Ilustrasi Paru-paru (ayobandung.com) |
Anda tentu familiar dengan acara TV Famili 100 bukan? Itu lho, acara quiz yang materinya dari hasil survey pada 100 responden! Selain menghibur, karena materi quis yang selalu bisa memancing keterlibatan emosi penonton, acara ini baik juga untuk mengasah logika, kemampuan verbal dan juga pola sosial kita lho!
Salah satu episode Famili 100 yang menarik perhatian saya adalah ketika pembawa acara menanyakan, "Setelah menanyakan kabar, apa yang biasa anda tanyakan kepada orang yang baru saja bertemu?"
Ternyata, jawaban teratas alias jawaban paling banyak dari hasil surveynya adalah "menanyakan kesehatan!"
Menurut saya, fakta survey famili 100 diatas bukanlah sebuah kebetulan, karena sesuai kelaziman kitapun sepertinya juga akan melakukan hal yang sama, yaitu menanyakan kesehatan setelah menanyakan kabar. Betul?
Terlepas pertanyaan "sehat" ini sekedar basa-basi atau memang tulus dari hati, setidaknya dari tradisi yang secara faktual dirisetkan oleh tim famili 100 ini, kita melihat adanya pesan tersirat berupa kesadaran kolektif pada masyarakat untuk menempatkan "sehat" sebagai aset penting dalam kehidupan
Gaya Hidup Sehat (kumparan.com) |
Dalam tradisi kebudayaan masyarakat modern, umumnya telah memperkenalkan pentingnya sehat dan kesehatan sejak dini kepada anak-anak, baik melalui proses alamiah dengan teladan/contoh (tindakan riil), maupun berbagai narasi dan diskripsi dalam proses belajar-mengajar secara formal di sekolah. Kedua pola tersebut merupakan bagian dari proses indoktrinasi lingkungan kepada anak-anak, sebagai respon peradaban terhadap fakta pentingnya (hidup) sehat.
Hasil indoktrinasi berulang (repetisi) inilah yang akan menghasilkan kesadaran, bahwa sehat adalah kebutuhan primer bagi setiap manusia normal. Betapa susahnya jika kita tidak sehat, tidak fit atau malah sakit-sakitan!? Semua aktifitas kita pasti akan terganggu! Lhah, kalau aktifitas produktif kita terganggu, bagaimana dengan keberlangsungan hidup sehari-hari kita? Anak-istri kita? Orang-orang tersayang di sekitar kita?
Sayangnya, pada level pikiran sadar, "keyakinan" yang dimiliki umumnya masih belum tentu bisa menuntun "tuan-nya"untuk konsisten dalam bertindak atau berperilaku. Aneh dan lucu kan? Situasi ini saya buktikan sendiri ketika menjadi perokok aktif selama 26 (dua puluh enam) tahun.
Saya tahu, bahkan meyakini merokok tidak baik untuk kesehatan, disaat yang sama saya juga tahu dan sadar kesehatan itu kebutuhan primer. Aneh dan ajaibnya, saya tetap saja merokok!
Artinya, logika sadar saya masih belum mampu mengawal sikap dan tindakan saya untuk konsisten pada keyakinan bahwa merokok itu tidak baik bagi kesehatan, sekaligus kesehatan itu kebutuhan primer saya sebagai manusia normal.
Berbeda jika keyakinan bahwa sehat adalah kebutuhan primer itu telah tertanam dengan baik pada level pikiran alam bawah sadar kita. Pada level inilah, biasanya keyakinan bisa efektif menjadi pemandu alam sadar untuk konsisten "menjaga" perilaku dan tindakan sesuai dengan keyakinan, bahwa sehat adalah kebutuhan primer. Dengan begitu, semua tindakan yang tidak sejalan dengan keyakinan bahwa sehat adalah kebutuhan primer dengan sendirinya akan teranulir.
Syarat utama agar keyakinan bisa tertanam pada level pikiran alam bawah sadar adalah, benar-benar kehendak sendiri, serius, sungguh-sungguh dan diikuti dengan upaya tindakan pengulangan (repetisi) secara kontiyu tanpa batas waktu dan hitungan ideal, karena masing-masing orang berbeda tingkat sensitifitasnya.
Semisal, saya ingin merokok lagi, padahal sudah dua tahun tidak merokok! Maka secara otomatis alam bawah sadar akan memberi "alarm" untuk menolak keinginan merokok tersebut. Bahkan biasanya saya merasa diarahkan untuk segera menolak keinginan itu dengan melakukan aktifitas fisik ringan tapi menyibukkan (menyibukkan otak dan tangan sekaligus), seperti yang telah rutin saya lakukan sejak awal berhenti merokok. Ini yang terjadi dalam dua tahun terakhir kehidupan saya pasca memutuskan berhenti merokok.
(suara.com) |
Berhenti Merokok!
Pertanyaannya, bagaimana bisa berhenti merokok setelah menjadi perokok aktif selama 26 tahun? Bagaimana pula caranya bertahan dari godaan merokok selama 2 tahun terakhir?
Semua perokok, apalagi di level perokok berat yang sudah puluhan tahun kecanduan merokok, pasti akan mengatakan sangat susah untuk berhenti merokok. Itu juga yang saya alami!
Tapi jangan salah! Perjuangan saya untuk berhenti merokok sebenarnya jauh lebih berat jika dibanding dengan perokok (berat) lainnya, karena saya kolektor rokok sekaligus penjual rokok! Beratnya lagi, di toko saya bisa beli rokok ketengan/ngecer! Hayo coba bayangkan! Tapi, mungkin inilah yang namanya berkah, ketika niat sungguh-sungguh bertemu dengan usaha dan doa!
Semua bermula dari ocehan anak saya yang menanyakan "kalau makan perut bisa kenyang, minum hilang haus, kalau merokok ...?"
"Merokok itu Untuk Apa Ya, Bah?" (nissinlemonia.id) |
- Tidak menjual rokok lagi di toko.
- Memberi tahu semua kolega, tetangga dan juga keluarga kalau saya berhenti merokok. Harapannya, semua bisa memahami sekaligus membantu tekad saya lepas dari rokok.
- Mundur dari rutinitas begadang malam yang biasanya ditemani sekaleng rokok isi 50 batang dan bergelas-gelas kopi. Akibatnya, hampir setahun aktifitas kreatif saya, (menulis dan desain/produksi kerajinan) kedodoran dan terbengkalai.
- Membatasi berbagai aktifitas diluar rumah yang memungkinkan bersentuhan dengan rokok.
- Biasanya, titik kritis munculnya keinginan merokok adalah setelah makan, aktifitas yang memerlukan konsentrasi (menulis dan mendesain, termasuk eksekusi desain) dan pas istirahat/ngobrol. Untuk itu, setiap berada di posisi titik kritis itu saya biasakan mengalihkan perhatian dengan beraktifitas fisik ringan tapi menyibukkan, termasuk sesekali dengan ngemil dan ngemut permen. Pilihan yang terakhir, meskipun tidak rutin tapi efeknya dahsyat! Hanya sekitar 2-3 bulan, berat badan saya langsung naik 15 kilo.
Sebagai kebutuhan primer layaknya sandang, pangan dan papan, kondisi sehat merupakan aset alias harta terbesar kita!
Sebagai manusia normal, secara logika kita pasti akan menjaga semua aset yang kita miliki, apalagi aset terbesar seperti kondisi sehat! Betul?
Pertama, membentuk pola pikir (mindset)
Kedua, Pola hidup sehat
Jika mindset lebih berada pada tataran konsep, maka pola hidup sehat merupakan varian aplikatifnya. Dimana segala daya dan upaya dilakukan seseorang untuk menjaga tubuhnya agar tetap sehat.
Didalamnya, termasuk konsisten mengatur pola makan dan minum dengan asupan gizi yang seimbang, ritme aktifitas olahraga fisik yang cukup dan sesuai kebutuhan, kecukupan porsi relaksasi dan istirahat, juga menjaga keseimbangan aktifitas kerja dan jangan lupa tinggalkan kebiasaan-kebiasaan kontraproduktif bagi kesehatan seperti merokok, minum-minuman keras dan narkoba.
Setiap orang pasti mempunyai cara/strategi terbaik yang diyakini efektif untuk melindungi dirinya sendiri dan juga keluarga dari segala kemungkinan bahaya yang mengancam.
Secara sederhana, proses alamiah kita menjaga asset “sehat” dimulai dari terbentuknya mindset positif untuk hidup sehat yang selanjutnya kita terjemahkan semua konsepnya dalam bentuk pola hidup sehat yang diharapkan bisa meng-cover aset sehat kita sejauh yang kita mampu.
Semoga Bermanfaat!
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa Ramadan 1443 H
Salam Matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar