Minggu, 03 November 2024

Citarasa Istimewa di Balik Tampilan Sederhana Nasi Itik Gambut

Kesederhanaan Tampilan Nasi Itik Gambut (Foto : @kaekaha)
Kesederhanaan Tampilan Nasi Itik Gambut | @kaekaha

Don't judge book by its a cover  

Pepatah kuno dari negerinya John Lennon yang secara umum bisa dimaknai jangan menilai segala sesuatu hanya dari yang tampak di depan mata ini, sepertinya cocok untuk menggambarkan realitas salah satu kuliner khas masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan yang dibalik kesederhanaan tampilannya ternyata menyimpan citarasa juara, citarasa istimewa hasil racikan ragam bumbu rempah khas tradisi kuliner Suku Banjar,  yaitu Nasi Itik  Gambut.

Baca Juga : Menikmati Musik Panting & Soto Banjar di Tepian Sungai Martapura Banjarmasin

Selain tampilannya yang memang sangat sederhana, hanya berupa nasi putih dengan lauk olahan itik atau bebek yang dagingnya cukup renyah alias lembut dan tidak alot dengan bumbu masak habang khas Kalimantan Selatan yang bercitarasa cenderung manis gurih mirip bumbu Bali yang suedaaaap (ada juga beberapa warung yang menambahkan sedikit mie goreng untuk variasi), cirikhas kesederhanaan lain yang sering mengecoh "citarasa juara"  Nasi Itik  Gambut adalah fakta unik tempat-tempat masyarakat bisa mendapatkan kuliner yang cocok untuk menu makan berat kapan saja, sarapan pagi, makan siang maupun malam ini.

Salah Satu Sudut Sederhana Kedai Nasi Itik Gambut (Foto : @kaekaha)
Salah Satu Sudut Sederhana Kedai Nasi Itik Gambut | @kaekaha

Nasi Itik Gambut ini hanya bisa didapatkan di warung-warung atau kedai sederhana dengan meja dan kursi kayu yang tak kalah sederhananya di sekitar Pasar Kindai Limpuar di sebelah kiri dan kanan tepian jalan poros Kalimantan atau tepatnya di Jl. Raya A. Yani Km.13-16, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar., Kalimantan Selatan.

Baca Juga : Romantika Seputar Vermaak Wajah "Pasar Kindai Limpuar" Gambut

Lokasi kawasan ini sangat strategis.  Lokasi ini merupakan lokasi premium di Kalimantan Selatan, sebagai jalur utama transportasi dari Kota Banjarmasin ke Bandar Udara Syamsuddin Noor di Banjarbaru dan Kota Banjarmasin ke komplek Kantor Gubernur di Banjarbaru plus jalur darat satu-satunya yang reperesentatif untuk jalur koneksi antar propinsi di Kalimantan (Kaltara-Kaltim menuju Kalteng-Kalbar atau sebaliknya)  tidak heran jika kawasan ini disebut-sebut sebagai etalase-nya Kalimantan Selatan. 

Kesederhanaan perlengkapan dan layout warung (Foto : @kaekaha)
Kesederhanaan perlengkapan dan layout warung | @kaekaha

Bagi anda yang sempat atau pernah berkunjung ke Banjarmasin via Bandara Syamsuddin Noor tentu akan melewati kawasan ini. Jika perjalanan dari Bandara menuju Banjarmasin, maka ambil patokan posisi Pasar Kindai Limpuar yang terletak di sebelah kiri jalan dengan rentang jarak dari Bandara Syamsuddin Noor sekitar 8 km.

Baca Juga : Menikmati Diplomasi Rendang di Daerah Terdampak Bencana Alam

Daerah ini, sebelumnya dikenal sebagai lumbung padi-nya Kalimantan Selatan. Dari lahan sawah di daerah inilah aneka beras Banjar dengan kualitas terbaik seperti siam unus, siam unus mutiara dan yang lainnya dihasilkan.

Penyajian Nasi Itik Gambut dalam Piring (Foto : @kaekaha)
Penyajian Nasi Itik Gambut dalam Piring (Foto : @kaekaha)

Dalam penyajiannya, masing-masing warung biasanya mempunyai cara strategis yang berbeda-beda untuk memanjakan langganan masing-masing. Hanya saja, secara  umum ada dua macam cara menyajikan kuliner Nasi Itik Gambut di warung-warung yang sebagian diantaranya buka sampai 24 jam, yaitu berbentuk nasi bungkus dan sajian dengan piring. Sudah pasti, masing-masing mempunyai kekhasan berikut penggemar dan penikmatnya masing-masing.

Baca Juga : Singgah di "Kampung Jagung Manis" Bati-Bati, Tanah Laut

Pada dasarnya, diantara keduanya tidaklah jauh berbeda. Bahkan, secara materi keduanya bisa dibilang sama persis, yaitu sama-sama berisi nasi putih (dari beras unus mutiara) dan lauk berupa itik masak habang. Bedanya, kalau untuk nasi bungkus biasanya, warung atau kedai penjualnya tidak hanya menjual lauk itik masak habang saja, tapi juga lauk ikan haruan/gabus, hintalu itik/telur itik, hati dan ayam yang semuanya dimasak dengan bumbu masak habang, khusus untuk pembeli lauk itik masak habang, tentu tidak bisa memilih isi lauk itik masak habangnya. Situasi ini tentu berbeda dengan penikmat nasi itik habang untuk saji di piring, dimana pelanggan bisa memilih dan meminta bagian-bagian itik untuk lauk, mau potongan bagian paha, dada atau yang lainnya.

Nasi Itik Gambut di kedai Tenda Biru (Foto : @kaekaha)
Nasi Itik Gambut di kedai Tenda Biru | @kaekaha

Di daerah Kecamatan Gambut, khususnya di sekitar Pasar kindai Limpuar yang menjadi pusat perekonomian dan pemerintahan Kecamatan paling ujung dari Kabupaten Banjar yang berbatasan langsung dengan Kota Banjarmasin ini, terdapat banyak sekali warung atau kedai yang menjual sajian kuliner yang paling dicari oleh para pendatang yang berkunjung ke Banjarmasin dan Kalimantan Selatan ini . 

Diantara sekian banyak itu, sejauh ini terdapat dua nama warung atau kedai Nasi Itik Gambut yang paling dikenal masyarakat Banjar dan sekitarnya yaitu Warung Tenda Biru dan Warung Mama Baiti. Kedua warung ini tidak pernah sepi dari pelanggan baik pagi, siang maupun malam. 

Warung Nasi Itik Tenda Biru (Foto : @kaekaha)
Warung Nasi Itik Tenda Biru | @kaekaha

Berbicara kuliner tentu tidak bisa lepas dari citarasa dan untuk urusan citarasa saya yakin masing-masing manusia mempunyai interpretasi yang berbeda-beda terhadap obyek kuliner yang sama. Interpretasi inilah yang akhirnya menuntun kita untuk memilih sekaligus menentukan selera citarasa kuliner masing-masing individu. Betul?

Baca Juga : Kegundahan di Balik Nikmatnya Nasi Kuning Dendeng Rusa, Khas Banjarmasin

Itu juga yang terjadi pada selera keluarga saya terhadap Nasi Itik Gambut. Orangtua saya, yang pertamakali memperkenalkan saya kepada Nasi Itik Gambut di awal tahun 2000-an, saat itu masih berupa sate itik (Gambut) bukan Nasi Itik Gambut seperti saat ini, sejak dulu mempunyai warung Nasi Itik Gambut langganan yang lokasinya di seberang jembatan sebelah kiri Pasar Kindai Limpuar yang halaman bagian depannya juga dimanfaatkan oleh sebagian pedagang ayam untuk menggelar dagangan. 

Kedai Nasi Itik Langganan Orang Tua (Foto : @kaekaha)
Kedai Nasi Itik Langganan Orang Tua | @kaekaha

Kedai Nasi Itik Gambut tanpa nama ini, meskipun tidak seramai Warung Tenda Biru dan Warung Mama Baiti yang selalu diserbu pembeli, meskipun begitu pembeli disini sepertinya tidak pernah putus meskipun datangnya pembeli  hanya satu-dua orang saja secara silih berganti. 

Memasuki kedai yang tampak adem ayem ini, kita seperti dibawa berkelana ke warung-warung bahari (baca : jaman dulu) di era 70-80an yang banyak menonjolkan interior berbahan kayu yang semakin memperkuat kesan sederhana bangunan berkonstruksi kayu yang hampir semuanya dicat warna biru itu. Dinding bagian belakang warung yang juga terpasang meja kayu merupakan bagian yang paling menarik perhatian saya. Di dinding inilah ruang dialektika budaya dan agama bertemu di dalam warung atau kedai ini.

Dinding Kedai yang Paling Monumental (Foto : @kaekaha)
Dinding Kedai yang Paling Monumental (Foto : @kaekaha)

Dibagian atas, terdapat poster foto ulama berikut hiasan kaligrafi ayat-ayat Alquran sedangkan dibagian bawahnya dipasang rak kayu untuk meletakkan botol-botol air mineral untuk pembeli. Di dinding sebelah kiri atas tidak ketinggalan foto poster dari Guru Sekumpul ulama kharismatik dari Kota Martapura, Kalimantan Selatan yang juga dikenal sebagai Kota Serambi Makkah ini. 

Baca Juga : Sarapan Lontong Tampusing Ma Haji, Kuliner "Bahari" Khas Banjarmasin

Sisi unik lainnya dari kedai ini, hampir satu jam saya dan  keluarga berada di dalam kedai, tidak sekalipun melihat pembeli berusia muda diantara pembeli yang keluar masuk. Semua pembelinya adalah bapak-bapak berusia lanjut. 

Tertarik mencoba Nasi itik Gambut? Berikut nuansa unik dari kedai atau warung-warung sederhana yang menjualnya? Ayoooo jalan-jalan ke Banjarmasin!

Semoga Bermanfaat!

Salam Matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!



Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

 

Kompasiana, Terima Kasih Banyak Bingkisannya!

Bingkisannya sampai di Banjarmasin Dengan Selamat, Terima kasih (Foto : @kaekaha)
Bingkisannya sampai di Banjarmasin Dengan Selamat, Terima kasih | Dok.Kompasiana

Gelaran Kompasianival 2018 benar-benar membawa berkah tersendiri bagi saya, kompasianer dari seberang lautan yang terus belajar untuk menulis dan mengabarkan berbagai realitas sosial dan budaya, khususnya dari lingkungan masyarakat Banjar Kalimantan Selatan kepada dunia seintensif dan sebaik mungkin. Sayang, meskipun sudah 5 kali gelaran Kompasianival berlangsung sejak saya bergabung untuk menulis di Kompasiana, belum sekalipun berkesempatan ikut meramaikan ajang kopi darat komunitas blogger terbesar di Indonesia tersebut. 

Semoga edisi tahun depan berjodoh untuk hadir ya, amin.

Tahun ini, secara mengejutkan (dan saya benar-benar terkejut karenanya!), saya dipilih oleh teman-teman kompasianer menjadi salah satu nomine untuk kategori Best in Jurnalism dan untuk itu saya  mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh kompasianer yang telah menominasikan saya. 

Sungguh, moment ini sama sekali tidak pernah saya duga sebelumnya, karena saya baru aktif kembali menulis di Kompasiana sekitar 3 bulan sebelum even Kompasianival 2018 berlangsung, setelah hampir satu setengah tahun sempat istirahat menulis karena kesibukan yang perlu medapatkan perhatian ekstra.

e-sertifikat
e-sertifikat | Dok.Kompasiana


Syukur Alhamdulillah! Gelaran Kompasianival tahun ini yang sekaligus juga menandai lahirnya Kompasiana yang ke-10 berjalan dengan sukses dan yang paling seru, kompasianer dari seluruh pelosok Indonesia akhirnya memilih penulis-penulis terbaik pilihannya di semua kategori untuk mendapatkan penghargaan sebagai penulis yang terbaik tahun ini.  

Tahun ini saya memang belum bisa menjadi yang terbaik, walaupun bukan berarti karya saya tidak baik!  Tapi, lebih karena karya teman-teman nominator yang lain masih lebih baik, betul!? Untuk itu saya ucapkan selamat kepada seluruh pemenang! Anda semua adalah inspirasi hidup yang layak menang dan untuk dikenang...

Pesta kita telah usai, selanjutnya terserah saya, anda dan kita semua! Inilah uniknya ikatan keluarga besar ala Kompasiana, semua berbasis pada kata "sukarela". Ya, hanya yang suka dan rela saja yang mungkin akan bertahan! Selebihnya ya terserah anda! He...he...he...he.

Bingkisan khusus dari Kompasiana untuk para nomine (Foto ;@kaekaha)
Bingkisan khusus dari Kompasiana untuk para nomine | @kaekaha

Untuk semua teman-teman admin Kompasiana, saya ucapkan terima kasih untuk kiriman e-sertifikat dan bingkisannya ya! 

Nggak nyangka lho, masih ada paket yang terbang dan jalan-jalan ke Banjarmasin sebagai "bingkisan khusus" untuk nomine. Apapun isinya, tentu itu sangat berharga buat saya. Bagi yang penasaran dan pengen tahu isinya,  tanya langsung sama admin aja ya...

Sampai jumpa di Kompasianival 2019!

Semoga Bermanfaat! 

Salam Matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas! Terima kasih!

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 25 Desember 2018 jam  01:15 WIB (klik disini untuk membaca) Artikel ini saya tulis sebagai bentuk apresiasi saya terhadap Kompasiana dan teman-teman kompasianer se-Indonesia Raya yang telah berinisiatif menominasikan saya dalam kategori Best in Citizen Journalism pada Kompasianival 2018. Terima kasih banyak ya...

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN



 

Menanti Efek Domino GNNT, Bagi Pertumbuhan Ekonomi Regional Pulau Kalimantan

Acara bertajuk Smart Money Wave di Banjarmasin (Foto ; Koleksi Pribadi)
Acara bertajuk Smart Money Wave di Banjarmasin | @kaekaha

 

Awal bulan nopember 2016, menjadi tonggak sejarah bagi Gerakan Nasional Non Tunai atau GNNT di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Dengan mengusung tema smart money waveBank Indonesia bekerja sama dengan NET.TV dan Kompasiana terus melanjutkan sosialisasi program yang sejatinya telah dicanangkan sejak dua tahun yang lalu tersebut, yaitu 14 Agustus 2014. 

Banjarmasin menjadi kota pertama sekaligus satu-satunya di Pulau Kalimantan yang dipilih untuk rangkaian sosialisasi  Gerakan Nasional Non Tunai oleh BI di akhir tahun 2016 ini. Memang tidak ada rilis resmi kenapa memilih Kota Banjarmasin sebagai salah satu kota untuk sosialisasi GNNT,, mungkin  selain pertimbangan sosiologis dan budaya Kota Banjarmasin sebagai kota perdagangan tertua di Kalimantan yang masih eksis sampai saat ini atau karena secara riil pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat pasca runtuhnya bisnis batubara, menjadikan Kota Banjarmasin sebagai salah satu kota atau daerah yang memerlukan threatment untuk mengembalikan gairah sirkulasi perputaran uang dalam perekonomian (velocity of money).

Gerakan Nasional Non Tunai (Grafis : pilihkartu.com)
Gerakan Nasional Non Tunai (Grafis : pilihkartu.com)

Tentang GNNT 

Tujuan utama Gerakan Nasional Non Tunai yang dipelopori oleh Bank Indonesia sebagai otoritas tertinggi keuangan di Indonesia adalah untuk meningkatkan sekaligus mendorong kesadaran masyarakat terhadap pemanfaatan berbagai instrumen transaksi non tunai, dengan harapan secara bertahap nantinya akan tumbuh komunitas masyarakat yang bertransaksi non tunai dengan menggunakan instrumen non tunai (Less Cash Society) di dalam berbagai aktivitas ekonominya. 

Kenapa masyarakat didorong untuk bertransaksi non tunai dalam berbagai aktivitas ekonominya?  Seperti yang dilansir di beberapa media, menurut Susiati dewi, selaku Deputy Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Bndonesia, ada banyak manfaat yang  bisa didapat dari Gerakan Nasional Non Tunai, yaitu

1. Relatif lebih praktis dan aman bila dibanding dengan uang tunai, apalagi bila yang dibawa dalam jumlah besar.

2. Biaya untuk pengelolaan uang tunai mulai dari desain, pencetakan sampai peredarannya menyerap anggaran negara yang cukup besar. Dengan membuminya transaksi non tunai, otomatis biaya-biaya diatas bisa dialihkan atau dianggarkan untuk kepentingan negara yang lainnya. Efisiensi anggaran inilah yang dibidik oleh Bank Indonesia.

3. Proses administrasi pencatatan yang realtime, otomatis, teratur dan lebih rapi, tentu lebih memudahkan masyarakat dalam mengelola aktivitas ekonominya sehari-hari.

4. Berbagai keunggulan diatas, tentunya akan merangsang peningkatan sirkulasi perputaran uang dalam perekonomian (velocity of money)

Menurutnya, sampai bulan Oktober 2016, Gerakan Nasional Non Tunai telah disosialisaikan di 24 kota besar di indonesia dan telah menjadi katalis bagi hampir 1,2 juta orang untuk bertransaksi non tunai dengan menggunakan berbagai instrument transaksi non tunai yang telah ada seperti kartu kredit, kartu debit dan lainnya. diharapkan secara bertahap pada tahun 2024, pelaku transaksi bisa menjangkau 25% dari jumlah penduduk indonesia. 

Instrument Non Tunai (Grafis : BI)
Instrument Non Tunai (Grafis : BI)

GNNT dan Inovavasi Teknologi

Gerakan Nasional Non Tunai muncul sebagai gerakan nasional yang terus di sosialisaikan kepada masyarakat, tidak hanya karena nilai manfaat riil seperti yang dijelaskan pada pembahasan diatas, tapi juga menjadi jawaban atas kebutuhan masyarakat terhadap perkembangan inovasi teknologi informasi berbasis internet, khususnya layanan keuangan digital (LKD) dan e-commerce  

Layanan Keuangan Digital (LKD) merupakan kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga atau yang biasa disebut agen LKD. Layanannya menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis internet dalam rangka mempermudah akses keuangan bagi masyarakat.

e-commerce (electronic commerce) atau perdagangan elektronik adalah pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa berbasis internet. E-commerce melibatkan tr.

Sebagai bentuk inovasi pengembangan teknologi,  perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap Layanan Keuangan Digital (LKD) dan e-commerce tentu akan memunculkan sistem pembayaran berbasis elektronik (transfer), pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis .

Tumbuhnya e-commerce yang begitu pesat di Indoneia, berperanan penting dalam memberikan wacana baru berupa pilihan platform pembayaran baru kepada pelaku usaha dalam bertransaksi dengan masyarakat, khususnya transaksi non tunai. Hal ini tentu akan memberikan dampak positif  dalam proses pembangunan ekosistem sistem pembayaran non tunai yang sehat dan progresif. Berkenaan dengan hal tersebut, Bank Indonesia selaku regulator Sistem Pembayaran memandang perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap LKD dan e-commerce sebagai sebuah potensi yang membutuhkan regulasi agar tetap berada dalam koridor kehati-hatian tanpa mematikan laju proses inovasi yang terus berlanjut.

Kartu Uang Elektronik | @kaekaha

Instrument Transaksi Non Tunai

Di Indonesia, sejak internet dengan produk turunan seperti e-commerce menjadi trend, instrument pembayaran non tunai yang berbasis elektronik telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Saat ini e-money atau uang elektrik telah banyak diterbitkan olah beberapa bank, seperti TapCash dari BNI, BRI produk BRIZZI-nya, BCA dengan produk Flazz dan yang lainnya. Tidak ketinggalan, perusahaan operator telekomunikasi seluler seperti Telkomsel, Indosat dan XL-pun tidak mau ketinggalan, dengan produk E-Wallet mereka terus mempromosikan sistem pembayaran dengan ponsel kepada masyarakat. Telkomsel dengan produk TCASH, Dompetku dari Indosat dan XL Tunai dari operator XL Axiata.  

Selain instrument diatas, sebenarnya masyarakat sudah sangat familiar dengan beberapa transaksi non tunai, seperti  

1. Automatic Teller Machine (ATM) 

2. Internet banking

3. Mobile Banking

4. Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (Credit Card & Debit 

5. SMS Banking

GNNT dan Tantangan Pertumbuhan Ekonomi Regional Kalimantan

Pasca tumbangnya bisnis batubara di Kalimantan Selatan dan wilayah Pulau Kalimantan secara umum yang selama ini terlanjur menjadi sumber utama perekonomian regional sekaligus terlanjur menguasai hajat hidup orang banyak, menyebabkan menurunnya perekonomian regional Kalimantan Selatan dalam beberapa tahun terakhir. 

Daya beli masyarakat yang turun drastis, serta merta telah menurunkan sirkulasi uang secara regional. Untuk mengembalikan trend positif perekonomian diperlukan beberapa threatment terobosan. Pilihan Bank Indonesia untuk melakukan sosialisasi Gerakan Nasional Non Tunai di Banjarmasin dinilai sangat tepat oleh berbagai kalangan.

Gerakan Nasional Non Tunai, diharapkan bisa mewujudkan masyarakat yang less cash society yang pada gilirannya bisa merangsang peningkatan sirkulasi perputaran uang dalam perekonomian (velocity of money). Meskipun belum ada kajian resmi secara ilmiah, setidaknya kita mempunyai satu threatment yang diharapkan bisa memecah kebuntuan stagnan-nya pertumbuhan ekonomi regional Kalimantan sekarang ini. Semoga!

Sebagai pelaku pasar, khususnya e-commerce, secara pribadi saya menyambut baik sosialisasi GNNT di Banjarmasin. Harapannya jelas! Ekonomi regional Kalimantan, khususnya Kalimantan Selatan bisa segera pulih seperti saat bisnis batubara sedang berjaya. 

Transaksi di pasar terapung Banjarmasin (Foto : Koleksi Pribadi)
Transaksi Tunai di Pasar Terapung Banjarmasin | @kaekaha

GNNT dan Tantangan Pemerataan Pembangunan

Lebih jauh, jika kita berbicara Gerakan Nasional Non Tunai untuk masyarakat Indonesia, sebenarnya terbaca sebuah harapan besar bagi pemerataan pembangunan di segala bidang di seluruh pelosok Indonesia. Kok bisa?

Untuk bisa mewujudkan less cash society pada masyarakat Indonesiatentu yang terpikir dalam benak kita adalah kesiapan infrastruktur, kestabilan ekonomi regional dan nasional, serta kesiapan sosial masyarakat (pendidikan, budaya, ekonomi mikro). 

Tentang infrastruktur, yang satu ini bisa menjadi tantangan terbesar. Sudah menjadi rahasia umum. Sejauh ini pembangunan infrastruktur jalan, telekomunikasi, kesehatan dan pendidikan, khususnya di luar Jawa masih belum merata, padahal untuk menggalakkan transaksi keuangan non tunai harus didikung infrastruktur telekomunikasi, akses jalan dan SDM yang memadai. Sebagai contoh, jangan terlalu jauh, berbicara daerah pedalaman, di Kalimantan Selatan masih banyak daerah di pinggiran Kota yang belum mempunyai akses telekomunikasi dan akses fisik berupa jalan yang layak untuk mobilisasi barang dan manusia.

Tentang kestabilan perekonomian, khususnya untuk regional tentu perlu adanya upaya pemerataan akses perekonomian di seluruh Indonesia, agar tidak terjadi ketimpangan antara pusat dan daerah yang menyebabkan terhambatnya proses pembangunan daerah. Logikanya, alih-alih memikirkan atau bahkan melakukan transaski non tunai, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja masyarakat masih belum bisa. 

Tentang kesiapan sosial masyarakat, hal ini menyangkut akses pendidikan, tatanan budaya lokal dan kekuatan ekononomi mikro masyarakat. Ketiga faktor tersebut meskipun tidak dianggap sebagai "tantangan terbesar", tapi akan sangat mempengaruhi jalan keberhasilan terbentuknya less cash society,, karena berbicara terbentuknya less cash society, berarti kita juga harus berbicara teknologi, berbicara teknologi tentu tidak bisa lepas dari pendidikan, budaya dan kekuatan ekonomi.

Oleh sebab itu,  untuk mewujudkan less cash society perlu di dahului dengan kesiapan pemerintah untuk meratakan pembangunan segala bidang di seluruh Indonesia. Secara riil, untuk itu, diperlukan kerjasama lintas sektoral oleh semua pemangku kepentingan. Mudah-mudahan pemerintah sudah mempersiapkan semuanya dengan matang. Sehingga harapan besar masyarakat daerah, khususnya Kalimantan Selatan terhadap stabilitas ekonomi yang mantap bisa sedikit terobati dengan suksesnya Gerakan Nasional Non Tunai ini.

 Semoga Bermanfaat!

Salam Matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 15 Desember 2016    jam  16:34 WIB (klik disini untuk membaca) dalam rangka mengikuti lomba menulis topik "GNNT" yang diselenggarakan oleh BI-NET TV. Alhamdulillah perjalanan artikel ini sampai final menjadi satu-satunya wakil dari Pulau Kalimantan, walaupun akhirnya tidak mendapatkan gelar juara.

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

 

Proud & Be Yourself, Papua!

 


Burung Cenderawasih Merah, kekayaan fauna bumi Papua (Foto : reyginawisataindonesia.blogspot.com)
Burung Cenderawasih Merah, kekayaan fauna bumi Papua (Foto : reyginawisataindonesia.blogspot.com)

Bali! Siapa yang tak kenal!? Seluruh dunia telah mengakuinya sebagai destinasi wisata nomor wahid di dunia. Alam, budaya, religi, dinamika  sosial dan kreatifitas masyarakatnya, semuanya eye catching alias layak jual. Popularitas Bali sebagai destinasi wisata sejauh ini mengalahkan nama Indonesia sendiri yang notabene adalah induk semangnya. Kenapa bisa begitu? Apakah Bali lebih menarik dari Indonesia secara keseluruhan? Apakah destinasi wisata daerah lain di Indonesia tidak ada yang layak jual seperti Bali? Atau jangan-jangan kreatifitas kita yang kurang "greget" dalam mengelola dan menjual destinasi wisata kita ?

Indonesia dikenal sebagai negeri kepulauan terbesar dan terluas di dunia. Dengan bentang panjang mencapai 3.977 mil, total luas wilayah Indonesia adalah 5.193.250 km2 yang 63% diantaranya adalah berupa lautan yang menyatukan sekitar 17.508 gugusan pulau besar maupun kecil. Data demografi Indonesia sampai 2016, total jumlah penduduk Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar di dunia, dengan populasi mencapai 258 juta lebih dan satu lagi, total pemeluk agama Islam di Indonesia saat ini mencapai 207 jiwa, sehingga menjadikan Indonesia menjadi negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Woooow!

Dari data geografis, demografis dan religi diatas yang secara tersirat menunjukkan betapa kayanya Indonesia, rasanya mustahil jika Indonesia hanya mempunyai Bali sebagai destinasi wisata yang layak go internasional, puluhan ribu gugusan pulau yang ada dengan balutan eksotisme budaya, sosial dan masyarakat yang beragam tentu menyimpan sejuta keindahan yang menakjubkan! Jadi Indonesia bukan hanya Bali! Pasti masih banyak yang lainnya. 

... dan waktu akhirnya membuktikan! Dari ujung timur Indonesia, akhirnya benar-benar muncul destinasi pariwisata yang berhasil mencuri perhatian dunia.  Dialah Raja Ampat! Si - rising star berkelas dunia dari Papua Barat. Ya, Papua yang dulu dikenal dengan nama Irian Jaya. 

Papua = Eksotisme

Berbicara Papua, imaji kita pasti akan lari pada beberapa hal umum yang selama ini diidentikan dengan daerah yang kaya dengan hasil alam ini, seperti ras kulit hitam, koteka, tradisi bakar batu, perang suku, suku asmat, burung cenderawasih, freeport, emas, tembaga, OPM atau Organisasi Papua Merdeka, kecelakaan pesawat terbang dan yang terbaru Raja Ampat! Hanya itu? Secara umum yang dikenal luas oleh masyarakat, sepertinya memang baru itu! 

Tapi, kalau kita berselancar di internet, situasi dan informasi berbeda bisa kita dapatkan. Kita akan dapati sisi lain wajah Papua yang exotic full. Full colour, full taste dan full-full yang lainnya yang bikin kita jadi I Love You Full sama Papua!   Di dunia maya, kita bisa melihat Papua yang lebih lebih dari sekedar yang kita ketahui dan pahami sejauh ini, termasuk destinasi pariwisatanya! Ternyata, Papua lebih kaya dan lebih eksotis dari yang kita ketahui. 

Pertanyaan yang menggelitik, kok bisa ya semua tidak terekspos secara riil sejak dari dulu? Kenapa Raja Ampat baru sekarang terekspos ke dunia luar?

taman Nasional Wasur (Foto : AnekaWisataNusantara.blogspot.com)
Taman Nasional Wasur (Foto : AnekaWisataNusantara.blogspot.com)

Inilah, salah satu PR atau pekerjaan rumah terbesar bagi semua pemangku kepentingan, khususnya pemerintah sebagi pemegang tertinggi otoritas pemerintahan berikut berbagai kebijakan terkait daerah-daerah di seluruh Indonesia, termasuk keterbukaan informasi sebagai bagian dari upaya membangun kebersamaan dalam pemerataan akses pembangunan di segala bidang di seluruh Indonesia.

Sejak tahun 2003, wilayah Papua yang mencapai 808.105 km2, dibagi menjadi 2 propinsi, yaitu Propinsi Papua dengan ibu kota di Jayapura dan Propinsi Papua Barat dengan ibu kota di Manokwari. Dua daerah ini mempunyai potensi sumber daya alam flora dan fauna, mineral tambang, pariwisata, seni, budaya  yang sama-sama besarnya

Eksotisme papua, bisa kita dapati dari hampir semua aspek kehidupan yang ada. Mulai dari bentang alam yang didominasi gunung dan pegunungan yang kaya  akan kandungan mineral tambang, selain itu landscape  alam  yang masih berupa hutan menyimpan plasma nutfah berupa ragam sumber daya hayati (flora) dan hewani (fauna) endemik yang berbeda dengan daratan di Indonesia lainnya dan ini sangat penting bagi ilmu pengetahuan.  Maka tidak heran jika banyak taman nasional, cagar alam dan Suaka margasatwa yang wajib dijaga kelestariannya,

Taman Nasional Lorentz (Foto : Reyginawisataindonesia.blogspot.com)
Taman Nasional Lorentz (Foto : Reyginawisataindonesia.blogspot.com)

 

Untuk Taman Nasional, yang paling di kenal antara lain, Taman Nasional Lorents yang dinobatkan sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO tahun 1999 dan taman nasional ini merupakan yang terbesar di Asia Tenggara. Ada lagi Taman Nasional Wasur di Merauke dan Taman Nasional Teluk Cenderawasih yang merupakan taman nasional perairan terluas di Indonesia.

 Untuk cagar alam dan suaka margasatwa, jumlanhya ada puluhan. diantaranya adalah SM. Memberamo, Cagar Alam Pegunungan Arfak, Biak Utara, Dana Bian (Propinsi Papua), Cagar Alam Teluk Bintuni, Pulau Waigeo, Wondi Boy dll (Papua Barat)

Untuk eksotisme kekayaan budaya Papua, sekilas bisa dilihat dari banyaknya suku dan sub suku yang mendiami wilayah yang masuk bagian Indonesia (Bagian timur Papua, masuk negara Papua New Guinea), yaitu sekitar 266 suku dan sub suku. Diantara sekian banyak itu yang paling terkenal adalah suku asmat yang terkenal dengan karya patungnya yang unik dan khas, suku amungme dan suku dani. Masing-masing suku tentu mempunyai pola hidup, seni, budaya termasuk bahasa yang berbeda-beda yang sudah pasti menjadi kekayaan non benda yang sangat layak untuk diapresiasi dan dieksplorasi lebih jauh.

Raja Ampat, Pintu Masuk Strategis Pariwisata Papua   

Jujur, sebagai bagian bagian dari masyarakat Indonesia, sampai detik ini saya masih juga terheran-heran dengan fenomena kemunculan Raja Ampat yang mendunia. Sebagai daerah baru hasil pemekaran yang lahir di wilayah Indonesia timur yang jauh dari pusat pemerintahan, relatif minim dari publikasi media, apalagi untuk urusan pariwisata di level apapun! Tentu pencapaian Raja Ampat ini sangat layak di apresiasi dan yang terpenting adalah menangkap spirit sekaligus pelajaran berharga bagi semua pihak atas pencapaian keberhasilan yang mungkin "tidak disangka-sangka" itu.

Apa isi pesan itu? Kalau Raja Ampat bisa bertransformasi sekaligus meng-upgrade diri menjadi icon pariwisata nasional bahkan internasional, artinya daerah lain seharusnya juga bisa! Itulah spirit dari pesan keberhasilan Raja Ampat menjadi icon  baru pariwisata di Indonesia dan dunia.  

pemandangan bawah laut Raja Ampat (Foto : Reiginawisataindonesia.blogspot.com)
Pemandangan bawah laut Raja Ampat (Foto : Reiginawisataindonesia.blogspot.com)

 

Sebagai rising star yang telah mendunia, posisi strategis pariwisata Raja Ampat merupakan modal besar bagi keberlanjutan masa depan pariwisata Indonesia, khususnya bagi papua sendiri dalam upaya memaksimalkan pemasukan negara dari dunia pariwisata. 

Khusus untuk Papua dan untuk Indonesia secara umum, Eksotisme konfigurasi alam dan budaya di Raja Ampat bisa dijadikan sebagai pintu masuk, untuk memperkenalkan sekaligus menjual ragam eksotisme alam serta berbagai produk sosial dan budaya endemik khas papua yang sangat luar biasa, baik dari sisi estetikanya maupun dari ragam jenisnya. Bagaimana Papua? Bagaimana Indonesia? Siap bekerja keras dan cerdas untuk menyongsongnya?  

Salju abadi di Puncak Jaya (Foto : reiginawisataindonesia.blogspot.com)
Salju abadi di Puncak Jaya (Foto : reiginawisataindonesia.blogspot.com)

Strategi Membangun Industri Pariwisata Berkelas Dunia di Papua

Berbicara tentang Papua, memang tidak akan pernah ada habisnya. selain potensinya di segala bidang yang memang luar biasa besar, masih minimnya akses informasi tentang Papua secara detail dan juga mahalnya ongkos transportasi (baca : infrastruktur) untuk menuju papua, menjadi alasan mengapa kemilau mutiara di timur Indonesia ini masih belum terlihat maksimal.

Lantas apa yang bisa kita lakukan untuk menambah terang kemilau mutiara di timur Indonesia ini?

Secara teknis, popularitas Raja Ampat merupakan modal besar sekaligus pintu masuk strategis bagi pariwisata di Papua. Hanya saja, itu tidak akan cukup untuk membawa berbagai potensi keunikan Papua menjadi raksasa destinasi wisata berkelas dunia. 

Untuk memoles mutiara bernama Papua agar bias kemilaunya lebih terang dan terpancar ke seluruh dunia, memang memerlukan besutan tangan dingin, kebesaran hati, kesungguhan dan keseriusan semua  stakeholder, mulai dari pemerintah pusat sampai daerah, masyarakat Papua dan semua organisasi  apapun bentuk dan platform-nya yang beroperasi dan terlibat dalam pembangunan di Papua. 

Seacara riil, yang dibutuhkan untuk merancang sekaligus membangun pariwisata Papua agar bisa bergaung di level dunia, secara sederhana setidaknya bisa dirumuskan sebagai berikut,

1. Kebijakan Politik Strategis (Kesamaan visi dan misi dalam pembangunan)

Kebijakan politik yang tepat guna sangat dibutuhkan oleh Papua, karena kebijakan politik yang tepat akan memberikan yellow efect pada stabilitas di berbagai bidang, termasuk di bidang politik sendiri, ekonomi, sosial dan budaya. Lebih spesifik, kebijakan politik yang tepat guna menjadi perlu mengingat pada beberapa hal, antara lain 

- Latar belakang sejarah Papua (terutama pasca pendudukan Belanda) yang sampai sekarang masih diperdebatkan oleh beberapa pihak, termasuk keberadaan OPM.

- Penerapan otonomi khusus untuk Papua tidak bisa berjalan sendiri tanpa ada sinergi dengan pemerintah pusat, secara proporsional (Papua layaknya, pemuda yang punya semangat luar biasa besar, tapi masih belum mempunyai pengalaman dan alat yang lengkap untuk meraih, cita-citanya. Jadi masih perlu untuk di beri bimbingan dan pandangan oleh orang tua).

Dengan kestabilan di berbagai bidang, diharapkan proses pembangunan di Papua, termasuk pembangunan industri pariwisata akan lebih mudah dan lebih terarah.

2.  Pendekatan pembangunan yang berdasar pada nilai kearifan lokal setempat.

Model pembangunan Desentralisasi yang Asimetris atau membangun dari pinggiran yang diterapkan pemerintahan sekarang memang selaras dengan tekad membangun Papua di segala bidang, termasuk pariwisata. Hanya saja, tetap harus memerlukan pendekatan-pendekatan obyektif terhadap kearifan lokal setempat. 

Ditengah hiruk pikuk pembangunan, Papua harus bangga menjadi dirinya sendiri. Papua harus tetap menjaga jatidirinya! Papua boleh meniru spirit Bali dalam membangun industri pariwisata, tapi Papua tidak boleh menjadi Bali. Papua boleh meniru Pulau Jawa, bahkan Eropa atau Amerika dalam membangun ifrastrukur, tapi Papua tidak boleh menjadi Jawa, Eropa apalgi Amerika, karena Papua adalah Papua dengan segala atribut eksotis yang ada di dalamnya!.

Menjaga jatidiri atau identitas original Papua sangat diperlukan, agar kemajuan Papua kelak tidak serta merta menghilangkan arsitektur dan atribut budaya lokal yang semua mempunyai nilai tinggi dan secara riil mempunyai ikatan emosional dengan semua elemen yang ada di Papua. Sehingga dengan sendirinya sense of belonging masyarakat Papua terhadap kemajuan daerahnya benar-benar bisa terbentuk dan menyatu secara alamiah. 

Ending-nya, alokasi dana APBN yang mencapai triliunan rupiah untuk membangun Papua benar-benar bisa memberi perubahan yang signifikan bagi pembangunan dan goal untuk memberi manfaat bagi  semua rakyat Papua bisa menjadi kanyataan.

3. Pembangunan infrastruktur tepat guna.

Masih minimnya infrastruktur yang memadai di berbagai bidang (transportasi, komunikasi, kesehatan, pendidikan, perdagang/ekonomi dan lainnya) merupakan titik lemah Papua untuk mengejar ketertinggalannya dari daerah lain, khususnya untuk membangun industri Pariwisata berkelas dunia. Untuk itulah, konsentrasi pembangunan di Papua saat ini harus ditujukan di titik ini. 

Untuk membangun pariwisata Papua agar bisa go internasional secara spesifik, diperlukan beberapa langkah manajerial strategis sebagai berikut :

1. Mapping Area

Pemetaan terhadap semua potensi pariwisata di Papua sangat diperlukan untuk, untuk menyusun langkah-langkah strategis yang aplikatif, efektif dan efisien. Dari pemetaan ini nantinya kita bisa menentukan klasifikasi masing-masing obyek wisata berikut analisa kelayakan bisnis dan strategi pengembangan yang diperlukan.

Misal, obyek wisata bisa dijual secara solo atau harus paket (cluster)

2. Penentuan Skala Prioritas

Dari hasil mapping area, kita bisa menentukan titik-titik yang perlu mendapatkan prioritas. Titik mana yang perlu mendapatkan sentuhan revitalisasi lebih dulu, lebih besar dan lebih serius (termasuk dalam pembangunan infrastruktur pendukung), sehingga akan memberikan dampak atau efek "ledakan" yang lebih dahsyat. 

3. Sosialisasi kepada Masyarakat Sekitar dan pemangku kepentinga.

Semua tahapan yang dilalui, seharusnya memang melibatkan masyarakat setempat, agar masyarakat mempunyai sense of belonging  terhadap apa yang sedang dibangun di daerahnya. Dengan begitu, tentu masyarakat tidak akan segan untuk ikut serta dalam pengelolaannya (menjaga, mengembangkan dan melestarikannya).

Disini, masyarakat sekitar harus bisa diberdayakan dengan benar, sehingga kemajuan obyek wisata nantinya juga memberi dampak perbaikan pada perekonomian masyarakat

4. Promosi

Dalam industri (pariwisata), keberadaan "Promosi" sangat diperlukan. Disini diperlukan kreatifitas dan kontinyuitas yang harus berjalan beriringan. Dengan semakin majunya teknologi informasi, proses promosi industri pariwisata relatif lebih mudah dan lebih massive.

5. Menjaga dan Merawat 

Tahapan yang satu ini, sekilas terlihat sederhana dan mudah untuk dilakukan, tapi kenyataanya pada tahapan inilah banyak yang terbukti gagal total. Untuk itulah diperlukan kemauan dan keseriusan dalam aplikasinya. Secara riil, diperlukan kerjasama produktif dengan semua pihak stakeholder.

You'll Never Walk Alone, Papua!


Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

 

Segarnya Cacapan Asam, Penggugah Selera Makan Bercita Rasa Demokratis dari Bumi Banjar

Cacapan Asam dan Ikan Teri Goreng Kering | @kaekahaTradisi Kuliner Cacapan Asam

Kekayaan tradisi kuliner dari tanah Banjar di bumi Kalimantan, seperti halnya budaya kuliner dari bumi nuasantara lainnya, memang tidak akan ada habisnya untuk terus dibedah dan diapresasi. 

Tidak hanya keragaman dan keunikannya saja yang sudah kesohor dan pastinya mejadi daya tarik pesonanya, tapi juga kebermanfaatannya dalam kehidupan masyarakat Banjar.

Salah satu tradisi kuliner identik khas masyarakat Banjar yang sepertinya mempunyai identitas spesifik seperti di atas dan juga bisa diadaptasi oleh seluruh masyarakat di penjuru nusantara adalah cacapan asam.

Cacapan Asam dan Ikan Sepat Kering | @kaekaha

 

Selain cara membuat dan bahan yang diperlukan relatif mudah, cita rasanya yang demokratis nan ramai alias nano-nano antara asam, manis, pedas dan asin-gurih sungguh segar dan nikmat, juga mempunyai manfaat yang signifikan sebagai booster alias penggugah selera makan yang sangat efektif.

Baca Juga: Sarapan Pundut Nasi, Olahan Nasi Santan Khas Kota 1000 Sungai

Kosa kata cacapan berasal dari bahasa Banjar yang maknanya setara dengan cocolan dalam bahasa Indonesia, sedangkan kata Asam dalam frasa "cacapan asam" merujuk pada cita rasa cacapan yang memang dominan pada rasa asamnya, bukan pada jenis buah asam dari Pulau Jawa (Tamarindus indica) yang biasa disebut Urang Banjar sebagai asam kamal, walaupun buah ini juga biasa digunakan untuk membuat "cocolan" yang sangat efektif sebagai booster untuk membangkitkan nafsu makan ini.

Selain rasa asam dari buah asam Jawa (Tamarindus indica), cacapan asam khas dari bumi Banjar ini juga biasa dibuat dengan buah-buahan bercita rasa asam-segar lainnya, seperti hampalam (Mangifera laurina) dan binjai (Mangifera caesia) spesies mangga khas rawa Kalimantan dengan cita rasa sangat asam, limau kuit (Citrus hystrix) spesies jeruk purut yang hanya tumbuh di Kalimantan, ramania atau juga dikenal sebagai buah gandaria (Bouea macrophylla), belimbing tunjuk atau belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), tomat (Solanum lycopersicum), terong asam atau terong Dayak (Solaum ferox Linn) dan banyak lagi yang lainnya. 

Baca Juga: Sarapan "Katupat Batumis" di Batang Banyu, Menikmati Peradaban Sungai khas Urang Banjar

Selain bahan utama berupa beragam buah-buahan bercita rasa asam-segar seperti tersebut di atas, untuk membuat cacapan asam juga diperlukan beberapa bahan bumbu dapur lainnya untuk memperkaya rasa. 

Itulah sebabnya, cacapan asam bisa dibilang jenis kuliner paling demokratis, selain karena citarasa nano-nanonya yang adaptif terhadap beragam buah-buahan/sayuran bercita rasa asam segar, khusus untuk bumbu pengaya rasa sekaligus penyedapnya sangat beragam, tidak mengikat dan bersifat kondisional yang biasanya sangat ditentukan referensi rasa si pembuatnya dan juga menyesuaikan "jenis lauk" yang akan menjadi teman makannya. Ini yang unik!

Salah Satu Contoh Cacapan | @kaekaha 

Sekadar informasi, pada dasarnya cacapan asam bisa menjadi tandem makan beragam jenis olahan kuliner khas Urang Banjar, baik yang dibakar/dipanggang (baubar/babanam), digoreng (basanga), direbus (bajarang), dipepes (paisan), maupun yang dikeringkan sekaligus diasinkan seperti iwak sapat karing ((Trichopodus trichopterus)), garih haruan (Channa striata), ikan teri (Engraulidae), ikan telang, dll.

Baca Juga: Menikmati Kesegaran "Bingka Barandam", Kue Berkuah nan Unik Khas Kalimantan Selatan

Untuk bahan dasar bumbu penyedap dari cacapan asam adalah irisan bawang merah, cabai rawit dan air matang. Sedangkan bumbu penyedap yang sifatnya additional umumnya adalah gula, garam, bawang putih, terasi bakar dan penyedap rasa.

Sebagai contoh, jika ingin membuat cacapan asam untuk makan iwak sapat karing yang hambar (ikan sepat yang dikeringkan, ada yang bercita rasa hambar dan asin), maka selain memerlukan bahan buah-buahan bercita rasa asam-segar, juga memerlukan garam dan atau gula (jika keduanya dituang akan menghasilkan cita rasa gurih), terasi bakar

Iwak Sapat Karing | @kaekaha 

Jika iwak sapat karing-nya yang becita rasa asin, biasanya untuk bahan garam tidak diperlukan lagi, karena cita rasa asin akan cukup terwakili dari rasa ikan asin atau ikan sapat karing yang tadi. 

Jadi intinya, pada dasarnya cacapan asam memang jenis tradisi kuliner yang demokratis! Setiap penikmat dan juga pembuatnya bebas mengekspresikan referensi rasa yang dimiliki, baik pilihan terhadap jenis buah asamnya, bahan tambahan yang bisa dieksplorasi dan juga kuantitas masing-masing bahan yang tentunya akan mempengaruhi cita rasa, walupun tidak akan keluar dari pakem dasarnya yang bercita rasa asam, manis, pedas (dan asin-gurih).

Cara Membuat Cacapan Asam

Cara membuat cacapan asam relatih sangat mudah. Siapkan bahan-bahannya, seperti:

  1. Asam kamal/asam Jawa (Tamarindus indica)/Limau Kuit/ lainnya, secukupnya
  2. Irisan bawang merah (dan bawang putih), secukupnya
  3. Potongan cabai rawit, secukupnya
  4. Terasi bakar, secukupnya
  5. Air Putih secukupnya
  6. Gula dan garam secukupnya


Ikan Asin Telang | @kaekaha 

Baca Juga: "Hintalu Tambak", Penguasa Hajat Hidup Urang Banjar yang Semakin Langka

Cara membuat:

  1. Siapkan piring/wadah lain untuk meramu
  2. Bersihkan limau kuit/asam Jawa tersebut, lalu taruh di piring
  3. Taruh irisan bawang merah dan bawang putih, tambahkan garam dan gula, serta air hangat secukupnya
  4. Setelah semua bahan terendam, aduk perlahan dan remas-remas asam kamal sampai kuah mengeluarkan bau dan cita rasa nano-nano khas cacapan asam yang akan menggoda siapapun! 
  5. Terakhir, tambahkan irisan cabai rawit
  6. Hidangkan dengan lauk yang sudah disiapkan, plus nasi putih hangat

He...he...he...sudah nelan ludah ya.....!? Langsung aja dah, bikin sendiri di dapur, mudah kok!

 

Semoga bermanfaat. 

Salam dari Kita 1000 Sungai Banjarmasin nan Bungas!

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 22 Oktober 2020 jam  16:54 WIB (klik disini untuk membaca)!



Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

 

Cerita Pak De tentang Kaghati Kolope dan Itik Alabio yang Membuatku Jatuh Cinta

Kaghati Kolope (Dok. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif)

 "Saktinya" Pak De

Dulu, sewaktu duduk di bangku SD alias sekolah dasar di era 80-an, saya mempunyai guru pelajaran IPS atau ilmu pengetahuan sosial yang menurut kami cukup sakti mandraguna hingga membuat kami terkagum-kagum!

Namanya Pak Yitno atau lengkapnya Suyitno, sebuah nama yang Njawani banget, yang menurut empunya nama berasal dari bahasa Sansekerta yang konon maknanya adalah waspada atau bisa juga hati-hati.

Uniknya, alih-alih dipanggil dengan Pak guru atau Pak Yitno selayaknya keumuman yang berlaku di kampung-kapung kami di seputaran Timur Laut kaki Gunung Lawu di ujung barat Jawa Timur, beliau malah meminta kami semua, murid-muridnya untuk memanggil beliau dengan panggilan Pak De! Unik dan nyentrik bukan, Pak Guru eh, Pak De yang satu ini?

Eh, tahu istilah panggilan Pak De kan?

Panggilan Pak De atau versi lainnya adalah Pak Puh merupakan sapaan atau panggilan khas ala masyarakat Suku Jawa yang secara umum ditujukan untuk orang yang dituakan atau dihormati, sedang secara khusus atau secara leksikal biasanya dipakai untuk menyapa atau memanggil saudara lebih tua (kakak) dari bapak atau ibu. Ini sama dengan sapaan/panggilan Julak dalam tradisi masyarakat Suku Banjar di Kalimantan Selatan. Masih ingat nggak dengan Kompasianer Julak Ikhlas?

Bedanya, kalau Pak De merupakan akronim dari frasa Bapak Gede, maka Pak Puh merupakan akronim dari frasa Bapak Sepuh yang secara leksikal maknanya relatif sama, yaitu sama-sama bermakna lebih besar/tua.

Cantikdan Uniknanya Rumah Adat Minahasa yang Bisa Dipindah-pindah | @kaekaha

Salah satu "kesaktian" Pak De yang paling sering kami saksikan dan dengarkan dengan mata dan telinga kami sendiri adalah terkait pengakuannya yang sampai di usia senjanya baru merasakan perjalanan terjauh (dengan kereta api) sampai ke Stasiun Jebres di Solo, Jawa Tengah yang berjarak sekitar 100-an km dan Stasiun Semut atau Stasiun Kota di Surabaya yang berjarak hampir 200-an km. Saktinya dimana?

Baca Juga Yuk! Diaspora "Gula Gending-Lombok", Melintas Negeri untuk Eksistensi 

Hari-hari yang kami lalui bersama Pak De di dalam maupun diluar kelas selalu penuh warna. Setiap hari, kami serasa diajak keliling Indonesia untuk menikmati apa saja, terutama cerita kekayaan dan keindahan alam, juga seni dan budaya nusantara dari Sabang sampai Merauke.

Inilah yang kami maksud sebagai sisi "saktinya" Pak De alias Pak Suyitno, guru IPS kami semasa SD itu! Bagaimana tidak!? Bagaimana bisa, orang setua beliau yang mengaku belum pernah kemana-mana, bisa bercerita betapa kaya dan indahnya alam dan budaya nusantara secara detail, baik dan presisi (setidaknya untuk ukuran alam fikiran anak SD, murid-murid beliau saat itu di tahun 80-an). 

Kalau sekarang, setelah saya juga menjadi bapak yang mempunyai anak seumuran SD, saya bisa menjawabnya! Pak De pasti suka membaca dan mempunyai teknik story telling yang mumpuni, hingga telinga dan emosi kami sering diaduk-aduknya sampai kami merasa ketagihan dan selalu merindukan kisah-kisah menakjubkan tentang nusantara yang berhasil membangun konstruksi awal imajinasi kami terhadap Bhinneka Tunggal Ika, hingga kelak kami semua begitu cinta dan menikmati indahnya alam dan beragamnya budaya nusantara, Indonesia kita langsung dari tuturan mulut beliau. 

Nah, untuk bisa bercerita selengkap dan sedetail itu, Pak De pasti membekali dirinya dengan materi dari referensi yang lengkap dan pastinya juga didasari dengan rasa cintanya pada nusantara. Indonesia kita! Bagaimana caranya? Betulkan, Pak De memang "sakti mandraguna?"

Kaghati Kolope Layang-layang Purba nan unuk dari Pulau Muna, Sulawesi Tenggara | turgo.id

Salam dari Pulau Muna!

Dari Pak De, untuk pertama kalinya saat itu, saya dan teman-teman mengenal kisah Kaghati Kolope. Itu lho, permainan layang-layang tertua di dunia dari Pulau Muna, Sulawesi Tenggara yang belakangan, dari hasil penelitian ilmiahnya terbukti telah ada lebih dari 4000 tahun silam, jauh lebih tua dari permainan layang-layang dari Cina yang berusia sekitar 2500 tahun dan sebelumnya diyakini menjadi yang tertua di dunia. 

Baca Juga Yuk! "Berselancar" di Kompasiana, Berkeliling Indonesia, Mengabadikan Indahnya Keragaman Nusantara

Uniknya, layang-layang dari Pulau Muna ini dibuat dari bahan-bahan yang disediakan alam, sehingga penampakannya jauh lebih natural dan orisinil, yaitu dari daun ubi hutan sejenis tanaman gadung yang tumbuh liar di hutan-hutan Pulau Muna yang oleh masyarakat setempat di sebut sebagai Kolope

Setelah daun-daun Kolope dikeringkan dan dipotong-potong ujungnya, lembaran daun kolope dirangkai menggunakan potongan bambu tipis mengikuti pola rangka Kaghati yang dibuat dari bambu. Sedangkan untuk menerbangkan Kaghati, masyarakat biasa menggunakan benang alami yang dipintal dari serat nanas hutan yang sangat kuat. Keren ya!?

Anakan Itik Alabio Super dan Beberapa Varian Spesies Unggulan Lainnya | @kaekaha

Tidak hanya cerita tentang luar biasa uniknya Kaghati Kolope saja yang membuat Pak De jadi begitu ngangeni bagi saya dan teman-teman saat itu. Cerita tentang jenis atau spesies itik unggul bernama Itik Alabio, detailnya juga masih lekat dalam ingatan saya sampai saat ini. 

Uniknya, kalau dulu saya dan teman-teman terpesona dengan "cerita superior" itik alabio si ternak unggul asli Indonesia yang tahan penyakit, lebih montok, juga telur bergizi tinggi karena habitatnya di rawa, sehingga bagian kuning telurnya berwarna kemerah-merahan dan lebih besar dari kuning telur dari jenis itik lainnya, maka entah kebetulan atau tidak! Akhirnya saya menetap di Kalimantan Selatan beberapa dekade berikutnya dan akhirnya saya membuktikan sendiri kesaktian Pak De, terutama terkait Itik Alabio!

Baca Juga Yuk! Het Paradijs Van Java, Menjelajah Surga Sumedang Lewat Buku

Ternyata Itik Alabio yang diceritakan Pak De di bangku SD dulu memang bukan isapan jempol semata. Spesies itik unggulan asli Indonesia atau tepatnya asli Kalimantan Selatan ini memang pernah menjadi rajanya itik, walaupun sekarang mungkin sudah mulai berbagai dengan spesies itik-itik hasil persilangan dari berbagai ras yang membanjiri pasar di Indonesia.

Luar biasanya, akhirnya saya baru tahu kalau nama Alabio yang tersemat pada spesies unggas yang pernah menjadi rajanya itik unggulan di Indonesia itu ternyata diambil dari nama kampung di pedalaman pahuluan sungai atau sekarang kita kenal sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara, 1 dari 13 kabupaten/kota di Kalimantan Selatan. 

Jangan-jangan cerita Pak De juga yang mengantarkan saya sampai menjelajah bumi Kalimantan, hingga akhirnya menetap di Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!?

Tarian Suku Dayak | @kaekaha

Frasa "sak ndayak!" nan Ikonik

Selain itu, saat memaparkan cerita-cerita indah dan beragamnya kekayaan alam dan budaya nusantara dari Sabang sampai Merauke, ada ungkapan berbentuk frasa unik yang entah sadar atau tidak, sering dilontarkan oleh Pak De saat menggambarkan sesuatu atau bilangan yang bermakna sangat banyak, yaitu frasa "sak ndayak!". Pernah dengar?

Menurut Pak De, frasa "sak ndayak!" ini konon merujuk pada banyaknya jenis atau macam suku Dayak yang mendiami Pulau Kalimantan. Saat mendengarkan penjelasan Pak De untuk pertama kalinya, jelas saja anak-anak SD seusia kami saat itu masih belum paham maksud dari penjelasan Pak De tersebut.

Tapi sekali lagi, ketika saya menetap di Kalimantan Selatan beberapa dekade berikutnya, saya baru paham terhadap maksud Pak De yang menyebut Suku Dayak mempunyai banyak jenisTernyata, suku dayak itu memang mempunyai banyak rumpun yang masing-masing terbagi lagi menjadi beberapa ratusan sub suku yang masing-masing juga mempunyai tradisi dan budaya yang berbeda-beda, termasuk bahasa. Wooow keren kan?

Baca Juga Yuk! Laksa Banjar, "Kehangatan" Kuah Ikan Gabus Full Rempah dari Banjarmasin 

Masih banyak destinasi alam dan budaya yang pernah kami dengar dari cerita Pak De, seperti kisah tapak kaki raksasa yang sampai sekarang masih misterius di Aceh, Uniknya Jam Gadang di Bukittinggi, Pem-pek Palembang yang ikonik, Upacara kematian suku Toraja (Rambu Solo') yang unik, Pulau Banda dengan buah pala-nya yang legendaris, sampai naga terakhir yang hidup di bumi, Komodo dan lain-lainnya.

Sungguh, kami sangat beruntung saat SD dulu bertemu dengan Pak De alias Pak Guru Suyitno yang mengantarkan saya dan teman-teman mengenal indah dan beragamnya alam budaya nusantara sejak dini, hingga kami benar-benar jatuh cinta dengan nusantara, Indonesia kita! 

Kain Sasirangan Khas Banjar, Bagian dari Kekayaan Budaya Nusantara yang Patut Dilestarikan | @kaekaha

Cinta! Ya cinta kepada indah dan beragamnya nusantara, Indonesia kita inilah yang sekarang ini kita butuhkan dan harus kita tumbuhkan sedini mungkin kepada anak-anak kita, generasi penerus bangsa sebagai refleksi kita terhadap aktualisasi sumpah pemuda. 

Karena memang hanya cinta tulus itu juga yang sesungguhnya bisa mengantar pemuda-pemuda dari pelosok nusantara pada tahun 28 Oktober 1928 silam bisa berikrar bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia, berbangsa yang satu, bangsa Indonesia dan berbahasa yang satu, bahasa Indonesia.

Saat ini, kita memerlukan banyak kehadiran sosok Pak De-Pak De yang lain dan yang baru, bahkan seharusnya kita wajib bisa menjadi Pak De bagi lingkungan kita masing-masing untuk memperkenalkan indah dan beragamnya kekayaan alam dan budaya nusantara, Indonesia kita! Agar pada gilirannya menyemaikan dan menumbuhkan benih-benih cinta yang akan menggelorakan persatuan dan kesatuan bangsa kita, Indonesia tercinta! Seperti yang dicita-citakan oleh para pemuda dalam ikrar sumpah pemuda 1928.

Yuk, sering-sering mengabarkan indah dan beragamnya kekayaan alam dan budaya daerah kita masing-masing di Kompasiana! Biar menjadi dokumentasi sekaligus sumber bacaan referensi untuk anak cucu kita kelak! (BDJ21124).


Semoga Bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN




 

Sabtu, 26 Oktober 2024

"Si Angger" dan Khayalan Tingkat Tingginya dalam Romansa Berkereta Api

"Si Angger" dan Khayalan Tingkat Tingginya dalam Romansa Berkereta Api | @kaekaha

Angger, Si Anak Gerbong

Di dalam tradisi tutur masyarakat Jawa di lingkungan kampung halaman kami, di seputaran ujung barat Jawa Timur, kosa kata angger, yang pengucapan suku kata ger di bagian belakangnya sama seperti cara kita mengucapkan suku kata ger pada kata burger, mempunyai dua makna berbeda, yaitu setiap dan atau asal (-asalan).  

Memang ada satu lagi kata angger yang kami kenal dengan penulisan yang sama, tapi cara membaca suku kata ger di belakang berbeda, tidak lagi sama seperti saat mengucap ger pada kata burger, tapi ger-nya sama atau identik dengan ber pada saat kita mengucap ember yang artinya adalah anak laki-laki atau panggilan sayang untuk anak laki-laki.

Tapi maaf, kata angger yang saya maksudkan dalam judul di atas  tidak ada hubungannya secara langsung dengan ketiga makna leksikal dari kata angger yang sebenarnya di atas. Saya sebut hubungannya tidak langsung, karena dalam tematik ini keduanya hanya dihubungkan oleh subyek yang sama, yaitu anak-anak yang biasanya suka angger alias suka asal! He...he...he... betul?  

Angger yang saya maksudkan di sini adalah identitas komunal kami, saya dan teman-teman masa kecil saya yang lahir dan besar (kebetulan) di lingkungan kereta api atau tepatnya stasiun kereta api yang bagi sebagian orang mungkin dianggap tidak layak untuk tempat tinggal, sekaligus sebagai ruang tumbuh kembang bagi kami, anak-anak 80-90an saat itu.

Baca Juga Yuk! Kronik Nostalgia Anak-anak Kereta: Kereta Api dan Ragam Budaya yang Dibentuknya

Tapi maaf, anggapan itu sepertinya tidak sepenuhnya berlaku bagi kami! Angger yang terbentuk sebagai akronim dari frasa anak gerbongidentitas kami anak-anak yang sehari-harinya memang lebih sering berinteraksi dengan dunia perkeretaapian, termasuk menjadikan beragam gerbong kereta api sebagai tempat bermain dan bereksplorasi, tidak hanya meninggalkan sebuah romansa yang begitu indah untuk dikenangkan.

Tapi juga memicu keingintahuan kami pada banyak hal, terutama pada dunia jalan-jalan dan teknologi transportasi kereta api yang pada gilirannya juga merangsang "khayalan-khayalan tingkat tinggi" kami kepada segala atribut kereta api yang biasa kami sebut sebagai sepur itu.

Stasiun Barat Sebelum di Bangun Ulang. Tampak Latar Belakang Rumah-rumah Penduduk Kampung | @kaekaha

Romansa di Stasiun Barat 

Kalau anda pernah naik kereta api, khususnya yang melewati jalur Solo-Madiun atau Solo-Surabaya, dari arah barat atau dari arah Solo, di antara perjalanan Stasiun Geneng di Kabupaten Ngawi dan Stasiun besar Kota Madiun, cobalah tengok ke sebelah kanan! Di situlah anda akan menemukan Stasiun Barat. 

Stasiun kecil kelas 3 yang sekarang lebih dikenal sebagai Stasiun Magetan yang ternyata punya peran sejarah lumayan besar dan signifikan dalam perang Pasifik/Perang Asia Timur Raya (Greater East Asia War) tahun 1937-1945 yang berakhir dengan luluh lantaknya bumi Hiroshima dan Nagasaki ini, terletak persis di tengah kampung tempat saya lahir dan dibesarkan. Lingkungan inilah yang membentuk akronim angger alias si anak gerbong, identitas kami saat itu. 

Baca Juga Yuk! Stasiun Barat dan Sejarah Keterlibatannya dalam Perang Asia Pasifik

Sebelum Stasiun Barat dibangun ulang pada tahun 2015 dan berganti nama menjadi Stasiun Magetan, apalagi di era kanak-kanak kami di era 80-90an, komplek Stasiun Barat masih sangat terbuka dan bisa diakses siapa saja, juga kapan saja. Dari situlah, kami anak-anak akhirnya juga terbiasa bermain-main di lingkungan stasiun.

Gapeka 2011 di Stasiun Barat, Magetan, Jawa Timur |@kaekaha

Dari interaksi kami dengan lingkungan Stasiun Mbarat, cara kami menyebut Stasiun Barat ini, bisingnya lalulintas kereta api tidak lagi menjadi gangguan berarti bagi kami, tapi justru selayaknya alarm alami yang setiap waktu mengingatkan kami pada pentingnya mengatur waktu, termasuk pertanggung jawabannya. 

Baca Juga Yuk ! Legenda Hantu Lampu dan Kisah "Pak Juril", Hulu Keselamatan Perjalanan Kereta Api

Tidak hanya itu, uniknya kami juga terbiasa hapal dengan gapeka alias grafik perjalanan kereta yang menjadikan kami hapal tidak hanya nama kereta yang lewat saja, tapi juga asal dan tujuan akhir kereta, bahkan kebiasaan langsir atau antrian lewat jalur kereta di Stasiuan Barat, berikut waktu tunggunya. keren kan!

Lalu Lintas Kereta Api di Stasiun Barat, Magetan, Jawa Timur | @kaekaha

Adoh-adohan Numpak Sepur

Dari sinilah, kami jadi mengetahui estimasi perjalanan naik kereta api secara presisi, hingga kami para angger saat itu menjadi berani jalan-jalan ikut kereta api sampai ke stasiun-stasiun yang relatif lumayan jauh bagi anak-anak SD, seperti ke Kota Madiun, Kertosono dan Nganjuk, juga Geneng dan Walikukun yang masuk di kabupaten tetangga, Ngawi.

Bahkan, ketika usia kami semakin bertambah menuju remaja, jangkauan perjalanan kami dengan kereta api semakin jauh. Tidak lagi menuju ke stasiun-stasiun sekitar saja tapi mulai menjauh. Di usia-usia awal remaja atau seumuran anak-anak SMP itu, kami sudah punya challenge yang full adrenalin, yaitu adoh-adohan numpak sepur alias jauh-jauhan naik kereta api dari Stasiun Barat yang biasa kami lakukan pas di hari libur.

Baca Juga Yuk! "Kereta Apiku" dan Orang-Orang Nekat di Balik Berdirinya Pabrik Sepur di Madiun

Inilah awal kami mengenal perjalanan kereta api yang lebih jauh dan lebih komplek, hingga berhasil menyentuh stasiun-stasiun besar di beberapa kota besar seperti Stasiun Wonokromo, Stasiun Gubeng, hingga stasiun Kota Surabaya yang justeru lebih dikenal masyarakat sebagai Stasiun Semut yang kesemuanya berada di Kota Surabaya. Hah, Surabaya?

Barisan Gerbong Pengngkut Barang/Batu kricak di Stasiun Barat, Magetan | @kaekaha

Tidak hanya itu! Kami tidak hanya menuju kearah timur saja untuk challenge, adoh-adohan numpak sepur ini, tapi juga menuju ke arah barat. Dari situlah, kami jadi tahu yang namanya Stasiun Jebres dan juga Stasiun Balapan Solo yang diabadikan oleh maestro lagu-lagu campursari, (alm) Didi Kempot menjadi lagu hits hingga menjadikannya semakin terkenal. 

Sepertinya dari momentum inilah, jiwa petualangan saya yang sampai detik ini masih terus berusaha mewujudkan cita-cita keliling Indonesia, mulai bertumbuh dan bersemi.

Dalam fragmentasi perjalanan yang lebih jauh itulah, kami baru menyadari kalau naik kereta api itu bukan hanya sekedar naik dan terbawa gerbong sampai ke tempat tujuan semata, tapi juga bagaimana mendapatkan kenyaman dan keamanan selama perjalanan hingga memunculkan beragam khayalan tingkat tinggi kami saat itu, demi kenyamanan perjalanan kami dan juga penumpang lainnya.

Khayalan-khayalan para angger saat itu jelas tidak jauh dari khayalan untuk memenuhi kebutuhan dan hasrat kami sebagai anak-anak saat itu, seperti membayangkan seandainya di dalam gerbong penumpang ada rental buku komik, buku cerita atau majalah anak-anak. Bahkan kami juga sering berandai-andai, kalau dalam perjalanan kereta api jarak jauh ada alat permaianan seperti catur, halma, ular tangga, karambol dan lain-lainnya, tentu kami tidak akan menghabiskan waktu dalam perjalanan dengan bengong yang nggak jelas!.  

Tidak hanya itu, seandainya di gerbong kereta itu ada tempat bermain untuk anak-anak, juga sound hiburan lagu-lagu agar tidak ngantuk sekaligus mengurangi kebisingan atau bahkan warung gerbong yang tidak hanya jualan nasi atau makanan berat saja, tapi jualan snack atau makanan dan minuman ringan lainnya. Tentu asyik ya!

Satu lagi! Seandainya dinding-dinding kereta api (terutama bagian dalam) tidak polosan, tapi diberi ornamen yang menarik entah ornamen batik, komik, teka-teki silang atau apa saja, tentu penumpang juga tidak buru-buru kepingin tidur kalau duduk lama-lama di kursi dalam perjalanan panjangnya. Bagaimana menurut anda?

 

Anak-anak dalam Gerbong Kereta Api sedang Menikmati Perjalanan | @kaekaha

Thesis perlunya kenyamanan dan keamanan dalam perjalanan panjang dengan kereta api, ini semakin saya rasakan ketika saya harus merantau ke Kota Tembakau di ujung timur Jawa Timur untuk tugas belajar

Karena secara tradisi alat transportasi paling familiar di kampung kami adalah kereta api, jadinya minimal 3 kali dalam setahun, saya juga melakukan perjalanan Madiun - Jember dengan menggunakan Kereta Api kelas ekonomi, yaitu  Argopuro jurusan Jogjakarta-Banyuwangi yang belakangan diganti dengan Kereta Api Sri Tanjung jurusan Jogja-Banyuwangi yang kemudian rutenya sempat bertambah panjang menjadi Purwokwerto-Banyuwangi.

Saya meyakini, setiap perjalanan adalah pelajaran, begitulah saya selalu memaknai setiap jengkal langkah dalam perjalanan saya, kemana saja. Setiap fragmen-nya adalah  catatan arif kehidupan, guru terbaik untuk bekal perjalanan berikutnya sekaligus sebentuk kenangan yang sepertinya sulit untuk saya lupakan. Begitu juga setiap pengalaman saya berkereta api, progresnya selalu semakin baik!

Itu juga yang terjadi selama kurang lebih 5 tahunan di akhir 90-an menjadi pelanggan tetap kereta api. Beragam pengalaman menarik dan berharga selalu saya dapatkan di setiap perjalanan saya bersama kereta api. Detail lengkap romansanya silakan baca pada artikel saya yang berjudul "Lorong Waktu Menuju Elegi Mudik Tahun 90-an"

Semuanya menjadikan khayalan-khayalan tingkat tinggi saya saat masih menjadi angger dulu, semakin menjadi-jadi. Apa itu?


"Mboten Pareng Udud", Literasi Kreatif Bernafaskan Kearifan Lokal di Stasiun Madiun | @kaekaha

Menjadikan Stasiun dan Kereta Api Agen Literasi

Sebagai mantan angger alias anak gerbong yang bertahun-tahun ikut merasakan perkembangan layanan kereta api yang memang terus membaik dari waktu ke waktu dan kebetulan, sekarang saya merantau di luar pulau Jawa hingga relatif jarang sekali naik kereta api labi. 

Tapi, karena pekerjaan mengharuskan saya keliling dari satu daerah ke daerah lainnya di seluruh Indonesia, hingga mengharuskan saya sering bepergian dengan berbagai moda transportasi, termasuk sesekali kereta api juga pesawat udara, mengharuskan saya tetap update terhadap isu-isu transportasi publik teraktual.

Karenanya, wajar jika saya juga sering mengkhayalkan banyak hal terkait komparasi antara kereta api dengan pesawat terbang. Sudah pasti bukan head to head terkait soal tingkat kenyamanan ataupun keamanannya, tapi lebih kepada spiritnya untuk terus memberi pelayanan dan kebermanfaatan yang terbaik kepada pengguna jasanya yaitu para penumpang dan juga berbagai individu yang ada di sekitarnya. 

Salah satunya yang paling menarik perhatian saya adalah langkah-langkah maju dan strategis pengelola bandara dan juga pesawat terbang yang semakin serius, rapi dan masif menjadikan aset-asetnya sebagai media literasi yang aplikatif dan tepat guna untuk mengenalkan beragam topik edukasi aktual, sekaligus mempromosikan kekayaan alam dan keragaman budaya nusantara. Bahkan beberapa di antaranya juga menyediakan ruang untuk instalasi seni yang menawan dan pastinya sangat menghibur.

Ilustrasi Seni Budaya Dayak di Bandara SAMS Sepinggan Balikapapan | @kaekaha

Ini juga khayalan saya untuk kereta api dan stasiun-stasiun kereta di seluruh Indonesia! Saya berharap suatu saat nanti, semua aset PT KAI bisa menjadi agen literasi yang bermanfaat luas untuk memperkenalkan sekaligus mempromosikan materi kekayaan alam dan keragaman budaya nusantara lebih detail dan inklusif, sesuai dengan daerah atau lokasi stasiunnya masing-masing.

Tentu Stasiun Madiun, Stasiun Barat dan stasiun-stasiun lain di Daop 7 Madiun,  akan semakin cantik seandainya pada dinding-dinding kosongnya dibranding dengan ilustrasi kekayaan alam dan budaya khas di wilayah Karesidenan Madiun, seperti ornamen batik ciprat khas Magetan atau mungkin ilustrasi kesenian Reog Ponorogo seperti yang dipajang di dinding ruang tunggu Bandara Juanda, Surabaya. 

Baca Juga Yuk! Inspirasi Cantik dari Bandara Kalimarau dan SAMS Sepinggan

Tidak kalah menarik juga, jika sajian Tepo Pecel, Brem Madiun, Dawet Jabung atau bahkan satwa Merak hijau khas Madiun ikut ditampilkan, selayaknya Bandara SAMS Sepinggan Balikpapan yang memajang beragam hewan dilindungi dan juga aneka tarian, senjata dan juga alat musik khas Suku Dayak di dinding-dinding Bandara, sehingga terlihat semakin artistik dan tentunya bermanfaat.

Instalasi Seni di Bandara Soekarno Hatta | @kaekaha

Bahkan, saya kira juga tidak kalah bagus seandainya di Stasiun dipasang foto-foto raksasa tentang cantiknya destinasi wisata Telaga Sarangan yang ikonik atau juga destinasi wisata sejarah paling ikonik seperti Benteng Pendem atau Benteng Van de Bosch di Ngawi, persis dengan Bandara Sam Ratulangi di Manado yang dengan bangganya memajang eksotisnya surga bawah air Bunaken. Yuk KAI! (BDJ231024)


Semoga Bermanfaat!

Salam Matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 23 Oktober 2024 jam  22:32 WIB (klik disini untuk membaca) dalam rangka mengikuti lomba menulis topik "Cerita Manis Perjalanan di Kereta" bersama Didiek Hartantyo Dirut PT. KAI Mudahan menang ya!


Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN