Selasa, 19 Agustus 2025

Cerita Bapak Tentang Pohon Buah-buahan yang Menyekolahkanku Sampai Sarjana

Pohon Petai di Kebun | @kaekaha!
Pohon Petai di Kebun | @kaekaha!
 
 
Setiap kali saya berkesempatan untuk pulang kampung ke tanah leluhur saya dari jalur ibu di seputaran kaki Gunung Lawu yang tanahnya sangat subur, hingga selalu dijuluki sebagai lumbung pangannya Jawa Timur itu, saya paling suka menghabiskan waktu seharian dengan beraktifitas di pondok yang dibangun bapak untuk bersantai di kebun buah-buahan belakang rumah. 

Kebun yang hanya seluas sekitar setengah hektar yang diatasnya tumbuh beberapa jenis pohon buah-buahan seperti Mangga Gadung, Mangga Manalagi, Jeruk Bali, Alpukat, Petai, Jambu Air , Nangka, Srikaya, Pepaya, Pisang dan lain-lainnya itu menjadi sangat istimewa bagi saya, bukan saja karena kebun inilah "arena" bermain saya, sekaligus ruang bercengkerama paling asyik dengan bapak juga ibu, saat menghabiskan waktu sore dengan merujak buah-buahan yang langsung dipetik dari pohon.

Tapi ada satu hal lagi yang tidak kalah penting untuk saya kenangkan, hingga saya merasa punya kedekatan emosional dengan pohon-pohon buah di kebun belakang rumah itu! Tahu kenapa? Menurut penuturan bapak, sebenarnya bukan bapak dan ibu yang menyekolahkan saya juga adik-adik, tapi pohon buah-buahan di kebun belakang rumah itulah yang berjasa. Kok bisa?

 Jadi, kebun buah-buahan itulah "saksi bisu" perjuangan bapak dan ibu menyekolahkan saya, juga 2 adik saya hingga kami betiga meraih gelar sarjana. Tanah berikut pohon buah-buahan yang tumbuh subur diatasnya itulah pahlawan tanpa tanda jasa dalam perjalanan pendidikan kami.

Bapak saya seorang yang sangat sederhana yang bukan seorang akademisi, juga bukan pengusaha dengan kekayaan melimpah. Bapak seorang pecinta dunia pertanian yang kebetulan bekerja di perkebunan tebu milik Holding Perkebunan berstatus BUMN milik pemerintah yang menurut ibu, gajinya relatif pas saja untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, kecuali untuk biaya kuliah!

Di balik kesederhanaan itulah, tersimpan tekad yang luar biasa, menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin, terutama ke sekolah atau kuliah yang berhubungan dengan pertanian maupun perkebunan, meskipun secara finansial tetap saja pas-pasan.

Meski begitu, kecintaannya pada dunia pertanian yang tentunya juga menyasar pada dunia tanaman tetap terus diturunkannya kepada kami anak-anaknya sedari kami kecil, agar juga mengenal dan sykur-syukur mencintai juga dengan dunia pertanian, kata beliau suatu saat. 

Hingga kami sudah terbiasa berjibaku dengan pupuk kandang dari dua atau tiga ekor kambing dan beberapa ayam kampung milik bapak yang jumlahnya tak seberapa itu, saat harus mengurainya ketika bapak memerlukannya untuk memupuk semua tanaman buah-buahan kami, keesokan harinya.

Buah Pisang Hasil Kebun | @kaekaha!
Buah Pisang Hasil Kebun | @kaekaha!

Oya, tanaman buah-buahan di kebun kami ini sebagian juga tanaman saya dan juga adik-adaik saya sejak puluhan tahun silam lho! Jadi bukan tanaman bapak semuanya. 

Bahkan menurut bapak lagi, untuk acara ngunduh mantu saya dulu, ternyata dananya juga dari hasil menjual sekitar 7 pokok pohon jati hasil tanaman saya sewaktu kecil dulu yang bibitnya saya dapatkan dari ngasak alias mencari di kebun kampung hasil dari jatuhan biji yang akhirnya tumbuh di lahan milik kampung tersebut. 

Sayang, saya malah lupa soal pohon jati yang menurut bapak sudah meraksasa tersebut. Di dalam memori ingatan saya yang masih tersisa hanyalah kebiasaan kanak-kanak saya dulu yang bersama teman-teman memang paling suka mencari tukulan atau tunas kecil pohon jati yang tumbuh liar di kebun kampung, mungkin karena mencarinya harus rebutan hingga keseruannya terus nempel dalam memori. 
Bagaimana Pohon Buah-buahan Itu Menyekolahkan Saya?

Dulu, saya juga sering bertanya kepada bapak juga ibu, "Bapak, kok kita nggak punya sawah kayak tetangga lain?" Bapak dan ibu biasanya hanya tersenyum setiap mendengarnya atau sesekali pernah juga menyebut "Itu sawah Bapak, Nak," katanya tersenyum bangga, sabil menunjuk ke arah kebun yang tak seberapa luas itu.

Tentu saja, awalnya saya tidak begitu mengerti dengan jawaban bapak dan ibu. Saya hanya tahu, setiap tiba musim panen buah yang biasanya waktunya berbeda-beda, kebun kami selalu ramai orang yang datang entah dari mana. 

Mereka yang kelak saya pahami sebagai para pembeli buah-buahan secara tebas atau dibeli secara keseluruhan yang ada di atas pohon, selalu datang silih berganti dengan masing-masing membawa keranjang-keranjang penuh mangga segar atau buah apa saja yang saat itu sedang musim panen.

Di saat-saat seperti itu, bisa berhari-hari bapak dan ibu akan terlihat sibuk untuk melayani, menghitung, dan menimbang buah-buahan segar yang baru saja dipetik. Ternyata uang hasil penjualan buah-buahan itulah yang kelak dipakai bapak dan ibu untuk membiayai semua keperluanku juga adik-adikku sekolah sampai kuliah. 

Buah Jeruk Bali di Kebun, Salah Satu Tanaman yang Mulai Langka di Kampungku | @kaekaha!
Buah Jeruk Bali di Kebun, Salah Satu Tanaman yang Mulai Langka di Kampungku | @kaekaha!

 Puncak perjuangan bapak dan ibu adalah saat saya diterima di salah satu universitas negeri di ujung timur Pulau Jawa dan disusul adik saya setahun kemudian. Ini hebatnya bapak dan ibu! Terlihat sekali betapa bangga dan bahagianya bapak dan ibu saat itu, tidak sedikitpun beliau berdua berkecil hati dengan biaya besar yang sebentar lagi pasti akan beliau tanggung. 
 
Menurut ibu, konon sejak saat itulah, bapak selalu menghitung estimasi hasil panen dari masing-masing pohon buah-buahan yang tumbuh di kebun belakang itu. Bukan untuk mandahului takdir, tapi justeru menjadi bagian dari untaian doa-doa yang akan dipanjatkan ke hadapan Sang Khalik yang Maha Kuasa dan Maha menentukan hasil panen buah-buahan itu, kata Ibu. Masha Allah, air mata saya selalu menetes kalau teringat ini semua.

Alhamdulillah, setiap awal semester, terutama di awal-awal saya kuliah, uang untuk membayar SPP selalu tersedia tepat waktu. Saya tahu itu bukan uang yang datang dari langit. Itu adalah hasil keringat Bapak yang dikelola begitu cantik dengan manajemen ala ibu, hasil kesabaran dan ketekunan beliau merawat setiap pohon buah di belakang rumah. Menyiram, memupuk, memangkas dan melindunginya dari hama. 

Tahukah anda, setiap buah yang saya makan dari hasil panenan kebun belakang rumah itu, rasanya jauh lebih manis dari buah dari kebun lain, apalagi dari pasar, karena ada cerita pengorbanan di balik rasa manisnya buah dari kebun belakang rumah ini. Anda pasti paham itu kawan!

Itulah sebabnya, sampai sekarang, setiap pulang kampung, saya selalu lebih suka "tinggal" di kebun belakang rumah yang selalu terasa adem dan menyenangkan, karena pohon-pohon disitu tidak pernah kehabisan kata untuk mengisahkan tentang ketulusan seorang ayah dan ibu sejati, tentang perjuangan tanpa lelah dan tentang bagaimana sebuah kebun buah-buahan yang tidak seberapa luas yang dijaga dengan cinta itu bisa menjadi jembatan menuju cita-cita.

Buah Mulwo atau Srikaya di Kebun | @kaekaha!
Buah Mulwo atau Srikaya di Kebun | @kaekaha!


Pernah suatu ketika, bapak bercerita sambil terus menatap langit dengan mata yang terus berkaca-kaca. Ternyata, inilah alasan bapak menyebut kebun di belakang rumah sebagai sawah beliau! Bapak lebih memilih kebun dan menanaminya dengan berbabagai pohon buah juga bukan tanpa sebab. 

Sebagai "orang pertanian" yang begitu yakin dengan kuasa Penciptanya yang telah menurunkan ilmu dan pengalaman kepadanya, ternyata bapak juga sudah berhitung dengan matang untuk ini semua!

Bapak menyebut, atas ijin TuhanNya, pohon-pohon itu telah bekerja dengan begitu baik hingga menghasilkan buah-buah terbaik juga untuk bisa menghidupi dan juga menyekolahkanku dan adik-adik sampai sarjana. Menurut bahasa kita saat ini, inilah passive income hasil dari bapak menanam pohon-pohon buah-buahan di kebun belakang rumah puluhan tahun silam.     

Keberkahan dari hasil pohon buah-buahan di kebun belakang itu, menurut bapak juga tidak lepas dari kecakapan ibu yang begitu rapi dan nastiti dalam mengelola keuangan hasil perniagaan hasil panen dan selebihnya memang sudah menjadi keniscayaan, karena menanam pohon yang sejatinya meang beramal jariah.

"Bukankah oksigen yang dihasilkan dari hasil fotosintesis setiap helai daun dari pohon  yang kita tanam dan akhirnya dihirup oleh semua makhluk hidup di sekitarnya yang membutuhkannya untuk bernafas, juga tabungan (passive income) kita di akhirat kelak", kata Bapak lagi. Masha Allah!

"Karenanya nak, kalau kamu sukses nanti, jangan lupa dengan tanah yang sudah memberikan rezeki ini." Pesan itu selalu saya pegang teguh. Kebun itu bukan hanya sekadar lahan berisi pohon, melainkan monumen hidup dari cinta dan pengorbanan Bapak yang telah menyekolahkanku sampai sarjana. Sebuah pengingat terbaik untuk terus melangitkan doa-doa terbaik untuk bapak dan ibu di sepanjang waktu. (BDJ30625)

Semoga Bermanfaat!


Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

 
Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 30 Juni 2025 23:15 (silakan klik disini untuk membaca) sebagai tulisan ke-6 dari total 7 tulisan yang diikutkan dalam lomba menulis "Marathon Competition" dengan tema "Cerita Cuan Dapat Cuan Periode 2" di Kompasiana yang disponsori oleh Pegadaian! 



 
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN


 




Menjelajahi Hijaunya Alam Kampung Karuhun, Sumedang Selatan dari Hilir sampai ke Hulu

Riak Air Sungai Cihonje, Pembatas Alami Kampung Karuhun dengan Hutan Belantara dan Juga Kawanan Monyet Liar | @kaekaha!


Hipotesis biofilia yang dipopulerkan Edward O. Wilson dalam buku Biophilia karyanya yang terbit tahun 1984 silam, secara ringkas menyebut manusia secara alamiah memiliki keterikatan khusus dengan alam (nature relatedness) yang  mendalilkan naluri manusia akan berusaha mencari dan merasa nyaman di lingkungan alami yang berdampak positif pada kesehatan fisik dan mentalnya.

Sepertinya inilah alasan paling logis kenapa fungsi psikologis kita beradaptasi paling baik saat berada di lingkungan alam yang segar, hingga banyak diantara kita merasa perlu ngadem atau healing sejenak ke destinasi dengan view hijaunya pepohonan dengan udara segar, apalagi ditingkahi dengan suara gemericik air di bebatuan, ketika hidup terasa sedang stuck. Betul?

Ini juga yang saya rasakan ketika pertama kali menghirup udara sore yang super segar di Kampung Karuhun, komplek destinasi wisata dengan konsep eco green park di Sumedang Selatan yang lokasi riilnya ternyata sangat unik ini, dikelilingi hijaunya hutan hujan tropis plus diapit DAS (Daerah Aliran Sungai) Cihonje dan jalan terjal menuju perkebunan teh Margawindu dan Cisoka di kawasan Citengah yang lebih tinggi.

Baca Juga Yuk! "Negeri Bedil" Cipacing, Etalase Kreativitas Kelas Dunia di Sudut Kota Tahu Sumedang

Jadi secara fisik, komplek Kampung Karuhun ini mempunyai pagar alami berupa Sungai Cihonje di bagian kanan yang memisahkannya dengan hutan belantara sekaligus barrier untuk kawanan monyet liar dan pagar alami berupa tebing yang diatasnya merupakan jalan raya beraspal hotmix di sebelah kiri. Pastinya cantik, unik dan juga menarik!

Guide Map "Komplek" Kampung Karuhun | @kaekaha!

Setelah kesan pertama yang begitu menggoda, malam pertama di Kampung Karuhun mengantar saya ber-azam alias bertekad kuat dalam hati, untuk menjelajahi seluruh bagian Kampung Karuhun selepas Subuh esok hari sebelum agenda acara di hari kedua dimulai pada  jam 07.00 WIB. 

Oiya hapir lupa, artikel ini merupakan sekuel atau tulisan kedua dari travel story saya di Sumedang, khususnya catatan selama stay di Kampung Karuhun. Naaah, kalau ingin mengetahui latar awal dari artikel ini, boleh lah klik dulu dan baca untuk menemukan keseruan-keseruan  artikel pertamanya, "Mbediding", Serunya Membeku Bersama di Ketinggian Kampung Karuhun, Sumedang Selatan. Gratis! He...he...he...     

Sekembali dari Subuhan berjamaah dengan beberapa teman di musala berdinding bambu sederhana yang lokasinya hanya beberapa langkah  dari Bale bambu atau Barak Awi tempat saya dan peserta lelaki lainnya nge-camp, pintu dan semua jendela barak yang kita buka menjadikan udara super segar dengan aroma floral yang begitu segar langsung memenuhi ruangan barak.

View Salah Satu Kolam Renang dengan Latar Hutan Hujan Tropis yang Hijaunya Menyegarkan Mata dan Fikiran | @kaekaha!

Dari jendela Barak Awi, angle terbaik landscape bagian depan Kampung Karuhun yang menyajikan view cantik kebiru-biruan beberapa kolam renang yang konon setiap week end dan hari libur selalu penuh dengan pengunjung yang berlibur itu langsung masuk dalam bidikan kamera yang sejak kemarin sore memang sudah "gatal" ingin mengabadikan sudut-sudut menawan Kampung Karuhun.

Setelah puas membidik beberapa spot terbaik bagian depan Kampung Karuhun yang sepagi itu sudah sanggup membuat mood saya jauh lebih baik dan lebih bersemangat, seorang diri saya turun dan keluar dari komplek eco wisata yang ternyata sangat luas ini. Tiba-tiba terbersit keinginan untuk mengeksplor sisi luar Kampung Karuhun, terutama jalan raya beraspal hotmix yang menuju ke arah perkebunan teh Margawindu.

Setelah melewati gerbang utama di bagian depan yang tepat di sebelah kirinya, gemericik suara aliran Sungai Cihonje tidak henti-hentinya memberikan nuansa natural yang sangat otentik itu, saya mengambil jalan ke kanan dan langsung berjalan mengikuti kontur jalan menikung yang langsung menanjak itu. 

    

Jalan Aspal Menuju Perkebunan Teh Margawindu dengan Latar Hutan Hujan Tropis yang Hijaunya Menyegarkan Mata dan Fikiran | @kaekaha!

Keren! Itulah kesan yang saya dapat meskipun hanya sanggup menyusuri jalan sekitar 500-an meter saja, karena kiri-kanan jalan selepas Kampung Karuhun, semuanya masih berjajar pepohonan yang cukup lebat, selayaknya tepian hutan. Tidak heran jika dinginnya udara pagi disini masih terasa menggigit dan aroma floralnya yang segar itu lo, sensasinya bikin fresh jiwa dan raga, meskipun sisi misteriusnya tetap saja masih berasa!

Baca Juga Yuk! Jalan Sunyi "Panahan Kasumedangan" Menolak Punah  

Sekembali ke gerbang utama, saya tidak belok kiri menuju Barak Awi, tapi langsung menuju ke arah belakang ke pintu gerbang Camping Ground dan beberapa destinasi budaya juga wahana-wahana permainan lainnya yang menurut informasi, masih sejauh beberapa ratus meter lagi ke arah belakang mengikuti aliran Sungai Cihonje yang suara riak airnya sanggup menghadirkan sensasi alami yang menenangkan dan menyenangkan.

Jalanan Menuju Campng Ground dan Wahana Lainnya di Kampung Karuhun | @kaekaha!

Sambil terus membidik dan juga merekam beberapa spot terbaik di bagian belakang Kampung Karuhun yang semakin menjauh semakin berasa sensasi jungle-nya itu, saya terus menyusuri tepian Sungai Cihonje. Saking banyaknya spot cantik yang tersaji di sepanjang jalur, menyebabkan langkah saya melambat, karena khawatir ada yang terlewatkan. Kang sayang! He...he...he...

Baca Juga Yuk! Senandika Esok Hari, Mengudap "Legitnya Madu" Ubi Cilembu di Kota Buludru, Sumedang  

Sendirian menyusuri blok demi blok destinasi eco wisata dengan konsep yang berbeda-beda tapi semuanya mengerucut pada tematik utama yang sama, yaitu selaras dengan alam yang selepas terbit fajar saat itu tetap berasa sunyi, hening dan menyisakan udara dingin yang ditingkahi riuahnya kicauan burung dan juga sesekali suara tonggeret dari kejauhan, menjadikan me time yang sempurna! 

Disini saya mebuktikan, Hipotesis biofilia-nya Edward O. Wilson memang benar dan akan selalu aktual! Inilah me time yang benar-benar menyegarkan mata, hati dan juga fikiran. Amunisi terbaik untuk berliterasi, menulis dan membukukan catatan potensi pariwisata Sumedang.

Karuhun Bridge alias jembatan karuhun | @kaekaha!

Benar-benar surprise, ketika mata, hati dan fikiran berasa lebih fresh dari sebelum-sebelumnya, tetiba waktu serasa sangat lambat berputar. Ternyata begini ya, rasanya harmoni hidup berdampingan dengan alam yang masih utuh secara ekosistem dan ini semua mengingatkan saya pada masa kecil, saat tinggal di kaki Gunung Lawu, Jawa Timur, kampungnya ibu saya.

Kerennya, di tempat ini juga ada saung budaya yang pada momen-momen tertentu menjadi destinasi pertunjukan berbagai kesenian tradisional khas Sunda yang sudah pasti sangat otentik dan menghibur. Sebuah kolaborasi pelestarian alam dan budaya dalam satu lansekap yang sangat menarik dan bermanfaat. 

Jujur, saat itu saya membayangkan betapa menariknya, menyusuri Sungai Cihonje menjelajahi wahana alam Kampung Karuhun sambil diiringi permainan ensemble alat musik sunda, semisal degung atau kolaborasi cantik kacapi suling yang syahdunya bisa menenangkan itu! 

Honai, Rumah Adat dari Suku Dani, Papua Pegunungan di Kampung Karuhun | @kaekaha!

The show must go on, penjelajahan berlanjut! Melewati Karuhun Bridge alias jembatan karuhun, jembatan besi yang di desain kekinian dan instagrammable yang melintang diatas Sungai Cihonje tiba-tiba terlihat sekawanan lutung atau monyet bergelantungan di pepohonan di seberang sungai. Untungnya mereka hanya diam dan termangu melihat saya.

"Bismillah, peace ya mon!" Doa saya dalam hati sambil mempercepat langkah melanjutkan penjelajahan menuju kawasan etnik nusantara menyajikan diorama sasaungan, perkampungan etnik khas masyarakat Sunda dan juga Rumah Honai, rumah adat Suku Dani di Papua Pegunungan dan Papua Tengah. 

Memang belum banyak keragaman budaya nusantara, khususnya rumah adat berikut kelengkapannya yang dihadirkan di area ini. Tapi kehadiran dua model cottage atau tempat menginap berbahan alami ini sebagai sebuah awalan, tentu sebuah ide yang sangat bagus dan patut mendapatkan apresiasi.  Semoga saja, kedepannya akan semakin banyak lagi "perwakilan" rumah adat dari belahan nusantara lainnya yang hadir.

Diorama Sasaungan, "Komplek" Perkampungan Khas Sunda di Kampung Karuhun | @kaekaha!

Khusus untuk area di Sasaungan atau komplek  perkampungan khas Sunda vibes Sunda-nya memang berasa banget sih! 

Selain penampakan cottage dengan desain khas Sunda berbahan kayu yang begitu unik dan cantik yang berjajar rapi, di area ini juga dilengkapi dengan saung khusus yang memperlihatkan suasana dan juga penampakan dapur tradisional khas Sunda berikut perabotan keluarga tradisonal baheula khas keluarga Sunda yang sepertinya sudah jarang dipakai di jaman kiwari.

Selain bale-bale bambu yang khas, ada juga lesung tua yang terbuat dari kayu pohon utuh sepanjang lebih dari tiga meteran yang mirip perahu dari Papua, ketel atau panci kastrol yang biasa dipakai untuk masak nasi liwet, aneka jenis dandang berbahan tembaga dengan bentuk yang unik dan pastinya berkesan jadul banget berikut tungku tanah tradisional yang terlihat sesekali masih dipakai. (BDJ17825)  

Bersambung...   

Kelengkapan Perabotan Dapur Baheula di Kampung Karuhun | @kaekaha!


Semoga Bermanfaat!


Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!


Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 17 Agustus 2025   14:45 (silakan klik disini untuk membaca)

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN




 

"Mbediding", Serunya Membeku Bersama di Ketinggian Kampung Karuhun, Sumedang Selatan

Cottage Berbentuk Rumah-rumah Kayu Tradisional di Kampung Karuhun | @kaekaha

Sinar sang surya mulai memudar terangnya ketika mobil SUV yang membawa rombongan kami mulai merayapi jalan perkampungan di kawasan Sumedang Selatan yang semakin menyempit dan kiri-kanannya lebih didominasi oleh tegakan pohon-pohon lumayan besar dan rapat yang mejadikan lingkungan sekitar terlihat lebih gelap selayaknya di tepian hutan dari pada perkampungan penduduk.

Tentu saja, kami berlima yang memang datang dari luar Pulau Jawa plus sepasang driver dan nara hubung kami yang ternyata juga "orang asing" yang tentu saja tidak familiar dengan kawasan di Selatan Sumedang ini, mulai gelisah dan celingukan ke kanan dan ke kiri, hingga sesekali harus bertanya sama warlok alias warga lokal yang sesekali terlihat melintas di jalanan yang sunyi.

Maklum, perjalanan sejak pagi dari titik kumpul di Bandara Soekarno Hatta kok sepertinya nggak nyampe-nyampe ya? Semakin lama malah menguras stamina dan logika, terlebih lagi setelah petunjuk map alias peta dari Mbah Gugel  yang menjadi andalan kami sejak awal keberangkatan entah kenapa jadi sering error. 

Apalagi, konon di hutan-hutan seputaran Summedang masih sering ditemukan macan kumbang yang berkeliaran dan sering juga diantaranya menyerang ternak warga. Waduuuuuh!  

Bagian Depan Lansekap Kampung Karuhun di Sumedang Selatan dengan Latar Hutan Hujan Tropis yang Menyegarkan dan Selalu tampak Misterius | @kaekaha

Suasana scary semakin menguat ketika rintik hujan dan kabut tipis perlahan turun di ambang senja yang semakin temaram itu. Bersyukurnya, ditengah-tengah kegalauan kami saat itu, tiba-tiba dari arah tikungan yang menanjak di depan kami muncul truk molen "bongsor" pengangkut adukan semen cor yang sepertinya baru saja selesai mengantar sekaligus membongkar muatan adukan semennya di kawasan atas yang menurut info awal memang ada beberapa destinasi wisata, termasuk kebun teh.

Itu artinya kita tidak salah jalan! Berarti ini memang jalanan aktif untuk menuju destinasi wisata Kampung Karuhun yang akan menjadi "rumah" sekaligus ruang pingit bagi kami, sekitar 20-an peserta event literasi kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Sumedang dengan penerbit Bitread dari Kota Bandung dalam rangka penulisan buku (profil) pariwisata Sumedang.   

Baca Juga Yuk! Tetirah, Menepikan Diri di Antara Pesona "Sumedang Grote Moskee"

Betul juga dugaan kami, ternyata tidak jauh dari tikungan menanjak itulah Kampung Karuhun, destinasi wisata unik dengan konsep eco green park yang memadukan keindahan alam, edukasi, dan budaya itu berada yang ditandai dengan sebuah bangunan beraksen bebatuan alam sederhana dengan papan identitas bertuliskan Kampung Karuhun di tengahnya.


Cantiknya Lansekap Kampung Karuhun di Sumedang Selatan dengan Latar Hutan Hujan Tropis yang Menyegarkan dan Selalu tampak Misterius | @kaekaha!

Kesan pertama sih cenderung biasa saja! Hanya sedikit merasa ajaib aja, di tengah-tengah kesunyian dan keheningan di dalam kepungan pepohonan yang tumbuh mengikuti kontur tanah berbukit-bukit, khas diorama hutan hujan tropis yang selalu menyejukkan dan pastinya juga misterius, bisa ada destinasi seperti ini?

Tapi semua berubah 180 derajat setelah secara perlahan rombongan kita mulai memasuki "perkampungan" di tengah hutan di Selatan Sumedang ini. Selain disergap oleh udara yang lumayan dingin, dari pintu masuk kita sudah disuguhi orkestra alam yang begitu ikonik dari samping kanan kami, yaitu gemericik air di antara bebatuan gunung yang menjadi lansekap sungai Cihonje dengan airnya yang jernih. 

Baca Juga Yuk! Jalan Sunyi "Panahan Kasumedangan" Menolak Punah

Begitu memasuki komplek "perkampungan" apalagi kalau melihat bagian depan lansekapnya dari Barak Ali, yaitu tempat menginap bergaya barak untuk rombongan besar seperti kami yang posisinya memang paling tinggi diantara kamar-kamar lainnya, bagian depan ini keren banget view-nya. Birunya kolam renang yang bersih serasa kontras dengan lingkungan sekitarnya yang dominan hijau menyegarkan khas ekosistem hutan.

Beberapa hari kedepan, kita akan nge-camp  disini untuk berliterasi. Siang hari, kita akan menyebar ke berbagai destinasi budaya dan wisata di segala penjuru Sumedang, sedang malam harinya kita mendiskusikan semua hasil "buruan" dengan stakeholder dan juga para praktisi dalam kelas santai di aula terbuka di tengah udara dingin mbediding, sampai tengah malam. Asyik!  

Ramah-tamah Sekaligus Saling Berkenalan di Pembukaan Acara di Mala Pertama |  @kaekaha!

Malam harinya atau malam pertama di Kampung Karuhun, agenda selepas Maghriban kita adalah ramah tamah dan saling kenal antar 25 peserta, pihak penerbit dan juga perwakilan dari Dinas Pariwisata Pemkab Sumedang. Menariknya, karena kita semua memang diwajibkan untuk membawa makanan khas daerah masing-masing, maka semakin serulah cerita pembukaan acara literasi kita di Kampung Karuhun.

Baca Juga Yuk! "Negeri Bedil" Cipacing, Etalase Kreativitas Kelas Dunia di Sudut Kota Tahu Sumedang

Bagaimana tidak, selain menu makan malam nasi liwet Sunda yang disajikan secara lengkap dalam paket nampan, kita juga bisa icip-icip beragam makanan dan minuman, bahkan juga snack dan buah-buahan khas nusantara lainnya seperti Amplang dari Banjarmasin, Bakso Aci, Bipang Jangkar dari Pasuruan,  kopi Buhun dan kopi Cap Naga dari Bogor, Sawo Citali, Seblak, Tutug oncom, Ubi Cilembu dan banyak lagi yang lainnya. 

Sayangnya, saya lupa asal daerah dan juga nama-namanya! He...he...he...

Paket Nasi Liwet Khas Sunda untuk Makan Malam | @kaekaha!

Malam-malam di ketinggian Kampung Karuhun, dinginnya, mbediding-nya itu asyik banget lo! Mbediding-nya masih sebelas-duabelas sama kampung halaman ibu saya di kaki Gunung Lawu dan memang membuat tidur malam tambah nyenyak, apalagi setelah seharian, bahkan sampai tengah malam berjibaku dengan literasi yang capeknya ternyata sangat menyenangkan. 

Sayangnya, mungkin karena jam biologis badan saya terlanjur terbentuk untuk selalu bangun dan biasanya tidak bisa tidur lagi setelahnya lewat jam 3-an pagi, secapek apapun hingga senyenyak apapun tidur saya di Barak Ali, nikmatnya lelap di Kampung Karuhun ternyata tetap bisa dikontrol kok. Alhamdulillah.

Baca juga Yuk! Senandika Esok Hari, Mengudap "Legitnya Madu" Ubi Cilembu di Kota Buludru, Sumedang

Ternyata, saya tidak sendirian lo bangun pagi-pagi! Bahkan di jam segitu sudah ada teman-teman lain yang sudah dan sedang mengantre untuk mandi, padahal ketika saya coba sentuh air mandi dari kran yang menurut penuturan penjaga, airnya langsung dari sumber air gunung itu ternyata dinginnya seperti es! 

Show must go on! Akhirnya saya juga ikutan challenge mandi di pagi buta yang ternyata serasa deja vu dengan rasanya mandi pagi buta di kampung ibu saya. Sayangnya, tubuh saya sudah 2 dekade lebih beradaptasi dengan iklim panas khas dataran rendah Kota Banjarmasin yang nggak ada dingin-dinginnya. Jadi ya, seketika serasa membeku ketika air sedingin es itu menyentuh permukaan kulit. Sepertinya inilah serunya mbediding ehmembeku dalam arti yang sebenarnya. (BDJ9825)

Bersambung...

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 10 Agustus 2025   06:25 (silakan klik disini untuk membaca)

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN





Selasa, 05 Agustus 2025

Hanya 10 Menitan Saja, Yuk Mulai Melazimkan Dzikir Pagi-Petang!

Buku Saku Dzikir Pagi-Petang | @kaekaha

​​​​

Pernah nggak sih membayangkan punya perisai ajaib yang bisa melindungi diri kita sepajang waktu dari berbagai serangan musuh yang membahayakan kita?

Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern yang serba cepat, seringkali kita merasa sulit meluangkan sedikit saja waktu untuk memberi kesegaran pada ruang rohani kita.

Padahal, di dalam ruang sunyi inilah ketenangan batin kita sebagai residu sekaligus kristalisasi kematangan spiritual yang menjadi pondasi penting untuk menghadapi berbagai tantangan hidup dan kehidupan di dunia yang fana ini di proses. Apa lagi yang ditunggu?

Salah satu amalan terbaik untuk menyegarkan rohani yang relatif singkat dan sederhana namun memiliki keutamaan luar biasa seperti yang diajarkan Allah SWT melalui Rasulullah SAW adalah amalan dzikir pagi dan petang. Nggak lama kok!  Hanya sekitar 10 menit saja untuk melazimkannya!


Mengapa Dzikir Pagi Petang Penting?

Dzikir pagi dan petang merupakan serangkaian pujian dan juga bacaan doa kepada Allah SWT  yang mempunyai keistimewaan, salah satunya karena kekhususan waktu live-nya yang sudah ditentukan. Artinya, pasti ada sesuatu di waktu pagi dan petang itu, hingga Allah SWT memandu kita agar mengingatNya, bahkan memohon perlindungan kepadaNya! 

Seperti yang  diajarkan langsung oleh Nabi Muhammad SAW,  dzikir di pagi dan petang merupakan sebuah upaya spiritual untuk membentengi diri kita dari berbagai hal buruk yang pada hakekatnya merupakan aktualisasi kecintaan kita kepada Rasulullah SAW sekaligus bukti nyata penghambaan kita kepada Allah SWT, Tuhan Sang Pencipta, Pemilik sekaligus Penguasa Tunggal alam semesta beserta isinya. 

Wajar karenanya, jika kemudian Allah SWT memberikan privillege yang "nggak main-main" kepada siapa saja yang mengamalkan salah satu amalan sunnah-nya Rasulullah SAW yang levelnya termasuk sunnah muakkadah alias amalan sunnah yang sangat dianjurkan dan ditekankan untuk dilazimkan atau diamalkan secara rutin ini. 

Berikut manfaat ringkas dari melazimkan dzikir pagi-petang, saudaraku! Please lah, mulai besok jangan lagi kita lewatkan begitu saja ya manfaat luar biasanya.  

Perlindungan dari Kejahatan : Dzikir berfungsi sebagai benteng dari gangguan setan, sihir, dan berbagai musibah.
Ketenangan Hati : Mengingat Allah secara teratur akan menenangkan hati yang gelisah dan memberikan kedamaian.
Pahala Berlimpah : Setiap lafazh dzikir yang terucap adalah investasi pahala di sisi Allah.
Pembuka Pintu Rezeki : Dengan berserah diri dan mengingat-Nya, Allah akan mempermudah jalan rezeki kita.
Dekat dengan Allah : Dzikir adalah salah satu jembatan terkuat untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.


Hanya 10 Menit? 

Ya, Tentu Saja! Seringkali alasan utama kita melewatkan dzikir pagi petang adalah keterbatasan waktu. 

Padahal, kalau kita berusaha sungguh-sungguh melazimkan berdzikir pagi petang seperti yang diajarkan Rasulullah SAW, kita hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat saja kok, kurang lebih hanya sekitar 10 menit saja atau mungkin setara dengan durasi untuk menghisap sebatang rokok. Kuncinya hanya konsistensi dan niat yang kuat. 

Bahkan, kalaupun di hari "nahas" itu kita benar-benar sibuk dan benar-benar tidak bisa menyempatkan untuk berdzikir pagi petang secara utuh, Rasulullah SAW juga mengajarkan agar kita memilih bacaan-bacaan dzikir terbaik yang memudahkan kita mengingat Allah SWT. Begini cara praktis memulainya?

Usahakan memilih waktu yang afdhal dan tepat : Dzikir pagi dianjurkan setelah sholat Subuh hingga terbit matahari, atau paling lambat sebelum Dzuhur. Sementara dzikir petang dimulai setelah Ashar hingga terbenam matahari, atau paling lambat sebelum masuk waktu Isya.

Segera menyediakan referensi dzikir yang sesuai Sunnah Rasulullah SAW : Anda bisa memiliki buku saku dzikir, salah satunya buku saku karya Syaikh Sa'id bin 'Ali bin Wahf Al-Qahthani yang harganya sangat murah dan bisa didapatkan di toko-toko buku agama atau mengunduh aplikasi dzikir dengan kata kunci "dzikir pagi petang" di ponsel Anda. Ini akan sangat membantu, terutama bagi pemula.

Fokus pada yang Esensial : Jika waktu sangat terbatas, mulailah dengan dzikir-dzikir utama seperti Ayat Kursi, Surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas (masing-masing 3 kali), Sayyidul Istighfar, serta beberapa lafazh tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir.

Berusaha menjadikannya habitus: Awali dengan sedikit demi sedikit. Lakukan setiap hari secara rutin, meskipun hanya beberapa menit. Lama-kelamaan, ia akan menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan.

Niatkan dengan Ikhlas : Keberkahan dzikir terletak pada keikhlasan niat kita dalam melakukannya.

Yuk, Mulai Besok dan Jangan Ditunda-tunda Lagi, Karena Umur tidak ada yang tahu!

Bayangkan, hanya dengan meluangkan waktu 10 menit di pagi dan petang hari, Anda bisa membentengi diri, menenangkan hati, dan mengumpulkan pahala yang tak terhingga. 

Ini adalah investasi terbaik untuk kesehatan spiritual dan mental kita semua guna menyongsong masa depan kita dan juga Indonesia (emas) yang lebih baik lagi di masa depan. Yuk, jangan biarkan kesibukan duniawi menjauhkan kita dari amalan yang mulia ini. 

Mari sama-sama melazimkan dzikir pagi dan petang, karena ketenangan dan keberkahan hidup dimulai dari koneksi kita dengan Sang Pencipta. (BDJ5825)


Semoga Bermanfaat


Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 5 Agustus 2025   21:00 (silakan klik disini untuk membaca) 

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN







 

Senin, 21 Juli 2025

Pasar Terapung Segera Hadir di TMII, Memboyong Nuansa 1000 Sungai Khas Banjarmasin!

Pedagang dan Pembeli Bertemu di Salah Satu Sudut Pasar Terapung Lok Baintan, Kabupaten Banjar, Kaimantan Selatan  |  @kaekaha!

Pasar terapung merupakan sebentuk kearifan lokal yang lahir, tumbuh dan berkembang sebagai bentuk adaptasi masyarakat Suku Banjar di seputaran Kota Banjarmasin terhadap alam dan lingkungannya yang didominasi oleh perairan darat atau lahan basah berupa rawa-rawa dan juga sungai berbagai ukuran, hingga berjuluk Kota 1000 Sungai sejak ratusan tahun silam.

Sebagai salah satu warisan dari produk budaya sungai yang otentik dan khas banua Banjar, tentu saja pasar terapung yang sekarang telah berkembang tidak hanya sekedar sebagai ekosistem tempat bertemunya pedagang dan pembeli di atas sungai semata, tapi juga menjadi destinasi wisata, telah menjadi ikon pariwisata kebanggaan masyarakat Kota Banjarmasin dan Kalimantan Selatan.   

Baca Juga Yuk! Sisi Unik Pasar Terapung Banjarmasin yang Masih Jarang Diketahui Publik

Wajar karenanya, jika kemudian keunikan pasar terapung yang akhirnya terekspos ke seluruh penjuru nusantara bahkan juga ke mancanegara sejak salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia menjadikannya sebagai station ID ini, terus diupayakan kelestariannya oleh seluruh elemen Urang Banjar.  

Terbaru, Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan melalui Gubernur Haji Muhidin dalam kunjungannya ke TMII yang diterima oleh Plt. Direktur Operasional TMII, I Gusti Putu Ngurah Sedana ,  Jum’at (18/7/2025) menyebut Pasar Terapung dengan nuansa khas Kota Banjarmasin akan segera hadir meramaikan anjungan Kalimantan Selatan di TMII atau Taman Mini Jndonesia Indah di Jakarta. 

Menghadirkan pasar terapung di TMII tentu pilihan cerdas yang sangat strategis, mengingat TMII merupakan etalase budaya nusantara yang merepresentasikan keberagaman tradisi dari seluruh penjuru Indonesia. Kehadiran desinasi pasar terapung ini diharapkan kedepannya dapat menambah daya tarik wisata, menjadi media edukatif bagi pengunjung, serta memperluas akses pasar bagi produk UMKM karya Urang Banjar.

Tidak tanggung-tanggung, Gubernur Kalimantan Selatan ke-11 yang dilantik pada tanggal 16 Desember 2024 ini akan memboyong replika hidup warisan budaya sungai yang diyakini telah eksis beriringan dengan eksistensi Kesultanan Banjarmasin yang mulai berdiri sejak di awal-awal abad ke-16 di Kuin, seotentik mungkin.

Berbekal CSR (Corporate Social Responsibility) dari Bank Kalsel, bank plat merah yang saham terbesarnya dimiliki oleh Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan ini, H. Muhidin dan pihak TMII telah menyepakati pembangunan Spot Pasar Terapung di Anjungan Kalimantan Selatan, TMII nantinya semirip mungkin dengan Pasar Terapung aslinya.

Jukung Barenteng, Tradisi Unik Para Pedagang Ketika Berangkat dan Pulang dari Pasar Terapung di Sungai Martapura   |  @kaekaha!

Rencana kedepannya, pasar terapung ini juga akan diramaikan oleh pedagang-pedagang khas pasar terapung yang menjajakan berbagai produk khas Kalimantan Selatan, mulai dari kerajinan tangan, kuliner tradisional seperti soto Banjar, hingga buah-buahan segar dan hasil bumi lainnya.

Tentu saja, kehadiran pasar terapung di TMII ini, nantinya juga membuka peluang usaha baru bagi para pelaku UMKM dari Kalimantan Selatan untuk memasarkan produk mereka di luar Kalimantan Selatan, khususnya Jakarta dan sekitarnya, sekaligus memperkenalkan keunikan banua Banjar kepada khalayak yang lebih luas.

Kalau merujuk situs destinasi Pasar Terapung yang asli, tentu ada dua nama yang tercatat dalam sejarah modern, yaitu Pasar Terapung Muara Kuin di Tepian Sungai Barito yang menjadi lokasi syuting Station ID RCTI yang sayangnya sedang mati suri dan satu lagi, Pasar Terapung Lok Baintan di hilir Sungai Martapura yang masuk wilayah Kabupaten Banjar.

Baca Juga Yuk! Minggu Pagi di Pasar Terapung, Siring Tendean, Banjarmasin

Tentu tidak menutup kemungkinan design Pasar Terapung nantinya juga menyesuaikan dengan lansekap aktual yang tersedia di anjungan Kalimantan Selatan yang bisa jadi lebih cocok dengan design Pasar Terapung buatan yang sekarang beberapa daiantaranya masih bisa ditemukan di seputaran Kota Banjarmasin, terutama Pasar Terapung di Siring jalan Tendean.

Perbedaan utama antara pasar terapung asli atau pasar terapung alami dengan pasar terapung buatan ada pada dua hal yaitu, waktu aktifitas pasar dan juga pola interaksi antara penjual dan pembeli. 

Pedagang di Pasar Terapung Sedang Menyusun dan Merapikan Dagangannya  | @kaekaha!

Untuk pasar terapung asli yang terbentuk secara alami, aktifitas pasarnya mulai sebelum subuh sampai terbit matahari alias saat masih gelap dengan durasi yang relatif lebih pendek dan sangat terbatas. Sedangkan proses interaksi antara penjual dan pembeli ataupun pengunjung full dilakukan di atas aliran sungai dengan menggunakan perahu.

Untuk pasar terapung buatan, biasanya untuk waktu dan durasi aktifitas menyesuaikan dengan evennya, sedangkan untuk proses interaksi, biasanya para pedagang tetap berada diatas jukung atau perahu kecil khas Urang Banjar yang mengapung di air dan ditambatkan di tepian sungai dan pembeli atau pengunjung tetap di daratan, tidak perlu naik jukung.

Baca Juga Yuk! Hablumminannas dan Tali-temali Tradisi Kesalehan Sosial Khas Pasar Terapung, Lok Baintan

Tentu akan sangat menarik bagi pengunjung yang ingin berliburan ke anjungan Kalimantan Selatan di TMII kedepannya, jika design pasar terapungnya merupakan perpaduan antara kedua jenis pasar terapung yang sekarang masih eksis di Kalimantan Selatan itu, sehingga pengunjung bisa merasakan langsung sensasi mengunjungi pasar terapung dengan atmosfer yang identik dengan lokasi aslinya.  

Tentu saja, kehadiran ekosistem pasar terapung bernuansa asli khas Kalimantan Selatan di jantung ibu kota ini diharapkan tidak saja memberi alternatif hiburan baru di TMII khususnya di anjungan Kalimantan Selatan saja, tapi juga menambah pengalaman dan juga wawasan edukatif pengunjung yang tak terlupakan terhadap kekayaan sejarah, tradisi dan budaya bangsa khas Kalimantan Selatan yang selama ini mungkin hanya didengar dan dilihat saja melalui media.

Interaksi Penjual dan Pembeli nan Unik di Pasar Terapung  | @kaekaha!

Bayangkan, menikmati Soto Banjar berkuah kaldu hangat atau Katupat Batumis di atas jukung  atau sambil duduk lesehan di tepi sungai atau danau buatan, menyaksikan jukung khas Banjar yang hilir-mudik dengan aneka dagangan yang dikayuh acil-acil yang berbicara dan berpantun berbahasa Banjar ataupun berdendang lagu Ampar-ampar Pisang ada di sekeliling anda!?

Semua sensai ini, tidak hanya bagi mereka yang karindangan alias rindu berat akan suasana Banjarmasin, tetapi bagi siapa saja yang ingin menjelajahi kekayaan budaya Indonesia dalam satu lokasi di TMII.

Semoga Bermanfaat!


Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjaemasin nan Bungas!

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 21 Juli 2025   17:02 (silakan klik disini untuk membaca) 

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN




 

Jumat, 18 Juli 2025

Kai Hasbullah Masih Hilang di Makkah, Bagaimana Status Ibadah Hajinya?

Kai Haji Hasbullah | banjarmasin.tribunnews.com/dok.keluarga


Kai Hasbullah Hilang di Makkah

Kai (kakek;Bahasa Banjar) Hasbullah atau lengkapnya Hasbullah Ihsan, jamaah haji kloter 07 embarkasi Banjarmasin, Kalimantan Selatan itu, sampai operasional penyelenggaraan ibadah haji 1446 H/2025 M di Makkah resmi ditutup pada Rabu (2/7/2025) masih juga belum diketahui keberadaanya alias masih dinyatakan hilang.

Menurut Siti Latifah, sang putri dari jamaah haji yang beralamat di Jalan Sidodadi 2 RT 06, Kelurahan Loktabat Selatan, Kecamatan Banjarbaru Selatan, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan yang juga menyertai kepergian sang Ayah ke tanah suci itu, Kai Hasbullah meninggalkan hotel dan hilang sejak Selasa (17/6/2025) dini hari sekitar pukul 03.00 Waktu Arab Saudi.

Siti Latifah yang juga tergabung dalam kloter 7 yang berasal dari Kota Banjarbaru, Kabupaten Tapin, dan Kabupaten Balangan ini menyebut, selepas tengah malam itu, ayahnya bangun dan keluar kamar hingga bertemu dengan jamaah dari kloter lain yang tidak dikenal dan dimintai bantuan sidin (beliau;bahasa Banjar) untuk mengantarkan ke lobi hotel dengan alasan mau pijat. 

Karena tidak mengetahui kalau Kai Hasbullah mengidap penyakit demensia atau gangguan ingatan, si pengantar ini meninggalkan Kai Hasbullah sesampainya di lobi hotel. Setelah ditinggal sendirian di lobi itulah, Kai Hasbullah yang disebut-sebut keluar dari gedung hotel ke arah kiri tidak terlacak lagi keberadaanya, meskipun sudah dicari kemana-mana.

Bahkan, setelah Siti Latifah dan rombongan kloter 7 embarkasi Banjarmasin menginjakkan kaki kembali ke banua (kampung;Bahasa Banjar) pada Kamis (26/6/2025) melalui Bandara Internasional Syamsoedin Noor di Banjarbaru, keberadaan Kai Hasbullah masih juga belum ada kejelasan.


Tanpa Kai Haji Hasbullah, Jamaah haji Kloter 07 Debarkasi Banjarmasin, Kalsel Mendarat di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin di Kota Banjarbaru Kamis (26/6/2025) sekitar pukul 20.00 Wita | ANTARA/HO-Kemenag Kalsel

Kai Hasbullah Tetap Dicari

Mengutip Banjarmasin.tribunnews.com Kamis (3/7/2025), bahkan sampai saat ini, Siti Latifah masih terus menghubungi Linjam atau petugas perlindungan jamaah haji yang ada di Makkah untuk menanyakan update hasil pencarian Kai Hasbullah setiap harinya, meskipun belum juga ada kabar baik untuk keluarga.

Sementara itu, dilansir dari kompas.com, menurut Kepala Bidang Pelindungan Jamaah (Linjam) PPIH Arab Saudi, Harun Ar-Rasyid, melalui keterangan tertulisnya di Makkah, Selasa (1/7/2025), proses pencarian terhadap tiga jamaah haji asal Indonesia yang masih dinyatakan hilang tetap dilakukan secara intensif meskipun layanan haji di Makkah telah berakhir. "Mohon doa semoga ketiganya bisa segera kita temukan," ujar Harun.

Selain Kai Hasbullah Ihsan dari Kalimantan Selatan, sampai saat ini memang masih ada dua lagi jamaah haji yang dikabarkan mempunyai riwayat demensia, masih dinyatakan hilang di Makkah, yaitu Nenek Nurimah (80), jamaah kloter 19 embarkasi Palembang, Sumatera Selatan yang dinyatakan hilang sejak 28 Mei 2025 atau dua hari setelah tiba di Makkah dan satu lagi Mbah Sukardi (67), jamaah kloter 79 embarkasi Surabaya, Jawa Timur yang menghilang sejak 29 Mei 2025 juga sekitar dua hari setelah tiba di Makkah.

Selain terus memeriksa rekaman CCTV di sejumlah lokasi dan juga menyisir komplek Masjidil Haram, area sekitar hotel jamaah, semua rumah sakit di Makkah dan Jeddah, bahkan juga  sapai ke perbatasan Makkah dan al-Lith yang jaraknya hampir seratusan kilometer, dua regu tim khusus pencarian ketiga jamaah haji asal Indonesia tersebut juga memperluas pencarian ke berbagai titik yang diperkirakan masih bisa dilalui atau disinggahi oleh yang bersangkutan, seperti kawasan-kawasan perbukitan di Jabal Khandamah dan Jabal Tsur, kawasan Arafah dan Muzdalifah bahkan ke rumah sakit di Jeddah. 

Tidak hanya itu, untuk lebih mengefektifkan pencarian, PPIH juga terusberkoordinasi dengan Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah, KJRI, imigrasi Syumaisy, kantor polisi, hingga syarikah penyedia layanan jemaah agar turut membantu proses pencarian Kai Hasbulah dan dua lainnya. 

Berdoa di Masjidil Haram  | @kaekaha

Bagaimana Status Ibadah Hajinya?

Mendengar pemberitaan hilangnya tiga jamaah haji asal Indoneisa di Makkah, tentu banyak diantara pembaca yang bertanya-tanya bagaimana dengan nasib status ibadah haji ketiganya?

Dilansir detikNews, Rabu (2/7/2025), khusus untuk Kai Hasbullah Ihsan yang dinyatakan hilang sejak tanggal 17 Juni 2025 atau lebih dari sepuluh hari setelah puncak ibadah haji (Armuzna), Alhamdulillah ibadah hajinya  sudah terlaksana dengan baik dan mudah-mudahan mabrur. Amin.

Ini berbeda dengan Nenek Nurimah dan Mbah Sukardi yang dinyatakan hilang sebelum menunaikan puncak ibadah haji di Arafah (Armuzna), sehingga pelaksanaan hajinya dibadalkan atau diwakilkan. Seperti dijelaskan Ketua PPIH Arab Saudi, Muchlis M Hanafi dan juga Kepala Daerah Kerja Makkah, Ali Machzumi, di Kantor Urusan Haji Indonesia. 

Sambil terus menunggu kabar terbaru dari Kota suci Makkah, mari kita berdoa untuk Kai Hasbullah, Nenek Nurimah dan Mbah Sukardi semoga beliau bertiga selalu dalam perlindungan Allah SWT, selalu diberikan yang terbaik dan mudah-mudahan segera ditemukan. Amin. (BDJ4725)


Semoga Bermanfaat!



Sala matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 4 Juli 2025   22:29 (silakan klik disini untuk membaca)

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN








 

Belajar "Meretas Jalan" ke Surga Rame-rame dari Warga Desa Hadipolo, Kudus

Berumrah, Berdoa di Masjidil Haram | @kaekaha

“Antara umrah yang satu dan umrah lainnya, itu akan menghapuskan dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasannya melainkan surga.” (HR. Bukhari, no. 1773 dan Muslim, no. 1349)

Mendengar tetangga yang berangkat umrah atau naik haji, tentu menjadi salah satu momentum terbaik sekaligus berita gembira yang layak untuk disyukuri, karena bisa menjadi jalaran (sebab;bahasa Jawa) kita lebih bersemangat untuk semakin khusyuk melazimkan doa-doa yang makbullah dan tentunya berikhtiar secerdas dan sekeras mungkin sebagai sunatullah-nya agar kita juga bisa segera ikut berhaji dan berumrah. Amin.

Itu juga yang saya rasakan, setiap kali mendapat undangan tasyakuran tetangga, kolega dan atau juga keluarga yang bersiap-siap tulak (berangkat;bahasa Banjar) ke tanah suci, entah mau naik haji maupun (terutama) umrah yang hampir selalu ada saja setiap pekan dan bulannya.

Apalagi kalau dalam beberapa bulan sekali selalu melihat rombongan anak buah pengusaha besar dari Kalsel ternama yang akhir-akhir ini sering viral beritanya, berjumlah ratusan itu tulak rame-rame, bareng-bareng menuju tanah suci, karena kebetulan "tempat transit" mereka selama di Banjarmasin hanya terpisah beberapa rumah saja dari tempat saya tinggal.

Prosesi pemberangkatan jemaah umrah di Masjid Jami' Baitul Mukminin Hadipolo, Kecamatan Jekulo, Kudus | jurnalpantura.id

Eits tunggu dulu! Tapi sepertinya ada lagi deh yang yang lebih membuat semangat saya berdoa dan berikhtiar agar bisa segera tulak ke tanah suci jadi sekonyong-konyong koder, lebih dahsyat daripada cerita lagu jatuh cintanya (alm.) Didi Kempot yang ujug-ujug alias tiba-tiba sama Mbak Ayu sing dodol lemper alias si penjual kue lemper itu! Naaaah ada yang tahu apa itu?

Tidak lain dan tidak bukan, kabar aktual dan faktual yang memang benar-benar luar biasa dari Dukuh Mbareng Cempling, Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo, Kudus, Jawa-Tengah yang memberitakan 117 warganya, benar-benar tulak alias berangkat melaksanakan ibadah umrah rame-rame, bareng-bareng secara masal ke Tanah Suci Makkah pada Rabu (2/7/2025) dini hari. 

Ini keren banget Mase! Inspirasi model begini ini luar biasa dan belum pernah saya dapatkan sebelumnya!

Bagaimana tidak, 117 warga dengan latar belakang sosial ekonomi yang pastinya berbeda-beda juga itu, setelah berkomitmen bersama-sama untuk menabung bersama kurang lebih selama tiga tahun, akhirnya mereka berhasil "meretas jalan menuju surga" secara bareng-bareng dan ini jelas beda banget vibes-nya dengan umrah ratusan anggota rombongan anak buah pengusaha besar dari Kalsel ternama yang sering viral itu apalagi umrah kita yang biasa sendirian saja!

Mereka ber-117, akhirnya bisa juga berumrah ke tanah suci bareng-bareng, rame-rame! Sungguh luar biasa ini Mase! Jujur saya nggak bisa membayangkan, betapa nikmatnya bersujud dan beribadah bareng-bareng sama tetangga sebelah rumah dan sekampung lainnya di depan Kabah! 

Atau mungkin, rame-rame meminum segelas air Zam-zam yang menyegarkan di pelataran Masjidil Nabawi dengan teman-teman semasa sekolah dulu yang sekarang menua bersama di desa. Sungguh nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Masha Allah!

Apa hal istimewa yang bisa kita tiru dan terapkan dari berita keberhasilan Warga Desa Hadipolo rame-rame meretas jalan ke surga ini?

Selain niat mereka untuk berumrah yang muara pahalanya adalah surga, hingga saya juga lebih suka berkali-kali menyebut perjalanan para tamu Allah SWT ini sebagai "meretas jalan" menuju surga sebagai motivasi buat diri saya dan para pembaca, ada satu hal lagi yang menurut saya patut kita teladani lagi, yaitu kiat-kiat mereka menjaga asa agar "dimampukan" oleh Allah SWT berangkat ke tanah suci.

Ternyata, tips dan triknya tidak jauh berbeda dengan strategi bernuansa kearifan lokal masyarakat di kampung halaman saya Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas! dalam rangka menyiasati keterbatasan ekonomi hingga "dimampukan" Allah SWT untuk ikut berkurban, seperti yang pernah saya tuliskan dalam artikel Berawal Dari "Handilan" Lahirlah Rukem dan Rukur, Jalur Sunyi Menabung Kurban.

Mengutip dari laman Radar Kudus, menurut koordinator Tour Religi Masjid Baitul Mukminin Hadipolo, Ahmad Rif'an, mereka ber-117 yang berangkat umrah itu berprofesi sebagai petani, wirausaha, buruh, hingga Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan untuk berumrah, mereka menabung bersama selama tiga tahun dengan skema menabung yang sangat fleksibel alias dengan durasi dan juga besaran yang sesuai kemampuan. Hingga akhirnya mereka semua benar-benar dimampukan oleh Allah SWT untuk berangkat umrah. Wallahu a'lam bishawab! (BDJ10725)

Semoga Bermanfaat!


Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 10 Juli 2025   21:19 (silakan klik disini untuk membaca)

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN