Kamis, 22 September 2022

26 Tahun Merokok, Ini Cara Saya Berhenti dan Bertahan Tidak Merokok Lagi!

 

Ilustrasi Paru-paru (ayobandung.com)

Sehat Mas?

Anda tentu familiar dengan acara TV Famili 100 bukan? Itu lho, acara quiz yang materinya dari hasil survey pada 100 responden! Selain menghibur, karena materi quis yang selalu bisa memancing keterlibatan emosi penonton, acara ini baik juga untuk mengasah logika, kemampuan verbal dan juga pola sosial kita lho!

Salah satu episode Famili 100 yang menarik perhatian saya adalah ketika pembawa acara menanyakan, "Setelah menanyakan kabar, apa yang biasa anda tanyakan kepada orang yang baru saja bertemu?"

Ternyata, jawaban teratas alias jawaban paling banyak dari  hasil surveynya  adalah "menanyakan kesehatan!"

Menurut saya, fakta survey famili 100 diatas bukanlah sebuah kebetulan, karena sesuai kelaziman  kitapun sepertinya juga akan melakukan hal yang sama, yaitu menanyakan kesehatan setelah menanyakan kabar. Betul?

Terlepas pertanyaan "sehat" ini sekedar basa-basi atau memang tulus dari hati, setidaknya dari tradisi yang secara faktual dirisetkan oleh tim famili 100 ini, kita melihat adanya pesan tersirat berupa kesadaran kolektif pada masyarakat untuk menempatkan "sehat" sebagai aset penting dalam kehidupan

Gaya Hidup Sehat (kumparan.com)

Mindset "Sehat Itu Kebutuhan Primer"

Dalam tradisi kebudayaan masyarakat modern, umumnya telah memperkenalkan pentingnya sehat dan kesehatan sejak dini kepada anak-anak, baik melalui proses alamiah dengan teladan/contoh (tindakan riil),  maupun berbagai narasi dan  diskripsi dalam proses belajar-mengajar secara formal di sekolah. Kedua pola tersebut merupakan bagian dari proses indoktrinasi lingkungan kepada anak-anak, sebagai respon peradaban terhadap fakta pentingnya (hidup) sehat.

Hasil indoktrinasi berulang (repetisi) inilah yang akan menghasilkan kesadaran, bahwa sehat adalah kebutuhan primer bagi setiap manusia normal. Betapa susahnya jika kita tidak sehat, tidak fit atau malah sakit-sakitan!? Semua aktifitas kita pasti akan terganggu! Lhah, kalau aktifitas produktif kita terganggu, bagaimana dengan keberlangsungan hidup sehari-hari kita? Anak-istri kita? Orang-orang tersayang di sekitar kita?

Sayangnya, pada level pikiran sadar, "keyakinan" yang dimiliki umumnya masih belum tentu bisa menuntun "tuan-nya"untuk konsisten dalam bertindak atau berperilaku. Aneh dan lucu kan? Situasi ini saya buktikan sendiri ketika menjadi perokok aktif selama 26 (dua puluh enam) tahun.

Saya tahu, bahkan meyakini merokok tidak baik untuk kesehatan, disaat yang sama saya juga tahu dan sadar kesehatan itu kebutuhan primer. Aneh dan ajaibnya, saya tetap saja merokok! 

Artinya, logika sadar saya masih belum mampu mengawal sikap dan tindakan saya untuk konsisten pada keyakinan bahwa merokok itu tidak baik bagi kesehatan, sekaligus kesehatan itu kebutuhan primer saya sebagai manusia normal.

Berbeda jika keyakinan bahwa sehat adalah kebutuhan primer itu telah tertanam dengan baik pada level pikiran alam bawah sadar kita. Pada level inilah, biasanya keyakinan bisa efektif menjadi pemandu alam sadar untuk konsisten "menjaga" perilaku dan tindakan sesuai dengan keyakinan, bahwa  sehat adalah kebutuhan primer. Dengan begitu, semua tindakan yang tidak sejalan dengan keyakinan bahwa sehat adalah kebutuhan primer dengan sendirinya akan teranulir.

Syarat utama agar keyakinan bisa tertanam pada level pikiran alam bawah sadar adalah, benar-benar kehendak sendiri, serius, sungguh-sungguh dan diikuti dengan upaya tindakan pengulangan (repetisi) secara kontiyu tanpa batas waktu dan hitungan ideal, karena masing-masing orang berbeda tingkat sensitifitasnya.

Semisal, saya  ingin merokok lagi, padahal sudah dua tahun tidak merokok! Maka secara otomatis alam bawah sadar akan memberi "alarm" untuk menolak keinginan merokok tersebut. Bahkan biasanya saya merasa diarahkan untuk  segera menolak keinginan itu dengan melakukan aktifitas fisik ringan tapi menyibukkan (menyibukkan otak dan tangan sekaligus), seperti yang telah rutin saya lakukan sejak awal berhenti merokok.  Ini yang terjadi dalam dua tahun terakhir kehidupan saya pasca memutuskan berhenti merokok.

(suara.com)







Berhenti Merokok!

Pertanyaannya, bagaimana bisa berhenti merokok setelah menjadi perokok aktif selama 26 tahun? Bagaimana pula caranya bertahan dari godaan merokok selama 2 tahun terakhir?

Semua perokok, apalagi di level perokok berat yang sudah puluhan tahun kecanduan merokok, pasti akan mengatakan sangat susah untuk berhenti merokok. Itu juga yang saya alami!

Tapi jangan salah! Perjuangan saya untuk berhenti merokok sebenarnya jauh lebih berat jika dibanding dengan perokok (berat) lainnya, karena saya kolektor rokok sekaligus penjual rokok! Beratnya lagi, di toko saya  bisa beli rokok ketengan/ngecer! Hayo coba bayangkan! Tapi, mungkin inilah yang namanya berkah, ketika niat sungguh-sungguh bertemu dengan usaha dan doa!

Semua bermula dari ocehan anak saya yang menanyakan "kalau makan perut bisa kenyang, minum hilang haus, kalau merokok ...?"  

"Merokok itu Untuk Apa Ya, Bah?" (nissinlemonia.id)


Jujur, pertanyaan sederhana dari mulut polos anak saya inilah yang menampar kesadaran logika saya, baik sebagai manusia dewasa yang seharusnya bisa menakar sekaligus mempertanggungjawabkan semua tindakan yang diambil secara logis, maupun sebagai orang tua yang seharusnya memberi teladan sekaligus pengalaman terbaik dan bermanfaat untuk anak-anaknya!

Kenyataanya, saya benar-benar tidak bisa menjawab pertanyaan sederhana tapi sangat krusial dari anak saya tersebut! Untuk apa saya merokok? Artinya, 26 tahun saya melakukan perbuatan yang saya sendiri tidak tahu untuk apa saya melakukan itu! Betapa lucunya saya dihadapan anak-anak saya!

Dari sini, saya review lagi semua aktivitas saya terkait rokok dan merokok selama 26 tahun terakhir yang akhirnya mempertemukan saya dengan banyak fakta mengejutkan yang semakin membulatkan tekad saya untuk segera berhenti merokok sekaligus memutus semua aksesnya saat itu juga! Caranya harus revolusif!
  1. Tidak menjual rokok lagi di toko.    
  2. Memberi tahu semua kolega, tetangga dan juga keluarga kalau saya berhenti merokok. Harapannya, semua bisa memahami sekaligus membantu tekad saya lepas dari rokok.    
  3. Mundur dari rutinitas begadang malam yang biasanya ditemani sekaleng rokok isi 50 batang dan bergelas-gelas kopi. Akibatnya, hampir setahun aktifitas kreatif saya, (menulis dan desain/produksi kerajinan) kedodoran dan terbengkalai.    
  4. Membatasi berbagai aktifitas diluar rumah yang memungkinkan bersentuhan dengan rokok. 
  5. Biasanya, titik kritis munculnya keinginan merokok adalah setelah makan, aktifitas yang memerlukan konsentrasi (menulis dan mendesain, termasuk eksekusi desain) dan pas istirahat/ngobrol. Untuk itu, setiap berada di posisi titik kritis itu saya biasakan mengalihkan perhatian dengan beraktifitas fisik ringan tapi menyibukkan, termasuk sesekali dengan ngemil dan ngemut permen. Pilihan yang terakhir, meskipun tidak rutin tapi efeknya dahsyat! Hanya sekitar 2-3 bulan, berat badan saya langsung naik 15 kilo.
 
(ilmuanget.blogspot.com)


Dari sisi kesehatan, Alhamdulillah selama dan pasca 26 tahun merokok, saya tidak pernah mengalami sakit serius (semoga benar-benar tidak!), kecuali turunnya kebugaran fisik yang sangat terasa bila bangun tidur di pagi hari dimana badan terasa tidak fresh, jadi malas bergerak, mudah capek,  pegal-pegal, dada sesak dan mood sering tidak enak bahkan biasa juga muncul keluhan asam lambung yang lebih sering naik sampai menyebabkan muntah, juga nyeri dan berat di leher bagian belakang sampai ke kepala bagian belakang dan lengan kiri yang sempat lemah karena terkena gejala stroke.

Alhamdulillah, sekarang berbagai keluhan yang saya rasakan seperti diatas berangsur-angsur hilang setelah dua tahun saya berhenti merokok dan saya imbangi dengan cukup asupan air putih, makanan plus minuman sehat olahan sendiri dan olah raga ringan setiap pagi. 
 
Walaupun untuk kembali segar bugar seperti dulu sepertinya tidak mungkin lagi karena faktor usia, setidaknya saya sudah memulai hidup baru dengan cara baru untuk menjaga aset terbesar kita! Sehat itu aset.




Sehat Itu Aset Berharga!

    Sebagai kebutuhan primer layaknya sandang, pangan dan papan, kondisi sehat merupakan aset alias harta terbesar kita!

Sebagai manusia normal, secara logika kita pasti akan menjaga semua aset yang kita miliki, apalagi aset terbesar seperti kondisi sehat! Betul?

Secara umum setidaknya ada tiga tahapan mendasar untuk menjaga aset sehat kita, yaitu

Pertama, membentuk pola pikir (mindset)

Pola pikir atau mindset merupakan point utama dan pertama yang harus mendapat sentuhan, karena dengan sebuah pikiran kita akan melakukan sebuah tindakan secara sadar, tindakan dalam pikiran sadar yang dilakukan secara berulang atau kontinyu akan tertanam dalam pikiran alam bawah sadar yang pada gilirannya akan membentuk karakter dan kebiasaan atau habitus. 
 
Jika mindset kita positif, maka yang sudah pasti memberikan dampak positif pada diri dan lingkunan sekitar, begitu pula sebaliknya. Artinya, Jika kita mempunyai pola pikir hidup sehat, biasanya akan menurunkan berbagai habitus hidup sehat juga.

Kedua, Pola hidup sehat

Jika mindset lebih berada pada tataran konsep, maka pola hidup sehat merupakan varian aplikatifnya. Dimana  segala daya dan upaya dilakukan seseorang untuk menjaga tubuhnya agar tetap sehat.

Didalamnya, termasuk konsisten mengatur  pola makan dan minum dengan asupan gizi yang seimbang, ritme aktifitas olahraga fisik yang cukup dan sesuai kebutuhan, kecukupan porsi relaksasi dan istirahat, juga menjaga keseimbangan aktifitas kerja dan jangan lupa tinggalkan kebiasaan-kebiasaan kontraproduktif bagi kesehatan seperti merokok, minum-minuman keras dan narkoba.
 
Ketiga, Pola perlindungan ekstra

Setiap orang pasti mempunyai cara/strategi terbaik yang diyakini efektif untuk melindungi dirinya sendiri dan juga keluarga dari segala kemungkinan bahaya yang mengancam.

Secara sederhana, proses alamiah kita menjaga asset “sehat” dimulai dari terbentuknya mindset positif untuk hidup sehat yang selanjutnya kita terjemahkan semua konsepnya dalam bentuk pola hidup sehat yang diharapkan bisa meng-cover aset sehat kita sejauh yang kita mampu.
 
Artinya, tetap ada bagian-bagian dalam hidup ini yang tidak bisa kita kendalikan secara sempurna, seperti resiko akibat aktifitas kehidupan kita yang dalam kondisi tertentu mungkin tidak terkontrol, sehingga menyebabkan datangnya musibah sakit atau yang lainnya, walaupun sudah pasti kita tidak mengharapkan itu.

Semoga Bermanfaat!

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa Ramadan 1443 H

Salam Matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 2 November 2019 jam 06:39 WIB (klik disini untuk membaca)

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN








Tidak ada komentar:

Posting Komentar