Selasa, 27 Mei 2025

Semangat dan Keteguhan Hidup si "Bunga Batu" yang Menginspirasi

Bunga Bakung ini Bukannya Mati, Tapi Malah hidup dan Berbunga, Meskipun Tanah Tempat Hidup di Sekelilingnya Sudah Disemen Seluruhnya! | @kaekaha!


Gatal di punggung karena kutu
Gegara lampu yang meredup
Bunga Bakung tumbuh di batu
Inspirasi ketangguhan dalam hidup


Pernah melihat gambar, foto atau poster motivasi di laman-laman situs pengembangan diri yang menggambarkan tunas-tunas tanaman yang tumbuh di tempat tak lazim, seperti di retakan-retakan bangunan yang sudah dicor dengan semen atau juga di retakan aspal-aspal jalanan?

Di kehidupan nyata, ternyata gambar-gambar yang serasa nggak masuk akal dan tampak seperti hasil editan itu memang ada loh! Bahkan, kalau mau sedikit perhatian saja dengan lingkungan sekitar kita, ternyata memang banyak banget lo, pesan alam yang memang dirancang Allah SWT untuk memberikan pelajaran dan hikmah luar biasa untuk kita, hamba-hambaNya!

Salah satunya, bunga bakung (Hymenocallis littoralis) berbunga putih "anomalis" yang secara tidak sengaja saya temukan tumbuh tidak lazim di antara rekahan lempeng batu dan semen cor yang membentuk celah-celah sempit di pinggir jalanan ini. 

Bukannya mati, karena umbinya dan juga semua tanah tempatnya tumbuh sudah ditutup semen cor, bunga bakung ini malah tetap bertahan hidup, bahkan tetap tumbuh sehat dan normal. Luar biasanya, untuk menunjukkan eksistensinya sebagai tanaman hias, tanaman bunga ini juga berbunga sempurna dan sangat cantik lo! Kok bisa ya?

Pasti ada penjelasan ilmiah dari fenomena yang sekilas memang tampak diluar nalar ini! Tapi maaf, bukan itu yang ingin saya sampaikan disini. 

Saya hanya ingin sedikit berbagi hikmah dan pelajaran yang kebetulan saya tangkap dari titipan ilmu Allah SWT melalui fenomena alam yang tidak hanya unik dan menarik ini, tapi juga relate dengan kehidupan kita, karena sejatinya  anomali kehidupan bunga Bakung  ini merupakan metafora yang indah tentang kehidupan kita. OK!?

Bunga Bakung ini Bukannya Mati, Tapi Malah hidup dan Berbunga, Meskipun Tanah Tempat Hidup di Sekelilingnya Sudah Disemen Seluruhnya!| @kaekaha


Sebuah keyakinan fundamental yang akan menuntun kita semua menjadi relatif lebih mudah untuk selalu mendapatkan cara bertahan, bahkan untuk bangkit dan bertumbuh kembali meskipun berada di tempat yang paling tidak memungkinkan sekalipun, bahkan ketika semesta tidak juga mendukung! 

Selain  tangguh, kuat, tidak mudah menyerah dan selalu berpikir positif terhadap harapan yang selalu ada dalam situasi apapun, memaksimalkan kemampuan beradaptasi dan berinovasi dengan lingkungan juga menjadi cara efektif menjadi survivor ala si Bunga Bakung yang terbukti selalu bisa menemukan jalannya untuk bertahan hidup, bahkan bisa berkembang!

Meskipun tetap saja, semua prosesnya membutuhkan waktu, usaha, kesabaran dan ketekunan agar tetap bisa tumbuh kembali secara normal dan baik! Jadi, tidak ada alasan bagi kita sebagai manusia, makhlukNya yang diciptakan paling sempurna diantara makhluk-makluk lainnya untuk terpuruk dan berputus asa dari rahmat Allah SWT.

Karena sesungguhnya, "Tidak ada yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang yang sesat", QS. Al-Hijr ayat 56 dan satu lagi, inna ma'al usri yusra, "beserta kesulitan ada kemudahan" seperti janji Allah SWT dalam QS Al-Insyirah ayat 5 dan 6, bahwa di balik setiap kesulitan, Allah  SWT juga menjanjikan adanya kemudahan. (BDJ24425)


 

Semoga Bermanfaat,

Salam matan Kota 1000 Sungai, 
Banjarmasin nan Bungas!

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 24 April 2025   20:34 (silakan klik disini untuk membaca)

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN




 

Esai Foto | Cerita Unik dari Lapak Iwak di Seputaran Kota Banjarmasin

Lapak Penjual Iwak di Tepian Jalan Mahligai, di Pinggiran Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas! | @kaekaha!

Mau sehat minumlah temu lawak
Tambahkan madu biar nggak bosan
Paling seru main di lapak iwak
Nambah pengetahuan juga wawasan   

Sebagai kota yang mempunyai kedekatan ekologis dan budaya dengan air dan perairan darat hingga berjuluk Kota 1000 Sungai, menjadikan Urang Banjar juga mempunyai kedekatan tradisi dengan beragam kuliner khas yang berbahan dasar dari bahan pangan hasil dari sungai dan rawa, baik berupa ikan dan biota perairan darat lainnya, juga unggas dan berbagai tanaman berhabitat rawa atau sungai, seperti yang pernah saya ulas dalam artikel "Terapi Jitu" Move On dari Daging dan Telur dengan Mengonsumsi Ragam Kuliner Banjar.

Lapak Penjual Iwak di Tepian Jalan Pemurus Dalam, di Pinggiran Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas! | @kaekaha!

Tapi kali ini, saya tidak akan kembali membahas tematik yang sama atau juga beberapa jenis kulinernya, karena beberapa diantaranya juga pernah saya ulas dalam beberapa artikel menarik yang Alhamdulillah, semuanya berlabel artikel utama, seperti Laksa Banjar, "Kehangatan" Kuah Ikan Gabus Full Rempah dari Banjarmasin atau "Hintalu Tambak", Penguasa Hajat Hidup Urang Banjar yang Semakin Langka dan beberapa lainnya.

Lapak Penjual Iwak di Handil Jatuh | @kaekaha!

Nah, salah satu hasil sungai dan rawa khas bumi Banjar yang paling berpengaruh terhadap ranah kehidupan sosial, ekonomi dan budaya Urang Banjar dan juga masyarakat Kalimantan Selatan secara umum adalah beragam jenis ikan hasil tangkapan maupun budidaya yang setiap harinya memang menjadi bagian terpenting dan tak terpisahkan dari tradisi kuliner masyarakat di Kalimantan Selatan. 

Situasi aktualnya pernah saya spil dalam artikel Ikan Haruan Langka, Absen Dulu dari Daftar Menu di Warung-warung Banjar! juga Kisah Demam Harga, Anomali Sayur "Carter" Pesawat dan Ikan Haruan Seharga Daging Sapi.

Lapak Penjual Iwak di Dalam Pasar Gambut! | @kaekaha!

Dari sinilah, lahir rantai perjalanan si-ikan dari habitatnya di sungai dan rawa hingga ke dapur Urang Banjar akhirnya dimulai dan untuk kali ini, saya akan berbagi cerita keunikan dari salah satu titik rantainya yaitu, lapak-lapak ikan konsumsi khas Urang Banjar di seputaran Kota Banjarmasin, berikut beragam jenis ikan dan hasil sungai atau rawa yang biasanya dijual oleh amang-amang atau paman-paman pemilik lapak yang semuanya "seragam" menggunakan wadah khusus untuk lapak berjualan ikan yang terbuat dari kayu dan berbentuk kotak. 

Ini yang unik dan sepertinya tidak ada di luar lingkungan Urang Banjar!

Lapak Sekaligus Kontainer Iwak Patin, Ikannya Para Raja yang Berbentuk Kotak Persegi dari Kayu Ulin Khas Urang Banjar | @kaekaha!

Lapak iwak rasukan atau bongkar pasang yang juga bisa di susun dan dimanfaatkan sebagai container portabel alias wadah yang dirancang untuk mengangkut ikan sungai atau rawa hidup dan segar dari rumah atau langsung dari tempat pendaratan Ikan (TPI) menuju ke lokasi jualan, sekaligus sebagai "kolam" atau wadah untuk lapak jualan ikan segar dan ikan hidup ini dibuat dari papan kayu ulin atau kayu besi (Eusideroxylon zwageri) yang dipaku pisit-pisit atau kuat dan rapat, agar tidak menimbulkan celah untuk mamungkinkan air bisa merembes keluar.  

Lapak Iwak Khas Banjar Ketika Berperan Menjadi Kontainer untuk Distribusi dengan Menggunakan Sepeda Motor | @kaekaha!

Hal ini dikarenakan, lapak iwak ini akan diisi air, hingga menjadi selayaknya "kola mini" yang bisa di bawa kemana saja untuk distribusi ikan dalam skala tertentu. Sehingga setidaknya, ikan-ikan yang dibawa dalam distribusi maupun ikan dalam lapak yang dijual, nantinya tetap memungkinkan untuk hidup dan tetap bisa dijual dalam keadaan segar dengan harga yang relatif lebih mahal bila dibanding dengan yang sudah mati dan kaku. Ini jelas beda dengan perlakuan untuk ikan laut ya!

Lapak Warna-warni Penjual Iwak di Dalam Pasar Pemurus Dalam, Pinggiran Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas! | @kaekaha!

Memang, selain dipisiti atau di rapatkan sambungannya antar kayu dengan paku semaksimal mungkin, ada beberapa cara lain yang bisa juga dipakai untuk meminimalisir kebocoran kotak kayu untuk lapak iwak ini, yaitu dengan cara menambahkan lapisan berupa lembaran seng atau alumunium pada bagian dalam kotak tempat air dan cara terakhirnya adalah dengan mengecatnya sesuai kebutuhan.

Tampak "Teknologi" Kayu Pengunci Sederhana Pada Lapak Iwak Rasukan Khas Urang Banjar  | @kaekaha!

Teknologi sederhana pembuatan lapak sekaligus container iwak ini juga terus berkembang. Selain Lapak Bahari (lama,dahulu;bahasa Banjar) yang hanya di tumpuk seperti gambar diatas yang masih memungkinkan airnya muncrat keluar ketika berfungsi sebagai container yang mobile alias bergerak saat dalam perjalanansekarang sudah banyak pedagang iwak  yang membuat lapak container-nya dengan model rasukan atau ngepas dengan memberikan semacam kuncian kayu di sekeliling bibir lapak yang memungkinkan lapak tidak goyang dan tetap aman dari kebocoran air saat dibawa dalam perjalanan.

Lapak Penjual Iwak Khusus Ikan Patin, Baik Patin Hidup maupun Pating Potong yang Masih Segar di Pasar Pagi Pemurus Dalam, Pinggiran Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas! | @kaekaha!

Jika disebutkan satu persatu, ada belasan jenis ikan air tawar dari sungai dan rawa yang biasa ada di lapak penjual ikan di seputaran Kota Banjarmasin, seperti Iwak  Haruan atau Ikan Gabus (Channa Striata) dan keluarga Channa lainnya seperti Tauman, Randang dan Iwak Kihung yang memang dikenal sebagai ikan-ikan favorit dalam tradisi kuliner Urang Banjar.  

Lapak Penjual Iwak di Tepian Jalan Ahmad Yani | @kaekaha!

Berikutnya ada Iwak Adungan atau Hampala (Hampala bimaculata), Baung (Hemibagrus nemurus) , Biawan atau Tambakan (Helostoma temminckii), Jelawat (Leptobarbus hoevenii), Lais (Kryptopterus bicirrhis), Nila (Oreochromis niloticus),  Papuyu atau Betok/Betik (Anabas testudineus) dan Kaloy atau gurame sungai (Osphronemus septemfasciatus). 

Iwak Kihung dari keluarga Channa atau Gabus yang Juga Disebut Sebagai Versi Murah Iwak Haruan atau Ikan Gabus | @kaekaha!

 

Selain itu masih banyak lagi yang lainnya, termasuk ikan santapan raja-raja Melayu tempo dulu, si- Iwak Patin (Pangasius sp.), Pentet atau lele khas Kalimantan (Clarias batrachus ), Saluang (Rasbora argyrotaenia), Sapat Rawa (Trichopodus trichopterus Pallas, 1770), Sapat siam ((Trichopodus pectoralis, Regan 1910), Walut atau Belut rawa ( Monopterus albus) dan lain-lainnya. 

Iwak Haruan, Iwak Baung, Iwak Lais dan Iwak Belida atau Ikan Pipih | @kaekaha!

Kalau beruntung, terkadang ada juga Iwak Belida atau Ikan pipih (Chitala lopis) yang dikenal juga sebagai bahan baku utama kerupuk Amplang, kerupuk ikan khas Kalimantan dan juga Iwak Kalabau (Osteochilus melanopleurus) ikan maskotnya Kota Banjarmasin yang sudah langka dan sebenarnya sudah lama dilarang untuk diperjual belikan itu berenang di lapak-lapak iwak pagi hari di seputaran Kota 1000 Sungai.

Ikan Saluang | @kaekaha! 

Selain ikan dari sungai atau rawa, meskipun tidak terlalu populer dalam tradisi kuliner Urang Banjar, tapi tetap saja selalu ada ikan laut yang hadir di lapak-lapak iwak di seputaran Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas! Ikan-ikanan laut yang paling sering terlihat adalah ikan tongkol, tenggiri, kembung dan udang juga ikan bandeng yang hidup di air payau. Ada lagi?

Ikan Tongkol, Tenggiri dan Juga Ikan Bandeng, Ikan-ikan Laut yang Juga Sering Hadir di Lapak Iwak | @kaekaha!

Hanya saja, diantara belasan jenis ikan sungai dan rawa yang tiap pagi dan sore bisa kita temukan di lapak-lapak penjual iwak di seputaran Kota Banjarmasin nan Bungas! Ada 3 atau 4 jenis ikan konsumsi yang sepertinya masuk dalam top 4 ikan favorit Urang Banjar, yaitu Iwak  Haruan atau Ikan Gabus (Channa Striata), Iwak patin (Pangasius sp.) dan iwak Papuyu atau ikan betok (Anabas testudineus) dan ikan Nila (Oreochromis niloticus).

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Lapak Iwak Rasukan Khas Urang Banjar  | @kaekaha!

Karena itulah, tidak heran jika setiap pagi menjelang di lapak-lapak penjual ikan yang tersebar di berbagai titik di seputaran Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas! 4 jenis ikan ini tidak akan pernah absen dari panggung,  eh dari lapak! Yuk, lebih sering makan ikan, biar tambah sehat!(BDJ9525)


Semoga Bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 9 Mei 2025   23:28 (silakan klik disini untuk membaca)

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN


 

Serasa Deja Vu dengan Gelora Cinta Pertama, Mudik "Nyepur" Memang Semakin Asyik!

Mudik "Nyepur" Semakin Asyik dengan Literasi Cantik nan Unik Khas Stasiun Madiun! | @kaekaha


Setiap perjalanan adalah pelajaran yang setiap fragmen-nya selalu meninggalkan  catatan arif kehidupan, guru terbaik untuk bekal perjalanan berikutnya, sekaligus  kenangan yang akan menjadikan perjalanan penuh warna dan makna.

Serasa Deja Vu dengan "Gelora Cinta Pertama"

Sejak merantau ke Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas! Jalur mudik alias pulang kampung saya dan keluarga menjadi lebih panjang dan tidak lagi hanya mengandalkan moda transportasi darat saja seperti sebelum-sebelumnya, tapi juga mulai mengudara dan kadang-kadang juga memanfaatkan transportasi laut.

Jika sebelumnya, saat saya harus bertugas hingga menjadi warga pinggiran Kota Pudak, Gresik dan Kota Udang, Sidoarjo saya hanya perlu menuju ke  Stasiun Kereta Api Sidoarjo untuk memulai mudik menuju kampung halaman di Kaki Gunung Lawu, begitu juga saat saya masih mbujang dan menetap di Kota Tembakau, Jember dan Kota Apel, Malang untuk tugas belajar, maka sekarang rangkaiannya semakin panjang dan perlu perencanaan yang lebih matang!

Baca Juga Yuk! "Kereta Apiku" dan Orang-Orang Nekat di Balik Berdirinya Pabrik Sepur di Madiun

Tapi saya enjoy aja kok! Sebagai penikmat jalan-jalan dan juga perjalanan, saya selalu mempunyai angle asyik untuk menikmati setiap perjalanan yang saya lakukan, termasuk di setiap perjalanan mudik ke kampung halaman tiap tahunnya, meskipun tidak harus menjelang lebaran atau Hari Raya Idul Fitri saja.

Terlebih lagi, kalau kalau perjalanan daratnya, menggunakan si ular besi alias kereta api sebagai moda transportasinya. Tahu kenapa? 

Stasiun Barat Sebelum di Bangun Ulang. Tampak Latar Belakang Rumah-rumah Penduduk Kampung Kami | @kaekaha

Setidaknya ada dua alasan aktual dan faktual yang menjadikan saya paling mudah menikmati perjalanan darat dengan menggunakan kereta api, yaitu alasan komunal dan alasan personal.

Bagi saya dan keluarga, bahkan juga masyarakat di kampung halaman saya, bepergian naik kereta api merupakan sebuah keniscayaan! Alasannya sederhana, karena akses transportasi darat  paling mudah, murah dan pastinya yang paling familiar di kampung kami ya hanya kereta api saja, bukan yang lainnya!

Penyebabnya, karena keberadaan jalur kereta api Jakarta-Banyuwangi yang membelah kampung kami menjadi dua bagian, utara dan selatan! Plus bangunan stasiun kereta api tua bersejarah yang ada di sisi selatan lajur-lajur rel kereta api sepanjang ribuan kilometer itu. 

Baca Juga Yuk! Coba Deh, Setidaknya Sekali Seumur Hidup, Mudiknya Naik Kereta Api!

Seperti yang saya tuliskan dalam artikel Stasiun Barat dan Sejarah Keterlibatannya dalam Perang Asia Pasifik, di Kampung kami memang berdiri stasiun kereta api tua dan bersejarah yang sejak awal lebih dikenal dengan nama Stasiun Barat, sebuah nama unik yang diambil dari nama kampung kami

Tapi, sejak 2019 stasiun kelas 3 yang menjadi "urat nadi" alias akses utama  moda transportasi bagi masyarakat di sekitarnya ini resmi berganti nama menjadi Stasiun Magetan yang diadaptasi dari nama kabupaten yang menjadi induk kampung kami.

Inilah alasan komunal saya, keluarga dan  juga orang-orang di kampung saya, selalu memilih kereta api, sejauh apapun setiap perjalanan daratnya! Karena menikmati setiap jengkal perjalanan dengan kereta api, selalu menghadirkan sensasi selayaknya "gelora cinta pertama!"

Maklumlah ya, karena memang kereta api inilah "cinta pertama kami". Dialah yang pertama membawa kami kemana-mana untuk mengenal dunia! Kedekatan kami dengan kereta api berikut semua pernak-perniknya pernah saya spil dalam artikel Kronik Nostalgia Anak-anak Kereta: Kereta Api dan Ragam Budaya yang Dibentuknya. Silakan klik kalau ingin ikut merasakan vibes-nya. 

Lalu Lintas Kereta Api di Stasiun Barat, Magetan, Jawa Timur | @kaekaha

Mudik "Nyepur" Memang Semakin Asyik! 

Sejak merasakan nikmatnya merantau dengan klimaksnya yang sering kita sebut sebagai "mudik" alias pulang kampung di pertengahan dekade 90-an yang diawali karena tugas belajar di Kota Tembakau, Jember dan Kota Apel, Malang dilanjut dengan bekerja di Kota Pudak, Gresik dan Kota Udang, Sidoarjo hingga akhirnya harus melanglang buana ke berbagai pelosok Pulau Kalimantan dan juga nusantara kita, sudah ada puluhan armada kereta api yang pernah mengantar saya melanglang buana.

Mulai dari Kereta Api (kelas ekonomi) Argopuro yang sampai medio 90-an menjadi satu-satunya kereta api yang melayani rute saya, Madiun-Jember dengan harga yang sangat murah, hanya 4000-an saja, sebagai bagian dari rute regulernya Stasiun Lempuyangan, Jogjakarta-Ketapang, Banyuwangi.

Uniknya, nama KA Argopuro akhirnya harus berganti menjadi KA Sri Tanjung, konon agar tidak rancu dengan kereta api baru dengan nama depan Argo-argo lainnya, seperti Argo Bromo dan Argo Gede yang saat itu diproyeksikan untuk kelas Eksekutif. Dari segi harga dan fasilitas, tentu saja KA Argopuro dan KA Sri Tanjung relatif sebelas-dua belas saja!

Selanjutnya, di akhir era 90-an lahirlah KA Logawa yang melayani penumpang dari Purwokerto menuju Ketapang, Banyuwangi dan sebaliknya. KA Logawa ini menurut saya cukup unik! Karena di awal peluncurannya menyisipkan satu gerbong kelas bisnis tepat diantara lokomotif dan rangkaian gerbong kereta dibelakangnya yang semuanya kelas ekonomi. 

Untuk jalur Malang-Madiun, saya biasa nyepur naik KA Matarmaja, itu lo kereta api kelas ekonomi yang  asal namanya merupakan akronim dari 4 nama kota yang dilaluinya, yaitu Malang, Blitar, Madiun, dan Jakarta.  

Tentu saja, saya tidak akan bisa lupa kenangan indah bersama teman-teman mudik rame-rame dari Jember menuju Madiun dan Malang-Madiun PP alias pergi pulang, berjejalan dengan penumpang lainnya sampai di WC gerbong yang baunya arum jamban, juga godaan pedagang asongan yang menjual beragam makanan dan minuman tradisonal yang selalu menggoda. Duh romansa ngangeni yang kedepannya nggak mungkin lagi berulang!  

Perjalanan mudik saya bersama KA Argopuro, KA Sri Tanjung dan juga KA Logawa yang penuh dengan warna-warni kenangan suka dan duka, detailnya pernah saya diskripsikan dalam artikel Lorong Waktu Menuju Elegi Mudik Tahun 90-an dan "Si Angger" dan Khayalan Tingkat Tingginya dalam Romansa Berkereta Api. Silakan klik kalau ingin ikut menikmati keseruannya. 

Setelah bekerja sesaat setelah lulus tugas belajar, saya mulai merasakan empuknya kursi kereta api di gerbong-gerbong kelas bisnis dan eksekutif saat melanglang buana, termasuk saat mudik, seperti KA Sancaka, Gajayana, Kartanegara dan beberapa lainnya. Dari sinilah saya bisa merasakan sendiri berlakunya sanepa atau pepatah Jawa yang begitu masyhur, rega nggawa rupa. 

Rega nggawa rupa yang secara bebas bisa dimaknai sebagai "harga menentukan kualitas" ini merupakan konsekuensi dari keberadaan kelas-kelas dalam gerbong kereta api. Semakin tinggi kelas dalam gerbong penumpang, tentu saja akan berbanding lurus dengan kualitas layanan dan juga harga yang harus dibayar oleh penumpang.

Sama seperti dengan pengalaman duduk di bangku kelas ekonomi di sepanjang dekade 90-an, pengalaman duduk di gerbong-gerbong  kelas "premium" mulai awal 2000-an sampai saat ini juga terus memberikan pengalaman nyepur dengan sensasi asyik dan pastinya dengan angle yang berbeda. 


Mudik "Nyepur" Memang Semakin Asyik! | @kaekaha


Menariknya, dari pengalaman nyepur selama beberapa dekade ini, tanpa saya sadari ternyata saya menjadi saksi sejarah dari proses evolusi dan transformasi kereta api Indonesia yang selayaknya prinsip Kaizen yang progresif dan terukur terus berbenah dan berusaha memperbaiki dan menyempurnakan diri untuk memberikan pelayanan terbaik kepada penumpang. 

Jujur, beberapa waktu yang lalu saya benar-benar dibikin tengsin oleh KA Logawa "Economic Stainless Steel New Generation" dengan rangkaian kereta ekonomi premiumnya yang serasa lebih mewah dari kelas eksekutif era 90-an! 

Karenanya, ekspektasi saya yang awalnya hanya ingin bernostalgia menikmati aura KA Logawa 90-an dengan menikmati nasi pecel pincuk daun dan minuman es sinom dari pedagang asongan yang biasa naik ke gerbong, langsung saya buang jauh-jauh begitu melihat rangkaian gerbong KA Logawa yang gagah dan modern. 

Baca Juga Yuk! Legenda Hantu Lampu dan Kisah "Pak Juril", Hulu Keselamatan Perjalanan Kereta Api

Apalagi ketika memasuki gerbongnya dan melihat penampakan interiornya yang berkesan mewah dan sangat modern dengan pintu geser elektrik, tampilan PIDS (Passenger Information Display System) digital yang canggih dan informatif, juga desain kursi canggih yang bisa diputar dengan sudut sandaran yang juga bisa diatur senyaman mungkin. Sangat bermanfaat! Ada lagi?

Tentu saja, keberadaan stop kontak dan USB charger, juga toilet dengan kelengkapan foot washer, wastafel dan hand dryer yang di KA Logawa era 90-an jelas-jelas tidak pernah kita temukan. Sayonara KA Logawa era 90-an!

Oiya satu lagi! Ini yang paling membuat saya bahagia bisa mudik ke kampung halaman dengan kereta api Logawa terbaru, yaitu keberadaan kereta makan dan tentuya mushala yang bisa dimanfaatkan untuk salat tepat waktu meskipun dalam perjalanan. Alhadulillah (BDJ14525)


Semoga Bermanfaat!


Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 14 Mei 2025   22:35 (silakan klik disini untuk membaca)

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN




 

"Tadabbur Literasi" di Museum Kata Negeri Laskar Pelangi, Ini Ceritaku Bertemu Ikal di Belitung

Welcome to Indonesia's First Literary Museum, Gantong, Belitung Timur | @kaekaha

Langit mendung dengan rintik hujan khas awal tahun menyambut kedatangan saya dan beberapa teman di Bandara H.A.S. Hanandjoeddin, Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, pintu masuk utama untuk menjelajahi eloknya alam, tradisi-budaya dan tentunya juga jejak-jejak inspiratif novel Laskar Pelangi karya "Ikal" alias Andrea Hirata di Pulau Belitung. 

Tentu saja, sebagai penikmat hujan alias seorang pluviophile, turunnya hujan yang menyapa dan menyambut saya juga teman-teman senja hari itu tidak hanya menambah rasa bahagia saja, tapi juga rasa syukur kami yang memuncak. Tahu kenapa?

Akhirnya, mimpi obsesif saya bisa ber-tadabbur, ngalab berkah, mengumpulkan sisik melik untuk belajar, sekaligus menge-charge dan meng-upgrade lagi spirit berliterasi, khususnya semangat dan naluri menulis yang masih saja naik turunlangsung ke Museum Kata di negeri Laskar Pelangi dikabulkanNya. 

Papan Nama Unik nan Ikonik Museum Kata di Gantong, Belitung | @kaekaha

Beruntungnya lagi, di sana saya sempat ngobrol langsung untuk menyesap spirit dan juga beberapa materi kepenulisan aktual, sebelum akhirnya gitaran bareng sama Andrea Hirata, penulis tetralogi Laskar Pelangi yang juga owner-nya Museum Kata. Beneran serasa mimpi! 

Baca juga Yuk! Ternyata, Istriku Cemburu Berat Sama Ce Netty, Mantanku!

Ini salah satu bukti keajaiban sebuah afirmasi positif yang nggak sengaja terbentuk dan terbangun sejak saya mengenal berbagai insight "full gizi" dari "bukcer" alias buku cerita (sebutan saya untuk novel, komik dan buku apa saja yang isinya memang cerita atau kisah) Laskar Pelangi yang akhirnya beneran mengantarkan saya terbang ke Gantong, Belitung Timur, kampung halaman Ikal dan kawan-kawan yang menjadi latar asli kisah Laskar Pelangi. Alhamdulillah.

Pertemuan dengan Laskar Pelangi 

Dijamu dengan hidangan aneka seafood oleh tuan rumah di Rumah Makan Lemadang yang "berhalaman belakang" Pantai Tanjung Tinggi nan unik dan eksotik dengan batu-batu granit berukuran raksasa yang juga menjadi salah satu lokasi syuting film Laskar Pelangi, jelas membuat saya dan teman-teman sangat antusias. 

Obrolan seru kami dengan Andrea Hirata, mengupas segala hal tentang tetralogi novel Laskar Pelangi berikut film-filmnya sore itu membuat saya teringat dengan awal mula perjumpaan saya dengan novel Laskar Pelangi yang berawal dari sebuah ketidaksengajaan!

Baca Juga Yuk! Buku-Buku yang Beranak Pinak

Semua berawal dari tradisi "me time" si kutu buku ini di akhir pekan, yaitu basambang (ngabuburit;bahasa Banjar) alias nongkrong menghabiskan waktu dengan seharian "mengaduk-aduk" buku di toko buku langganan di kota manapun saya terdampar.

Kalau pas lagi di Banjarmasin ya berarti ke Gramedia di jalan Veteran atau kalau sekarang mau sekalian nge-mall ya ke Gramedia di Duta Mall untuk berburu referensi buku-buku bagus, khususnya buku-buku bertema sosial budaya dan tentunya buku-buku cerita kesukaan saya.

Laskar Pelangi di Antara "Bukcer" Indonesia Lainnya | @kaekaha!

Nggak sengaja, akhir pekan hampir di penghujung 2005, saya menemukan "Bukcer" Laskar Pelangi karya Andrea Hirata di salah satu rak toko buku Gramedia Veteran, Banjarmasin yang dalam blurb-nya menyebut sebagai kisah menakjubkan masa kecil sebelas anak Melayu Belitong. 

Adanya informasi "indikasi geografis" yang secara jelas menyebut nama Melayu Belitong atau Belitung sebagai identitas anak-anak Laskar Pelangi sekaligus latar dari kisahnya inilah, titik awal ketertarikan saya yang memang penikmat tema-tema sosial budaya nusantara dengan "bukcer" yang kelak disebut-sebut sebagai salah satu novel terbaik Indonesia sepanjang masa ini.

Baca Juga Yuk! Lebih "3 Dekade" Komik Superman Koleksiku Ini Menebar Inspirasi dan Imajinasi

Ketertarikan saya pada karya perdana dari tetralogi-nya Andrea Hirata ini berbuah inspirasi dan kesan yang begitu mendalam setelah tamat membacanya selama "dua kali duduk" di akhir pekan berikutnya. 

Bagi saya, pesan-pesan dari "bukcer" berlatar kehidupan sosial dan budaya masyarakat Belitung di era 70-an saat tambang timah masih moncer itu tetap aktual dan relate banget dengan kehidupan kita sampai detik ini. 

Apalagi tiga tahun berselang, setelah menyaksikan visualisasinya yang begitu sempurna untuk membawa kita tertawa, menangis dan merenung bersama-sama melalui versi filmnya yang tak kalah bagus dan fenomenal, hingga akhirnya sayapun merasa perlu mengoleksi VCD original-nya yang rilis dan dijual juga di toko buku Gramedia. Biar bisa menikmatinya lagi berulang-ulang kapan saja. Tahu kenapa?

VCD Laskar Pelangi Koleksi Saya yang Sampai Sekarang Masih Sering Diputar Anak-anak Bersama Teman-Temannya | @kaekaha!

Maklum, selain nggak puas juga kalau hanya nonton sekali saja di bioskop, saya juga terobsesi dengan semangat kolektif, persahabatan, kejujuran, keberanian, kegigihan, kesabaran dan kreatifitas sebelas Laskar Pelangi dalam usahanya menggapai pendidikan yang layak, plus kecerdasan dan kesadaran mereka mengelola berbagai perbedaan dengan bijak. 

Seolah-olah mereka semua selalu mengatakan aku rapopo! Meskipun "pasungan" situasi dan kondisi riil kehidupan mereka yang saat itu sedang tidak baik-baik saja, sejatinya telah melumpuhkan dunia mereka.

Karena itulah, saya ingin, anak-anak saya yang saat film box office sarat rekor dan prestasi mentereng besutan sineas kenamaan Riri Reza dan diproduseri Mira Lesmana (Miles Film) juga Mizan Production ini tayang masih pada balitakelak juga bisa ikut menonton filmnya untuk membuka wawasan sekaligus menyerap spirit dan juga "pelajaran" bermanfaat yang ada di dalamnya.

Naluri saya terbukti tapat, sejarah akhirnya mencatat tuah kisah Laskar Pelangi yang memang nggak kaleng-kaleng! 

Pantai Tanjung Kepayang di Lepas Pantai Tanjung Kelayang Salah Satu Tujuan Wisata Favorit di Belitung | @kaekaha

"Bukcer" dan film Laskar Pelangi yang berhasil menginspirasi dunia, terbukti tidak hanya sukses dalam hal penjualan saja, tapi juga ikut mengantarkan Pulau Belitung menjadi salah satu destinasi pariwisata unggulan Indonesia dengan tagline ikoniknya Negeri Laskar Pelangi, hingga Pantai Tanjung Kelayang salah satu destinasi pantai terbaik di Belitung masuk dalam program "10 Bali Baru" yang diinisiasi pemerintah pusat.

Tentu ini berkah luar biasa bagi Belitung dan masyarakatnya, sekaligus kesempatan emas untuk membangun Belitung menjadi destinasi pariwisata kelas dunia yang tentu saja kedepannya akan membawa efek domino bagi perbaikan kesejahteraan masyarakatnya. Route map kesuksesan nan unik ini tentu saja bisa menjadi modul pelajaran berharga mahal yang juga bisa di contoh oleh daerah lain. Ayo siapa mau?

Prasasti Lokasi Syuting Film Laskar Pelangi di Pantai Tanjung Tinggi dengan Latar Batu-batu Granit Raksasa | @kaekaha

Menjelajahi Negeri Laskar pelangi

Sayang, Pertemuan dengan Ikal eh Andrea Hirata di sore hari pertama kita di Belitung tidak ada sekuelnya! Karena malam harinya Andrea Hirata harus balik ke Jakarta yang telah menjadi kampung halaman keduanya. Jujur, kami sebenarnya belum puas menyerap proses kreatif Andrea Hirata hingga bisa menelurkan karya-karya emasnya. 

Tapi bahagianya, kami semua tetap diundang untuk menjelajahi detail Museum Kata, museum yang menurut empu-nya akan terus bertumbuh, berkembang dari waktu ke waktu! Sangat memungkinkan, lay out dan desain interior museum setahun mendatang akan berbeda dengan saat kita berkunjung hari ini.

Keren ya, konsep dan filosofi museum yang diklaim Andrea Hirata sebagai museum literasi pertama di Indonesia yang didirikan di Desa Lenggang, Gantong, Belitung Timur sebagai bentuk terima kasihnya kepada kampung halamannya ini. Sayang aja sih, tadabbur sekaligus napak tilas hari kedua kami di Gantong tidak ditemani sang empunya cerita!

SD Muhammadiyah Gantong atau sekolah Laskar Pelangi | @kaekaha!

Keesokan harinya Setelah sarapan pagi, akhirnya kami berangkat menuju Gantong, Belitung Timur, kabupaten hasil pemekaran yang berdiri sejak tahun 2003, berjarak sekitar 60-an km dan bisa ditempuh dengan private bus sekitar 1 jam perjalanan dari Kota Tanjung Pandan yang menjadi base camp kami selama menjelajahi Negeri Laskar Pelangi, Pulau Belitung.

Tujuan pertama kami adalah melihat langsung bangunan replika SD Muhammadiyah Gantong atau sekolah Laskar Pelangi yang sengaja dibangun secara lengkap dengan detail properti sama persis dengan sekolah tempat Ikal dan kawan-kawan belajar bersama Bu Muslimah di tahun 70-an yang juga diadaptasi dalam film Laskar Pelangi yang lokasinya tidak terlalu jauh dari lokasi Museum Kata. 

Ruang Kelas Tidak Utuh dengan Dinding-dinding Berhias Foto-foto Pahlawan Nasional | @kaekaha 

Diorama bangunan kayu reyot beratap seng yang hampir roboh, hingga harus ditopang dengan dua kayu log yang berdiri di hamparan bukit pasir Desa Lenggang, Kecamatan Gantong dengan papan nama berwarna hijau bertuliskan SD Muhammadiyah Gantong ini menggambarkan detail fasilitas dan suasana belajar anak-anak Gantong tempo dulu di Belitung Timur yang sangat-sangat sederhana. 

Duduk sejenak di kursi kayu jadul dalam ruang kelas tidak utuh yang dinding-dindingnya berhias foto-foto pahlawan nasional ini tidak hanya mengantarkan kita merasakan feel suasana belajar Ikal, Lintang dan kawan-kawan saja, tapi juga semacam lorong waktu yang membawa kita ke masa-masa lampau yang menjadi latar waktu asli kisah Laskar Pelangi.

Oiya, di komplek bangunan replika SD Muhammadiyah Gantong atau sekolah Laskar Pelangi ini juga terdapat bangunan museum yang menyatu dengan art shop yang menjual pernak-pernik khas Belitung yang diberi nama "Galeri Rakyat Laskar Pelangi". Sedangkan sisi museumnya berisi beberapa properti yang digunakan dalam syuting filmnya seperti sepeda ontel, radio dan juga alat-alat dapur tempo dulu khas masyarakat Melayu Belitung.

Ruang Pertama di Museum Kata yang Full Insight | @kaekaha

Setelah puas menyesap spirit sekaligus mengabadikan diorama bangunan replika SD Muhammadiyah Gantong yang sukses membakar emosi kami, meluluhlantakkan ego dan keangkuhan kami hingga kembali memuncakkan rasa syukur yang tiba-tiba berasa begitu nikmat, (ternyata kita-kita ini jauh lebih beruntung lo!) kita langsung tancap gas menuju Museum Kata yang hanya berjarak sekitar 2 km saja.

Diluar dugaan kami, ternyata di siang bolong yang bertepatan dengan kumandang azan waktu Zuhur dari Masjid di depan museum Kata itu, kami tidak sendirian berkunjung ke Museum Kata. Terlihat dari barisan beberapa bis yang sudah lebih dulu parkir di sepanjang tepian jalan Laskar Pelangi di seberang museum yang dinding bangunannya full colour alias ngejreng layaknya warna-warni pelangi. 

Ruang Ruang Tengah dengan Desain Unik yang Full Pernak-pernik | @kaekaha

Terbukti! Ketika kami mulai memasuki musium, ternyata ruang-demi ruang museum yang konon dibangun memanfaatkan rumah bekas tempat tinggal para karyawan perusahaan tambang timah era kolonial di Belitung itu sudah mulai dipenuhi pengunjung. 

Sehingga untuk mengabadikan sudut-sudut cantik berhias narasi sastra literatif ataupun quote sarat makna dan juga berbagai pernik unik yang ditata natural khas desain interior rumah-rumah masyarakat Belitung di era 70-an harus sabar menanti giliran.

Ruang Laskar Pelangi, Tempat Terbaik untuk Mengeksplor Segala Sesuatu Tentang Novel Laskar Pelangi | @kaekaha

Seperti namanya, Museum Kata! Memasuki ruang demi ruang museum yang dikuratori Andrea Hirata sendiri ini seperti masuk dalam labirin kata-kata dengan desain yang unik, menarik dan pastinya full buku-buku yang sebagian besar bergenre sastra berbagai umur yang akan terus memancing rasa penasaran!

Dari puluhan ruang di ruang utama sampai ruang tambahan di belakang dan sebelah (rumah) museum utama, sepertinya tidak ada sejengkalpun dinding yang bebas dari berbagai benda seni dan bingkai kata-kata yang semuanya merupakan narasi dan deskripsi keilmuan, termasuk sains dan terutama sastra, juga insight-insight sarat motivasi dari tokoh-tokoh dunia yang sangat menginspirasi. Salah satunya “Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu”. Ada yang ingat dengan quote yang ini? 

Ruang Dapur yang Juga Menjadi Ruang Palik Asyik untuk Menikmati Kupi Kuli | @kaekaha

Kecuali, mungkin di ruang dapur yang letaknya di bagian paling belakang ruang utama museum yang saat itu memang didesain untuk dapur tradisional khas rumah-rumah tradisional masyarakat Belitung di era 70-an, tempat yang paling asyik untuk menikmati Kupi Kuli, itu lo sajian kopi pahit khas Belitung yang awalnya menjadi minuman para pekerja tambang timah sebelum berangkat kerja.

Meskipun begitu, bukan berarti ruang dapur Kupi Kuli ini bebas dari media literasi lo! Maklum, kan masih bagian dari Museum Kata! Masa iya, bagian dari museum kata nggak ada kata-kata literasinya? Betul?

Salah Satu Sudut Ruang Ikal | @kaekaha

Seperti ruang Laskar Pelangi dan ruang private dari 3 anggota Laskar Pelangi yang paling banyak disorot baik dalam novel maupun versi filmnya, yaitu ruang Ikal, ruang Lintang dan ruang Mahar yang menurut saya memang ikonik banget. Full deskripsi dan narasi yang informatif!

Eh, masih ingat kan sama si Mahar? Khusus untuk anggota Laskar Pelangi yang paling nyeni, pengagum Rhoma Irama yang kemana-mana selalu berkalung radio di lehernya yang diperankan (alm) Verrys Yamarno, saya ada sedikit apresiasi lebih untuknya! 

Jujur, salah satu scene yang paling saya suka dalam film Laskar Pelangi ini adalah saat Mahar menyanyikan lagu Bunga Seroja dengan cengkok yang pas dan apikrasanya gimana gitu! Menurut saya, masuknya lagu melayu legendaris ini ke dalam list OST Laskar Pelangi, termasuk salah satu keputusan cerdas dan terbaik!

Salah Satu Sudut Ruang Lintang | @kaekaha

Bahkan karena lagu itu juga, saat itu lagu melayu lama kembali ramai diputar di berbagai program acara oleh radio-radio, (sepertinya) di seluruh nusantara dan fakta ini menjadi semacam bonus tak terduga bagi upaya pelestarian tradisi dan budaya melayu nusantara, khususnya di bidang seni musik yang mempunyai signature sangat kuat. 

Beruntung, saya sempat juga memasuki "biliknya" dan membaca biofile singkat berikut menikmati desain dan semua deskripsi tentangnya di sana. Selamat jalan ya Mahar, eh Verrys Yamarno! (BDJ24525)

 

Semoga Bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 24 Mei 2025   21:08 (silakan klik disini untuk membaca) 

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN





 

Ini Rahasia Bisa Nabung Emas "Sedikit Demi Sedikit Lama-lama Jadi Bukit"!

Emas  25 Gram Produksi Antam | infoekonomi.id

Salah satu tradisi literasi (finansial) yang paling melekat dalam ingatan saya dan mungkin juga anak-anak Indonesia lainnya adalah idiom "sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit" yang biasanya menjadi narasi sekaligus ilustrasi dari edukasi pentingnya kebiasaan berhemat dan juga menabung secara konsisten.    

Idiom "sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit" yang lugas dan mudah dicerna ini memang sering dijadikan senjata andalan para guru dan juga orang tua untuk memperkenalkan manfaat menabung kepada anak-anak dan faktanya, sampai detik ini idiom ini memang masih sangat aktual dan relevan dalam dunia investasi, khususnya lagi investasi (menabung) dengan instrumen emas. 

Memangnya harus emas? 

Sebenarnya sih, ada beberapa cara dan juga instrumen menabung yang sekaligus berinvestasi dengan selain emas. Menurut nini (nenek:bahasa Banjar) saya, sejak dulu Urang Banjar sudah mentradisikan menabung emas yang  biasanya untuk keperluan berhaji. Tapi cara menabungnya tidak langsung dengan menabung emas tapi dengan perantara uang tunai dulu.

Jadi, karena sebagian besar Urang Banjar jaman dahulu berprofesi sebagai pedagang, dengan penghasilan yang selalu tidak menentu, maka nini biasa menyisihkan sebagain penghasilan untuk ditabung dulu dalam bentuk uang dan setelah mencukupi, maka uangnya dibelikan emas yang saat itu dalam bentuk emas perhiasan. Begitu terus siklusnya!

Tapi sekarang, cara menabung sekaligus berinvestasi sudah jauh lebih beragam.  Kita mengenal reksadana, obligasi ritel, menabung dalam bentuk deposito dan lain-lainnya, tapi sepertinya tetap saja emas sebagai instrumen menabung sekaligus investasi tertua tetap menjadi pilihan paling aplikatif dan rasional bagi seluruh lapisan masyarakat. Ini alasannya! 

  • Menabung emas sudah lama menjadi bagian dari tradisi masyarakat di nusantara.
  • Akses menabung emas lebih mudah, sehingga siapa saja bisa menabung emas. 
  • Bisa segera memulai menabung emas dari nilai terendah (gramatir terkecil).
  • Khusus emas perhiasan juga bisa dijadikan sebagai perhiasan oleh ibu-ibu.
  • Tabungan emas termasuk aset likuid yang jauh lebih mudah dan cepat dicairkan atau dijual kembali jika membutuhkan dana darurat, tanpa mengalami penurunan nilai yang signifikan.
  • Tabungan emas termasuk aset lindung nilai inflasi yang efektif melindungi atau mempertahankan daya beli uang dan nilai aset dari dampak negatif inflasi. 
  • Emas yang save haven alias secara historis telah terbukti menjadi perlindungan terkuat di masa sulit, nilainya relatif stabil dan untuk jangka panjang tren cenderung selalu naik.

Ini Strategi Menabung Emas "Sedikit demi Sedikit"

  1. Sekarang sudah bukan jamannya lagi beli emas harus menyiapkan "modal" dana besar, karena sudah banyak platform digital yang  memungkinkan kita membeli emas dalam satuan gram (gramatir) yang sangat kecil, salah satunya adalah pegadaian melalui program tabungan emasnya yang menawarkan emas mulai 0,01 gram seharga nasi bungkus, hanya puluhan ribu saja. Jadi kapan mulai nabung emas? Dari yang paling kecil boleh kok!
  2. Kunci keberhasilan dari menabung emas adalah sabar, disiplin dan konsistensi. Jadi, kita memang harus konsisten untuk rutin menyisihkan "sebagian kecil" dari penghasilan kita setiap bulannya untuk ditabung di tabungan emas. Jangan panik saat harga berfluktuasi, terutama kalau turun dan tetap bersabar menunggu hasilnya dalam jangka panjang.
  3. Saat ini ada banyak pilihan untuk menabung emas secara digital maupun fisik. Pilih yang paling sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
  4. Bila perlu, agar konsistensi menabung terjaga apalagi secara finansial kita memang mampu, bisa juga memanfaatkan fitur cicilan/autodebet emas dari beberapa penyedia platform investasi emas digital.
  5. Menabung emas akan semakin greget jika sejak awal memang mempunyai tujuan yang spesifik dengan target waktu yang jelas dan terukur, semisal untuk naik haji, dana pensiun, uang muka rumah atau untuk pendidikan anak. 


Ilustrasi Bertumbuhnya "Bukit" Emas Kita

Menabung emas "sedikit demi sedikit" merupakan strategi menabung sekaligus investasi yang cerdas dan realistis. karena terjangkau bagi siapa saja. Dengan disiplin, konsistensi, dan pemilihan platform yang tepat, kita bisa "mempunyai" bukit emas yang kokoh dari waktu ke waktu. 

Mari kita simulasikan sendiri besarnya potensi bukit emas kita! Jika kita disiplin dan konsisten memulai menabung emas Rp. 100 ribuan/bulan. Maka dalam setahun, "bukit emas" kita sudah sebesar Rp. 1.200.000. Jika kita sabar dan tetap konsisten menjaga dan merawatnya sampai 5 tahun, maka "bukit emas" kita semakin membesar menjadi Rp. 6 jutaan, itupun belum termasuk potensi kenaikan harga emas. 

Bagaimana, jika bukit emas kita tetap terus bertumbuh setelah 10-20 tahun? Tentu besarnya bukit emas kita akan semakin signifikan dan pastinya akan menjadi "bukit emas" impian kita semua, "bukit emas" yang akan mengamankan masa depan finansial kita semua. (BDJ26525). 


Semoga Bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!


Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 26 Mei 2025   22:00 (silakan klik disini untuk membaca)

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN