Masih ingat dengan boarding pass penumpang pesawat Rayani Air, Malaysia yang sempat viral pada Maret 2016 silam karena hanya ditulis dengan tangan secara manual oleh petugasnya!?
Sssssssssssst! Sebelum kejadian itu, sekira dua bulan sebelumnya saya juga mengalami hal yang kurang lebih sama lho! Saya mendapati “grafiti” di lembaran boarding pass saya, saat mau terbang dari Bandara Kalimarau, Tanjung Redep, Berau menuju ke Bandara Syamsoedin Noor, Banjarmasin via Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sepinggan, Balikpapan. Bedanya, tulisan tangan di boarding pass saya jauh lebih artistik, jadi lumayan enak dilihatlah layaknya “grafiti” he...he...he...! Begini kronikanya!
Behind the scene
Saya dan rombongan Kompasiana Blogtrip – Datsun Risers Expedition Etape III Kalimantan, baru saja check-in lagi di Hotel Cantika Swara, Kota Tanjung Redep, Kabupaten Berau setelah meninggalkannya sekitar dua hari untuk stay dan berhibur di Pulau Derawan, ketika ofisial Blogtrip kerjasama antara Kompasiana dan pabrikan otomotif Datsun ini mengabari kalau penerbangan pulang saya besok dari Berau (BEJ) ke Banjarmasin (BDJ) via Balikpapan (BPN) diundur 1 hari karena "keamanan penerbangan"!? Karenanya saya harus nambah stay sehari semalam lagi di Tanjung Redep. Waduuuuh!
Jujur, mendapatkan kabar mendadak dan lumayan “ngeri-ngeri sedap” itu, saya sempat panik juga lho! Soalnya semua kru, ofisial dan peserta lain, termasuk Kang Rahab, si-Bos Madyang (kepala Suku Kompasianer Penggila Kuliner) dan juga Pak Khun (Kompasianer Senior K-JOG) soulmate saya di sepanjang ekspedisi, fix dapat tiket pulang.
Lhah kalo saya sendirian “tertinggal” di Tanjung Redep yang saat itu, awal tahun 2016 relatif masih sangat sepi dan tidak banyak hiburan kan ya nggak seru! Sekedar informasi, rombongan kami saat itu (total > 20-an orang), sepertinya juga satu-satunya tamu di hotel Cantika Swara, hotel terbesar dan terbaik di Tanjung Redeb saat itu, itupun suasananya terasa hening dan sepi banget. Lumayan scary juga, apalagi kamar kami saat itu menghadap ke hutan! Hiks!
Baca Juga : Inspirasi Cantik dari Bandara Kalimarau dan SAMS Sepinggan
Beruntung, malam harinya pas makan malam sama-sama terakhir, berita baik datang menghampiri. Mas Nanang Dianto, risers dari Ponorogo (dedengkotnya KAMPRET alias Kompasianer Penghobi Motret, sekarang komunitas ini sudah nggak kedengaran lagi kabar beritanya!? ) dan “Ustadz” Arief Khunaifi, risers dari Surabaya, ternyata keduanya ditakdirkan menemani saya nambah stay sehari-semalam di Tanjung Redep, setelah penerbangan keduanya ke Surabaya via Balikpapan juga ditunda sehari. Alhamdulillah! He...he...he...ada teman.
Bersyukurnya lagi, ternyata masih ada juga sebagian kru yang nambah stay sehari semalam juga, bukan untuk menemani kami sih, tapi karena istirahat sehari lagi guna memulihkan stamina. Mereka inilah yang bertugas “memulangkan” ke Balikpapan unit-unit mobil yang sebelumnya kami pakai untuk ekspedisi dari Balikpapan menuju Berau. Sekali lagi Alhamdulillah!
Ini mungkin yang namanya rejeki anak Sholeh he...he...he...! Di malam terakhir, selain bisa keliling Tanjung Redep, termasuk mengunjungi Masjid Agung Baitul Hikmah yang sarat sejarah dan begitu indah arsitekturnya, kami juga sempat kulineran sekaligus melakukan reportase tipis-tipis di beberapa tempat untuk bahan “tugas” tulisan yang juga diperlombakan di akhir ekspedisi. Ini yang tidak sempat dinikmati oleh peserta lain yang keburu pulang. Sekali lagi Alhamdulillah!
Cantiknya Bandara Kalimarau
Sebenarnya saya sudah lama mendengar nama Bandara Kalimarau di Tanjung Redep ini. Tapi soal penampakannya yang begitu cantik, ini yang diluar ekspektasi saya!
Pesona bandara kecil berlatar hutan dan perbukitan ini sudah dimulai sejak dari pintu gerbang sederhana yang dijaga beberapa personil. Memasuki area halaman depan bandara yang lumayan luas, disinilah kami disuguhi sentuhan seni lay out taman ala kebun yang menghadirkan landscape hijau segar yang cantik dan berkelas, menunjukkan house keeping manajemen bandara yang berjalan dengan baik!
Halaman depan bandara tampak sangat rapi dan teratur dengan tanaman rumput tebal dan tanaman peneduh yang mulai bertumbuh lebat dedaunannya, cukup menyenangkan dan menenangkan. Pagi itu saya merasa lebih segar dan sangat lega bisa bernapas dalam-dalam. Pastinya, mata, hati dan pikiran juga menjadi ikut adem-ayem, karenanya. Keren kan!?
Pesona bandara Internasional yang serasa di tengah hutan ini terus berlanjut ketika kami mulai memasuki beranda sampai ke bagian dalam tempat check-in. Semua bagian dari bandara ini memang tampak bersih, rapi dan kinclong, bahkan sampai kedalam bagian dalam toiletnya lho! Mudah-mudahan semuanya terus dijaga, karena Bandara Kalimarau merupakan pintu gerbang, etalase utama menuju destinasi wisata andalan Kalimantan Timur dan juga Indonesia, Kepulauan Derawan.
"Grafiti" yang Bikin Geli!
Setelah menjelajahi hampir seluruh bagian bandara, motret sana-sini dari ujung-ke ujung yang berujung interogasi sama personil militer he...he...he..., karena sepertinya bandara ini juga menjadi (semacam) pangkalan militer, akhirnya tiba juga waktu kami bertiga untuk check-in di counter maskapai yang akan menerbangkan kami ke Balikpapan dan kami dilayani oleh petugas wanita yang terlihat cantik dan menawan dengan setelan seragamnya yang didominasi warna merah.
Pada awalnya, tidak ada yang aneh dari layanan yang diberikan, kita juga bisa berkomunikasi dengan baik. Tapi keheningan pagi itu tiba-tiba pecah ketika si-mbak cantik memberi kami lembaran boarding pass penerbangan BEJ-BPN yang tidak lazim, bukan lembaran hasil cetak komputer seperti pada umumnya, tapi secarik kertas dengan logo maskapai dengan tulisan tangan layaknya seni grafiti.
Kami bertiga bener-bener dibuat geli lho, hingga akhirnya senyum-senyum sendiri melihat boarding pass unik dan langka ini.
Kalau tidak salah, menurut si-mbaknya saat itu, sistem sedang error, jadi boarding pass kami terpaksa harus ditulis tangan. Beruntung, tulisan tangan si-mbak secantik orangnya, jadi informasi dalam boarding pass masih bisa dibaca! Jujur, saya tidak mengerti implikasi dari “grafiti di boarding pass” kami saat itu, bagi saya pribadi saat itu, yang pertama terbersit dalam pikiran hanya sebatas momen unik yang tidak biasa, karena memang belum pernah terjadi pada penerbangan-penerbangan saya sebelumnya, Makanya serasa kegelian saja!
Memang awalnya kurang sreg juga sih, meskipun di beberapa bandara perintis kejadian ini mungkin sudah biasa dan biasa dimaklumi. Mungkin bagi yang lebih mengetahui relugasinya bisa memberi pencerahan!?
Sayangnya saat itu kami juga tidak mengetahui, fenomena unik ini terjadi pada semua penumpang atau hanya pada kami bertiga saja, karena waktu check-in saat itu belum tampak penumpang lain. Tapi ya sudahlah, karena saat itu kami merasa tidak dirugikan dengan kejadian ini, biarlah ini menjadi bagian dari kisah perjalanan ekspedisi kami di Berau.
Setelah selesai semua urusan, kami langsung bergegas ke ruang tunggu di lantai dua bangunan bandara. Sekali lagi, kami dibikin terpukau dalam rute perjalanan singkat kami dari counter check-in sampai ke ruang tunggu. Tidak hanya sangat bersih, rapi dan teratur, lay out-nya yang compact semakin menambah kekaguman saya kepada bandara mungil tapi berlabel internasional ini. Apalagi kalau sudah memandang ke arah landasan pacu yang didominasi warna hijau rerumputan segar dengan latar hutan dan perbukitan yang juga tak kalah segar hijaunya. Segaaaaaar rasanya!
Pengalaman Baru Bersama ATR 72-600
Kejutan datang ketika kita mulai diminta memasuki pesawat, ternyata kita akan naik pesawat jenis ATR 72-600 si-spesialis penerbangan pendek yang kapasitas penumpangnya juga tidak banyak. Ini merupakan pengalaman pertama saya terbang dengan pesawat yang hanya menyediakan satu pintu di bagian ekor untuk naik-turun penumpang ini.
Konfigurasi lay out tempat duduk pesawat ini terlihat simetris kiri-kanan seperti pada pesawat pada umumnya. Kira kira ada sekitar 18 sampai 19 baris seat yang masing-masing berisi 4 seat yang terbagi rata, 2 di kiri dan 2 di kanan. Ini yang membedakan dengan pesawat Boeing dan Airbus yang secara reguler memang lebih banyak dipakai oleh maskapai-maskapai penerbangan di Indonesia.
Sayangnya foto-foto di dalam kabin pesawat dengan register PK-WGH yang relatif masih baru, diproduksi di Toulose, Prancis tabun 2012 silam ini terbang entah kemana!?
Alhamdulillah, selama penerbangan berdurasi sekitar 80 menit tersebut, tidak ada hal luar biasa ataupun spesial yang terjadi dan menjadi pembeda dengan penerbangan-penerbangan saya sebelumnya, termasuk tidak adanya inflight meals. Begitu juga inflight entertainment system di sepanjang perjalanan. Maklum, kita kan dalam penerbangan low cost carrier dalam rute pendek pula!
Tapi jangan salah, dalam penerbangan ini saya justeru mendapatkan “hiburan spesial” dari penumpang di sebelah kanan saya yang awalnya saya mintai tolong untuk memotretkan sayap pesawat di sebelahnya.
Baca Juga : Perjalanan Banjarmasin-Manado, Serunya Menapaktilasi Bentang "Lebar Nusantara"
Saya tertarik minta dipotretkan, karena posisi tempat duduk atau kabin pesawat ATR 72-600 ini, ternyata secara keseluruhan lebih rendah dari sayap pesawat, jadi posisi duduk saya saat itu serasa berada di "ketiak" sayap pesawat, hingga saya bisa merasakan asyiknya sensasi terbang layaknya berada di bagian perut burung raksasa dan ini sangat berbeda jika menumpang pesawat jenis Boeing atau Airbus yang posisi sayapnya secara umum lebih rendah dari kabin. Hingga menaikinnya serasa berada di punggung burung rasasa! He...he...he...
Kerennya, si-mas yang saya lupa namanya ini, punya kerabat yang menjadi salah satu saksi hidup tragedi jatuhnya pesawat DC-8, TF-FLA milik Icelandic Airlines, penerbangan jamaah haji Indonesia asal Kalimantan Selatan, di Colombo, Srilanka tahun 1978 yang menyisakan hanya 78 penumpang selamat dari total 288 penumpang termasuk 13 kru. Kira-kira ngeri nggak sih, pas naik pesawat trus ngomongin tragedi pesawat jatuh?
Terima kasih, Mudahan Bermanfaat!
Salam Matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar