Sanja Kuning di Sungai Barito (foto : hfa) |
Bamula angin manyapu banyu
mahirit di padang banta
maantar alang tarabang
handak bulik ka sarangnya. . . .
Berawal dari angin yang menyapu air
Menuntun di padang rumput
Mengantar burung elang terbang
Hendak pulang ke sarangnya
Galuh. . . .lakas naik
Sanja kuning sanja luruh di muara
Bakayuh jukung tiung hancap bulik
Sudah dikiau abahnya. . .
Nak (perempuan) ... cepat masuk (ke rumah)
Lembayung senja turun/nampak di muara
Mengayuh perahu cepat pulang
Sudah dipanggil ayahnya
Sanja kuning luruh
tatanaman layu, apa wahananya. . .
Sanja kuning luruh
tatanaman luluh, sasuka duka. . . .
Lembayung senja turun/nampak
Semua tanaman layu, apa maknanya
Lembayung senja turun/nampak
Semua tanaman luluh dalam suka dan duka
Galuh. . .putikakan kambang waluh
tampulu malarak sanja
bakayuh jukung tiung hancap bulik
sanja di muara. . .
Nak (perempuan) petikkan bunga waluh
Mumpung sedang mekar saat sore
Mengayuh jukung tiung cepat pulang
sore sudah di muara
Lirik diatas disadur dari salah satu lagu daerah legendaris dari tanah Banjar berjudul "Sanja Kuning" karya sang maestro lagu Banjar (Alm) Letnan Kolonel H. Anang Ardiasyah atau lebih dikenal sebagai Abah Anang Ardiansyah pencipta lagu daerah Banjar yang telah menasional lewat karya fenomenal beliau, "Paris Barantai".
Bagi generasi Urang Banjar yang setidaknya mengalami masa kanak-kanak dan remaja di era 70-an sampai awal 90-an, pasti masih mengenal kemagisan aransemen, lirik maupun tematik dari lagu Sanja Kuning karya Abah Anang Ardiansyah diatas. Banyak diantaranya yang kini telah terdiaspora karena sekolah, pekerjaan atau juga karena perkawinan dengan suku bangsa lain baik di dalam negeri maupun luar negeri, merasa dandaman atau karindangan (rindu, kangen ; bhs Banjar) dengan lagu ini.
Lagu Sanja Kuning karya Abah Anang Ardiansyah merupakan salah satu potret kecerdasan budaya khas masyarakat Banjar dalam merekam sekaligus meramu fakta fenomena alam yang begitu romantis dengan tuntunan Islam yang telah berurat berakar dalam tradisi budaya masyarakat sehingga menghasilkan sebuah narasi yang kelak dikenal sebagai keyakinan adaptif komunal Urang Banjar yang mengakar begitu kuat sebagai tuntunan untuk dipatuhi oleh segenap masyarakat Banjar.
Ada Apa dengan Sanja Kuning?
Bagi masyarakat Banjar, ketika sore tiba dan langit senja membiaskan warna kuning yang dominan, umumnya dianggap sebagai peringatan atau pertanda tidak baik, banyak diantaranya yang beranggapan sanja kuning adalah waktu muncul/keluarnya setan dan jin yang jahat lainnya yang diyakini bisa membawa malapetaka, berupa sakit karena sangga (penyakit kuning) atau kejadian gaib lainnya, seperti angin pidara (kapidaraan) bahkan juga keluarnya kemungkinan ilmu hitam seperti parang maya atau santet dsb.
BACA JUGA : Niat Urang Banjar untuk Naik Haji Tetap Kuat Meski Harus Menunggu 31 Tahun
Makanya, pada sebagian besar urang Banjar muncul ungkapan "Sanja Kuning Bahantu" atau senja kuning itu ada hantunya! Karena dasar keyakinan inilah jika senja kuning luruh atau nampak, maka para orang tua biasanya akan melarang anak-anaknya bermain-main di luar rumah dan akan mencari anak-anaknya yang masih bermain diluar rumah untuk diajak segera naik atau masuk ke dalam rumah untuk bersiap-siap melaksanakan ibadah sholat Maghrib, seperti terekam dalam lirik lagu Sanja Kuning berikut!
Galuh. . . .lakas naik
Sanja kuning sanja luruh di muara
Bakayuh jukung tiung hancap bulik
Sudah dikiau abahnya. . .
Dari sini muncul larangan dan juga anjuran-anjuran yang sampai sekarang masih dipegang teguh oleh sebagian besar Urang Banjar, seperti:
- Tidak diperbolehkan keluar dan beraktivitas di luar rumah pada waktu sanja kuning ini, khususnya untuk anak-anak.
- Dilarang duduk di depan pintu dan beranda rumah
- Dianjurkan untuk berdo'a memohon perlindungan.
- Marabun dupa atau membakar kemenyan
- Dilarang membunyikan dan memainkan alat music
Larangan-larangan atau anjuran tersebut diatas, jika dilanggar akan berakibat pada hal-hal yang tidak diinginkan.
Apa yang sebenarnya terjadi saat muncul Sanja Kuning?
Secara ilmiah, inilah fakta dari hadirnya Sanja Kuning atau Lembayung senja di kala sore hari! Ketika matahari terbenam atau tenggelam, jarak lintasan cahaya matahari melalui atmosfer sangat jauh atau lebih jauh. Lintasan sinar harus melalui atmosfer yang lebih panjang lagi dibanding waktu siang, maka warna kuning, merah, dan ungu juga membias membentuk satu warna saja yaitu kuning. Lalu dimana warna birunya langit? Warna biru tentu saja sudah terhalang dan tidak terlihat lagi oleh mata.
Sanja Kuning merupakan fase puncak dari pergerakan matahari dalam satu hari, dimana matahari hampir sepenuhnya terbenam yang ditandai dengan condongnya matahari ke ufuk barat dan berubahnya cahaya matahari di cakrawala secara perlahan dari kuning keemas-emasan menjadi merah jingga atau oranye dan disertai dengan suhu udara yang berangsur-angsur menjadi sejuk.
Ketika lembayung berakhir, matahari telah utuh terbenam di ufuk barat dan secara perlahan akan berganti dengan kegelapan. Sesaat sebelum gelap, ketika sanja kuning datang alam memang benar-benar memperihatkan pesona romantisnya.
Pertanyaannya, dari mana asal-muasal keyakinan Sanja kuning berikut pernak-pernik yang menyertainya itu bisa begitu kuat berurat dan berakar dalam budaya masyarakat banua di Banjar?
Masyarakat Banjar atau Urang Banjar, sejak dulu dikenal mempunyai akar kebudayaan Islam yang sangat kuat. Sejarah interaksi di antara keduanya diyakini para sejarawan telah dimulai jauh sebelum berdirinya Kesultanan Banjar sekitar 5 abad yang lalu. Dalam perjalanannya, budaya lokal masyarakat Banjar yang bersumber dan berakar dari kebudayaan melayu bisa berakulturasi dengan tradisi dan budaya Islam dengan baik, sampai-sampai relatif susah untuk mendapatkan garis separasi di antara keduanya.
Situasi ini selaras dengan pernyataan antropolog Judith Nagata (dalam Hairus Salim HS), Suku Banjar merupakan salah satu suku di Indonesia yang identitas kesukuannya bertumpang tindih dengan identitas keagamaan, "Agama ya suku, suku ya agama".
Berangkat dari fakta kedekatan antara Urang Banjar dengan Islam beserta segala aspek yang dimiliki, bisa dipastikan keyakinan Senja Kuning berikut pernak-pernik atribut yang dianggap sebagai mitos tersebut, justeru awalnya berasal dari tuntunan Agama Islam yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadits, hanya saja dalam perjalannannya seperti tradisi budaya lainnya, akan terjadi penambahan dan perkembangan seiring berjalannya waktu.
Sebagai bukti, beberapa dalil dari Al Hadits dan Al Quran berikut bisa menjelaskan!
Menurut hadis Rasulullah, "Jangan kalian membiarkan anak anak kalian di saat matahari terbenam sampai menghilang kegelapan malam sebab setan berpencar jika matahari terbenam sampai menghilang kegelapan malam,"
Ada juga riwayat lain, Rasulullah bersabda "Jika sore hari mulai gelap maka tahanlah bayi bayi kalian sebab iblis mulai bergentayangan pada saat itu, jika sesaat dari malam telah berlalu maka lepaskan mereka, kunci pintu pintu rumah dan sebutlah nama Allah sebab setan tidak membuka pintu yang tertutup. Dan tutup rapat tempat air kalian dan sebutlah nama Allah. Dan tutup tempat makanan kalian dan sebutlah nama Allah meskipun kalian mendapatkan sesuatu padanya." (Dari Jabir dalam kitab Sahih Muslim)
Spektrum Cahaya (cancellauto.blogspot.com) |
Hadis Rasulullah terkait tuntunan bagi umat ketika menjelang Maghrib atau peralihan hari (tentunya termasuk saat sanja Kuning atau lembayung senja menampakkan diri di cakrawala) diatas dapat dijelaskan secara ilmiah oleh Prof. DR. Ir. H. Osly Rachman, MS dalam bukunya The Science Of Shalat terbitan Qultummedia. Berikut penjelasannya,
Menjelang magrib atau saat Sanja Kuning nampak, alam akan berubah menjadi spektrum cahaya berwarna merah. Cahaya merupakan gelombang elektromagnetis (EM) yang memiliki spektrum warna yang berbeda satu sama lain. Setiap warna dalam spektrum mempunyai energi, frekuensi dan panjang gelombang yang berbeda.
Perubahan spekrum warna alam pada
saat menjelang Maghrib atau pada saat saat Sanja Kuning yang dominan
spektrum warna merah, selaras dengan frekuensi spektrum jin dan iblis.
Pada waktu sanja kuning ini, jin dan iblis amat bertenaga karena
memiliki resonansi bersamaan dengan spektrum warna alam dan kebetulan,
pada saat bersamaan terjadi proses interfernsi atau tumpang tindihnya
dua atau lebih gelombang yang berfrekuensi sama pada spektrum cahaya
yang menyebabkan penglihatan manusia menjadi kurang tajam akibat adanya
semacam fatamorgana.
Dari hadis pertama Rasulullah diatas
dijelaskan, bahwa pada waktu magrib yang bersamaan dengan kegelapan,
setan akan menyebar bahkan dikisahkan beberapa diantaranya juga berebut
untuk mencari tempat tinggal, karenanya ada juga sebagian setan yang
takut dari kejahatan setan yang lain, sehigga masing-masing setan juga
harus memiliki tempat yang aman atau setidaknya sesuatu yang bisa
dijadikannya sebagai tempat berlindung. Mereka tersebar dengan cara dan
jumlah yang tidak ada yang tahu selain Allah.
Dengan kecepatan kilat berlipat lipat, mereka bisa bergerak dengan cepat melebihi kecepatan manusia. Beberapa dari mereka berlindung dalam wadah kosong, rumah kosong dan beberapa dari mereka berlindung kepada sekelompok manusia yang saat Sanja Kuning masih duduk-duduk. Mereka memang tidak merasakannya, setan-setan itu ikut duduk disitu supaya aman dari penindasan sesama setan yang lebih kuat yang saat itu mulai berkeliaran seperti angin di bumi.
Terbenamnya matahari di kala senja banyak dimaknai sebagai fase penyempurnaan, dimana dalam sistem penanggalan Islam, saat sanja kuning merupakan pertanda sebentar lagi akan terjadi pergantian hari, yaitu ketika sang surya benar-benar tenggelam di peraduannya, ketika kegelapan langit benar-benar telah memeluk seisi bumi.
Gema adzan Magrib dalam penanggalan Islam merupakan tanda permulaan sebuah hari baru, berbeda dengan system penanggalan masehi yang memulai hari baru ketika lewat tengah malam atau lewat pukul 24.00.
Secara khusus, Al quran juga menyinggung sanja kuning dalam Surah Al-Insyiqaaq, khususnya ayat ke-16 yang artinya "Maka sesungguhnya Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja" dari ayat ini banyak tafsir yang bisa kita baca dan pelajari!
Bagi saya pribadi sebagai bagian dari Urang Banjar, kami meyakini sumpah Allah kepada makhluk-Nya yang terucap saat Sanja Kuning, saat hari berganti bukan ketika pagi atau siang pasti ada sebab dan maksudnya.
Senja Kuning yang dilanjutkan dengan kumandang adzan Maghrib, bagi kami merupakan pertanda untuk menghentikan semua aktivitas dan saatnya melakukan penyempurnaan atas aktivitas dunia yang telah dilakukan sepanjang hari, mulai pagi sampai sore menjelang dengan bersujud dan mendekatkan diri kepada-Nya, Allah SWT, Tuhan Seru Sekalian Alam seperti terekam dalam lirik lagu Sanja Kuning diatas! Wallahu A'lam Bish Shawabi
Bakayuh jukung tiung hancap bulik
Sudah dikiau abahnya. . .
Semoga Bermanfaat!
Salam Matan Kota 1000 Sungai
Banjarmasin nan Bungas!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar