Sabtu, 26 Agustus 2023

Legenda Hantu Lampu dan Kisah "Pak Juril", Hulu Keselamatan Perjalanan Kereta Api

PPJ "Hulu Keselamatan" Perjalanan Kereta Api | @kaekaha

Legenda Hantu Lampu

Dulu, waktu saya masih kanak-kanak di awal-awal dekade 80-an, ada semacam legenda yang begitu masyhur dalam budaya tutur yang berkembang di lingkungan masyarakat kampung kami, khususnya di lingkungan yang tidak jauh dari jalur rel kereta api lintas Pulau Jawa, Jakarta-Banyuwangi yang memang melintas tepat di tengah-tengah kampung kami.

Legenda tentang sosok yang disebut-sebut sebagai hantu yang selalu membawa lampu ini, konon sering muncul menjelang tengah malam sampai  menjelang pagi di sepanjang jalur rel  di waktu-waktu yang seingat saya memang sangat jarang ada kereta api yang lewat.

Didukung oleh suasana kampung yang saat itu masih gelap gulita, karena memang belum ada listrik, menjadikan legenda ini  seperti menemukan panggung.

Saat itu, legenda ini menjadi senjata mujarab para orang tua untuk menenangkan anak-anak yang rewel, anak-anak yang tidak mau segera masuk rumah untuk belajar selepas shalat Isya di langgar atau mushalla dan juga bagi anak-anak yang nekat masih main-main di lingkungan stasiun kecil peninggalan pemerintahan penjajahan Belanda yang biasa kami sebut sebagai Stasiun Barat, meskipun hari sudah gelap gulita.


Bangunan Tua di Stasiun Barat | @kaekaha

Rahasia yang Terbongkar

Uniknya, seiring dengan masuknya jaringan listrik di desa kami pada pertengahan dekade 80-an yang menjadikan kampung kami terang-benderang dan bertumbuhnya usia serta logika anak-anak seusia saya saat itu, mungkin karena pergaulan yang semakin luas seiring dengan jenjang sekolah yang juga semakin tinggi, "legenda hantu lampu" yang bisa jadi telah ada sejak jalur kereta api di kampung saya di bangun sekitar 1930-an itu, secara perlahan "hilang dari peredaran". Terlebih lagi setelah misteri dan kontroversinya pelan-pelan  juga terbongkar oleh kami, anak-anak terakhir yang pernah dihantui oleh Si Hantu Lampu.

Ternyata oh ternyata yang disebut-sebut  sebagai hantu lampu itu sebenarnya petugas PJKA (nama PT KAI saat itu) yang tugasnya memang menyusuri jalur rel pada tengah malam dengan berbekal lampu untuk memastikan jalur aktif rel yang di pantau benar-benar layak dilintasi rangkaian kereta api yang di kampung kami, beliau dikenal sebagai "Pak Juril" alias Juru Ril atau Juru Rel versi dialek kampung kami.

Mungkin karena waktu pekerjaannya yang tengah malam, apalagi di kampung yang belum berlistrik, sehingga sosok orangnya samasekali tidak terlihat kecuali sinar lampu yang dibawanya, maka seolah-olah lampu itu berjalan sendiri menyusuri sepanjang jalur rel, menjadikan orang yang melhatnya mengira itu sosok hantu. 

Atau jangan-jangan, memang ada konspirasi dari para orang tua di kampung kami yang sengaja mengarang cerita sosok hantu lampu untuk menakut-nakuti kami agar kami tidak sembarangan bermain diluar rumah di malam hari!? He...he...he...tapi entahlah!?


Pak Juril alias PPJ Sedang Bertugas Siang Hari | kai.id

Kenalan Sama Pak Juril yuk! 

Sebutan "Pak Juril" atau Pak Juru Ril yang pada dasarnya mengacu pada sebuah jabatan, jadi bukan nama orang atau seseorang ini, bisa jadi hanya sebutan lokal yang hanya familiar di kampung kami saja, khususnya lagi di lingkungan sekitar Stasiun Barat, stasiun kecil peninggalan Belanda yang dibangun persis ditengah-tengah kampung kami.

Baca Juga :  Kronik Nostalgia Anak-anak Kereta: Kereta Api dan Ragam Budaya yang Dibentuknya 

Nama "Pak Juril" ini juga akrab ditelinga kami, anak-anak saat itu, salah satunya karena kebetulan pada periode tertentu ada juga "Pak Juril" yang anaknya seumuran dengan kami, sehingga menjadi teman sekolah sekaligus teman sepermainan kami saat itu.


PPJ dengan Troli Pengangkut Alat Kerja | kompas.com

Dari sini juga awal mula terbongkarnya sosok "hantu lampu" yang sebenarnya, sekaligus awal mula kami mengenal pekerjaan Pak Juril atau sekarang secara resmi kita kenal sebagai petugas pemeriksa jalur (PPJ) kereta api  yang ternyata tugasnya tidak hanya berat saja, tapi juga berbahaya dan sepertinya cukup horor!

Bagaimana tidak! Seorang PPJ  dalam rutinitas kerjanya yang terjadwal, termasuk titik ruas kerja yang sudah ditentukan, harus berjalan kaki sendirian sampai puluhan kilometer dalam situasi yang tidak bisa dipilih untuk memeriksa kelayakan jalur rel kereta api secara visual.

Mau hujan badai dengan petir menggelegar, panas terik yang menyengat di siang bolong atau bahkan tengah malam yang sunyi senyap hingga keheningannya sering membuat bulu kuduk berdiri, kalau memang sudah masuk waktu kerjanya, maka petugas PPJ harus segera bergegas memulai tugasnya memeriksa jalur rel kereta api yang memang sudah ditentukan menjadi  ruas kerjanya hari itu secara detail dan teliti. 

Rangkaian Wesel | @kaekaha

Tugas PPJ KA tidak hanya sekedar memeriksa kelayakan rel aktif yang setiap saat menjadi "jalan" bagi kereta api semata, tapi juga melakukan maintenance alias perawatan dan juga perbaikan-perbaikan skala ringan pada rel dan kelengkapannya, seperti mengencangkan baut rel yang kendor, memeriksa wesel atau wissel (bahasa Belanda) percabangan rel untuk merubah jalur, termasuk kelengkapan dan volume batu ballast di seputaran bantalan rel dan lain-lainnya.

Baca Juga :  Stasiun Barat dan Sejarah Keterlibatannya dalam Perang Asia Pasifik

Saya masih ingat, dulu waktu saya kecil pernah juga marak pencurian baut rel kereta api di sepanjang jalur kereta api di kampung saya. Harga jual per-kilonya yang lumayan mahal, menjadikan banyak orang-orang tak bertanggung jawab menjadi gelap mata untuk mencurinya. 

Tidak hanya itu, dulu bantalan rel kereta yang  berbahan "kayu jati kelas 1" dan pastinya berharga sangat mahal per-batangnya, juga tidak luput menjadi obyek pencurian, begitu juga batu-batu ballast atau batu kricak di seputar rel yang juga punya nilai ekonomi cukup lumayan.  Jadi bisa dibayangkan apa saja dan siapa saja yang kemungkinan dihadapi Pak Juril (waktu itu) atau PPJ dalam tugas kerjanya!? Berikut bahaya yang mengintainya!

batu-batu ballast | @kaekaha

Tapi tidak hanya itu! Alam di perkampungan kami yang masih termasuk bagian kaki gunung, tidak hanya  memberikan panorama alam yang mempesona tapi juga kontur alam yang tidak rata. Selain sawah, ladang dan perkebunan tebu yang luas dan menghijau, di kampung kami juga terdapat sungai-sungai  dengan intensitas kedalaman dan juga lebar bervariasi yang diatasnya juga terdapat jembatan perlintasan rel kereta api. 

Berada di tempat-tempat berbahaya seperti ini di tengah malam yang gelap gulita, apalagi saat cuaca ekstrim jelas memerlukan keberanian, kesungguhan, kewaspadaan dan tentunya konsentrasi serta kehati-hatian pada level tertinggi. Belum lagi ancaman binatang-binatang liar nocturnal (aktif di malam hari) disekitar kampung kami yang sebagian masih berupa hutan jelas tidak bisa diabaikan begitu saja!

Baca Juga :  "Kereta Apiku" dan Orang-Orang Nekat di Balik Berdirinya Pabrik Sepur di Madiun

Biasanya, jalur rel kereta api cenderung lebih menghindari kawasan pemukiman apalagi yang padat penduduk, guna mengantisipasi lebih banyak konflik dengan masyarakat, karenanya jalur kereta api lebih banyak melewati lahan-lahan kosong tidak berpenghuni, termasuk sawah, ladang, tepian hutan bahkan tepian tanah kubur dan tempat-tempat sepi lain yang pastinya jarang dilewati oleh manusia. 

Nah kalau sudah begini, siapa dong yang suka lewat ditempat-tempat seperti ini? Sudah menjadi rahasia umum, jalur rel kereta api yang rata-rata jauh dari pemukiman dan ruang-ruang interaksi komunal masyarakat pada umumnya, juga sangat minim penerangan, sehingga sering menghadirkan suasana hening dan sunyi yang cenderung horor. 

Rangkaian Wesel | @kaekaha


Karenanya, sering kita dengar kawasan rel kereta api menjadi lokasi kejahatan, termasuk pembuangan mayat hingga banyak sekali muncul kisah-kisah scary yang beredar di masyarakat terkait jalur rel kereta api dan ini jelas menjadi tantangan tersendiri bagi PPJ, orang-orang hebat yang sejatinya merupakan "hulu" atau sebuah awal dari keselamatan perjalanan rangakaian kereta api.

Karena itu, setiap dalam tugasnya PPJ wajib patuh pada standar operasional pekerjaan atau SOP yang berlaku dan wajib  melengkapi diri dengan kelengkapan APD atau alat pelindung diri seperti helm, rompi oranye, jas hujan, sepatu safety, lampu handsign dan tentunya alat kerja standar seperti senter, kunci inggris, palu berukuran besar, spidol putih, buku pas jalan,  bendera merah dan kuning yang tidak boleh ketinggalanserta handy talkie alias HT plus harus tetap fokus, selalu waspada dan tidak boleh lengah dalam situasi apapun. Satu lagi harus banyak-banyak berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.

Jadi selain "memastikan" keamanan dan keselamatan perjalanan kereta api sesuai dengan kapasitasnya, PPJ juga wajib menjaga keamanan dan keselamatan dirinya sendiri saat bertugas. 

Memang, layaknya organ-organ dalam tubuh kita! Semua elemen dalam organisasi perkeretaapian pasti punya tugas dan peran pentingnya masing-masing dan mereka semua adalah pahlawan di bidang tugasnya masing-masing, begitu juga dengan PPJ atau petugas pemeriksa jalur kereta api yang dengan tugas spesialisasinya juga sangat  layak disebut sebagai pahlawan, karena sejatinya merekalah "hulu" atau titik awal dari keselamatan perjalanan kereta api.


Semoga Bermanfaat!

Salam dari Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

 

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 21 Agustus 2023  jam  21:21 WIB (klik disini untuk membaca)

Commuter Line Community Kompasiana | CLICKompasiana




Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar