Minggu, 28 Agustus 2022

Kisah "Madam", Memahami Tradisi Merantau Urang Banjar ke Berbagai Penjuru Dunia

Tulak Madam (Berangkat Merantau) | @kaekaha

Riset kolaboratif internasional pertama yang berhasil menggabungkan data dan hipotesis dari riset linguistik, arkeologis, dan genetik, mengidentifikasi Urang Banjar sebagai nenek moyang dari masyarakat Komoro dan Madagaskar di Afrika Timur yang secara tidak langsung juga mengungkap fakta, tradisi madam atau merantau ala Urang Banjar (migrasi) telah berlangsung sejak ribuan tahun silam.

Madam dalam Kamus Bahasa Banjar | @kaekaha

Istilah madam dalam kamus Bahasa Banjar diartikan sebagai merantau. Hanya saja, merantau ala Urang Banjar yang dimaksudkan di sini umumnya lebih kepada migrasi hilang atau pindah dengan kemungkinan tidak akan kembali, bukan sekadar merantau yang sebulan atau setahun sekali bisa atau mau mudik atau pulang kampung lagi.

Jenis merantau hilang ala madam-nya Urang Banjar ini jelas berbeda dengan kebiasaan merantau suku-suku di nusantara lainnya yang umumnya masih ada niatan untuk pulang atau setidaknya masih ada niatan untuk menjalin hubungan komunikasi dengan daerah asalnya. 

Banyak diantaranya yang saling mengajak keluarga dan sanak saudara, bahkan juga menanamkan investasi di daerah asal, terlebih setelah sukses di perantauan.

Baca Juga: Mendokumentasikan Cerita Rakyat Si Palui, Mengodifikasi Kearifan Tradisi

Pemahaman faktual ini dituturkan oleh Professor Doktor Mohammad Saleh Lamry, pakar yang juga guru besar studi Antropologi dari Universiti Kebangsaan Malaysia. Beliau adalah salah satu diaspora Suku Banjar di Malaysia yang merupakan keturunan ketiga dari kakeknya yang madam ke Malaysia sejak tahun 1920-an dari kampung halamannya di daerah kampung Pajukungan, Pandawan, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.

Memang, sifat merantau hilang ala madam yang sepertinya lebih tua dari identitas sebagai Urang Banjar sendiri dan (sepertinya) juga baru terdokumentasi sejak akhir abad ke-18 ini tidak semata-mata karena tidak berniat pulang saja, tapi juga karena banyak faktor, seperti daya jelajah merantaunya yang cukup jauh terpisah lautan dan samudra, keterbatasan ekonomi, keterbatasan moda transportasi, juga sarana komunikasi (saat itu), dan lain-lainnya.

Berangkat Berdagang | @kaekaha

Jika ribuan tahun silam, aktivitas madam diduga bermula karena aktivitas berdagang, terdampar bahkan juga karena sengaja tidak pulang setelah berhaji, maka pada periode selanjutnya, kisah madam mempunyai titik tolak yang lebih beragam. 

Seperti pada zaman Kerajaan Banjar, saat konfrontasi dengan penjajah Belanda, sampai pada zaman kemerdekaan yang kesemuanya mempunyai sebab yang berbeda-beda. 

Ada yang madam untuk menyelamatkan diri dari penangkapan dan pembantaian penjajah, belajar (agama) bahkan ada juga yang berawal dari kedinasan.

Motif utama Urang Banjar memilih untuk madam pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan maksud dan tujuan orang merantau lainnya, yaitu menggapai kehidupan yang lebih baik, khususnya di bidang ekonomi, sosial, politik dan juga pendidikan.

Memang, tidak semua Urang Banjar yang madam berhasil membangun kehidupan yang lebih baik dibanding saat masih di Banjar, tapi setidaknya mereka telah berhasil untuk move on, keluar dari kamuflase zona nyaman masing-masing untuk berusaha mendapatkan harapan hidup baru.

Baca Juga: "Bebek Hungang" dan Uniknya Stratifikasi Level Kebodohan pada Bahasa Banjar

Satu hal menarik yang menjadi ciri khas Urang Banjar di perantauan adalah keteguhannya memelihara tradisi adat istiadatnya. Selain umumnya masih menjadikan bahasa Banjar sebagai bahasa ibu. 

Umumnya mereka secara komunal juga masih memelihara tata daur hidup tradisi orang Banjar pada umumnya, meskipun tidak sesempurna aslinya, bahkan banyak diantaranya yang telah dimodifikasi agar tetap bisa eksis di lingkungan yang baru, di tanah rantau. 

Tidak heran jika berkesempatan untuk berkunjung ke kampung Urang Banjar di negeri perantauan, umumnya tetap serasa berada di kampung sendiri di banua.

Suasana Perkampungan di Atas Air Khas Banjar | @kaekaha

Komunitas Urang Banjar di Dunia

Selain temuan koloni Urang Banjar yang menjadi cikal bakal penduduk Komoro dan Madagaskar di benua Afrika, diaspora Urang Banjar yang telah tulak madam (berangkat merantau;bhs Banjar) sejak ribuan tahun silam sampai saat ini masih bisa ditemukan jejaknya di beberapa negara dan daerah di wilayah nusantara.

Selain di jazirah Arab, khususnya di Arab Saudi, koloni keturunan Urang Banjar terbesar yang telah lama menetap dan beranak pinak di negeri perantauan ada di semenanjung Malaya atau sekarang kita kenal sebagai Malaysia Barat, juga di wilayah Malaysia Timur (Sabah dan Sarawak) dan Brunai Darusalam.

Baca Juga: "Hintalu Tambak", Penguasa Hajat Hidup Urang Banjar yang Semakin Langka

Menariknya, kehidupan Urang Banjar di negeri jiran ini bisa dikatakan sebagai yang paling baik jika dibandingkan dengan kehidupan Urang Banjar di daerah perantauan lainnya.

Termasuk yang berdomisili di wilayah nusantara lainnya, seperti di Kuala Tungkal (Kabupaten Tanjung Jabung, Jambi) yang populasinya mencapai 30-40% dari total penduduk, juga di daerah Sapat--Tembilahan (Kabupaten Indragiri Hilir, Riau), serta diaspora di 33 kabupaten/kota di Sumatra Utara, khususnya di Kabupaten Langkat, Deli Serdang dan Serdang Bedagai. 

Baiknya taraf hidup keturunan diaspora Urang Banjar di Negeri Jiran yang rata-rata cukup sejahtera dan berada di kelas menengah, menurut kajian Budayawan Banjar Ahmad Barjie, tidak lepas dari politik penjajahan Inggris yang saat itu sangat terbuka menerima kedatangan perantau Banjar, karena keuletannya menggarap lahan bisa dimanfaatkan untuk membangun Malaysia. 

Selain itu, politik pembelaan dan pemihakan terhadap suku Melayu oleh pemerintah Malaysia pasca mendapatkan kemerdekaan untuk mengimbangi eksistensi etnis Cina dan India yang didatangkan oleh penjajah Inggris ke Malaysia, menjadi berkah tersendiri bagi para perantau "melayu" dari Banjar, Sumatra, dan termasuk penduduk asli Malaysia yang akhirnya bisa sejajar dengan etnis Tionghoa dan India, bisa hidup sejahtera.

Di sana, Urang Banjar bisa duduk dan menduduki golongan dan profesi apa saja, mulai dari ulama, pengusaha, pendidik, politisi, polisi, pegawai, pejabat, dan profesi lain-lainnya.

Hanya saja, sayangnya Urang Banjar yang tergolong bertaraf hidup sejahtera tersebut enggan dan cenderung malu untuk mengakui jatidirinya sebagai Urang Banjar atau keturunan Banjar, termasuk dalam hal berhimpun dalam pertubuhan (organisasi) Urang Banjar. Apalagi untuk pulang kampung dan berinvestasi membangun banua!?

Budaya Sungai Tetap Eksis di Rantau | @kaekaha
Pedagang Pasar Terapung | @kaekaha

Belajar dari Kisah Madam

Madam-nya Urang Banjar bisa dimaknai sebagai semangat berhijrah yang pantang berputus asa dari rahmat Allah atau sekarang kita kenal sebagai semangat untuk keluar dari zona nyaman atau lebih kekinian dikenal juga sebagai semangat untuk move on

Dalam kehidupan yang sarat dengan sengitnya kompetisi seperti sekarang, madam bisa menjadi salah satu solusi bagi semuanya. Hanya saja, madam tidak harus dimaknai sebagai hijrah ataupun migrasi secara fisik saja, tapi bisa jauh lebih luas dari itu!

Baca Juga: Merindukan Kerlap-kerlip Lampu Rumah Lanting di Sungai Martapura, Banjarmasin

Bahkan untuk kemajuan banua kitaseharusnya ke depan Urang Banjar jangan hanya madam secara fisik apalagi madam yang keterusan hilang tanpa kabar, tapi madam ideologis! 

Jangan hanya puas apalagi sampai terlena dengan predikat sebagai "ampunnya (pemilik;bahasa Banjar)" tanah dan banyu yang mengandung beragam kekayaan alam melimpah, tapi nasibnya justeru layaknya ayam yang mati di dalam lumbung padi!

Urang Banjar harus bisa dan berani mengambil peran strategis dalam pengelolaan semua potensi kekayaan alam dan lingkungan yang dimiliki oleh banua kita tercinta, demi kemaslahatan serta masa depan masyarakat Banjar sendiri. Jangan puas hanya menjadi penonton pembangunan banua!


Semoga Bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

 

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 10 April 2021  jam  09:00 WIB (klik disini untuk membaca) dan terpilih sebagai Artikel Utama.

 

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar