Kamis, 29 Februari 2024

Taste Atlas Rilis 100 Makanan Terburuk di Dunia, Ada Juga Lho dari Indonesia!

A Ping alias Laba-laba Goreng dari Cambodia | tasteatlas.com

Taste Atlas situs pengulas kuliner internasional yang dulu pernah menempatkan dua kuliner khas  Indonesia, sate dan rendang daging sebagai kuliner paling enak di dunia, kembali merilis masing-masing daftar 100 kuliner terbaik dan 100 kuliner terburuk di dunia di akhir tahun 2023.

Sayangnya di edisi terbaru ini, taste atlas tidak menempatkan satupun kuliner Nusantara dalam daftar 100 kuliner terbaik dunia. 

Tapi sebaliknya, dalam rilis terbaru daftar 100 kuliner terburuk di dunia, ada kuliner Nusantara bertengger dalam daftar, menemani beberapa kuliner khas dari Asia Tenggara lainnya. Apa saja itu?


Untuk urutan sepuluh besar terburuk alias urutan 1 sampai 10, masing-masing ditempati Hakarl-Islandia, Ramen Burger-(New York) USA, Yerushalmi Kugel-Yerusalem, Kalvsylta-Swedia dan Sklandrausis-(Courland) dari Latvia di peringkat 5.

Selanjutnya ada Chapalele dari Pulau Chiloe, Chili di urutan ke-6, dilanjut Calksrove-(Skelleftea) Swedia, Bocadillo de carnede caballo-(Valencia) Spanyol, Marmite and Chip Sandwich-New Zealand dan terakhir di urutan 10 ada Ryynimakkara-Finlandia

Arroz Al Fon dari Valencia, Spanyol | tasteatlas.com

Selain Ramen Burger dan chip sandwich, nama-nama makanan yang sebagian besar berasal dari kawasan nordic ini memang relatif asing di telinga masyarakat Nusantara.

Begitu juga sebagian besar dari daftar 100 makanan Terburuk di dunia versi Taste Atlas ini, seperti Lutefisk dari Norwegia, Pani Ca Meusa dari Palermo Italia atau mungkin Czernina dari Polandia. Ayo, ada yang pernah coba memakannya atau mungkin sekedar mendengarnya!?

Baca Juga Yuk! Empal Gentong Dengkil, Olahan Kikil Bercitarasa Gokil dari Cirebon

Khusus untuk kuliner dari Asia Tenggara, kita bisa temukan di urutan 14 ada A-Ping alias laba-laba goreng dari Skuon, Cambodia dilanjut dengan Nasi Goreng Kambing khas Malaysia di posisi ke 48.

Masuknya salah satu varian nasi goreng, yaitu nasi goreng kambing yang diberi embel-embel "khas Malaysia" sebenarnya lumayan mengejutkan. 

Selain karena nasi goreng pernah juga masuk daftar 20 hidangan nasi terlezat di dunia oleh CNN di awal 2023 silam, kuliner nasi goreng juga sudah sejak lama dikenal sebagai kuliner dari Indonesia.

Memang sih, nasi goreng kambing ala Malaysia ini dalam list-nya diberi keterangan, populer juga di Indonesia dan Singapura.

Lutefisk Kuliner dari Norwegia.

Selanjutnya ada Balut di urutan  ke 52. Kuliner dari Filipina berupa Rebusan telur bebek yang telah dibuahi dan diinkubasi ini menyajikan sensasi menikmati embrio dalam telur yang dikonsumsi langsung dari cangkangnya. Ada yang Mau!?

Diurutan ke 72 kita dikejutkan oleh munculnya kuliner nusantara , yaitu Nasi Tim Ayam, menemani Lawar dari Bali yang bertengger di urutan ke 92. 

Seperti kita pahami bersama, nasi tim ayam yang juga bisa disebut sebagai salah satu masakan tradisional Indonesia, mempunyai varian cukup banyak di tiap daerah, termasuk peruntukannya yang beragam dan spesifik, seperti untuk MP ASI, asupan orang sakit dan lain-lainnya.  Tentu agak membingungkan kalau makanan bergizi dengan citarasa lezat begitu, dilabeli sebagai makanan Terburuk!?

Sayangnya lagi, pihak taste atlas tidak memberi penjelasan secara detail terkait alasan pemilihan 100 kuliner terburuk dari berbagai negara tersebut.

Mungkin begitu juga yang dirasakan oleh penikmat Banh Dau xanh dari Hai Duong, Vietnam yang duduk manis diurutan ke-83,  Kinalas dari Bicol,Philipina yang di urutan ke-89 dan juga  Inipit dari Bulacan, Philipina yang bertengger di urutan 94.

Semoga Bermanfaat! 

Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!


Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN






 

Icip-icip Sedapnya Oseng Parutan Iwak Haruan

Oseng Parutan Iwak Haruan | @kaekaha

Bumi Kalimantan Selatan yang secara geografis, sebenarnya terletak di bagian tenggara Pulau Kalimantan, bukan benar-benar di bagian Selatan pulau, mempunyai bentang alam berupa perairan darat yang sangat luas.

Bahkan di beberapa kota dan kabupaten, banyak diantaranya yang wilayahnya di dominasi oleh perairan darat berupa rawa dalam yang biasa disebut sebagai danau, rawa lebak dan juga sungai dengan berbagai ukuran lebar. Salah satunya adalah Kota Banjarmasin.

Tahukah anda kenapa mantan ibu kota Propinsi Kalimantan Selatan ini dijuluki "Kota 1000 Sungai"?

Kota Banjarmasin dijuluki dengan kota 1000 sungai, karena banyaknya daerah aliran sungai (DAS) dan juga rawa-rawa yang membentang di atas daratan kota. Ini terjadi karena rata-rata ketinggian daratan kota Banjarmasin yang lebih rendah sekitar 16 cm dari permukaan air laut.

Nah, ini definisi ngeri-ngeri sedap yang sebenarnya. Hidup di daratan tapi di bawah permukaan air!?

Bentang alam yang didominasi oleh perairan darat sudah pasti akan mempengaruhi struktur sosial seni dan budaya masyarakat kota Banjarmasin.

Baca Juga Yuk! Kisah Serendipiti di Balik Kelezatan Sepiring Tahu Campur 

Salah satunya yang paling mudah kita lihat adalah eksistensi budaya sungai atau budaya perairan darat yang begitu kental dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Orisinalitas budaya sungai di Kota Banjarmasin, salah satunya bisa kita temukan dari beragam olahan kuliner khas masyarakatnya yang sebagian besar memang berbahan dasar dari hasil sungai atau rawa-rawa, terutama bermacam-macam ikan, unggas berhabitat di perairan dan beragam biota Sungai lainnya.

Karena itulah, ragam kuliner masyarakat Kota Banjarmasin banyak yang tergolong otentik alias relatif sulit ditemukan di luar daerah.

salah satu contohnya adalah olahan kuliner yang bagi sebagian orang dianggap ekstrim, tapi itu bagi yang tidak biasa atau setidaknya bagi yang belum mencoba ngicip-ngicip, lho ya! Tapi biasanya, setelah tahu rasanya nagih he...he...he... Apa itu?

Kita Urang Banjar biasa menyebutnya sebagai olahan paparutan atau parutan iwak, khususnya lagi parutan iwak haruan.

Paparutan atau parutan merupakan kosakata bahasa Banjar yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah perut, sedangkan iwak artinya ikan dan haruan itu sebutan Urang Banjar untuk ikan gabus.

Jadi yang dimaksud dengan olahan paparutan iwak haruan adalah olahan kuliner berbahan dasar isi perut ikan haruan yang biasanya berisi telur ikan dan semua elemen jeroan ikan gabus seperti hati, usus dan teman-temannya.

Biasanya memang hanya ikan haruan berukuran besar dan indukan saja yang mempunyai elemen jeroan dan telur yang dijadikan bahan baku utama kuliner khas Urang Banjar ini, karena kalau ikannya kecil atau kekecilan parutan dalamnya nggak terlihat.

Baca Juga Yuk! Taste Atlas Rilis 100 Makanan Terburuk di Dunia, Ada Juga Lho dari Indonesia!

Memang ada sebagian masyarakat yang juga memanfaatkan telur dan jeroan dari ikan patin dan atau ikan baung, tapi tetap saja sebagian besar Urang Banjar lebih menyukai paparutan iwak haruan yang teksturnya lebih enak dan sehat karena ikannya bukan ikan peliharaan tapi tangkapan dari alam yang berhabitat di rawa-rawa.

Karena itulah, kami Urang Banjar tetap tidak akan merekomendasikan untuk membuat kuliner paparutan iwak ini dengan selain paparutan iwak haruan.

Ada beberapa jenis olahan kuliner bercitarasa sedap yang bisa dibuat dari bahan parutan iwak haruan ini, diantaranya yang paling populer adalah pais atau pepes parutan iwak haruan dan oseng parutan iwak haruan.

Baca Juga Yuk! Soto Brakot Mas Aan, Sedapnya Sensasi Mbrakot Kaki Sapi Jumbo 

Seiring dengan akulturasi budaya di Kota Banjarmasin yang terus berlangsung, juga memunculkan beragam olahan kreasi kuliner baru berbahan dasar parutan iwak haruan ini, seperti sambal goreng parutan iwak haruan, oseng atau tumis parutan iwak haruan, botok atau garang asem parutan iwak haruan dan banyak lagi yang lainnya.

Kunci utama untuk membuat olahan kuliner berbahan dasar parutan iwak haruan adalah harus dari ikan yang masih segar dan harus bersih. Ini penting, agar parutan iwaknya tidak amis dan bisa tahan lebih lama.

Oseng Parutan Iwak Haruan | @kaekaha

Seiring dengan teknologi pengolahan pangan yang semakin maju dengan didukung perangkat elektronik seperti freezer yang bisa membuat bahan baku pangan bisa lebih awet dan tahan lama, sekarang kita juga bisa menyimpan parutan iwak ini sebagai "simpanan" untuk diolah kapan saja, ketika kita perlu dan menginginkannya.

Seperti yang sebelumnya saya tulis dalam artikel, Ikan Haruan Langka, Absen Dulu dari Menu di Warung-warung Banjar! dan Kisah Demam Harga, Anomali Sayur "Carter" Pesawat dan Ikan Haruan Seharga Daging Sapi, ikan haruan dalam waktu-waktu tertentu memang susah di dapat alias langka dan kalaupun ada harganya melambung tinggi, bahkan bisa lebih mahal dari daging sapi!

Lha kalau ikan haruannya saja langka apalagi parutannya!?

Baca Juga Yuk! Empal Gentong Dengkil, Olahan Kikil Bercitarasa Gokil dari Cirebon

Nah kalau sudah begini dengan bantuan teknologi kita bisa ngakali agar bisa tetap menikmati parutan iwak kapan saja! Bahkan ketika ikan berikut parutannya sangat langka sekalipun.

Ini cara menyimpan parutan iwak haruan biar tahan lama dan tetap fresh dalam freezer.

Pertama, bersihkan dengan benar semua bagian parutan yang ada isinya, seperti usus. Khusus untuk empedu harus dibuang agar parutan tidak terkontaminasi dengan rasa pahit. Setelah bersih cuci dan bilas parutan iwaknya sampai benar-benar bersih.

Kedua, lumuri parutan iwak haruan dengan air jeruk nipis, lemon atau apa saja untuk meminimalisir bau amis.

Ketiga, aduk dan remas secukupnya parutan iwak haruan dengan garam dan asam, untuk menambah citarasa sekaligus menetralisir bau amis.

Keempat, tambahkan sebatang serai yang sudah dimemarkan dalam wadah parutan iwak haruan dan diamkan sampai beberapa saat.

Kelima, tumis sebentar atau sepertiga matang parutan iwak haruan dengan sedikit minyak. Kalau perlu bisa juga ditambahkan bumbu rempah seperti kunyit bubuk atau yang lainnya sesuai selera.

Keenam, setelah didinginkan, kemas parutan iwak haruan dalam wadah yang tertutup rapat, baru tempatkan di freezer.

Nah, kalau punya parutan iwak haruan fresh dan ingin langsung dimasak, keluarga kami punya beberapa resep sedap. Salah satunya adalah oseng parutan iwak haruan. Mau coba? 

Oseng Parutan Iwak Haruan | @kaekaha

Bahan-bahannya mudah didapat dan cara membuatnya simple dan cepat banget kok! Ini resepnya ya...

Bahan:

200 gr parutan iwak haruan
6 siung bawang merah
4 siung bawang putih
1 buah cabe hijau
1 buah tomat
Secukupnya cabe rawit
Penyedap rasa
1 sdt garam
3 sdm minyak goreng

Cara membuat:

1. Iris tipis bawang putih dan bawang merah.
2. Potong-potong cabe hijau, cabe rawit dan tomat sesuai selera.
3. Tumis hingga harum bawang putih dan bawang merah, lalu masukkan parutan iwak.
4. Setelah semakin harum, tambahkan sedikit air agar parutan iwaknya masak dan tidak gosong.
5. Masukkan cabe hijau, cabe rawit dan tomat setelah parutan iwak masak.
6. Icip-icip citarasa dan koreksi bila belum sesuai selera. Kalau sudah sesuai selera, angkat dan siap dihidangkan.
7. Selamat mencoba!

***

Semoga Bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!


Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | @kaekaha













Selasa, 27 Februari 2024

Hati-hati, "Gods Eye" Hidden Camera Tercanggih di Dunia Mengintai Kita di Mana-Mana!

Hidden Camera | Kaspersky.com

Hidden camera, khususnya CCTV, awalnya populer dimanfaatkan untuk merekam semua kejadian di tempat-tempat penting yang berhubungan dengan masalah keamanan, seperti di kantor perbankan, ruang ATM atau di tempat-tempat strategis yang memang memerlukan pengawasan melekat selama 24 jam.

Tapi sekarang, pemanfaatan hidden camera semakin meluas. Mungkin karena harganya yang semakin terjangkau, jadi siapapun sekarang bisa membeli dan memasang hidden camera di mana saja yang diinginkan.

Baca Juga Yuk! Membiasakan Diri Bermental Kaya

Sekarang kita lazim saja menemukan hidden camera yang dipasang di tempat parkir, perempatan jalan, ruang toko, gudang, juga di rumah-rumah pribadi.

Bahkan sekarang, pemanfaatan hidden camera juga sudah merambah dunia hiburan, sampai menjadi program acara hiburan di banyak televisi.

Beragamnya video hasil rekaman dari hidden camera tentu saja banyak diantaranya yang bisa memberikan hiburan bagi keluarga, bahkan bisa jadi acara-acara tersebut menjadi acara favorit di keluarga.

Tapi sayangnya tidak semua hidden camera show Ini memberikan hiburan yang layak ditonton untuk semua anggota keluarga, terlebih anak-anak di bawah umur.

Untuk itulah tetap diperlukan perhatian dan juga pendampingan dari orang tua jika anak-anak menyaksikan hidden camera show, terlebih jika yang ditonton terkait dengan hal-hal mistis, horor dan tayangan menyangkut dengan eksploitasi emosional, seperti dikerjai secara berlebihan, hingga bisa membahayakan keselamatan.

Sayangnya, ada saja oknum-oknum pribadi tidak bertanggung jawab yang menyalahgunakan hidden camera untuk praktek-praktek ilegal demi kepentingan nafsu pribadinya, seperti memasangnya di fasilitas umum yang bersifat private, semisal kamar mandi atau wc umum, kamar hotel, ruang ganti pakaian dan lain-lainnya.

Karena itulah, kita wajib waspada dan berhati-hati di manapun berada, apalagi ditempat-tempat baru yang relatif masing asing.

Dimanapun kita memang wajib mawas diri, wajib menjaga diri kita sendiri dari kecerobohan, keteledoran dan kesembronoan kita sendiri yang mungkin kadang-kadang tidak terkontrol, hingga bisa saja berakibat sangat fatal.

Terlebih lagi, kabar terkini teknologi hidden camera termutakhir, sekarang ini sudah teramat canggih! Salah satunya bisa mengikuti kita kemana-mana selama 24 jam!

Sudah pada tahu kan, kabar kehadiran hidden camera  alias CCTV dengan teknologi super duper canggih yang tidak hanya bisa mengikuti kita 24 jam saja, tapi juga bisa nempel hingga lengket pada diri kita!?

Itu lho, Rakib, Atid, juga kulit, tangan, kaki, mata, mulut, telinga dan semua bagian tubuh kita yang sejatinya adalah hidden camera yang sesungguhnya!?

Bukankah kelak, suatu saat nanti, hidden camera super canggih ciptaan Sang Maha Pencipta itu juga akan memutarkan kembali untuk kita semua, apa yang pernah dilihat, didengar dan dirasakannya masing-masing!?

Karena itulah, memang sudah selayaknya kita selalu berhati-hati dimanapun berada! Tidak ada kata terlambat untuk itu, agar kelak CCTV tercanggih ciptaan Nya hanya akan merekam dan mempertontonkannya legi kepada kita, kisah yang memang layak untuk kita tonton!

Semoga bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN




 

Ramania, Buah Hutan yang Rasa Asamnya Menyegarkan!

Buah Ramania Segar dari Hulu Sungai ` | @kaekaha

Pernah dengar nama buah Ramania?

Kalau anda orang Jakarta atau setidaknya pernah ke Jakarta, tentu tidak asing dengan nama Gandaria (Bouea Macrophylla Griff), bukan!?

Nah, nama buah Ramania ini merupakan nama lokal Kalimantan Selatan untuk buah Gandaria yang diabadikan menjadi nama kelurahan di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tersebut.

Eh sudah pernah nyicip segarnya buah Ramania belum?

Urang Banjar di Kalimantan Selatan sudah pasti sangat familiar dengan buah segar dari hutan yang sekarang sudah mulai langka ini.

Dalam budaya kuliner Urang Banjar, buah musiman yang semua bagiannya  kaya antioksidan ini bisa dimanfaatkan baik saat masih muda maupun setelah masak. Hanya saja, peruntukannya memang berbeda.

Buah Ramania Segar  | @kaekaha

Buah ramania muda yang berasa asam, umumnya berwarna kehijau-hijauan dan biasanya sering manfaatkan oleh Urang Banjar untuk mamancok alias membuat  rujak buah khas Banjar atau bisa juga dimanfaatkan sebagai kondimen tambahan sambal terasi, pengganti jeruk.

Sedangkan buah Ramania yang matang warna kulit buahnya kuning terang dan agak mengkilat.

Baca Juga Yuk! Icip-icip Sedapnya Oseng Parutan Iwak Haruan

Saking terang dan mengkilatnya konon waktu pohon buah ini masih banyak tumbuh di pinggiran Kota 1000 Sungai beberapa dekade silam dan sedang berbuah lebat, dari kejauhan mirip lampu-lampu bercahaya saat diterpa sinar mentari.

Buah Ramania matang ini mempunyai rasa manis-kecut dengan komposisi yang sangat berimbang. Jadi, mau dibilang manis tapi ada rasa kecutnya, tapi kalau dibilang kecut tapi ada rasa manis yang nyata.

Biji Buah Ramania | @kaekaha

He...he...he...nggak usah bingung! Pastinya buah ramania ini rasanya seger banget! Mau dimakan langsung bisa, mau dibuat jus juga bisa!  Ayooooo munelan ludah ya!?

Kalau Urang Banjar, buah Ramania yang ukuran maksimalnya sama dengan buah duku ini juga biasa diolah menjadi manisan buah yang pastinya segar banget rasanya, apalagi di nikmati siang hari bolong pas terik-teriknya sinar matahari.

Baca Juga Yuk! Kisah Serendipiti di Balik Kelezatan Sepiring Tahu Campur

Di Kalimantan Selatan sebenarnya sudah sejak lama buah Ramania ini di domestikasi menjadi pohon buah rumahan, tapi karena terdesak oleh pemukiman dan kebutuhan akan ruang yang semakin besar di perkotaan, pohon buah ramania akhirnya terkena seleksi alam, hanya menyisakan yang di pedalaman saja.

Sejauh ini, di Kalimantan Selatan diketahui terdapat 4 spesies buah Ramania, yaitu Ramania hintalu, Ramania pipit, ramania harang dan ramania tembaga, meskipun di pasaran buah, Urang hanya mengenal Ramania hintalu yang memiliki rasa lebih asam dan Ramania pipit dengan rasa manis dan daging buahnya lebih gelap saja.

Sayangnya di seputaran Kota 1000 Sungai, Kota Banjarmasin nan Bungas, saat ini sudah tidak ada lagi terlihat pohon Ramania tumbuh. Konon, batang kayunya yang bernilai rupiah untuk bahan bangunan, sepertinya lebih menarik daripada buah segar yang kaya manfaat.

Sekarang, buah musiman yang konstruksi buahnya identik dengan buah mangga ini masuk ke pasar-pasar tradisional di Kota Banjarmasin dan sekitarnya dari kawasan pedalaman di Kab. Banjar hingga kawasan Hulu Sungai di bagian Utara Kalimantan Selatan.

Mau nyoba segernya buah Ramania? Yuk main ke Kalimantan Selatan!

Semoga bermanfaat! 

Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN




 

Sabtu, 24 Februari 2024

Bersyukur untuk Kesempatan "Hidup Kedua"

Naik Bus l @kaekaha

Apa yang anda lakukan jika selamat dari sebuah kecelakaan maut selayaknya diberi kesempatan untuk hidup yang kedua kali!?

Siang itu di akhir tahun 80-an, saya, adik, bapak dan ibu, diantar teman sekantor bapak  ke terminal bus di kota kami di kaki Gunung Lawu seusai waktu shalat Ashar.

Kami berempat, rencananya mau pulang kampung ke kampungnya bapak, Mojokerto dan Malang dengan naik bis Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP). Kebetulan Paklik Joko, adiknya bapak cer, alias adik yang urutan lahirnya pas dibawah bapak yang sejak masih Bintara sampai perwira pertama terus bertugas di Timor-Timur, sedang pulang kampung.

Yaaaaah! Bapak ingin sekali melepas rindu dengan adik yang tidak hanya umurnya saja paling dekat dengan beliau, hanya dua tahun lebih muda saja, tapi juga secara emosi Pak Lik Joko yang sejak kecil memang selalu runtang-runtung berdua dengan bapak, juga yang paling plek alias sehati.

Baca Juga Yuk! Hati-hati, "God Eyes" Hidden Camera Tercanggih di Dunia Mengintai Kita di Mana-Mana!

Mungkin karena bukan akhir pekan, seingatku terminal bus siang menjelang sore saat itu terasa lengang saja. Jadi tanpa perlu berebut dengan penumpang lainnya, saat itu kami langsung dapat kursi tempat yang sayangnya saya lupa nama armada bisnya. Seingat saya, bis itu kata bapak merupakan raja jalanan!

Uniknya, bapak dan ibu saya sejak dulu selalu mempunyai selera tempat duduk yang berbeda jika naik bus jarak jauh. 

Jika bapak yang biasa kemana-mana nyetir sendiri, lebih bisa menikmati perjalanan naik bis umum jika duduk di belakang, kalau duduk di depan nggak bisa istirahat , serasa ikut nyetirnya sopir kata beliau.

Ibu beda lagi! Kalau naik angkutan umum, harus dapat tempat duduk didepan, karena selain tempat itu, ibu pasti mabuk.

Nah, karena itu juga akhirnya dalam keberangkatan kita saat itu duduk kami di dalam bis jadi terpisah, saya dengan bapak duduk di belakang, sedang ibu dengan adik laki-laki saya yang umurnya 1 tahun lebih muda dari saya duduk di kursi paling depan.

Baca Juga Yuk!  "Jenis Kelamin Pekerjaan", di Antara Ketulusan yang Sering Terabaikan

Tidak berapa lama setelah bus berjalan, hujan rintik-rintik mulai turun membasahi bumi dan secara perlahan menjadi semakin lebat setelah kami semakin menjauh dari terminal.

Dalam perjalanan itu bapak banyak mengobrol dengan ibu-ibu setengah baya yang disapa bapak dengan ibu taci yang duduknya berseberangan dengan tempat duduk bapak, terpisah lorong tengah bus.

Ibu-ibu  etnis Tionghoa itu terlihat sekali suka dengan anak-anak dan kebetulan melihat saya, katanya mirip sekali dengan cucunya yang tinggal di luar daerah. 

Ibu taci tadi memberi saya permen, kue dan makan-makanan kecil lainnya, bahkan beliau juga menawarkan diri untuk memangku saya, kalau bapak mau istirahat.

Tentu saja, saya yang saat itu baru berumur 3 atau 4 tahunan seneng banget. Benar saja, akhirnya saya dipangku ibu taci, entah saya tertidur dalam pangkuan ibu taci atau bagaimana yang jelas setelahnya, saya benar-benar tidak ingat apa-apa lagi.

Saya baru tersadar ketika saya merasa berada di dalam air pekat berwarna merah kecoklatan. Seseorang dengan muka penuh luka dan berdarah-darah membawa saya berenang menuju ke tepian yang menurut saya saat itu adalah sungai yang sangat besar.

Baca Juga Yuk! Membiasakan Diri Bermental Kaya

Di tepian sungai, saya diserahkan kepada seseorang yang penampakannya juga tidak kalah mengerikan. Selain sekujur badan dan pakaiannya penuh darah, sepertinya orang yang menerima saya ini, kakinya patah karena untuk menerima saya dia tidak bersiap-siap dengan berdiri, tapi ngesot.

Setelah menyerahkan saya kepada Om yang ngesot di tepi sungai, orang yang menyelamatkan saya kembali berenang menuju ke tengah sungai tempat badan bus tenggelam sampai tak terlihat bodinya yang seingat saya lumayan jauh juga dari tepian.

Selain sampai sekarang saya tidak pernah tahu siapa orang yang menyelamatkan saya saat itu, saya juga tidak tahu nasib orang itu selanjutnya.

Selain saat itu saya juga nggak paham apa yang sebenarnya terjadi, seingat saya waktu itu saya dan beberapa orang di pinggir sungai itu diselamatkan oleh warga sekitar yang melintas.

Seingat saya, waktu itu kita berempat atau berlima diantar ke Puskesmas terdekat untuk mendapatkan perawatan darurat dengan menggunakan mobil pick up bak terbuka yang kebetulan lewat.

Saya ingat betul, di bak belakang mobil pick up itu, tiga atau empat korban lainnya yang semuanya ada luka patah tulang dan luka robek di  tubuhnya adalah orang-orang dewasa, hanya saya yang anak-anak. 

Sedihnya saat itu, saya tidak melihat kedua orang tua saya maupun adik saya di antara korban-korban yang saya lihat.

Sesampainya di puskesmas saya diperiksa dokter sebentar terus dibawa keluar lagi sama perawat untuk diajak duduk-duduk di beranda, karena saya hanya mengalami luka kecil di bagian punggungan telapak kaki kiri saya. Sedangkan di dalam ruangan sudah berjubel para korban selamat dan petugas medis.

Waktu duduk di beranda Puskesmas itulah saya melihat banyak sekali korban yang meninggal, selain korban yang kehilangan kaki, tangan dan banyak lagi yang lainnya. Ngeri dan sepertinya nggak layak untuk saya diskripsikan secara detail di sini.

Baca Juga Yuk! Mulakan dengan Bismillah

Dari beranda Puskesmas itu saya mendengar dengan jelas rintihan kesakitan, teriakan  histeris dan juga untaian kalimat kesedihan yang menyayat hati.

Mungkin karena suasana beranda nggak kondusif, saya di ajak bapak-bapak berseragam Pemda entah beliau siapa, ke warung tenda di samping atau belakang Puskesmas. Beliau memesankan saya Soto atau Rawon dan teh hangat, seingat saya beliau sendiri yang menyuapi saya saat itu.

Waktu di suapi itulah saya melihat korban yang sepertinya bapak saya dari pakaiannya, sedang digendong oleh warga. Benar juga, ternyata bapak yang sedang tidak sadarkan diri saat itu mengalami patah kaki kanan, tangan kanan dan dahinya robek entah terkena apa.

Sampai saat itu, saya belum mengetahui nasib ibu dan adik saya yang duduk di bagian depan.

Menurut bapak, beberapa tahun berikutnya setelah beliau sehat dan sudah merasa lepas trauma. Kecelakaan bis yang kita alami ternyata kecelakaan bus selayaknya adu kebo! Saling melaju kencang dan saling berhadap-hadapan yang kebetulan diatas sungai. Konon, kabar dari berita di koran, kedua sopir bus meninggal di tempat.

Entah bagaimana ibu dan adik yang duduk di depan bisa selamat. Sampai hari ini, itu masih misteri bagi kami. Memang, ibu dan adik sama-sama mengalami patah kaki, patah tangan dan juga luka di beberapa bagian badannya yang lumayan serius, kurang lebih seperti bapak.

Baca Juga Yuk! Tembang Ancung-Ancung dan Episode Heroik "Bapakku Arena Bermainku!"

Menurut ibu, beliau juga tidak ingat apa-apa waktu kejadian kecelakaan itu, entah Ibu tertidur entah bagaimana? Ibu tersadar ketika sudah berada di dalam perawatan medis di rumah sakit yang sama dengan tempat adik saya dirawat.

Kisah paling sedih adalah ketika bapak menceritakan, bagaimana beliau selamat dalam kecelakaan mengerikan itu. Sepertinya bapak ketiduran juga dan  tersadar ketika sudah berada dalam air.

Bedanya, saya tersadar ketika sudah dibawa berenang "malaikat", maka bapak tersadar ketika masih terkurung dalam badan bus yang tenggelam.

Spontan, beliau mencari saya dalam pekatnya air yang tercampur bensin, oli dan darah, tapi beliau hanya menemukan ibu taci dan beberapa penumpang lain yang terjebak di dalam bus dan menurut beliau sepertinya sudah meninggal.

Bapak yang patah kaki dan tangan bisa selamat setelah menemukan jendela kaca yang pecah dan dipaksa cukup untuk beliau keluar dari badan bus di kedalaman sungai.

Karena kecelakaan itu, bapak, ibu dan adik semuanya dirawat di rumah sakit untuk beberapa lama. Akhirnya justeru Paklik Joko yang mengunjungi kami ke rumah sakit dan sekali ke rumah, sebelum akhirnya kembali ke Timor-Timur lagi.

Alhamdulillah, kami sekeluarga akhirnya memang selamat dari kecelakaan bus mengerikan tersebut dan diberi kesempatan hidup kedua oleh Allah SWT.

Meskipun sampai sekarang, saya masih aquaphobia. Masih sering trauma jika bertemu air yang dalam. Tapi saya sangat bersyukur untuk kesempatan hidup kedua yang diberikan Allah SWT. Nikmat Tuhanmu yang mana yang akan kau dustakan!

Semoga bermanfaat!

Salam matan kota 1000 sungai, Banjarmasin nan bungas!

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN





 

Stigma "Rumah Setan" dalam Persinggungan Societeit de Kapel dengan Peradaban Urang Banjar di Masa Lalu

Gedung Societeit de Kapel Tahun 1920. Foto-Geheugen van Nederland & KITLV

Islam dan Banjar

Sejak berdirinya Kerajaan (Islam) Banjar di abad 16, selain diakui sebagai agama resmi kerajaan, Islam telah menjadi identitas komunal dan kultural Urang Banjar. 

Bahkan, karena saking kuatnya kelindan diantara keduanya, kelak muncul semacam adagium Islam itu Banjar dan Banjar itu Islam, karena dalam perjalanannya beragam tradisi dan budaya yang dibawa Islam akhirnya begitu kuat nge-mix dengan tradisi dan budaya Banjar, sampai-sampai kelindan diantara keduanya begitu sulit untuk dibedakan mana budaya Islam dan mana budaya Banjar.

Karenanya, tidak heran jika Urang Banjar sejak dulu selalu reaktif jika harus berhadapan dengan segala hal yang bertentangan dengan agama, dalam konteks ini tentunya dengan hukum syariat dalam Islam.

Terbukti, sejak penjajahan Belanda yang sebagaimana lazimnya para penjajah Eropa lainnya yang selalu membawa misi 3G yaitu gold, glory dan gospel akhirnya sampai juga ke Banua Banjar, bermaksud menaklukkan hegemoni Urang Banjar di kampung halamannya sendiri melalui berbagai cara licik, termasuk dengan mengadu domba para "Pagustian" alias keluarga kerajaan di dalam keraton untuk menggembosi kekuatan dan kedaulatan Kerajaan Banjar dari dalam, maka Urang Banjar tidak memilih opsi lain, selain langsung mengangkat senjata untuk melawannya!

Sekali lagi kerennya! Perlawanan yang termasuk nekad ini bukan sekedar soal harga diri yang diinjak-injak kaum penjajah semata ya! Tapi juga bentuk kepatuhan pada tuntunan dalam Islam yang menyebut perlawanan kepada para penjajah dengan misi 3G-nya adalah sebuah jalan jihad fisabilillah yang semua umat Islam pasti paham dengan "keutamaannya!"

Baca Juga :  Ternyata, Kepala Demang Lehman Masih Ditawan Belanda Sampai Saat Ini

Inilah cara Urang Banjar dan saya yakini juga semua pejuang di seluruh pelosok Nusantara dalam "memaknai" apa dan siapa saja yang terdefinisikan sebagai penjajah, hingga pahlawan-pahlawan seperti Demang Lehman pun lebih memilih dihukum gantung dan bahkan kepalanya yang dipenggal sampai sekarang masih menjadi koleksi museum di Belanda daripada menyerah kepada penjajah. Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing.

De Javasche Bank Banjarmasin | FB Skyscrapercity Banjarmasin

Bangunan Belanda di Banjarmasin

Jejak-jejak kolonialisme di Bumi Kalimantan, khususnya dalam bentuk bangunan-bangunan tua di Kalimantan Selatan dan lebih spesifik lagi di "Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!", memang tidak begitu tampak seperti layaknya kota-kota lain di Indonesia.

Meskipun pada masanya, ada tercatat banyak sekali gedung megah yang dibangun pemerintahan kolonial Belanda di Kalimantan Selatan, termasuk di Kota Banjarmasin. Sebut saja De Javasche Bank, Escompto Bank (Nederlandsch Indische Escompto Maatschappij)  yang berdiri tahun 1857 dan mulai beroperasi di Banjarmasin sejak tahun 1927 dan tentunya Societiet de Kapel yang kesemuanya dibangun di ruas jalan Resident de Haan Weg  atau sekarang lebih dikenal sebagai jalan Lambung Mangkurat, kawasan premium di jantung Kota Banjarmasin.

Bahkan saat itu, sebenarnya Escompto Bank bukanlah single fighter di Banjarmasin, karena ada tiga lagi bank besar yang juga beroperasi di Banjarmasin, yaitu Nederlandsch Indische Handelsbank NV, Nederlandsche Handel Maatschappij NV, dan Batavia Bank NV. Sayangnya, bangunan-bangunan megah yang konon mempunyai perpaduan estetika luar biasa cantik yang sebagian besar desainnya dirancang oleh Biro Arsitek Ed. Cuypers en Hulswit ini sekarang sudah berganti dengan bangunan-bangunan baru.

Nederlandsch Indische Escompto Maatschappij | KITLV via radarbanjarmasin.com

Jika De Javasche Bank menjadi kantor Bank Indonesia Banjarmasin, Escompto Bank jadi gedung Bank Mandiri, maka Societiet de Kapel malah menjadi hutan kota.

Padahal menurut Ir. O.H. Norbruis yang lebih suka disapa Obbe, arsitek Belanda yang beberapa waktu lalu tengah mempersiapkan buku tentang peninggalan bangunan-bangunan Belanda di Indonesia, gedung-gedung atau bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda yang dibangun di Banjarmasin mempunyai kekhususan dan keunikan tersendiri.

Lahan basah berupa rawa-rawa yang mendominasi daratan Banjarmasin menjadikan desain arsitektur bangunan-bangunan tersebut berbeda dengan bangunan yang dibangun Belanda di kota-kota lain di Indonesia dan tidak menutup kemungkinan, adanya keterlibatan kearifan lokal khas Urang Banjar dalam bangunan yang bisa jadi berkonstruksi beton pertama di Banjarmasin tersebut.


Societiet de Kapel | redkal.com

Societiet de Kapel

Tapi diantara sekian banyak bangunan tua peninggalan kolonial Belanda di sepanjang "kawasan premium" Jl. Lambung Mangkurat, Banjarmasin, ternyata Societiet de Kapel juga menyimpan kisah unik terkait persinggungannya dengan peradaban masyarakat Banjar di era 1900-an. Naaaaaa, kira-kira apa ya yang terjadi!?

Pada 1898 pemerintah penjajahan Belanda mendirikan bangunan megah bergaya rumah tradisional Banjar yang kelak dikenal sebagai Societiet de Kapel. Sayang pada tahun 1920-an bangunan ini direnovasi dengan arsitektur bergaya Nieuwe Zakelijkheid yang saat itu sedang populer di Hindia Belanda.

Pembangunan gedung ini jelas tidak terlepas dari posisi strategis Banjarmasin sebagai kota besar yang semestinya menurut pemerintah penjajahan Belanda terbuka dengan kontak budaya asing. Ini kekeliruan pemerintah Belanda, mereka gagal memahami kultur sosial dan budaya masyarakat Banjar yang dikenal agamis.

Ini buktinya! Urang Banjar justeru mengenali gedung Societiet de Kapel ini sebagai "rumah setan". Meskipun gedung ini lekat dengan simbol modernitas ala Hindia Belanda saat itu, bahkan konon juga menjadi gedung yang paling indah di Kota Banjarmasin lho! 

Menurut penjelasan buku "Bandjarmasin Tempo Doeloe" yang ditulis Mansyur, sejarawan Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Banjarmasin, gedung ini merupakan tempat favorit anak muda Belanda, meneer (tuan) dan mevrouw (nyonya) besar bangsa Belanda, ekspatriat Eropa, kaum terpelajar dan golongan atas di seputaran Banjarmasin untuk berkumpul dan menghibur diri, seperti bermain biliar, berdansa, minum-minum, pertunjukan musik dan lain-lainnya.

Bagian Belakang Gedung Societeit de Kapel Tahun 1898 | KITLV & Universiteit Leiden via apahabar.com

Inilah alasan para ulama di Gemeente (Kotamadya) Banjarmasin pada era 1900-an sampai mengeluarkan fatwa Gedung Societiet de Kapel haram untuk didekati, karena sangat dekat dengan perbuatan maksiat yang sangat dilarang dalam Islam, hingga Urang Banjar sampai meyakininya sebagai tempat berkumpulnya setan dan menggelarinya sebagai rumah setan.

Tidak hanya itu! Dalam perkembangannya  Societiet de Kapel juga disinyalir menjadi tempat berkumpulnya paham rasis. Klub "dugem-nya" membuat peraturan rasis yang hanya membolehkan penggunaan bahasa Belanda dan juga melarang selain orang kulit putih untuk masuk. Masyarakat pribumi, selain petinggi negara yang memiliki pengaruh dan jabatan, hanya bisa ditempatkan sebagai pelayan.

Pasca Belanda angkat kaki dari Banjarmasin, pada masa pendudukan Jepang di era 1942-1945, gedung ini masih tetap difungsikan sebagai destinasi hiburan bagi tentara Jepang

Pasca kemerdekaan, tercatat gedung ini pernah dimanfaatkan untuk pelantikan anggota organisasi Dewan Banjar pada 3 Juli 1948, berikutnya gedung ini dijadikan Kantor Penerangan Korem 101/Antasari dan sebelum diruntuhkan untuk dijadikan hutan kota, terakhir Societiet de Kapel dijadikan kantor RRI (Radio Republik Indonesia) sebelum kelak mempunyai gedung sendiri di jalan Ahmad Yani.


Semoga Bermanfaat !

Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!


Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN



 

Jembatan Dewi, "Ophaal Brug" Pertama Peninggalan Belanda di Banjarmasin

jembatab Cone atau Jembatan Dewi zaman Hindia Belanda | KITLV via klikkalsel.com

Jika anda pernah bajajalanan alias jalan-jalan ke "Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!" dan sempat bakuliling kota, tentu anda akan menemukan banyak jembatan yang membentang di atas sungai-sungai yang membelah daratan kota.

Itulah sebabnya selain dikenal sebagai Kota 1000 Sungai, Banjarmasin juga layak disebut sebagai Kota Sejuta Jembatan. Lho kok sejuta!? Lhaah kan jumlah jembatan pasti lebih banyak dari jumlah sungainya! Betul!? He...he...he...

Diatas bentang Sungai Martapura (dulu juga dikenal sebagai Sungai Banjar Kecil) saja, salah satu dari dua sungai besar yang membelah Kota Banjarmasin, berdiri megah beberapa jembatan ikonik kota yang masing-masing mempunyai ciri khas desain dan tentunya sejarah panjang yang berbeda-beda.

Baca Juga :  Kanal-kanal Belanda di Antara "1000 Sungai" Julukan Kota Banjarmasin 

Salah satu jembatan ikonik di Kota Banjarmasin yang diyakini sebagai yang tertua di kota 1000 Sungai adalah Jembatan Dewi. Jembatan yang menghubungkan Pulau Tatas dengan kawasan Hulu Sungai, sekarang jalan Hasanuddin HM dengan jalan A. Yani ini diresmikan tahun 1914 di era pemerintahan residen CA Kroesen.

Pada 1935, jembatan yang lebih dikenal masyarakat saat itu dengan nama jembatan panjang atau jembatan Ulin, mungkin karena konstruksi jembatan ini memang dibuat dari kayu besi, direnovasi agar bisa dilewati kapal-kapal dengan ukuran yang lebih besar.

Awalnya, jembatan sepanjang hampir 100 meteran ini diberi nama Jembatan Coen yang diambil dari nama pemimpin Belanda, Jan Pieterzoon Coen.

Uniknya, bagian tengah Jembatan Coen ini didesain layaknya palang pintu portal yang bisa dibuka-tutup kapan saja, mengakomodir peran sungai Martapura saat itu yang memang menjadi jalur transportasi penting kawasan yang ditandai dengan lalu-lalangnya kapal-kapal berbagai ukuran di sepanjang alur sungai.

Jembatan "Ophaal Brug" terbuka di kanal  Bandjermasin Zuid-Borneo, antara tahun 1944-1955 | Tropen museum.


Karena bentuk dan fungsinya tersebut, secara resmi pemerintahan pendudukan Belanda menyebut Jembatan Coen sebagai Ophaal Brug atau jembatan ringkap menurut versi penyebutan masyarakat sekitar.

Di tahun 1942, sebelum meninggalkan Banjarmasin, atas perintah Bauke Jan Haga, Gubernur Borneo saat itu, Jembatan Coen atau jembatan Ulin ini diledakkan oleh pasukan Algemene Vemielings (AVC), militer Belanda, agar tidak bisa digunakan oleh siapapun, terutama Jepang yang segera datang untuk menjajah dan menguasai nusantara.

Baca Juga : Stigma "Rumah Setan" dalam Persinggungan Societeit de Kapel dengan Peradaban Urang Banjar di Masa Lalu

Agustus 1942 setelah pasukan Jepang datang dan menduduki Banjarmasin, jembatan Coen yang menjadi infrastruktur penting bagi mobilisasi pasukan pendudukan, diperbaiki oleh pasukan Jepang dan setelah selesai diberi nama baru menjadi Jembatan Yamato Bashi.

Ada sedikit perubahan pada spesifikasi Jembatan Yamato Bashi bila dibandingkan dengan Jembatan Coen, yaitu penambahan pada lebar jembatan dari 7 meter menjadi 8,6 meter dan juga penambahan fasilitas trotoar selebar 2 meter untuk pejalan kaki.


Jembatan Dewi di atas Sungai Martapura | FB/M Syarif Rivani


2 tahun berikutnya atau di tahun 1947, setelah Jepang bertekuk lutut kepada sekutu dua tahun sebelumnya, pasca di bom atom oleh sekutu di Hiroshima dan Nagasaki, maka Belanda yang bermaksud kembali menguasai Indonesia dan juga Banjarmasin, memilih memperbaiki sekaligus mengembalikan nama Jembatan Yamato Bashi menjadi Jembatan Coen sampai akhirnya Belanda menyerahkan kedaulatannya kepada Indonesia di tahun 1949-1950.

Akhirnya, di tahun 1979 dibawah pemerintahan Presiden Soeharto Jembatan Coen direnovasi dan diresmikan dengan nama baru, Jembatan Ahmad Yani. Tapi uniknya di masyarakat Kota Banjarmasin sendiri nama ini kurang populer dan mereka lebih mengenalinya sebagai Jembatan Dewi, karena keberadaan gedung Bioskop bernama Dewi yang dibangun di dekatnya, yaitu di sisi Pulau Tatas atau sekarang di ujung jalan Hasanuddin HM.


Semoga Bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!


Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN



 

Kanal-kanal Belanda di Antara "1000 Sungai" Julukan Kota Banjarmasin

Aktifitas warga di Kanal/Sungai Kerokan, Jalan Jafri Zam-Zam, Kota Banjarmasin | @kaekaha

Julukan sebagai Kota 1000 Sungai sudah sejak lama melekat pada Kota Banjarmasin, kota perdagangan tua yang dibangun begitu strategis di dekat muara Sungai Barito, salah satu sungai yang kelak juga tercatat sebagai yang terbesar dan terpanjang di Indonesia.

Posisi geografis Kota Banjarmasin yang berada di dataran rendah, bahkan rata-rata ketinggian daratannya sekitar 16 cm dibawah permukaan air laut, menjadikan iklim kotanya panas dan permukaan daratannya didominasi oleh lahan basah, berupa sungai dan rawa. Inilah asal mula Banjarmasin dijuluki sebagai Kota 1000 Sungai.

Baca Juga :  Ritual Mudik Serasa Berpetualang di Jalur Tradisional dan Legendaris Hulu Sungai Barito

Posisi strategis Kota Banjarmasin sebagai "gerbang" Sungai Barito, otomatis menjadikannya sebagai pintu bagi mobilisasi manusia dan barang dari dan ke pedalaman Pulau Kalimantan via jalur Sungai yang sejak berabad-abad silam telah menjadi satu-satunya jalur transportasi untuk berbagai keperluan masyarakat.

Hingga pada perjalanannya, kelak Kota Banjarmasin bertumbuh menjadi bandar perdagangan besar di Pulau Kalimantan dan label ini tetap bertahan sampai detik ini. Karenanya, tidak heran jika sejak dulu Banjarmasin menjadi magnet bagi kedatangan bangsa-bangsa asing dan mereka tidak hanya tertarik untuk berdagang semata, tapi juga berusaha menancapkan praktik kolonialisme alias penjajahan.

Sungai Tatah Belayung di Pinggiran Kota Banjarmasin | @kaekaha

Belanda menjadi salah satu Bangsa asing yang mempunyai catatan sejarah pendudukan paling panjang di Banjarmasin dan Kalimantan secara umum, karenanya sampai saat ini masih ada jejak peninggalannya yang masih dimanfaatkan oleh masyarakat.

Khusus di seputaran Kota Banjarmasin, peninggalan kanal-kanal Belanda yang membaur dengan sistem teknologi kanal tradisional Banjar yang biasa dikenal dengan istilah anjir, antasan, handil, tatah dan saka hingga menjadi bagian dari "1000 Sungai" julukan Kota Banjarmasin, merupakan peninggalan pemerintahan kolonial Belanda yang paling aktual dan bermanfaat bagi Kota Banjarmasin dan masyarakatnya.

Baca Juga :  Stigma "Rumah Setan" dalam Persinggungan Societeit de Kapel dengan Peradaban Urang Banjar di Masa Lalu

Kanal-kanal yang dibangun pada 1770-1945 sebagai bagian dari konsep Kota Taman (Garden City) tersebut, merupakan karya arsitek kenamaan Belanda, Herman Thomas Karsten yang diberi tugas oleh pemerintahan kolonial Belanda untuk merancang Kota Banjarmasin yang rawan banjir menjadi kota yang indah dan bebas banjir.

Ada 10 kanal peninggalan proyek "garden city"-nya Karsten yang kesemuanya sampai saat ini masih bisa dilihat, yaitu Kanal Teluk Dalam (Sungai Soetoyo S), Kanal Pecinan (Sungai Veteran), Kanal Raden (Antasan Raden), Kanal A. Yani, Kanal Bondan (Antasan Bondan), Kanal Benteng Tatas (Sungai Tatas), Kanal Pangambangan (Sungai Pangambangan), Kanal Kerokan (Sungai Kerokan/Sungai Jafri Zam Zam), Kanal Awang (Sungai Awang) dan kanal Bilu-Kuripan (Sungai Bilu-Kuripan).


Papan Nama Sungai Veteran (Kanal Pecinan) | @kaekaha

Hanya saja kondisi terkini kanal-kanal peninggalan pemerintahan kolonial Belanda ini memang bervariasi dan  pastinya sudah sangat jauh berbeda dengan wujudnya di awal pembangunan.

Kanal Awang atau sekarang lebih dikenal Urang Banjar sebagai Sungai Awang menjadi satu-satunya kanal Belanda yang masih relatif seperti aslinya. Sungai sepanjang 2 km dengan lebar 63 meter yang membentang dari Kelurahan Sungai Miai dan Sungai Andai di Kecamatan Banjarmasin Utara dan bermuara ke Sungai Martapura ini masih dilewati kapal-kapal kayu lumayan besar dan juga sering menjadi tempat latihan olahraga air.

Baca Juga : Saatnya Mengembalikan Jakarta sebagai Kota Air Terindah

Kanal Bondan (Antasan Bondan), sungai sepanjang 715 meter dengan variasi lebar 5-37 meter  di kawasan Mantuil, Banjarmasin Selatan dan juga Kanal Besar (Sungai Kerokan/Sungai Jafri Zam-zam) di seberang Stadion 17 Mei sepanjang 682 meter ini menjadi kanal warisan Belanda berikutnya yang relatif masih bisa berfungsi cukup baik.

Di dua sungai ini, perahu kelotok bermesin tempel masih sangat leluasa berlalu-lalang, bahkan di Antasan Bondan sampan bermesin yang lebih besar dari perahu kelotok masih banyak beraktifitas disini.


Konsep sungai (kanal) diapit jalan yang akan diterapkan pada revitalisasi sungai  Veteran Banjarmasin | jejakrekam.com

Kanal Belanda selanjutnya yang relatif masih berfungsi baik adalah Kanal Raden (Antasan Raden). Sungai sepanjang 567 meter dan lebar sekitar 8 meteran di kawasan Teluk Tiram, Banjarmasin Barat ini kondisinya juga masih relatif baik, hanya saja rapatnya pemukiman warga yang menumpuk di bantaran sungai menjadikan pemandangan kurang sedap dan penyempitan ruas sungai.

Selanjutnya ada Kanal Pecinan atau lebih dikenal sebagai Sungai Veteran. Sungai sepanjang 1.219 meter dan memiliki variasi lebar 1-10 meter ini dalam 1 dekade terakhir terus direvitalisasi secara bertahap dan dalam jangka panjang diproyeksikan menjadi salah satu ikon wisata sungai di Banjarmasin. Mudahan proyeknya segera selesai.

Baca Juga :  Sisi Unik Pasar Terapung Banjarmasin yang Masih Jarang Diketahui Publik

Untuk kanal-kanal yang tersisa, seperti Kanal Teluk Dalam di Jalan Soetoyo S yang bermuara langsung ke Sungai Barito, Kanal Tatas yang mengelilingi setengah komplek Masjid Raya Sabilal Muhtadin dan bermuara di Sungai Martapura, Kanal A. Yani dan Kanal Bilu-Kuripan yang juga saling berhubungan, semuanya dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.

Arah pembangunan regional yang dulu lebih berorientasi "daratan" tanpa berusaha memahami kearifan alam dan budaya khas Banua Banjar, pada waktunya terbukti menjauhkan masyarakat pada sungai dan budaya sungainya. Terbukti, masyarakat Banjar sekarang banyak yang lebih memilih "memunggungi" sungai dan menjadikannya selayaknya "halaman belakang" saja.

Selanjutnya bisa diduga. Nasib sungai yang serasa "hidup segan mati tak mau", terlihat semakin menyedihkan, karena lebih sering terabaikan bahkan terlupakan, sampai-sampai ada juga yang memperlakukan selayaknya tempat pembuangan sampah. Duh...

Sungai Veteran (Kanal Pecinan) Sebelum di Revitalisasi | @kaekaha

Kanal A. Yani atau Sungai A Yani yang berada disisi kanan jalan Ahmad Yani (jalan paling terkenal di Kalimantan Selatan), jika anda menuju Kota Banjarmasin dari arah Kota Banjarbaru yang membentang dari km.6 atau batas kota ke arah dalam kota ini, variasi lebarnya berbeda-beda, salah satunya karena terkalahkan oleh pelebaran jalan. 

Bersyukurnya, "banjir kecil" yang sempat merendam sebagian Kota di awal tahun 2021 silam telah menyadarkan banyak fihak, sehingga semuanya juga tergerak untuk   sama-sama terlibat dalam proses  normalisasi Sungai Ahmad Yani yang sekarang baru separuh jalan.

Baca Juga :  Unik, Ternyata di Banjarmasin Tidak Ada Arah Mata Angin!

Kalau sempat lewat jalan Ahmad Yani, coba berhenti sebentar di  depan komplek perkantoran TVRI Kalimantan Selatan yang terlihat cukup cantik dengan tanaman teratai berwarna-warni, tapi mungkin penampakan seperti itu semakin sulit di dapat ketika bergerak ke arah kota yang  penampang sungainya semakin mengecil dan sempit, seperti di sekitar fly over km 4.

Memang, kanal A. Yani dan beberapa kanal lainnya di Kota Banjarmasin, termasuk kanal peninggalan Belanda banyak yang sudah tidak bisa lagi di fungsikan secara utuh selayaknya sungai-sungai di Banjarmasin bahari (jaman dulu;bahasa Banjar), seperti sebagai jalur transportasi, karena banyak hal, seperti banyaknya jembatan dari bangunan rumah toko dan gang-gang di sepanjang jalan seiring pembangunan kawasan, tapi setidaknya kalau sungai tetap dijaga dengan baik, jelas akan memberikan manfaat maksimal juga untuk lingkungan. 

Setidaknya, "banjir kecil" awal tahun 2021 di kawasan premium Kalimantan Selatan ini, tidak akan terulang lagi. Insha Allah.

Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!


Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN



 

Oranje Nassau, Situs Pertambangan Batubara Pertama di Nusantara

Benteng Oranje Nassau dan Batu Bata Tahan Api Penyusun Konstruksi Lantai | kbk news

Revolusi Industri dan Kolonisasi 

Perkembangan teknologi di era revolusi industri pada abad ke-18 yang dipicu oleh penemuan mesin uap oleh James Watt, terus melahirkan berbagai inovasi pemanfaatannya, mulai dari mesin pabrik, lokomotif, kapal uap dan lain-lainnya.  

Dari Britania Raya, pergerakan revolusi industri yang menyebar ke eropa barat, Amerika Utara, hingga Jepang dan akhirnya mendunia tersebut, ternyata memicu persaingan antar negara-negara Eropa guna mendapatkan sumber energi bahan bakar untuk operasional berbagai mesin hasil inovasi mereka

Baca Juga :  Jembatan Dewi, "Ophaal Brug" Pertama Peninggalan Belanda di Banjarmasin 

Persaingan inilah yang akhirnya memacu negara-negara imperialis Eropa untuk melakukan ekspedisi  besar-besaran  mencari daerah koloni alias tanah jajahan yang mempunyai sumber energi guna di  eksplorasi dan dieksploitasi.

Diawali penemuan sumber daya alam di India dan Malaysia oleh Inggris, Prancis langsung mengeksplorasi Vietnam. Tidak mau ketinggalan, Belanda akhirnya menyusul menancapkan misi kolonisasinya di Nusantara.


Kolonisasi dan Pertambangan

Dibawah komando geolog C.A.L.M Schwaner dan Letnan II van Kessel yang tergabung dalam De Natuurkundige Commissie (Komisi Ilmu Pengetahuan Alam), catatan ekspedisi Belanda di Nusantara pada rentang waktu 1843-1846 yang dirangkum dalam jurnal berjudul Borneo Beschuving Het Stroom Gebied Van Den Barito dan diterbitkan pada 1853 melaporkan tentang kekayaan alam berupa batu bara di kawasan Riam atau Batu api di sebagian kecil perbukitan Meratus yang sekarang kita kenal sebagai kawasan Pengaron di Kalimantan Selatan.

Baca Juga :  Kanal-kanal Belanda di Antara "1000 Sungai" Julukan Kota Banjarmasin

Penemuan tambang batubara di Pengaron ini akhirnya juga memacu penemuan-penemuan potensi batubara di beberapa daerah, seperti Ombilin-Sawahlunto di Sumatera Barat dan Tanjung Enim di Sumatera Selatan.

Keseriusan Belanda mengeksploitasi batu bara di Kalimantan Selatan ini  ditandai dengan keputusan Ratu Belanda, tertanggal 19 November 1846, untuk  memberikan anggaran sebesar f50.000 per tahun untuk operasional pertambangan. 

Oranje Nassau

Tanpa menunggu lama, setelah melakukan prosedur eksplorasi, akhirnya pada tanggal 28 September 1849, Jan Jacob Rochussen, Gubernur Hindia Belanda langsung datang ke Pengaron untuk meresmikan tambang batu bara pertama Hindia Belanda yang diberi nama Oranje Nassau.  Sebuah nama "keramat" yang diambil dari wangsa atau dinasti kehormatan kerajaan Belanda. 

Dari situs tambang Pengaron seluas 169,6 m ini, produksi batu baranya saat itu mencapai 10.000 ton/tahun dan terus meningkat sampai 14.794 ton/tahun di tahun 1854.

Sayangnya untuk mendapatkan "tambang" batubara di pengaron ini,  Belanda lebih dulu "mengadu domba" para pagustian atau  keluarga inti Kesultanan Banjar dengan suksesi, pasca berpulangnya Sultan Adam (1857). 

Belanda dengan "seenak perutnya"  menunjuk Sultan Tamjidillah yang hanya putra dari seorang selir, sebagai Sultan karena menyetujui "tambang Belanda" di wilayah kekuasaan Kesultanan Banjar dan konon mendapatkan 140 gulden setiap produksi 1 ton batu bara.

Peristiwa ini menjadi salah satu pemantik pecahnya perang Banjar yang meletus pada 1859 di bawah komando Pangeran Antasari yang kelak juga dikenal sebagai salah satu dari 4 pahlawan nasional dari Kalimantan Selatan.

Reruntuhan Benteng Oranje Nassau di Pengaron, Kalimantan Selatan | Kemdikbud

Benteng Oranje Nassau

Guna mendukung operasional tambang Oranje Nassau dari kemungkinan "gangguan" dari pihak-pihak dari Kesultanan yang berseberangan dalam suksesi yang pastinya didukung  Urang Banjar yang "marah", karena suksesi yang tidak sesuai adat plus eksploitasi kerja paksa di tambang Oranje Nassau yang dibayar sangat murah, tapi dengan hukuman pelanggaran yang tidak berperikemanusiaan.

Akhirnya pada 1848 Belanda membangun Benteng Oranje Nassau yang sebagian sisa-sisa peninggalannya masih bisa kita lihat di Desa Benteng, Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar, sekitar 50 km arah Timur Laut dari Kota Martapura.

Baca Juga : Stigma "Rumah Setan" dalam Persinggungan Societeit de Kapel dengan Peradaban Urang Banjar di Masa Lalu

Selain sebagian bangunan benteng, jejak-jejak Peninggalan situs pertambangan batubara Oranje Nassau di pengaron berupa fasilitas kegiatan penambangan, juga masih bisa dilihat sampai saat ini, seperti lorong-lorong, terowongan, sumur lubang batu bara, lantai batu bata dengan cap impor dari Inggris dan lain-lainnya.

Semoga Bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!


Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN



 

Jumat, 23 Februari 2024

Mamair, Teknik Legendaris Memancing Ikan Gabus ala Urang Banjar

Mamair, Mancing Ikan Gabus | YouTube/AIT FISHING

Persentuhan yang begitu lama antara Urang Banjar dengan alam dan lingkungannya yang lebih dari separuh merupakan kawasan perairan darat, telah membentuk sebuah karakter budaya perairan darat yang identik dan sarat dengan kekhasan yang unik dan spesifik ala bumi Banjar yang lebih di kenal luas sebagai budaya sungai.

Sistem budaya sungai dan tentunya juga rawa ala Urang Banjar ini sudah pasti mempunyai originalitas sebagai pembeda dengan budaya sejenis atau yang mirip-mirip di daerah lain.

Baca Juga Yuk! Ramania, Buah Hutan yang Rasa Asamnya Menyegarkan!

Jika dalam artikel "Icip-icip Sedapnya Oseng Parutan Iwak Haruan" di situ saya menunjukkan "originalitas" budaya sungai khas Urang Banjar yang relatif sulit ditemukan di daerah lain dari sisi budaya kuliner-nya, maka sekarang kita akan membedah bentuk-bentuk keoriginalitasan budaya sungai lainnya yang ada dalam tradisi keseharian Urang Banjar.

Salah satunya adalah cara dalam tradisi dan budaya mencari ikan ala Urang Banjar yang ternyata sangat banyak ragam dan jenisnya. Kerennya, masing-masing ternyata juga menyimpan keunikan dan kesahajaan kearifan lokalnya sendiri-sendiri.

Diantara sekian banyak cara Urang Banjar mencari ikan, maunjun alias memancing, merupakan cara tradisional menangkap ikan yang paling sering dipakai dan banyak ragam jenisnya.

Karena besarnya potensi perikanan, khususnya ikan gabus alias ikan haruan yang memang menjadi primadona dalam tradisi kuliner khas Urang Banjar.

Baca Juga Yuk! "Jenis Kelamin Pekerjaan", di Antara Ketulusan yang Sering Terabaikan

Mencari ikan di perairan darat ala Urang Banjar ini dalam perjalanannya tidak hanya sekedar menjadi hobi semata, tapi telah banyak yang menjadikannya sebagai profesi alias sumber penghasilan utama, bahkan sampai mengantarkan putra-putrinya ke jenjang pendidikan tinggi. Keren ga sih!?

Salah satunya yang unik dan legend adalah "mamair", yaitu teknik casting tradisional ala Urang Banjar khusus untuk memancing ikan Gabus yang berhabitat di rawa, pinggir sungai, persawahan atau tepian danau yang banyak ditumbuhi tanaman air.

Keunikan mamair yang paling mudah dilihat adalah joran alias tongkat berbahan bambu khusus dari hulu sungai yang dipakai untuk memancing yang ukurannya sangat panjang, antara 6 sampai 9 meter.

Kok pakai bambu? Bukannya banyak jorang pancing modern yang lebih ringan tapi kuat!?

Inilah uniknya mamair! Biasanya para pamair memang lebih suka menggunakan joran tradisional dari bambu daripada menggunakan joran pabrikan.

Bukan sekedar karena tidak biasa, tapi selain lebih dekat kepada alam, konon joran bambu jauh lebih hoki alias ngrejekeni dan tentunya jauh lebih kuat dan liat.

Ini diperlukan untuk menahan sentakan khas haruan yang sangat kuat, sesaat setelah terpancing. Sensasi inilah yang tiada obat yang selalu bikin kangen para pemair.

Diambil dari kata dasar pair yang berarti seret, dalam bahasa Banjar istilah mamair dimaknai sebagai menyeret.

Ini identik dengan teknik mamair yang memainkan umpan berupa anakan kodok dengan cara menyeretnya di permukaan air, seolah-olah sedang bergerak-gerak hingga menggoda ikan haruan yang sangat posesif terhadap teritorial dan juga keluarganya hingga tergerak untuk menyambarnya.

Baca Juga Yuk! Film Jendela Seribu Sungai, "Drama" Laskar Pelangi Versi Kota 1000 Sungai

Adanya upaya "menggoda" inilah yang menjadikan di beberapa tempat lain di Kalimantan Selatan, terutama di kawasan pegunungan menyebut teknik mamair ini sebagai mangacar, yang dalam bahasa Indonesia bisa dimaknai "menggoda dengan iming-iming".

Dengan joran yang super panjang, biasanya rumus paling umum untuk menentukan ukuran panjang tali senar atau di Banjar disebut sebagai kanur atau kenur adalah dengan menguranginya 1 meter atau bisa juga disesuaikan dengan ukuran nyamannya pemain, meskipun banyak juga pemair yang merasa lebih nyaman dengan kenur yang sepanjang joran bahkan lebih.


Umpan untuk mamair haruan secara tradisional, aslinya adalah anakan kodok. Tapi sekarang sudah banyak yang menggunakan umpan-umpan sintetis buatan pabrik yang secara fisik sangat mirip dengan anak kodok asli dan harganya jauh lebih murah.

Bagi para pemair berpengalaman, biasanya akan lebih memilih menggunakan mata kail buatan lokal dari pada buatan pabrik, selain dibuat oleh para pemancing sendiri yang paham betul dengan kebiasaan ikan haruan.

Oya, besar dan kecilnya mata kail yang dipakai akan sangat mempengaruhi target ikan yang akan di pair.

Sepertinya memang hanya keliatan joran-joran bambu super panjang khas pemair dari bumi Banjar yang bisa menahan sekaligus mengangkat ikan-ikan haruan dengan berat minimal 2,5 ons.

Uniknya lagi, teknik mamair ini memerlukan ketenangan dan juga kelembutan.

Melemparkan umpan kearah target harus tenang, pelan dan lembut, jangan terlalu menimbulkan riak dan kecipak di permukaan air yang justeru akan membuat ikan lari menjauh.

Sebisa mungkin menyeret umpannya senatural mungkin, semirip mungkin dengan cara anak kodok berenang di permukaan air.

Semoga Bermanfaat! 

Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | @kaekaha