Minggu, 28 Agustus 2022

Berburu "Bebek Kaki Lima", Menikmati Romantisme Kuliner Jalanan Legendaris Nusantara

Bebek Goreng dengan Lalapan Kol Goreng | @kaekaha

Nasi Bebek!

Begitulah awalnya orang menyebut olahan kuliner bebek goreng yang dijajakan warung-warung tenda alias warung kaki lima yang saya temukan pertama kali banyak berjualan di pinggiran jalan di seputaran GOR Ahmad Yani, Kota Mojokerto, Jawa Timur pada awal dekade 90-an silam.

Saat itu, kuliner nasi bebek atau selanjutnya lebih dikenal sebagai bebek goreng atau ada juga yang menyebutnya sebagai bebek goreng lalapan atau sebutan-sebutan lain yang di setiap daerah bisa jadi berbeda-beda, belum sepopuler sekarang, karenanya sayapun sempat apriori dengan kuliner yang satu ini! 

Baca Juga : Ayam Masak Bom, Lezatnya Olahan Ayam "Berpenyedap" Arang Membara

Apa iya enak? Nggak alot? Nggak lebus (sebutan komunal di kampung kami untuk bau khas alami daging bebek, mungkin setara dengan istilah bau prengus untuk daging kambing)? Beruntung, sahabat saya yang tinggal tidak jauh dari komplek sarana olahraga di Kota Onde-onde ini dan sudah terbiasa menimati kelezatan nasi bebek tidak bosan-bosannya untuk memprovokasi saya untuk mencobanya.

Bebek Goreng Sambal Uleg Segar | @kaekaha

Karena super penasaran, akhirnya di sini pula untuk pertama kalinya, saya mencoba sajian bebek goreng yang disajikan begitu menggoda dengan sambal tomat pedas nan segar, ditemani lalapan sayuran yang juga tidak kalah segar, berupa irisan ketimun, kubis dan daun kemangi.

Waduuuuuuuh, kok enak ya! Ternyata oh ternyata, pandangan komunal di kampung kami tentang keyakinan "minor"terhadap  daging bebek yang terlanjur  terpatri di alam bawah sadar kami, hingga menjadi semacam keyakinan, yaitu daging bebek itu alot dan bau lebus, tidak terbukti.

Baca Juga :  Elegi Yu Gembrot dan Mimpi-mimpi Para Marjinal Menantikan "Tuah" Ekonomi Inklusif 

Gara-gara mixing sempurna antara citarasa gurih cenderung asin khas Jawa timuran dari olahan daging bebek yang digoreng tidak terlalu kering, dipadukan dengan sambal tomat pedas-segar dan juga lalapan sayur-sayuran segar, plus nasi putih hangat, membuat saya kecanduan dengan berbagai olahan dari unggas bernama latin Anas platyrhynchos domesticus tersebut, sejak saat itu!

Varian Menu Bebek Goreng dengan Sambal Pencit | @kaekaha

Kronika Bebek Goreng

Sekarang, kuliner bebek goreng dengan berbagai variasi bumbu, penyajian, dan juga ragam kelengkapannya untuk menikmati kelezatan citarasanya, sangat mudah didapatkan. Mengikuti jejak saudara tua-nya, masakan Padang yang lebih dulu go national, bahkan juga go international, kuliner bebek goreng sekarang juga sudah berada di level tersebut. Ada dimana-mana!

Kalau tidak percaya, coba cek di sekitar tempat tinggalmu, sudah ada berapa warung atau rumah makan yang menjual varian kuliner bebek goreng?

Seperti layaknya kuliner bakso di Indonesia yang umumnya di kelompokkan sebagai Bakso Malangan (ala kota Malang, biasa disebut Bakwan Malang),  Bakso Solo dan Bakso Wonogiren atau ala Wonogiri, maka kuliner bebek goreng juga tidak luput dari pengelompokkan-pengelompokkan berdasarkan asal-usulnya seperti pada bakso.


Bebek Goreng dengan Sayur Lalapan Lengkap | @kaekaha

Sejauh ini, dari dunia "perbebekan goreng"  yang saya ketahui dan rasai, setidaknya ada dua kelompok daerah yang dikenal luas berhasil mempopulerkan kuliner bebek goreng dengan cirikhasnya masing-masing, yaitu dari Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Sekali lagi, keduanya tentu punya cirikhas dan karakter yang berbeda. Menurut lidah saya, bebek goreng genre Jawa Timuran karakter umumnya "lebih garang" dan terkadang malah ada unsur ekstrim-nya. Citarasa bebek gorengnya tegas, dengan kecenderungan kearah gurih-asin, begitu juga dengan citarasa sambalnya yang cenderung pedas meskipun tetap berasa sedap, berkat mixing dengan rasa gurih dan asin.

Sedangkan untuk bebek goreng genre Jawa Tengahan, secara umum citarasa olahan bebeknya lebih soft begitu juga dengan sambal pendampingnya.

Untuk kelompok genre Jawa Timuran, setidaknya ada 3 sub-genre olahan bebek goreng yang masing-masing dari daerah atau kawasan yang terkenal dengan kuliner bebek gorengnya, yaitu Lamongan-Tuban, Surabaya-Gerbangkertasusila dan Madura.

Warung Spesial Lalapan Cabang Purnama Surabaya di Banjarmasin | @kaekaha

Uniknya, rata-rata bebek goreng genre Jawa Timuran ini lebih memilih berjualan di pinggiran jalan atau lokasi strategis lainnya dengan mendirikan tenda portable yang bisa dibongkar pasang layaknya pedagang kaki lima lainnya dan tidak menjadian menu bebek goreng sebagai satu-satunya menu jualan, tapi bercampur dengan menu lain yang memang lebih dulu populer, seperti pecel lele atau sea food, bahkan Soto. 

Itulah sebabnya, saya dan keluarga mempunyai sebutan sayang "bebek kaki lima" untuk kuliner favorit dengan rating tertinggi pertama, diluar beragam jenis kuliner berkuah kaldu yang secara tradisional telah lama menjadi kuliner terfavorit keluarga, persis seperti yang saya tuliskan pada biofile akun saya diatas. 

Romantisme Menikmati Bebek Kaki Lima | @kaekaha

Tidak hanya itu, ketiga sub-genre yang dipopulerkan oleh 3 kawasan/daerah berbeda ini tentunya juga  mempunyai cirikhas bumbu, kelengkapan sajian dan juga cara penyajian yang relatif berbeda-beda. Insha Allah untuk tema ini akan saya ulas pada artikel terpisah, ya!

Sedangkan genre dari Jawa Tengah, kuliner bebek goreng yang terkenal terkonsentrasi dari seputar kawasan Solo Raya alias karesidenan Surakarta  dan sekitarnya.

Uniknya, konsep jualan kuliner bebek gorengnya berbeda banget dengan genre Jawa Timuran. Selain menjadikannya sebagai menu tunggal, umumnya juga dikemas ala rumah makan atau restoran bukan kaki lima, bahkan beberapa diantaranya ada yang sukses besar dengan cabang mencapai ratusan di seluruh Indonesia setelah diwaralabakan.

Bebek Goreng Krispy Sambal Bajak, Tahu dan Terong Goreng| @kaekaha

Kronik kepopuleran kuliner bebek goreng, hingga sekarang tersebar ke seluruh pelosok nusantara dan menjadi favorit banyak kalangan, tidak bisa lepas dari diaspora pedagang pecel lele dan juga sea food dari genre Jawa Timuran, khususnya dari Lamongan-Tuban yang pada dekade 80-an telah melanglang buana ke seluruh pelosok nusantara memperkenalkan kuliner khas mereka seperti Soto Lamongan, tahu campur dan tentunya pecel lele juga aneka olahan sea food. .

Sepertinya untuk keperluan diversifikasi menu jualan, hingga akhirnya pada awal dekade 90-an, mereka juga menawarkan menu yang relatif baru, yaitu bebek goreng berikut ubarampe kelengkapan untuk menikmatinya yaitu lalap sayuran dan sambal, kelengkapan yang sama untuk menikmati pecel lele yang lebih dulu jadi menu andalan.

Baca Juga :  Tanda Tanya dalam Sepiring Mie Bancir, Khas Kota Banjarmasin nan Bungas

Sejak saat itu, pelan tapi pasti sajian bebek goreng terus berevolusi, tidak hanya  up to date bersama ragam variasinya untuk terus menggoda penikmat "kuliner jalanan" seperti saya semata! Beberapa diantaranya juga berhasil "naik kelas" menjadi menu wajib di ruang makan berlabel "mahal" negeri ini. Selamat ya bek!

Bebek Goreng Variasi | @kaekaha

Nikmatnya Bebek Goreng

Dibandingkan dengan masa awal-awal kemunculannya di era awal 90-an, bebek goreng memang telah banyak berubah. Secara sajian, baik citarasa, apalagi tampilan dalam penyajiannya, bebek goreng memang semakin beragam. Wajar jika kemudian segmen pasarnya juga semakin luas dan tentunya akan menambah panjang deretan daftar penggemarnya!  

Di Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas, kuliner bebek goreng banyak bertebaran di berbagai sudut kota. Uniknya, semua genre bebek goreng ada disini. Mau bebek goreng Kartosuroan ada, mau bebek goreng Madura, Surabaya apalagi Lamongan banyak banget dan tinggal pilih saja, mana yang paling bisa menggoyang lidah!

Baca Juga :  Citarasa Istimewa di Balik Tampilan Sederhana Nasi Itik Gambut

Tidak hanya itu, meskipun kuliner bebek goreng bisa tumbuh sangat subur, ternyata tidak serta merta mematikan menu kuliner bebek khas Urang Banjar, yaitu kuliner Itik Panggang, Nasi Itik Gambut dan Itik Masak Habang yang rasa original-nya memang tidak kalah sedap dan bisa bikin siapapun yang mencobanya mabuk kepayang layaknya demam cinta pertama lho. Kepingin terus mencoba ... eh maksudnya kepingin terus bertemu dan bersama terus...he...he...he...!

Hebat kan, kuliner-kuliner pusaka nusantara ini, bisa sama-sama tetap hidup dan menghidupi dengan caranya masing-masing. Hayooo sudah pada coba kuliner khas Urang Banjar diatas belum...?

Bebek Goreng Sambal Tomat Segar | @kaekaha

Definisi makanan enak bagi setiap orang pasti berbeda-beda, karena unsur primordialisme biasanya mempunyai pengaruh yang cukup kuat terhadap "selera makanan" masing-masing orang, begitu juga referensi gastronomi yang dimiliki oleh masing-masing individu yang tentunya juga punya andil mempengaruhi pilihan kuliner masing-masing orang.

Begitu juga dengan selera kuliner saya dan keluarga yang lebih menyukai kuliner dengan cita rasa gurih cenderung asin dan juga pedas yang identik dengan karakter kuliner khas Jawa Timuran, kampung halaman saya.

Di Banjarmasin, tidak sulit untuk menemukan bebek goreng dengan spesifikasi citarasa khas Jawa Timuran seperti yang saya sebutkan di atas. Tinggal pilih saja warung bebek kaki lima-nya yang masing-masing pasti punya cirikhas penyajian, mau yang seporsinya satu ekor bebek utuh atau setengah, sepertiga, seperempat ekor atau malah lebih suka yang per-potong bebek, seperti kepala saja, dada atas atau dada bawah yang biasanya juga menyertakan bagian paha bebek.

Lele dan Pete Goreng | @kaekaha

Begitu juga dengan pilihan citarasa sambalnya, walaupun untuk warung bebek goreng  genre Jawa Timuran secara umum punya kecenderungan bercita rasa gurih-asin dan pedas, tapi jenis sambalnya bisa berbeda-beda.  Ada sambal bajak, sambal tomat, sambel korek bahkan ada juga yang mengkombinasikannya dengan urap-urap atau juga pecel ndeso ala Kota Madiun

Tidak ketinggalan lalapan sayurnya! Secara reguler umumnya berisi potongan ketimun dan kubis atau kol dan daun kemangi yang semuanya dalam keadaan segar. Selain itu ada juga yang menambahkan kacang panjang dan atau sawi putih. Bahkan juga terong, kubis, pete, tempe dan atau tahu yang disajikan dengan di goreng. 

Inilah fakta tentang kuliner jalanan bernama bebek goreng! Jangankan duduk menikmatinya di warung pinggir jalan bersama keluarga, hanya melintas sekitar 100 meter dari warungnya saja, aroma khasnya yang begitu sedap bisa bikin ketagihan lho! Kalau nggak percaya coba deh...

Semoga Bermanfaat!

Salam Matan Kota 1000 Sungai
Banjarmasin nan Bungas!

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 20 Agustus 2022  jam  23:09 WIB (klik disini untuk membaca) dan terpilih sebagai Artikel Pilihan

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN



 

Selada Banjar, "Kuliner Anomalis" Beraroma Eropa Bercita Rasa Banua

Selada Banjar | @kaekaha

Desa Mawa Cara, Negara Mawa Tata 

Sebagai bagian dari masyarakat nusantara yang tercipta dan terbentuk sangat majemuk, tentu kita sangat mafhum dengan pepatah lama lain ladang lain belalang, lain lubuk lain pula ikannya atau bagi masyarakat Jawa biasa diungkapkan dengan pepatah "pluralis" yang begitu masyhur desa mawa cara, negara mawa tata yang secara maknawi kurang lebih sama, yaitu masing-masing (orang, kelompok, suku, lingkungan, ekosistem, budaya dll) pasti mempunyai tata cara atau adat kebiasaan yang berbeda-beda. Kalau di daerahmu apa ya peribahasanya, kawan?

Begitu juga dengan masyarakat Suku Banjar yang secara mayoritas mendiami bagian tenggara pulau di Kalimantan yang sekarang kita kenal sebagai provinsi Kalimantan Selatan. 

Masyarakat Suku Banjar yang dikenal luas dengan budaya perairan daratnya atau lebih familiar dengan sebutan budaya sungai (dan rawa)-nya, juga mempunyai kekhasan yang menjadi trademark mereka sebagai entitas budaya. Salah satunya yang mungkin paling mudah dikenali adalah ragam kulinernya.

Kalau Anda perhatikan, mayoritas kuliner khas masyarakat Suku Banjar, khususnya di seputaran Kota 1000 Sungai, Banjarmasin dan sekitarnya, didominasi oleh jenis olahan berbahan dasar ikan air tawar dan kalaupun ada yang selain olahan dari ikan air tawar, biasanya bahan dasarnya juga tidak jauh-jauh dari hasil sungai (dan rawa), begitu juga dengan sayur-sayurannya, bahkan berasnya sekalipun yang menjadi sumber pangan karbohidrat, semuanya merupakan hasil sungai dan rawa.

Kekhasan budaya kuliner Urang Banjar yang terbentuk sebagai bagian dari kecerdasan beradaptasi terhadap lingkungannya yang sebagian besar memang didominasi oleh perairan darat berupa sungai dan rawa berabad-abad lamanya tersebut, tidak membuat Urang Banjar bersikap layaknya inferior yang cenderung menutup diri dari pergaulan, tapi justeru sebaliknya!

dok. pribadi

Selada Banjar Si Anomalis

Urang Banjar sangat terbuka untuk berinteraksi dengan siapa saja dan banyak sekali fakta sosial dan budaya yang bisa menjadi bukti riil dan aktual thesis tersebut. 

Salah satunya yang cukup unik, karena bisa dikatakan tidak lazim, sehingga banyak yang menjulukinya sebagai anomali, khususnya dalam kuliner Banjar adalah yang terkenal dengan sebutan Selada Banjar.

Selada Banjar seperti halnya beragam kuliner selada dari nusantara lainnya, seperti Selada Padang dan Selada Bangka, sepertinya termasuk kuliner Selat Solo.

Sesuai namanya, selada merupakan hasil adaptasi atau serapan terhadap setidaknya dua hal, yaitu kosa kata, dari kata salade (bahasa Belanda) atau salad (bahasa Inggris) sekaligus jenis olahan kulinernya, yaitu salad yang konon telah menjadi santapan orang Romawi serta Yunani Kuno (Eropa) dan sekarang secara umum kita kenal sebagai olahan kuliner yang terdiri dari campuran sayur mayur/buah-buahan, dan bahan-bahan makanan siap santap lainnya yang disiram dengan bumbu dan saus (dressing) tertentu. 

Memang ada juga pendapat yang mengatakan kalau asal nama selada pada istilah kuliner Selada Banjar berasal dari proses penyajian bahan utamanya selain sayur selada atau lettuce (Lactuca Sativa), yaitu ketimun atau mentimun (Cucumis Sativus) yang biasanya diselada atau diparut memanjang.

Secara umum, sebenarnya bahan untuk membuat kuliner salad atau kita menyerapnya menjadi selada tidak ada yang mengikat atau baku, semua tergantung selera, begitu juga dengan bumbu dan atau sausnya. 

Hanya saja, umumnya selada khas nusantara tidak akan meninggalkan sayuran hijau segar yang kebetulan dalam bahasa Indonesia mempunyai nama sama, sayur selada atau lettuce (Lactuca Sativa), termasuk kuliner Selada Banjar.

Penggunaan sayur-sayuran, terutama sayur selada atau lettuce (Lactuca Sativa) yang notabene merupakan sayuran asing yang bukan sayuran hasil sungai/rawa atau Urang Banjar banyak menyebutya sebagai sayuran gunung dalam olahan kuliner Selada Banjar inilah titik anomali pertama! 

Umumnya, kuliner selada di nusantara menurut sejarah memang terpengaruh kuliner bernama salad yang dibawa Belanda (eropa) yang pernah lama menjajah bumi nusantara.

Bentuk anomali keduanya, aslinya Urang Banjar secara umum tidak mempunyai tradisi mengkonsumsi sayuran gunung, apalagi memakannya dalam keadaan mentah seperti sajian kuliner Selada Banjar. Unik bukan? Bahkan untuk sayuran dari hasil rawa sekalipun, umumnya dimasak sekedar menjadi pemanis masakan saja, bukan benar-benar menjadi bahan utama kuliner yang memang sengaja diambil manfaatnya.

dok. pribadi

Sedapnya Selada Banjar

Saat ini secara umum, dikenal ada 3 (tiga) macam Selada Banjar yang uniknya justru didasarkan pada elemen tambahan alias pendukungnya, yaitu daging sapi, daging ayam atau tanpa keduanya yang kesemuanya pasti ditambahkan irisan telur itik. 

Sehingga sebutannya secara lengkap menjadi Selada Banjar Daging, Selada Banjar Ayam dan Selada Banjar sajaUntuk daging sapi dan daging ayam, biasanya dimasak bistik Banjar secara terpisah.

Sedangkan untuk elemen sayurnya kurang lebih sama, yaitu menggunakan sayur selada atau lettuce (Lactuca Sativa), ketimun atau mentimun (Cucumis Sativus), Wortel (Daucus Carota), tomat (Solanum Lycopersicum), kacang polong/kapri (Pisum Sativum), seledri (Apium Graveolens) dan umbi kentang (Solanum Tuberosum L.)

Untuk kelengkapan bumbu sausnya, sekali lagi tidak ada catatan bakunya! Intinya harus bisa membentuk citarasa manis, gurih dan sedikit asam yang akan memberikan sensasi rasa segar pada hidangan. 

Umumnya Urang Banjar menggunakan kentang (Solanum Tuberosum L.) rebus yang dilumatkan sampai halus, kuning telur rebus, gula, garam, dan perasan jeruk nipis (Citrus Aurantifolia)

Sedangkan untuk bumbu bistik Banjar-nya diperlukan bahan bunga lawang (Lllicium Verum), jahe (Zingiber Officinale), kayu manis (Cinnamomum Verum), bawang merah, bawang putih (Allium Sativum), pala bubuk (Myristica Fragrans), dan merica bubuk (Piper Nigrum) dan bumbu dapur lainnya.

Dari susunan bahan-bahannya berupa daging sapi/ayam, telur itik, sayur-mayur segar segar dan juga beragam rempah untuk bahan bumbu sausnya, jelas sekali terlihat jika Selada Banjar merupakan sajian kuliner yang memiliki kandungan gizi, vitamin, mineral dan serat yang sangat baik untuk kebutuhan tubuh. 

Selain karbohidrat dari kentang, Selada Banjar juga kaya dengan protein, vitamin A dan C, sayuran hijau segarnya jelas mengandung berbagai unsur mineral seperti zat kapur, zat besi, magnesium dan fosfor.

Umumnya, kedua jenis Selada Banjar yang mempunyai citrasa manis, gurih dan sedikit asam yang memberikan efek sensasi rasa segar ini, menjadi hidangan pembuka dalam hajatan besar yang biasa dilaksanakan oleh Urang Banjar

Cara penyajian Selada Banjar tidak jauh berbeda dengan cara penyajian salad. Sudah kebayang bagaimana nikmatnya Selada Banjar? 

Jangan kuatir, Anda di rumah juga bisa kok membuatya, berikut rincian resep dan cara membuatnya:

Bahan dan bumbu saus:

    3 kuning telur
    Secukupnya perasan jeruk nipis
    Secukupnya kentang rebus
    Secukupnya gula, garam,
    Secukupnya kuah dari bistik

Bahan dan bumbu bistik:

    15 butir bawang merah
    10 siung bawang pth
    3 cm jahe
    5 cm kayu manis
    1 sdt pala bubuk
    3 buah bunga lawang/bunga sisir
    200 ml kecap manis
    2 sdm gula merah
    Secukupnya Kecap manis
    Secukupnya Garam
    Secukupnya Gula pasir
    Secukupnya Merica bubuk
    3 sdm Minyak goreng
    Secukupnya air

Bahan isian:

    250 gram daging sapi tanpa lemak/ayam
    500 gram kentang kukus
    3 sdm margarine
    Secukupnya daun selada
    Secukupnya buah mentimun
    2 buah tomat
    2 buah wortel
    4 butir telur bebek rebus
    Cuka
    8 sdm bawang putih goreng
    1 ikat kecil daun seledri
    4 sdm bawang goreng
    Secukupnya Emping Belinjo goreng

Cara membuat Saus:
Blender semua bahan sampai halus

Cara membuat bistik:
    1. Haluskan semua bumbu kecuali air, kecap manis, bunga lawang dan kayu manis
    2. Tumis bumbu halus hingga matang.
    3. Tambahkan potongan daging sapi/ayam.
    4. Aduk hingga berubah warna.
    5. Tambahkan kecap manis dan sisa bahan lainnya dan masak hingga matang.

Cara penyajian:
    1. Susun daun selada sesuai selera/kebutuhan
    2. Tambahkan kentang yang dihaluskan dengan margarine
    3. Mentimun yang sudah diselada/diiris tipis memanjang
    4. Tambahkan sayuran pelengkap lainnya
    5. Tambahkan potongan daging sapi/ayam bistik
    6. Tuangkan saus secukupnya
    7. Tambahkan emping goreng sebagai pelengkap
    8. Siap dihidangkan

 

Semoga Bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

 

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 24 Nopember 2020  jam  21:07 WIB (klik disini untuk membaca) dan terpilih sebagai Artikel Utama.

 

Baca Juga: "Gangan Sulur Bunga Teratai", Olahan Sayur Kaya Nutrisi Khas Kota 1.000 Sungai 

Baca Juga: Kisah Demam Harga, Anomali Sayur "Carter" Pesawat dan Ikan Haruan Seharga Daging Sapi

Baca Juga: Menikmati Kesegaran "Bingka Barandam", Kue Berkuah nan Unik Khas Kalimantan Selatan

Baca Juga: Mengenal Teknik "Babanam", Barbeque Tradisional ala Urang Banjar 

Baca Juga: Wadai Koya, Citarasa Nostalgia Sang Legenda 

 

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

 

Kisah "Madam", Memahami Tradisi Merantau Urang Banjar ke Berbagai Penjuru Dunia

Tulak Madam (Berangkat Merantau) | @kaekaha

Riset kolaboratif internasional pertama yang berhasil menggabungkan data dan hipotesis dari riset linguistik, arkeologis, dan genetik, mengidentifikasi Urang Banjar sebagai nenek moyang dari masyarakat Komoro dan Madagaskar di Afrika Timur yang secara tidak langsung juga mengungkap fakta, tradisi madam atau merantau ala Urang Banjar (migrasi) telah berlangsung sejak ribuan tahun silam.

Madam dalam Kamus Bahasa Banjar | @kaekaha

Istilah madam dalam kamus Bahasa Banjar diartikan sebagai merantau. Hanya saja, merantau ala Urang Banjar yang dimaksudkan di sini umumnya lebih kepada migrasi hilang atau pindah dengan kemungkinan tidak akan kembali, bukan sekadar merantau yang sebulan atau setahun sekali bisa atau mau mudik atau pulang kampung lagi.

Jenis merantau hilang ala madam-nya Urang Banjar ini jelas berbeda dengan kebiasaan merantau suku-suku di nusantara lainnya yang umumnya masih ada niatan untuk pulang atau setidaknya masih ada niatan untuk menjalin hubungan komunikasi dengan daerah asalnya. 

Banyak diantaranya yang saling mengajak keluarga dan sanak saudara, bahkan juga menanamkan investasi di daerah asal, terlebih setelah sukses di perantauan.

Baca Juga: Mendokumentasikan Cerita Rakyat Si Palui, Mengodifikasi Kearifan Tradisi

Pemahaman faktual ini dituturkan oleh Professor Doktor Mohammad Saleh Lamry, pakar yang juga guru besar studi Antropologi dari Universiti Kebangsaan Malaysia. Beliau adalah salah satu diaspora Suku Banjar di Malaysia yang merupakan keturunan ketiga dari kakeknya yang madam ke Malaysia sejak tahun 1920-an dari kampung halamannya di daerah kampung Pajukungan, Pandawan, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.

Memang, sifat merantau hilang ala madam yang sepertinya lebih tua dari identitas sebagai Urang Banjar sendiri dan (sepertinya) juga baru terdokumentasi sejak akhir abad ke-18 ini tidak semata-mata karena tidak berniat pulang saja, tapi juga karena banyak faktor, seperti daya jelajah merantaunya yang cukup jauh terpisah lautan dan samudra, keterbatasan ekonomi, keterbatasan moda transportasi, juga sarana komunikasi (saat itu), dan lain-lainnya.

Berangkat Berdagang | @kaekaha

Jika ribuan tahun silam, aktivitas madam diduga bermula karena aktivitas berdagang, terdampar bahkan juga karena sengaja tidak pulang setelah berhaji, maka pada periode selanjutnya, kisah madam mempunyai titik tolak yang lebih beragam. 

Seperti pada zaman Kerajaan Banjar, saat konfrontasi dengan penjajah Belanda, sampai pada zaman kemerdekaan yang kesemuanya mempunyai sebab yang berbeda-beda. 

Ada yang madam untuk menyelamatkan diri dari penangkapan dan pembantaian penjajah, belajar (agama) bahkan ada juga yang berawal dari kedinasan.

Motif utama Urang Banjar memilih untuk madam pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan maksud dan tujuan orang merantau lainnya, yaitu menggapai kehidupan yang lebih baik, khususnya di bidang ekonomi, sosial, politik dan juga pendidikan.

Memang, tidak semua Urang Banjar yang madam berhasil membangun kehidupan yang lebih baik dibanding saat masih di Banjar, tapi setidaknya mereka telah berhasil untuk move on, keluar dari kamuflase zona nyaman masing-masing untuk berusaha mendapatkan harapan hidup baru.

Baca Juga: "Bebek Hungang" dan Uniknya Stratifikasi Level Kebodohan pada Bahasa Banjar

Satu hal menarik yang menjadi ciri khas Urang Banjar di perantauan adalah keteguhannya memelihara tradisi adat istiadatnya. Selain umumnya masih menjadikan bahasa Banjar sebagai bahasa ibu. 

Umumnya mereka secara komunal juga masih memelihara tata daur hidup tradisi orang Banjar pada umumnya, meskipun tidak sesempurna aslinya, bahkan banyak diantaranya yang telah dimodifikasi agar tetap bisa eksis di lingkungan yang baru, di tanah rantau. 

Tidak heran jika berkesempatan untuk berkunjung ke kampung Urang Banjar di negeri perantauan, umumnya tetap serasa berada di kampung sendiri di banua.

Suasana Perkampungan di Atas Air Khas Banjar | @kaekaha

Komunitas Urang Banjar di Dunia

Selain temuan koloni Urang Banjar yang menjadi cikal bakal penduduk Komoro dan Madagaskar di benua Afrika, diaspora Urang Banjar yang telah tulak madam (berangkat merantau;bhs Banjar) sejak ribuan tahun silam sampai saat ini masih bisa ditemukan jejaknya di beberapa negara dan daerah di wilayah nusantara.

Selain di jazirah Arab, khususnya di Arab Saudi, koloni keturunan Urang Banjar terbesar yang telah lama menetap dan beranak pinak di negeri perantauan ada di semenanjung Malaya atau sekarang kita kenal sebagai Malaysia Barat, juga di wilayah Malaysia Timur (Sabah dan Sarawak) dan Brunai Darusalam.

Baca Juga: "Hintalu Tambak", Penguasa Hajat Hidup Urang Banjar yang Semakin Langka

Menariknya, kehidupan Urang Banjar di negeri jiran ini bisa dikatakan sebagai yang paling baik jika dibandingkan dengan kehidupan Urang Banjar di daerah perantauan lainnya.

Termasuk yang berdomisili di wilayah nusantara lainnya, seperti di Kuala Tungkal (Kabupaten Tanjung Jabung, Jambi) yang populasinya mencapai 30-40% dari total penduduk, juga di daerah Sapat--Tembilahan (Kabupaten Indragiri Hilir, Riau), serta diaspora di 33 kabupaten/kota di Sumatra Utara, khususnya di Kabupaten Langkat, Deli Serdang dan Serdang Bedagai. 

Baiknya taraf hidup keturunan diaspora Urang Banjar di Negeri Jiran yang rata-rata cukup sejahtera dan berada di kelas menengah, menurut kajian Budayawan Banjar Ahmad Barjie, tidak lepas dari politik penjajahan Inggris yang saat itu sangat terbuka menerima kedatangan perantau Banjar, karena keuletannya menggarap lahan bisa dimanfaatkan untuk membangun Malaysia. 

Selain itu, politik pembelaan dan pemihakan terhadap suku Melayu oleh pemerintah Malaysia pasca mendapatkan kemerdekaan untuk mengimbangi eksistensi etnis Cina dan India yang didatangkan oleh penjajah Inggris ke Malaysia, menjadi berkah tersendiri bagi para perantau "melayu" dari Banjar, Sumatra, dan termasuk penduduk asli Malaysia yang akhirnya bisa sejajar dengan etnis Tionghoa dan India, bisa hidup sejahtera.

Di sana, Urang Banjar bisa duduk dan menduduki golongan dan profesi apa saja, mulai dari ulama, pengusaha, pendidik, politisi, polisi, pegawai, pejabat, dan profesi lain-lainnya.

Hanya saja, sayangnya Urang Banjar yang tergolong bertaraf hidup sejahtera tersebut enggan dan cenderung malu untuk mengakui jatidirinya sebagai Urang Banjar atau keturunan Banjar, termasuk dalam hal berhimpun dalam pertubuhan (organisasi) Urang Banjar. Apalagi untuk pulang kampung dan berinvestasi membangun banua!?

Budaya Sungai Tetap Eksis di Rantau | @kaekaha
Pedagang Pasar Terapung | @kaekaha

Belajar dari Kisah Madam

Madam-nya Urang Banjar bisa dimaknai sebagai semangat berhijrah yang pantang berputus asa dari rahmat Allah atau sekarang kita kenal sebagai semangat untuk keluar dari zona nyaman atau lebih kekinian dikenal juga sebagai semangat untuk move on

Dalam kehidupan yang sarat dengan sengitnya kompetisi seperti sekarang, madam bisa menjadi salah satu solusi bagi semuanya. Hanya saja, madam tidak harus dimaknai sebagai hijrah ataupun migrasi secara fisik saja, tapi bisa jauh lebih luas dari itu!

Baca Juga: Merindukan Kerlap-kerlip Lampu Rumah Lanting di Sungai Martapura, Banjarmasin

Bahkan untuk kemajuan banua kitaseharusnya ke depan Urang Banjar jangan hanya madam secara fisik apalagi madam yang keterusan hilang tanpa kabar, tapi madam ideologis! 

Jangan hanya puas apalagi sampai terlena dengan predikat sebagai "ampunnya (pemilik;bahasa Banjar)" tanah dan banyu yang mengandung beragam kekayaan alam melimpah, tapi nasibnya justeru layaknya ayam yang mati di dalam lumbung padi!

Urang Banjar harus bisa dan berani mengambil peran strategis dalam pengelolaan semua potensi kekayaan alam dan lingkungan yang dimiliki oleh banua kita tercinta, demi kemaslahatan serta masa depan masyarakat Banjar sendiri. Jangan puas hanya menjadi penonton pembangunan banua!


Semoga Bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

 

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 10 April 2021  jam  09:00 WIB (klik disini untuk membaca) dan terpilih sebagai Artikel Utama.

 

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN



 

Sabtu, 27 Agustus 2022

Mengenal Liam Oetoehganal, "Urang Banjar" di Squad Feyenoord Muda

Liam dengan balutan jersey Feyenord|John Groeneweg via Liam Oetoehganal/koranbanjarmasin.com

Akhir 2020 silam, profil Liam Oetoehganal, punggawa tim nasional Belanda U-18 berdarah Indonesia yang sekarang bermain untuk squad Feyenoord Rotterdam U-18, sempat viral di beberapa situs berita olahraga dan juga media sosial di Indonesia. Kemunculannya saat itu banyak dikaitkan dengan rumor naturalisasi yang belakangan gencar dilakukan PSSI.

Sayang, saat itu momentumnya kurang tepat. Berita bocah kelahiran Nijmegen, Belanda yang digadang-gadang bakal menjadi pemain  top itu masih kalah heboh dengan pemberitaan pandemi covid-19 yang sedang hangat-hangatnya menginvasi dunia.

Selain, kiprah moncernya bersama squad muda Feyenoord Rotterdam dan tim nasional Oranje, sisi menarik pemain kelahiran Nijmegen, Belanda ini sudah barang tentu, darah Indonesia yang mengalir deras dalam dirinya yang diturunkan dari kedua orang tuanya.

Tidak hanya itu! Ada satu hal lagi yang sangat ikonik dari profil Liam Oetoehganal, selain juga paras melayunya yang cukup kental. Ada yang tahu!?

Namanya!

Utuh dalam Bahasa Banjar | @kaekaha

Tentang "Oetoehganal"

Nama belakang Liam, yaitu Oetoehganal, merupakan sebuah frasa yang diambil dari bahasa Banjar yang menjadi bahasa ibu bagi masyarakat Suku Banjar di Kalimantan Selatan dan sekitarnya. 

Karenanya, semua urang Banjar pasti langsung familiar baik secara fonetis maupun makna leksikalnya ketika mendengar atau membaca nama yang sangat unik dari pesepakbola kelahiran 4 Mei 2004 tersebut.

Ganal dalam Bahasa Banjar | @kaekaha

Nama Oetoehganal di belakang nama Liam, diturunkan dari jalur ayahnya  Otmar Oetoehganal yang memang keturunan Banjar. 

Kosakata Oetoeh dalam tulisan ejaan lama yang bisa dibaca utuh, dalam bahasa Banjar bisa dimaknai sebagai anak lelaki atau panggilan sayang untuk anak lelakiKosa kata ini, kurang lebih setara dengan istilah buyung dalam bahasa Minang atau tole dalam bahasa Jawa.

Baca Juga :  Ternyata, Kepala Demang Lehman Masih Ditawan Belanda Sampai Saat Ini

Sedangkan kosakata ganal dalam bahasa Banjar artinya besar. Jadi, jika diartikan secara leksikal, makna nama Oetoehganal di belakang nama Liam dalam bahasa Banjar adalah anak laki-laki besar. 

Tapi, menurut penuturan Liam sendiri dalam wawancaranya dengan reporter koranbanjar.netkeluarganya lebih memaknai nama uniknya yang sangat kental beraroma Banjar tersebut sebagai besar dan dicintai, merujuk pada leluhurnya yang dulunya konon juga sangat dicintai di lingkungan Urang Banjar. 

Aksi Liam di Lapangan | esselsports.nl

Selain sosok Ian Kasela, vokalis band Raja yang begitu bangga menyematkan akronim Kalimantan Selatan di belakang nama panggungnya sebagai salah satu bentuk tanda cintanya kepada Banjar dan Kalimantan Selatan, sejauh ini baru Liam Oetoehganal dan keluarganya yang terdeteksi begitu bangga menyematkan ikon Banjar, ikon Indonesia di belakang namanya.  

Lebih jauh, menurut Otmar Oetoehganal yang dalam wawancara itu mengaku sangat senang bisa berkomunikasi dengan orang-orang dari tanah leluhurnya, juga mengaku kalau ibunya (nenek Liam Oetoehganal) asli dari daerah Sungkai yang disebutnya dekat Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Baca Juga :  Berlian 70 Karat Pusaka Kesultanan Banjar akan Dikembalikan Belanda, Kepala Demang Lehman Kapan?

Sekedar informasi, nama Sungkai yang disebut  Otmar Oetoehganal sebagai daerah asal ibunya, merupakan nama sebuah desa yang saat ini masuk bagian dari administrasi pemerintahan Kabupaten Banjar, atau tepatnya bagian dari Kecamatan Simpang empat. Sedangkan nama Sungkai sendiri, diambil dari sejenis pohon dengan nama latin Peronema canescens yang kayunya juga biasa dipakai untuk bahan bangunan.

Aksi Liam di Lapangan | esselsports.nl

Kecuali mengungkap asal-usul jalur ayah yang dari Banjar, Kalimantan dan ibu dari Jawa, Indonesia, sayangnya dalam wawancara tersebut tidak disinggung bagaimana kisah awal mulanya leluhur Liam Oetoehganal bisa sampai menetap di Belanda, termasuk kapan terjadinya!?. 

Tapi ya sudahlah! Setidaknya dari penuturan Otmar Oetoehganal diatas, kita bisa mengetahui bagaimana rindunya mereka yang telah jauh terdiaspora dari nusantara kepada ibu pertiwi, bahkan merekapun juga "masih" berhasrat untuk ikut membangun Indonesia, khususnya melalui sepakbola yang mudah-mudahan menginspirasi kita semua.

Semoga Bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

 

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 19 Desember 2022  jam  07:07 WIB (klik disini untuk membaca) dan terpilih sebagai Artikel Utama.




Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN



 

Kosakata Banjar (1) | Nama-nama Hari

Hari Sanayan | @kaekaha

Setiap daerah di nusantara, berikut suku bangsa yang mendiaminya tentu mempunyai bahasa ibu atau bahasa lokal yang menjadi alat berkomunikasi sehari-hari diantara masyarakatnya. Begitu juga dengan masyarakat Banjar yang tinggal di Kalimantan Selatan dan sekitarnya.

Seperti kita ketahui, diaspora masyarakat suku Banjar di luar Kalimantan Selatan, terutama di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah, serta sebagian kecil di Kalimantan Barat dan juga Kalimantan Utara, menurut beberapa sumber memang terkait dengan wilayah kekuasaan Kesultanan Banjar di masa lalu.

Jadi, jangan heran jika anda berkesempatan jalan-jalan ke Samarinda (Kalimantan Timur) atau Palangkaraya (Kalimantan Tengah), relatif mudah menemukan orang disekitar anda yang berkomunikasi dengan bahasa Banjar. Tapi mungkin akan lebih sulit menemukan hal serupa di wilayah Kalimantan Barat dan Kalimantan Utara, dimana kekuasaan Kerajaan Banjar di masa lampau memang tidak begitu kuat.

Baca Juga :  Unda-Nyawa, Ini "Lo-Gue" Versi Bahasa Banjar!

Tentunya, ini berbeda dengan keberadaan kantong-kentong masyarakat Banjar di beberapa wilayah nusantara lainnya, seperti di Tembilahan-Riau, Kuala Tungkal-Jambi, Malaysia dan Bruney Darussalam yang muncul karena salah satu kebiasaan orang Banjar dewasa yang terbiasa untuk madam  atau merantau karena beberapa sebab, termasuk untuk mennuntut ilmu, berdagang dan eksodus karena masalah politik di masa silam.

Bahasa ibu Urang Banjar adalah bahasa Banjar, itu juga yang sampai sekarang masih dipakai oleh para diasporanya, walaupun di daerah yang baru tentu ada akulturasi dengan budaya setempat yang berkonsekuensi pada penambahan kosakata-kosakata baru, hingga menjadi pembeda dengan bahasa Banjar asli dari nenek moyangnya yang sekarang terkonsentrasi di bagian tenggara Pulau Kalimantan.

Salah satu kosakata dalam bahasa Banjar yang mempunyai kekhasan dan keunikan adalah penyebutan nama-nama hari. Meskipun bahasa Banjar seperti rumpun bahasa Melayu lainnya, juga menyerapnya dari bahasa Arab sehingga secara fonetis mempunyai kemiripan, tapi tetap saja masing-masing pasti mempunyai perbedaan yang menjadi ciri unik masing-masing. Seperti nama-nama hari dalam Bahasa Banjar berikut,  

1. Ahat

Urang Banjar  menyebut hari pertama dalam sepekan dengan hari Ahatsama seperti bahasa induknya bahasa Arab. Bedanya, kosakata Ahat dalam bahasa Banjar diakhiri dengan huruf bukan seperti dalam bahasa Arab.

Meskipun begitu, makna dari Ahat-nya Urang Banjar dengan Ahad dari bahasa Arab tetap sama, yaitu mengacu pada ketentuan arti kata ahad dalam bahasa Arab yang berarti satu, sehingga menjadi nama untuk hari kesatu atau hari pertama dalam sepekan. 

Tidak hanya itu, bagi Urang Banjar kata Ahat juga berfungsi sebagai simbol sekaligus identitas ketauhidan komunal sebagai muslim atau pemeluk agama Islam yang taat.

Uniknya, meskipun menggunakan kata Ahat untuk menyebut hari pertama dalam sepekan sebagai padankata dari kata Minggu, tapi untuk menyebut periode tujuh hari atau sekarang kita kenal dengan seminggu, Urang Banjar  menyebutnya sebagai sepekan, bukan seahat.

Hanya saja sayangnya, seperti yang terjadi pada  masyarakat Jawa yang menyebutnya sebagai Akad dan di lingkungan masyarakat Melayu lainnya di Indonesia yang sejak dulu terbiasa menyebut hari pertama dalam sepekan sebagai Ahad atau Ahat, sekarang penyebutannya sudah sangat jarang terdengar dalam komunikasi sehari-hari, terlebih dikalangan remaja. 

Kalaupun sesekali terdengar, kosakata Ahat ini pasti di tuturkan oleh pakayian (kakek-kakek) atau paninian (nenek-nenek) yang sudah lanjut usia dan atau dituturkan oleh masyarakat di kampung-kampung yang relatif jauh dari perkotaan, sehingga kesannya menjadi sangat kuno dan ndeso!

2. Sanayan/Senayan 

Sanayan inilah kosakata nama hari dalam bahasa Banjar yang menurut saya paling unik, karena mirip dengan nama salah satu kawasan di ibu kota Jakarta yang di dalamnya terdapat komplek fasilitas olahraga nasional terbesar di Indonesia, Senayan.  

Sama persis dengan nama hari-hari lainnya, nama hari kedua dalam sepekan ini juga diserap dari bahasa Arab, Itsnaini.yang bisa dimaknai sebagai kedua. 

Meskipun sama-sama diserap dari bahasa Arab, tapi penulisan dan juga pelafalan dalam bahasa Banjar untuk hari kedua dalam sepekan ini sedikit berbeda dengan pelafalan dalam bahasa Indonesia Senin, maupun bahasa Jawa Senen. Kalau boleh tahu, apa ya lafal dalam bahasa daerahmu?

Uniknya lagi, karena dalam bahasa Banjar terdapat dua kelompok besar dialek dalam melafalkan Bahasa Banjar, yaitu dialek Banjar Hulu dan Banjar Kuala, maka kedua dialek ini juga akan melafalkan kosakata Sanayan secara berbeda.

Baca Juga :  Kosakata Banjar | Hintalu

Jika dialek Banjar hulu di pakai oleh masyarakat Banjar di seputar kawasan Banua Anam yang meliputi enam kabupaten di bagian utara Kalimantan Selatan, maka dialek Banjar Kuala di pakai oleh masyarakat Banjar di sekitaran Banjarbakula, yaitu Kota Banjarmasin dan beberapa kabupaten/Kota yang mengelilinginya.

Jika anda menemukan kosakata Bahasa Banjar dengan tulisan maupun pelafalan seperti kanyang (kenyang), parut (perut)kantut (kentut), saikung (seekor/seorang), sabuting (satu ; bilangan untuk benda) dan juga Sanayan (Senin) itu artinya sekungkinan besar anda bertemu dengan Bahasa Banjar dengan dialek Banjar Hulu. 

Begitu juga sebaliknya, jika anda bertemu dengan kosakata Senayan (Senin), sebuting dan seikung, itu artinya kemungkinan besar anda bertemu dengan Bahasa Banjar dengan dialek Banjar Kuala.  


Hari Salasa | @kaekaha


3. Salasa

Pertama kali mendengar Urang Banjar menyebut hari Selasa dengan lafal Salasa, di awal-awal tinggal di Kota 1000 Sungai, lebih dari dua dekade silam, entah apa sebabnya, ingatan saya langsung leri ke nama Nasir Salasa. Ada yang pernah dengar nama itu?

Nama yang diambil dari bahasa Arab ini adalah milik salah satu legenda sepakbola Indonesia di era 90-an yang sepertinya memang lahir di hari Salasa atau Selasa.

Sama seperti dengan hari-hari lainnya, nama Salasa juga diserap dari Bahasa Arab, tsulaatsaai. Sedikit berbeda dengan pelafalannya dalam bahasa Indonesia, apalagi bahasa Jawa meskipun sumbernya sama-sama dari bahasa Arab yang dilafalkan sebagai Seloso. 

Dalam pergaulan sehari-hari, kosakata Salasa dalam bahasa Banjar juga mempunyai dua varian pelafalan (sama persis dengan hari Sanayan), yaitu Salasa dan Selasa  yang pastinya juga dipengaruhi latar belakang lingkungan dialek penuturnya.

4. Arba

Dibandingkan dengan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa, penulisan dan juga pelafalan hari keempat dalam sepekan versi Bahasa Banjar memang paling mendekat dengan sumber aslinya dari bahasa Arab, arbi'aai yang artinya adalah keempat.

Seperti kita pahami bersama, Bahasa Indonesia menyebutnya sebagai Rabu, sedangkan penutur bahasa Jawa menyebut dengan Rebo (masih ingat lagu campursari berjudul Pak Rebo yang pernah dipopulerkan oleh Manthous?)maka Urang Banjar menyebutnya sebagai Arba. 


Sayangnya, meskipun relatif masih sering terdengar dalam percakapan sehari-hari daripada kata Ahat dan Salasa, lagi-lagi kosakata Arba ini hanya dituturkan oleh para lanjut usia alias para pakayian (kakek-kakek) atau paninian (nenek-nenek) saja dan itupun juga lebih banyak ditemukan di daerah-daerahSedangkan yang lainnya, tampak lebih terbiasa melafalkan kata Rabu. Apakah di daerah kamu juga begitu kawan?

5. Kamis

Sedikit berbeda dengan pelafalan dalam bahasa Jawa yang menyebutnya sebagai Kemis, maka dalam bahasa Banjar hari kelima dalam sepekan ini sama persis dengan pelafalannya dalam bahasa Indonesia, Kamis.

Memang diantara dengan nama-nama hari lainnya dalam bahasa Banjar, nama hari Kamis memang salah satu yang tidak banyak mengalami perubahan dari bahasa serapannya, khamiisi dari bahasa Arab. Ini sebenarnya mirip juga dengan kosakata Arba seperti dalam penjelasan diatas.

Meskipun Urang Banjar meyakini semua hari adalah baik, seperti keyakinan dalam agama Islam yang juga menjadi salah satu identitas komunal-nya, hari Kamis, bersama-sama dengan hari Senin, termasuk hari istimewa dalam budaya reliji masyarakat Banjar, karena keberadaan Sunnah Rasulullah SAW untuk melaksanakan puasa sunnah di dua hari tersebut.

6. Jumahat   

Jumahat merupakan sebutan hari Jumat dalam Bahasa Banjar, sedikit berbeda jika dibandingkan dengan penulisan maupun pelafalannya dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa, meskipun sama-sama menyerap dari sumber yang sama, bahasa Arab, Jumu'ati.   

Jika dalam bahasa Indonesia ada beberapa versi penyebutan untuk hari keenam dalam sepekan ini, kosakata Jumat tetap menjadi kata baku yang diakui dalam Bahasa Indonesia, begitu juga dalam bahasa Jawa, seperti di kampung ibu saya, di bagian Timur Laut kaki Gunung Lawu, ada beberapa sebutan untuk hari Jumahat, walaupun kosa kata Jemah menjadi yang paling banyak digunakan masyarakat setempat.

Hari Jumahat yang berarti hari keenam atau hari berkumpul (berjamaah) dalam tradisi budaya religi masyarakat Banjar merupakan hari paling istimewa diantara yang lainnya. 

Sebagai Sayyidul Ayyam atau rajanya/penghulu hari, hari Jumahat layaknya "hari raya" mingguan bagi Urang Banjar. Karenanya, sampai saat ini masih banyak masyarakat Banjar , khususnya pedagang dan pengusaha yang menetapkan hari Jumahat sebagai hari libur bagawi (bekerja) dan lebih memilih untuk fokus beribadah, terlebih Urang Banjar di kawasan Banua Anam atau kawasan Banjar Hulu.

Semua tidak lepas dari tradisi dan budaya masyarakat Banjar yang berkelindan begitu erat dengan budaya Islam. Kedekatan diantara keduanya menjadikan keduanya saling identik dan relatif sulit untuk memilah-milah dan memisah-misahkan keduanya. Hingga kemudian muncul semacam adagium Islam itu Banjar dan Banjar itu Islam.


Hari Saptu | @kaekaha


7. Saptu

Hampir mirip dengan penyebutan hari Salasa dan Kamis dalam bahasa Banjarpenyebutan nama hari ketujuh dalam sepekan ini juga relatif tidak mengalami perubahan yang signifikan jika dibandingkan dengan pelafalan dalam bahasa Indonesia, Sabtu maupun bahasa Arab yang menjadi induknya, Sabti. 

Kecuali, keberadaan huruf p yang berada tepat di tengah-tengah kata, menggantikan huruf b layaknya penyebutan hari Sabtu dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Ini jelas berbeda dengan penyebutan hari Saptu dalam bahasa Jawa yang lebih simpel, Setu.

Adakah penyebutan nama-nama hari dalam bahasa daerah lain di nusantara yang berbeda? Jika ada, silakan tulis di kolom komentar, agar masyarakat nusantara juga mengetahui salah satu bukti kekayaan budaya kita yang secara faktual memang ber-Bhinneka Tunggal Ika! 

Disclaimer :

Semua kosakata nama hari dalam Bahasa Banjar, berikut susunan hurufnya didasarkan pada Kamus Banjar-Indonesia, Karya pakar Bahasa Banjar Abdul Djebar Hapip, Guru Besar FKIP Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin. Terbitan PT. GRAFIKA WANGI KALIMANTAN, cetakan ke-lima, Maret 2006. 


Kamus Banjar-Indonesia | @kaekaha


Semoga Bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

 

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 06 Pebruari 2022  jam  13:13 WIB (klik disini untuk membaca) dan terpilih sebagai Artikel Utama.


Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN








 

Nutmeg, "Si-Buah Pala" Lambang Pertaruhan Harga Diri Pemain Bola di Lapangan Hijau

Isco Saat Berhasil

Liga-liga sepakbola di benua biru, saat ini sudah hampir menyelesaikan semua kompetisinya. Bundarnya bola yang tidak bisa ditebak arah lajunya, apalagi jika berada di kaki-kaki para seniman lapangan hijau yang tidak ada habis-habisnya memamerkan skill-skill atraktif terbaiknya, menjadikan akhir kompetisi liga-liga di negara Eropa layaknya magnet yang begitu kuat menarik perhatian seluruh pecinta bola di seluruh penjuru dunia.

Selain kolektivitas permainan tim sebagaimana mestinnya permainan sepakbola dimainkan, daya tarik sepakbola juga tidak bisa dilepaskan dari "daya tarik individu" bintang-bintang bola yang umumnya dilabeli bintang karena skill mumpuni mereka di lapangan hijau. Makanya tidak heran jika kemudian muncul "julukan individual" pada seorang pemain bola karena keterampilan atau skill yang secara spesifik di akui sebagai skill terbaiknya.

Baca Juga: Menggagas Sound of Borobudur Mementaskan "Campursari Kolosal" Alat Musik dari Seluruh Dunia

Bagi para penikmat bola, tentu sangat familar dengan istilah raja dribel (dribble), raja clean sheetraja tekel (tackle) dan raja-raja lain yang merujuk pada skill para seniman bola tersebut. 

Di antara, sekian banyak skill mumpuni para bintang sepak bola dunia, ada satu skill khusus nan unik yang dianggat keramat oleh para seniman lapangan hijau yang ternyata punya latar belakang sejarah dan juga efek atau imbas luar biasa bagi mental para pemain yang terlibat dalam aksi skill luar biasa ini, yaitu skill nutmeg alias "si-buah pala".

Biji Pala, Mirip Ga sih? | doktersehat.com



Kok Biji Pala?

Kosakata nutmeg  berasal dari bahasa Inggris yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai buah pala (Myristica fragrans). Naaaah lho, apa hubungannya buah pala dengan skill nutmeg  di lapangan sepakbola dan juga futsal?

Keterampilan nutmeg di Indonesia biasa disebut sebagai "ngolongin", yaitu proses mendrible bola untuk melewati lawan dengan cara "memasukkan" bola di antara celah kedua kaki (selangkangan) lawan. 

Ada beberapa versi, asal-usul istilah nutmeg yang ada dalam literasi sepakbola. The Guardian dalam rilisnya pernah mengira nutmeg berasal dari bahasa slang yang pernah populer tahun 1940-an, "cockney" yang berarti "kaki". 

Tapi akhirnya, mereka menemukan kosakata nutmeg  ternyata sudah ada dalam dunia teks dan percakapan sejak 1870, sebagai bahasa slang era Victorian yang dalam Kamus Bahasa Inggris Oxford dimaknai sebagai "(situasi di mana) seseorang terkena tipu, terutama lewat cara-cara yang bikin dirinya jadi terlihat bodoh."

Baca Juga: Kojima Solusi Praktis Gaya Hidup Sehat ala Rasulullah

Tapi menurut buku Over the Moon, Brian: The Language of Football karya Alex Leith, istilah "nutmeg" pertama kali digunakan dalam sepakbola oleh penduduk Inggris bagian utara sebagi identifikasi terhadap skill menggiring atau mengooper bola melalui selangkangan lawan. Dari situlah, istilah nutmeg mulai berkembang," jelas Leith.

Kosakata nutmeg atau umumnya disingkat menjadi nuts, mengacu pada istilah bahasa inggris jalanan yang berarti testikel alias buah zakar, mungkin karena interpretasi terhadap bentuk fisiknya yang identik!? Kebetulan, skill nutmeg dalam sepakbola ini, bola diloloskan melalui dua kaki lawan alias melewati testikel/buah zakar. Nah lhooooo!

Baca Juga: Saatnya Memunculkan Kategori Penghargaan "Article of The Year" di Kompasianival 2021

Grafis Mekanisme Terjasinya "Nutmeg" | striker.id

Ada juga teori literasi kemunculan kosakata nutmeg pertama kali setelah buku Brian Glanville yang berjudul A Bad Lot pada tahun 1977 menyebutkan "nutmeg" adalah perkembangan dari kata nuts (semacam ungkapan terkejut dalam bahasa slang Inggris) yang sering diucapkan para pemain bola ketika berhasil menggulirkan bola di antara kedua kaki lawan.

Nutmeg is "Ngolongin"

Cara melewati lawan dengan skill nutmeg, konon sangat menjengkelkan pemain yang terkena triknya, karena pemain bola profesional sekalipun akan terlihat "bodoh" seketika, saat tersadar dilewati pemain lawan dengan cara yang satu ini. Biasanya, kalau pemain belakang akan meresponnya dengan pelanggaran keras dari belakang. Untuk melepaskan rasa malu dan kejengkelan!?

Baca Juga: Kisah "Baliman" yang Menghilang, Setelah Kojima Datang!

Tidak heran jika kemudian banyak yang menyebut terkena nutmeg layaknya "membuka aib" yang memalukan, sehingga muncul semacam idiom di antara pemain bola bahwa skill nutmeg itu tak ubahnya, sebuah pertaruhan harga diri pemain bola di lapangan hijau.

Tidak hanya itu, ada juga beberapa pelatih mewajibkan pemain yang terkena nutmeg mendapatkan hukuman internal klub sebagai bentuk "pertanggungjawaban moral" sebagai pemain profesional karena telah dipermalukan secara profesional pula oleh lawan, didepan umum lagi ....

Coba perhatikan ekspresi wajah-wajah pemain yang baru saja terkena nutmeg! Sepertinya hanya Marco Verratti seorang yang "mampu" tetap memuji lawan yang berhasil mengelabuhinya dengan skill nutmeg. Momen itu terjadi saat Italia ditakhlukkan Spanyol dengan skor meyakinkan 3-0 pada kualifikasi Piala Dunia Russia 2018, Grup G di di Santiago Bernabeu. 

Nutmeg Dani Alves ke Ronaldo | 101gg - Bola.net

Selain berhasil melesakan 2 gol ke gawang Italia yang dikawal kiper kawakan Gianluigi Buffon, penampilan ciamik Isco yang berhasil ngolongin Marco Verratti, juga menjadi kisah tak terlupakan dari laga yang mempertemukan dua mantan juara dunia tersebut.

Kalau pemain bintang, cara merepon nutmeg biasanya dengan senyum-senyum sendiri sambil "pura-pura" mengejar bola untuk menutupi rasa malu, tapi tidak sedikit pula yang emosinya langsung naik dan meresponnya dengan melakukan tackle keras yang bisa berakibat pelanggaran.

Baca Juga: Mengenal Alat Musik Dayak Sape' dan Keledi, Instrumen "Sound of Borobudur" dari Kalimantan

Unik ya! Si-buah pala ternyata punya jejak luarbiasa di lapangan hijau, bahkan sampai-sampai bisa menjadi lambang sebuah prestise alias pertaruhan harga diri para pemain bola di lapangan hijau, terlebih bagi para bintang-bintang dunia, seniman lapangan hijau kelas wahid di kolong langit. 

Kira-kira siapa raja nutmeg dunia versi kamu gaes?

Semoga Bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

 

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 15 Mei 2022  jam  09:19 WIB (klik disini untuk membaca) dan terpilih sebagai Artikel Utama.


Selamat Idul Fitri 1442 H | @kaekaha



Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN