Minggu, 10 Juli 2022

Sepiring Lodeh Terong Buatan Ibu dan Pelajaran Tanpa "Katanya" yang Sarat Makna

Suapan Pertama | @screenshoot You Tube IKLAN TV

Awal semua rasa,
Mulai dari suapan pertama, kunyahan pertama,
gigitan pertama, sampai jadi makanan yang disuka
...
Awal semua rasa kita hari ini, datangnya dari lidah mama
Karena dari dulu, selera kita itu dari apa yang mama suka

Kunyahan Pertama | @screenshoot You Tube IKLAN TV


"Selera Kita dari Lidah Ibu"

Begitulah kira-kira narasi dari sebuah iklan produk  consumer good yang akhir-akhir ini sering wira-wiri menghias layarkaca keluarga nusantara, khususnya di program-program acara dengan segmen remaja-dewasa yang menjadi target pasar produk yang ditawarkan.

Mendengarkan sekaligus merenungi narasi iklan yang menurut saya pilihan diksinya relatif sederhana tapi cukup cerdas dan bernas dalam mendiskripsikan pesannya tersebut, mengingatkan saya pada sebuah peristiwa luar biasa, penuh hikmah yang sepertinya selama ini lepas dari perhatian saya, mungkin karena aktifitasnya yang tidak berbeda layaknya rutinitas sehari-hari, sehingga momen emasnya sering terlewatkan begitu saja.

Apa itu?

Proses transfer ilmu dan pengetahuan sebagai salah satu referensi kehidupan awal dari seorang ibu kepada anak-anaknya.

Narasi diskriptif  iklan diatas sangat mudah dipahami, menunjukkan proses terbentuknya selera terhadap taste atau citarasa (khususnya masakan) dari masing-masing individu yang prosesnya diawali dari suapan pertama dan secara berturut-turut diikuti dengan kunyahan pertama, gigitan pertama sampai taste olahan bunda yang tentunya pasti taste kesukaan beliau yang secara kontinyu menjadi menu asupan kita begitu melekat, menjadi referensi citarasa yang terekam dan akhirnya melekat dalam otak, sehingga akhirnya menjadi selera kita.


Diskripsi diatas menjadi salah satu bukti riil yang paling mudah dipahami sekaligus dibuktikan oleh siapa saja, terkait "cara kerja" transfer ilmu dan pengetahuan, termasuk peran penting, serta strategisnya posisi seorang ibu dalam proses pembentukan referensi dasar kehidupan anak-anaknya, sehingga banyak kalangan yang menyebut ibu sekolah pertama bagi anak-anaknya.

Contoh riilnya, saya sendiri! Saya yang terlahir dari keluarga dengan basis budaya kuliner khas Jawa Timuran yang terkenal dengan basic citarasanya yang identik dengan rasa asin-pedas plus paduan beragam jenis kuah kaldu yang suedaaapnya luar biasa, akhirnya "selera" kedua orang tua itu juga yang tertanam dalam memori otak saya sekaligus menjadi basis selera saya, sampai saat ini!

Lodeh Terong Lauk Telur Ceplok Buatan Ibu | @kaekaha

 

Kisah Lodeh Terong Buatan Ibu

Diantara sekian banyak jenis masakan rumahan yang sering dibuat oleh ibu yang semuanya selalu enak dan sedap untuk disantap, saya paling exited kalau beliau menghidangkan olahan kuliner yang lazim disebut sebagai sayur lodeh, yaitu olahan sayur berkuah santan khas Indonesia yang menurut ibu saya merupakan  kuliner paling demokratis di dunia, selain mudah dibuat dengan modal relatif murah, sayur lodeh juga adaptif alias bisa menerima semua jenis bahan olahan sayur, baik ragam jenis sayur-sayuran, termasuk tempe dan tahu, juga jenis daging dan ikan-ikanan yang semuanya bisa masuk!

Begitu juga dengan pilihan taste  atau citarasanya, mau super pedas, pedas, sedang-sedang saja pedasnya atau malah hanya sedikit saja pedasnya yang biasanya disebut ibu saya dengan istilah sumer wae!  Semuanya dijamin enak dan tetap bisa disebut sebagai sayur lodeh. Nah kalau kamu suka yang mana, gaes?

Tidak hanya itu keunikan sayur lodeh (buatan ibu saya)! Sayur lodeh bisa menjadi teman makan jenis nasi apa saja yang ada dan umum di makan oleh masyarakat nusantara, mau nasi putih, merah, hitam atau mungkin nasi jagung, semuanya sangat sedap disantap dengan sayur lodeh buatan ibu saya.

Begitu juga dengan jenis lauk atau teman makannya, sayur lodeh juga adaptif dengan segala jenis lauk pauk. Mau tempe goreng, tahu goreng, ikan asin, sampai ayam goreng ataupun daging goreng semuanya uenak! Apalagi jika ditambah dengan sambal terasi pedas buatan ibu hmmmmm... nasi hangat di bakul dijamin ludes!

Khusus untuk saya dan adik-adik, ibu biasanya punya cara khusus untuk lebih memaksimalkan standar kenikmatan sayur lodeh olahan beliau di lidah kami, yaitu dengan menambahkan telur ceplok atau telur mata sapi spesial yang dibuat dengan full of love. Kalau sudah begitu, tidak segan-segan saya dan juga adik-adik akan memberi pujian terindah buat ibu,  "sayur lodeh buatan ibulah yang paling enak dan paling sedap di dunia!". Keren kan!?

Itulah ibu saya, sosok ibu rumah tangga tulen yang menjadikan hampir seluruh waktunya sebagai quality time untuk mendampingi bapak, mengurus rumah tangga, termasuk didalamnya menjadi sekolah bagi saya dan adik-adik saya! 

Hebatnya, ibu tidak perlu waktu dan juga strategi khusus untuk menjadi "sekolah" bagi anak-anaknya, tapi uniknya semua yang dikatakan dan dilakukan beliau selalu menjadi pelajaran berharga penuh makna bagi saya dan adik-adik saya, walaupun banyak diantaranya justeru kami sadari setelah dewasa atau bahkan setelah kami menjadi orang tua bagi anak-anak kami. Termasuk salah satunya, "pelajaran" terkait pernak-pernik sayur lodeh, si sayur demokratis kegemaran saya diatas!

Masak Sama Ibu | @screenshoot You Tube IKLAN TV

Masakan Ibu Paling Enak Sedunia

Sering saya dengar, mungkin anda juga!? Statemen yang mengklaim bahwa "masakan ibu itu paling enak!", betul?

Secara logika, ini jelas ada hubungannya dengan proses pembentukan referensi rasa dalam memori di otak kita yang kelak melahirkan konsep selera pada masing-masing individu yang ditanamkan oleh ibu secara kontinyu melalui citarasa masakan yang dibuatnya dengan balutan curahan kasih sayang selama bertahun-tahun.

Seperti diungkapkan oleh psikolog asal Inggris,  Christy Fergusson, dimana  persepsi emosional akan sebuah rasa dapat  ditingkatkan oleh faktor waktu, cinta dan rasa peduli terhadap sebuah masakan.  Sedangkan kekuatan intuisi akan berpengaruh besar pada persepsi orang-orang dalam menikmati sebuah masakan.

Maknanya, masakan ibu yang dibuat dengan penuh cinta dan kasih sayang untuk memberikan asupan yang cukup bagi keluarganya, pasti akan menghasilkan citarasa yang lebih nikmat dan lezat. Selain itu, secara faktual sudah pasti seorang ibu juga akan membuat masakan dari bahan-bahan yang terbaik, atau setidaknya sehat, bersih dan higienis.

Sementara itu, secara ilmiah menurut jurnal terbitan Indiana Public Media, enzim amilase yang berperan dalam mengkatalisis karbohidrat kompleks berupa amilum menjadi karbohidrat yang lebih sederhana, merupakan aktor utama adanya kecenderungan seorang anak yang menyukai apa saja masakan ibunya.

Uniknya, perbedaan level amilase pada masing-masing orang, merupakan penyebab berbedanya persepsi rasa pada makanan yang dikunyah oleh masing-masing orang, meskipun makanannya sama.  Satu bilang enak, satu bilang biasa saja dan bisa jadi satunya lagi bilang tidak enak!

Hebatnya, Tuhan telah menakdirkan, level amilase pada anak punya kecenderungan sama dengan level amilase ibunya, sehingga keduanya sangat memungkinkan mempunyai "frekwensi" selera kuliner yang sama, sehingga akhirnya muncul banyak klaim dari anak-anak bahwa "masakan ibu itu paling enak!"

Intinya, faktor ibu menjadi titik sentral, menjadi sosok penting dalam proses tumbuh kembang fisik dan psikhis anak-anaknya, karena memang ibulah sosok gudang ilmu, pusat peradaban, sekaligus wadah yang menghimpun sifat-sifat akhlak mulia, karenanya tidak berlebihan jika ibu mendapatkan kehormatan sebagai "sekolah pertama dan utama" bagi kita, anak-anaknya!

"Ibu Sekolah Pertama dan Utama Kita"

Ungkapan "Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya" yang selama ini kita kenal, merupakan bentuk serapan dari syair Arab yang dipopulerkan oleh pujangga Hafiz Ibrahim yang secara utuh berbunyi "Al-Ummu madrasatul ula, iza a'dadtaha a'dadta sya'ban thayyibal a'raq" dan mempunyai makna, Ibu adalah madrasah (Sekolah) pertama bagi anaknya. Jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau persiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya.

Syair ungkapan ini mempunyai relevansi dengan kutipan populer dari James Esdras Faust, seorang  pemuka agama, pengacara, dan politikus kelahiran Utah-Amerika Serikat, The influence of a mother in the lives of her children is beyond calculation yang bisa dimaknai sebagai  betapa besar pengaruh seorang ibu terhadap kehidupan anak-anaknya.

Dua ungkapan diatas, secara faktual memang layaknya simpul dari sekian banyak teori yang berusaha mengangkat citra atapun bentuk penghormatan kepada sosok seorang ibu. Peran strategis sebagai "sekolah pertama" seorang anak, secara otomatis menjadikan beliau salah satu influencer terkuat dan berpengaruh dalam membentuk sekaligus menumbuhkan tumbuh kembang fisik dan psikis seorang anak.

Diskripsi proses terbentuknya "selera" pada seorang anak yang saya beberkan diatas, merupakan salah satu dari sekian banyak "pelajaran" yang juga menjadi bukti kuatnya pengaruh seorang ibu yang menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya, meskipun beliau juga manusia biasa yang tidak sempurna

Sejatinya, seorang ibu (tentu berlaku kolektif dengan ayah) tidak hanya sekedar menjadi sekolah pertama saja bagi anak-anaknya, sebelum anak-anak bisa mengakses sekolah formal, adanya waktu eksklusif bersama anak-anak yang lebih lama dan intensif, sangat memungkinkan seorang ibu juga berperan sebagai  "sekolah utama" bagi anak-anaknya, yaitu sekolah private yang berlaku secara kontinyu dan berkesinambungan tanpa sekat ruang dan waktu untuk membentuk watak, karakter dan kepribadian anak-anaknya secara utuh.

Karenanya, tidak berlebihan jika kita wajib memuliakan sosok seorang ibu, seseorang yang dalam keyakinan Agama Islam kemuliannya diposisikan tiga tingkat lebih tinggi dari seorang ayah. Bahkan sebagai gambaran untuk mempermudah pemahaman kita terkait kemuliaan seorang ibu, sejak 1600-an tahun silam, Rasulullah SAW telah mengiaskan surga ada ditelapak kaki ibu.
Yuk sungkem sama ibu dan bapak, sekolah pertama dan utama kita!


Semoga Bermanfaat!

Salam dari Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 03 Desember 2020  jam  20:40 WIB (klik disini untuk membaca)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar