Setiap daerah di nusantara, berikut suku bangsa yang mendiaminya tentu mempunyai bahasa ibu atau bahasa lokal yang menjadi alat berkomunikasi sehari-hari diantara masyarakatnya. Begitu juga dengan masyarakat Banjar yang tinggal di Kalimantan Selatan dan sekitarnya.
Seperti kita ketahui, diaspora masyarakat suku Banjar di luar Kalimantan Selatan, terutama di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah, serta sebagian kecil di Kalimantan Barat dan juga Kalimantan Utara, menurut beberapa sumber memang terkait dengan wilayah kekuasaan Kesultanan Banjar di masa lalu.
Jadi, jangan heran jika anda berkesempatan jalan-jalan ke Samarinda (Kalimantan Timur) atau Palangkaraya (Kalimantan Tengah), relatif mudah menemukan orang disekitar anda yang berkomunikasi dengan bahasa Banjar. Tapi mungkin akan lebih sulit menemukan hal serupa di wilayah Kalimantan Barat dan Kalimantan Utara, dimana kekuasaan Kerajaan Banjar di masa lampau memang tidak begitu kuat.
Baca Juga : Unda-Nyawa, Ini "Lo-Gue" Versi Bahasa Banjar!
Tentunya, ini berbeda dengan keberadaan kantong-kentong masyarakat Banjar di beberapa wilayah nusantara lainnya, seperti di Tembilahan-Riau, Kuala Tungkal-Jambi, Malaysia dan Bruney Darussalam yang muncul karena salah satu kebiasaan orang Banjar dewasa yang terbiasa untuk madam atau merantau karena beberapa sebab, termasuk untuk mennuntut ilmu, berdagang dan eksodus karena masalah politik di masa silam.
Bahasa ibu Urang Banjar adalah bahasa Banjar, itu juga yang sampai sekarang masih dipakai oleh para diasporanya, walaupun di daerah yang baru tentu ada akulturasi dengan budaya setempat yang berkonsekuensi pada penambahan kosakata-kosakata baru, hingga menjadi pembeda dengan bahasa Banjar asli dari nenek moyangnya yang sekarang terkonsentrasi di bagian tenggara Pulau Kalimantan.
Salah satu kosakata dalam bahasa Banjar yang mempunyai kekhasan dan keunikan adalah penyebutan nama-nama hari. Meskipun bahasa Banjar seperti rumpun bahasa Melayu lainnya, juga menyerapnya dari bahasa Arab sehingga secara fonetis mempunyai kemiripan, tapi tetap saja masing-masing pasti mempunyai perbedaan yang menjadi ciri unik masing-masing. Seperti nama-nama hari dalam Bahasa Banjar berikut,
1. Ahat
Urang Banjar menyebut hari pertama dalam sepekan dengan hari Ahat, sama seperti bahasa induknya bahasa Arab. Bedanya, kosakata Ahat dalam bahasa Banjar diakhiri dengan huruf t bukan d seperti dalam bahasa Arab.
Meskipun begitu, makna dari Ahat-nya Urang Banjar dengan Ahad dari bahasa Arab tetap sama, yaitu mengacu pada ketentuan arti kata ahad dalam bahasa Arab yang berarti satu, sehingga menjadi nama untuk hari kesatu atau hari pertama dalam sepekan.
Tidak hanya itu, bagi Urang Banjar kata Ahat juga berfungsi sebagai simbol sekaligus identitas ketauhidan komunal sebagai muslim atau pemeluk agama Islam yang taat.
Uniknya, meskipun menggunakan kata Ahat untuk menyebut hari pertama dalam sepekan sebagai padankata dari kata Minggu, tapi untuk menyebut periode tujuh hari atau sekarang kita kenal dengan seminggu, Urang Banjar menyebutnya sebagai sepekan, bukan seahat.
Hanya saja sayangnya, seperti yang terjadi pada masyarakat Jawa yang menyebutnya sebagai Akad dan di lingkungan masyarakat Melayu lainnya di Indonesia yang sejak dulu terbiasa menyebut hari pertama dalam sepekan sebagai Ahad atau Ahat, sekarang penyebutannya sudah sangat jarang terdengar dalam komunikasi sehari-hari, terlebih dikalangan remaja.
Kalaupun sesekali terdengar, kosakata Ahat ini pasti di tuturkan oleh pakayian (kakek-kakek) atau paninian (nenek-nenek) yang sudah lanjut usia dan atau dituturkan oleh masyarakat di kampung-kampung yang relatif jauh dari perkotaan, sehingga kesannya menjadi sangat kuno dan ndeso!
2. Sanayan/Senayan
Sanayan inilah kosakata nama hari dalam bahasa Banjar yang menurut saya paling unik, karena mirip dengan nama salah satu kawasan di ibu kota Jakarta yang di dalamnya terdapat komplek fasilitas olahraga nasional terbesar di Indonesia, Senayan.
Sama persis dengan nama hari-hari lainnya, nama hari kedua dalam sepekan ini juga diserap dari bahasa Arab, Itsnaini.yang bisa dimaknai sebagai kedua.
Meskipun sama-sama diserap dari bahasa Arab, tapi penulisan dan juga pelafalan dalam bahasa Banjar untuk hari kedua dalam sepekan ini sedikit berbeda dengan pelafalan dalam bahasa Indonesia Senin, maupun bahasa Jawa Senen. Kalau boleh tahu, apa ya lafal dalam bahasa daerahmu?
Uniknya lagi, karena dalam bahasa Banjar terdapat dua kelompok besar dialek dalam melafalkan Bahasa Banjar, yaitu dialek Banjar Hulu dan Banjar Kuala, maka kedua dialek ini juga akan melafalkan kosakata Sanayan secara berbeda.
Baca Juga : Kosakata Banjar | Hintalu
Jika dialek Banjar hulu di pakai oleh masyarakat Banjar di seputar kawasan Banua Anam yang meliputi enam kabupaten di bagian utara Kalimantan Selatan, maka dialek Banjar Kuala di pakai oleh masyarakat Banjar di sekitaran Banjarbakula, yaitu Kota Banjarmasin dan beberapa kabupaten/Kota yang mengelilinginya.
Jika anda menemukan kosakata Bahasa Banjar dengan tulisan maupun pelafalan seperti kanyang (kenyang), parut (perut), kantut (kentut), saikung (seekor/seorang), sabuting (satu ; bilangan untuk benda) dan juga Sanayan (Senin) itu artinya sekungkinan besar anda bertemu dengan Bahasa Banjar dengan dialek Banjar Hulu.
Begitu juga sebaliknya, jika anda bertemu dengan kosakata Senayan (Senin), sebuting dan seikung, itu artinya kemungkinan besar anda bertemu dengan Bahasa Banjar dengan dialek Banjar Kuala.
3. Salasa
Pertama kali mendengar Urang Banjar menyebut hari Selasa dengan lafal Salasa, di awal-awal tinggal di Kota 1000 Sungai, lebih dari dua dekade silam, entah apa sebabnya, ingatan saya langsung leri ke nama Nasir Salasa. Ada yang pernah dengar nama itu?
Nama yang diambil dari bahasa Arab ini adalah milik salah satu legenda sepakbola Indonesia di era 90-an yang sepertinya memang lahir di hari Salasa atau Selasa.
Sama seperti dengan hari-hari lainnya, nama Salasa juga diserap dari Bahasa Arab, tsulaatsaai. Sedikit berbeda dengan pelafalannya dalam bahasa Indonesia, apalagi bahasa Jawa meskipun sumbernya sama-sama dari bahasa Arab yang dilafalkan sebagai Seloso.
Dalam pergaulan sehari-hari, kosakata Salasa dalam bahasa Banjar juga mempunyai dua varian pelafalan (sama persis dengan hari Sanayan), yaitu Salasa dan Selasa yang pastinya juga dipengaruhi latar belakang lingkungan dialek penuturnya.
4. Arba
Dibandingkan dengan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa, penulisan dan juga pelafalan hari keempat dalam sepekan versi Bahasa Banjar memang paling mendekat dengan sumber aslinya dari bahasa Arab, arbi'aai yang artinya adalah keempat.
Seperti kita pahami bersama, Bahasa Indonesia menyebutnya sebagai Rabu, sedangkan penutur bahasa Jawa menyebut dengan Rebo (masih ingat lagu campursari berjudul Pak Rebo yang pernah dipopulerkan oleh Manthous?), maka Urang Banjar menyebutnya sebagai Arba.
Sayangnya, meskipun relatif masih sering terdengar dalam percakapan sehari-hari daripada kata Ahat dan Salasa, lagi-lagi kosakata Arba ini hanya dituturkan oleh para lanjut usia alias para pakayian (kakek-kakek) atau paninian (nenek-nenek) saja dan itupun juga lebih banyak ditemukan di daerah-daerah. Sedangkan yang lainnya, tampak lebih terbiasa melafalkan kata Rabu. Apakah di daerah kamu juga begitu kawan?
5. Kamis
Sedikit berbeda dengan pelafalan dalam bahasa Jawa yang menyebutnya sebagai Kemis, maka dalam bahasa Banjar hari kelima dalam sepekan ini sama persis dengan pelafalannya dalam bahasa Indonesia, Kamis.
Memang diantara dengan nama-nama hari lainnya dalam bahasa Banjar, nama hari Kamis memang salah satu yang tidak banyak mengalami perubahan dari bahasa serapannya, khamiisi dari bahasa Arab. Ini sebenarnya mirip juga dengan kosakata Arba seperti dalam penjelasan diatas.
Meskipun Urang Banjar meyakini semua hari adalah baik, seperti keyakinan dalam agama Islam yang juga menjadi salah satu identitas komunal-nya, hari Kamis, bersama-sama dengan hari Senin, termasuk hari istimewa dalam budaya reliji masyarakat Banjar, karena keberadaan Sunnah Rasulullah SAW untuk melaksanakan puasa sunnah di dua hari tersebut.
6. Jumahat
Jumahat merupakan sebutan hari Jumat dalam Bahasa Banjar, sedikit berbeda jika dibandingkan dengan penulisan maupun pelafalannya dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa, meskipun sama-sama menyerap dari sumber yang sama, bahasa Arab, Jumu'ati.
Jika dalam bahasa Indonesia ada beberapa versi penyebutan untuk hari keenam dalam sepekan ini, kosakata Jumat tetap menjadi kata baku yang diakui dalam Bahasa Indonesia, begitu juga dalam bahasa Jawa, seperti di kampung ibu saya, di bagian Timur Laut kaki Gunung Lawu, ada beberapa sebutan untuk hari Jumahat, walaupun kosa kata Jemah menjadi yang paling banyak digunakan masyarakat setempat.
Hari Jumahat yang berarti hari keenam atau hari berkumpul (berjamaah) dalam tradisi budaya religi masyarakat Banjar merupakan hari paling istimewa diantara yang lainnya.
Sebagai Sayyidul Ayyam atau rajanya/penghulu hari, hari Jumahat layaknya "hari raya" mingguan bagi Urang Banjar. Karenanya, sampai saat ini masih banyak masyarakat Banjar , khususnya pedagang dan pengusaha yang menetapkan hari Jumahat sebagai hari libur bagawi (bekerja) dan lebih memilih untuk fokus beribadah, terlebih Urang Banjar di kawasan Banua Anam atau kawasan Banjar Hulu.
Semua tidak lepas dari tradisi dan budaya masyarakat Banjar yang berkelindan begitu erat dengan budaya Islam. Kedekatan diantara keduanya menjadikan keduanya saling identik dan relatif sulit untuk memilah-milah dan memisah-misahkan keduanya. Hingga kemudian muncul semacam adagium Islam itu Banjar dan Banjar itu Islam.
7. Saptu
Hampir mirip dengan penyebutan hari Salasa dan Kamis dalam bahasa Banjar, penyebutan nama hari ketujuh dalam sepekan ini juga relatif tidak mengalami perubahan yang signifikan jika dibandingkan dengan pelafalan dalam bahasa Indonesia, Sabtu maupun bahasa Arab yang menjadi induknya, Sabti.
Kecuali, keberadaan huruf p yang berada tepat di tengah-tengah kata, menggantikan huruf b layaknya penyebutan hari Sabtu dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Ini jelas berbeda dengan penyebutan hari Saptu dalam bahasa Jawa yang lebih simpel, Setu.
Adakah penyebutan nama-nama hari dalam bahasa daerah lain di nusantara yang berbeda? Jika ada, silakan tulis di kolom komentar, agar masyarakat nusantara juga mengetahui salah satu bukti kekayaan budaya kita yang secara faktual memang ber-Bhinneka Tunggal Ika!
Disclaimer :
Semua kosakata nama hari dalam Bahasa Banjar, berikut susunan hurufnya didasarkan pada Kamus Banjar-Indonesia, Karya pakar Bahasa Banjar Abdul Djebar Hapip, Guru Besar FKIP Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin. Terbitan PT. GRAFIKA WANGI KALIMANTAN, cetakan ke-lima, Maret 2006.
Semoga Bermanfaat!
Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar