Nyaman, Murah dan Cepet habis…”
Lontong Banjar atau Lontong Tampusing, sebenarnya kuliner sederhana konsumsi sehari-hari masyarakat Banjarmasin dan sekitarnya, khususnya untuk sarapan pagi. Memang, sejak pariwisata Kota Banjarmasin dan Kalimantan Selatan mulai menggeliat mulai banyak warung dan rumah makan yang menyediakan menu Lontong Tampusing di luar jam sarapan pagi. Biasanya mereka akan buka sampai malam bahkan sampai tengah malam menjelang pagi.

Lontong Tampusing Ma’ Haji di jalan Mahligai ini merupakan langganan saya dan keluarga sejak 3-4 tahun yang lalu. Tempatnya sangat sederhana dan lokasinya menyewa di halaman toko kelontong SALAM 91. 

Sekilas, untuk mencari lokasi warung lontong Banjar atau warung Lontong Tampusing Ma’ Haji ini relatif sulit, apalagi bila mencarinya di atas jam 09.00 WITA, karena warung portable ini biasanya sudah tutup karena habis pada jam-jam itu. Bila warung sudah tutup, maka tidak akan terlihat jejak-jejak warung di tempat tersebut. Semuanya sudah bersih dan perabotan untuk jualan juga sudah disimpuni (dibereskan).

Ibu-ibu ini rela antri untuk sajian lontong Tampusing terakhir (Foto ; @kaekaha)

Seperti penjual Lontong Tampusing lainnya, Warung lontong Ma’Haji ini juga menyediakan kuliner khas Banjar lainnya, yaitu nasi kuning yang biasanya sudah siap sejak orang turun dari sholat Subuh di Masjid atau langgar. Biasanya, mulai saat itulah warung ini diserbu oleh pembeli sampai habis sekitar jam 09.00 pagi.

Cita rasa Lontong Tampusing versi Ma’Haji Mahligai ini menurut saya sangat pas dengan lidah saya. Paduan rasa gurih dari kuah sayur nangka bumbu santannya nyambung dengan lembutnya tekstur 2 biji lontong berbentuk segitiga pipih yang di atasnya diberi toping lauk masak habang bisa berupa telur itik, ayam atau ikan haruan/ikan gabus yang mempunyai kecenderungan rasa manis gurih, semuanya tergantung pilihan pembeli.

Lontong Tampusing Ma' Haji menjelang tutup tetap ramai (Foto : @kaekaha)
Satu-satunya kekurangan kuliner Lontong Tampusing di Banjarmasin ini adalah sambal pedasnya! Menurut saya sambal pedasnya tidak ada satu pun yang berasa pedasnya! Tapi, ini subyektif saya lho…. Karena kebetulan saya paling hobi makan-makanan berkuah kaldu yang pedaaaaas!

Satu porsi Lontong Tampusing di warung Ma’ Haji ini relatif murah, kalau pakai lauk ayam atau ikan haruan harganya Rp 12.000, sedangkan untuk lauk telur Itik masak habang harganya hanya Rp 10.000. Bagaimana, mau coba? Yang penting jangan kesiangan ya! Yuk jalan-jalan ke Banjarmasin….




Rikako Ikee, Inspirasi Tercantik dari Gelanggang Asian Games 2018

Rikako Ikee berpose di depan Baliho Asian Games 2018 (Foto : IG Rikako Ikee )

Pesta Olahraga Asian Games 2018 resmi ditutup pada tanggal 2 September 2018 yang lalu. Pesta olahraga bangsa-bangsa Asia yang memasuki edisi ke-18 ini mengambil tema energy of Asia, yaitu energi persatuan serta perdamaian dari bangsa-bangsa Asia yang terbangun dari keragaman dan kebhinekaan. 

Indonesia sebagai tuan rumah, dianggap sukses menjadi penyelenggara. Gaung energy of Asia benar-benar membahana keseluruh pelosok dunia. Soft Power Diplomacy Indonesia benar-benar menginspirasi perdamaian dunia, bahkan dalam defile dua Korea “rela” Bersatu, di Gelora Bung Karno.

Si Cantik Rikako Ikee  (Foto : IG Rikako Ikee)

Untuk prestasi, sangat diluar dugaan! Target raihan 16 emas untuk kontingen Indonesia bukan hanya sekedar tercapai, tapi sangat jauh terlampui. Dominasi para pesilat Indonesia di cabang olahraga Pencak Silat  yang merebut 14 medali emas dan prestasi squad sepak takraw nomor quadrant yang secara mengejutkan berhasil merebut medali emas setelah mengalahkan Jepang dengan angka 2-1 pada partai final, menambah koleksi medali Indonesia menjadi 31 emas, 24 perak dan 43 perunggu. Raihan ini menempatkan Indonesia di posisi ke-4 klasemen akhir dibawah raksasa-raksasa olahraga Asia,  Cina, Jepang dan Korea Selatan.

Suksesnya gelaran Asian Games 2018, menjadi momen bersejarah yang membanggakan, tidak saja untuk  Indonesia saja tapi juga untuk seluruh bangsa-bangsa Asia lainnya, terutama Jepang yang akhirnya menempati posisi ke-2 pada klasemen akhir.

Rikako Ikee dengan raihan medali di Asian Games 2018 (Foto : IG Rikako Ikee)

Khusus untuk Jepang, prestasi runner-up kali ini terasa spesial karena “dilengkapi” kesuksesan luar biasa atlet muda mereka dari cabang renang Rikako Ikee yang berhasil merebut 6 medali emas dan 2 medali perak. Prestasi spektakuler ini mengantarkannya menjadi peraih medali terbanyak perorangan pada gelaran Asian Games 2018. 

Emas  diraih dari nomor 50 meter gaya bebas, 100 meter gaya bebas, 50 meter gaya kupu-kupu, dan 100 meter gaya kupu-kupu, 4x100 meter gaya bebas estafet putri dan 4x100 meter gaya campuran estafet putri. Sedangkan Medali perak diraih dari nomor 4x100 meter estafet dan 4x200 meter gaya bebas. 

Istimewanya! Raihan medali emas Rikako Ikee ini semuanya disertai dengan pemecahan rekor baru untuk catatan waktu cabang olahraga renang. Tidak tanggung-tanggung di enam nomor sekaligus, yaitu nomor 50 meter gaya bebas dengan waktu 24,53 detik, 100 meter gaya bebas dengan waktu 53,27 detik, 50 meter gaya kupu-kupu dengan waktu 25,55 detik, dan 56,30 detik untuk 100 meter gaya kupu-kupu.  Disini luar biasanya prestasi yang ditorehkan oleh si- Japan’s Golden Girl ini. 
Medali emas dari nomor estafet putri Asian Games 2018 (Foto : IG Rikako Ikee )

Tapi itu belum cukup! Karena Ikee dan kawan-kawan juga mencetak rekor dengan catatan waktu 3 menit 36,52 detik untuk 4x100 meter gaya bebas estafet  dan 3 menit 54,73 detik untuk 4x100 meter gaya campuran estafet.

Keberhasilan Rikako Ikee pada partisipasi pertamanya pada event Asian Games ini akhirnya berbuah penghargaan sebagai atlet terbaik alias OCA Most Valuable Player (MVP) Asian Games 2018 dan berhak atas trophy, suvenir koleksi pin logo Asian Games I-XVIII serta hadiah uang sebesar 50.000 dollar AS atau sekitar Rp736,5 juta dari The Olympic Council of Asia (OCA). 

Ada kisah menarik terkait terpilihnya si-pocket rocket ini menjadi OCA Most Valuable Player (MVP) Asian Games 2018. Si-Cantik kelahiran Edogawa, Tokyo ini tidak menduga jika dirinya terpilih sebagai MVP, makanya setelah menyelesaikan semua nomor renang yang diikuti, Rikako memilih pulang ke Jepang. Rikako akhirnya kembali ke Indonesia untuk menerima penghargaan  OCA Most Valuable Player (MVP) Asian Games 2018 yang diserahkan langsung oleh Wakil Presiden Kehormatan OCA Wei Ji Zhong di Main Press Centre, JCC, Senayan, setelah mendapat kabar dari The Olympic Council of Asia (OCA).
Si Cantik Rikako Ikee  (Foto : IG Rikako Ikee)

Prestasi Rikako semakin membanggakan, ketika fakta dalam sejarah penyelenggaraan Asian Games, Rikako adalah satu-satunya perempuan alias wanita pertama yang berhasil meraih penghargaan OCA  Most Valuable Player (MVP) tersebut. Prestasi gadis kelahiran 4 Juli 2000 ini hanya bisa disaingi oleh atlet menembak dari Korea Utara, So Gin-man, yang merebut 7 medali emas dan 1 perak pada Asian Games 1982 di New Delhi, India.

Prestasi super mengkilat Rikako Ikee di ajang Asian Games 2018, tentu bukanlah sebuah kebetulan yang datang tiba-tiba. Rikako membangun tangga keberhasilannya dari nol! Semua diawali dengan tekad kuat, kesungguhan, kerja keras dan dukungan penuh dari orang-orang disekitarnya. 

Salah satu spirit  juara yang dibangun Rikako sejak kecil adalah spirit benci kalah! Dalam wawancara dengan AFP, sejak kecil Rikako mengaku sudah diperkenalkan dengan atmosfir kompetisi yang penuh dengan pressing, tapi dengan clue benci kalah berbagai tekanan yang dia dapat justeru menjadi penyengat yang efektif untuk berjuang lebih keras.
Si Cantik Rikako Ikee  (Foto : IG Rikako Ikee)

Menanamkan sejak dini atmosfir kompetisi berikut atribut yang menyertainya kepada anak-anak secara proporsional, apalagi dengan clue yang tepat tentu akan sangat membantu anak-anak mengenali potensinya sejak dini, dengan begitu akan semakin mudah mendeteksi jalan terbaik untuk menemukan jalur juara bagi si-anak.

Menang dan kalah dalam sebuah pertandingan memang memberikan efek yang berbeda. Rasa kalah secara umum akan memberi perasaan terpuruk, hancur dan sedih, sedangkan rasa kemenangan akan memberi perasaan menyenangkan. Keduanya adalah biasa! Sebagai bagian dari proses pematangan mental juara.

Selain spirit “benci kalah”, layaknya bangsa Jepang lainnya Rikako Ikee juga ditempa oleh prinsip-prinsip tradisional Jepang yang terkenal mumpuni untuk menjadi katalisator pembentuk “ mental petarung” yang handal, yaitu
Data resmi raihan medali Si Cantik Rikako Ikee  (Foto : INASGOC)

Bushido adalah semangat loyalitas dan totalitas yang diadopsi dari prinsip hidup samurai yang mengabdi secara penuh kepada kaisar. 
Makoto bisa dimaknai dengan bekerja keras, jujur dan tulus. 
Ganbatte Kudasai, mempunyai kesamaan makna dengan Waja Sampai Kaputing, secara harfiah bisa dimaknai dengan jangan menyerah sampai titik darah penghabisan.
Keishan bisa dimaknai sebagai kreatif, inovatif, dan produktif.  
Kaizen bisa dimaknai sebagai upaya perbaikan secara kontinyu

Sebagai perenang “Asia” dengan postur yang relatif kecil, Rikako Ikee tentu sadar dengan “takdir” ini. Tidak ada jalan lain untuk bisa bersaing di level dunia, selain memberikan totalitas waktunya secara cerdas untuk berlatih dengan kreatif dan efektif  demi output produktif yang terukur.
Si Cantik Rikako Ikee  (Foto : IG Rikako Ikee)

Pembuktian awal Rikako Ikee adalah ketika menjuarai sekaligus menciptakan rekor baru untuk nomor kupu-kupu 50 dan 100 meter di Kejuaraan Dunia junior FINA 2015 di Singapura, saat usianya menginjak 15 tahun. Selanjutnya kemenangan demi kemenangan seperti bersahabat dengan gadis cantik yang kini baru menginjak usia 18 tahun ini.

Terakhir, dengan bermodalkan semangat kaizen, Rikako Ikee benar-benar berhasil menjadikan Asian Games 2018, Jakarta-Palembang menjadi panggung untuknya!  Raihan fantastis 6 medali emas dan 2 medali perak menjadikannya OCA Most Valuable Player Asian Games 2018. 

Rikako Ikee adalah realitas kita, masyarakat banua. Kalau Rikako Ikee bisa berprestasi, artinya kita semua juga bisa berprestasi seperti dia. Hebatnya lagi, kita didukung oleh alam yang sangat kondusif untuk melahirkan atlet-atlet olahraga air, termasuk renang! Apalagi yang ditunggu!? Yuk Kalsel bergerak!