Welcome to Indonesia's First Literary Museum, Gantong, Belitung Timur | @kaekaha
Langit mendung dengan rintik hujan khas awal tahun menyambut kedatangan saya dan beberapa teman di Bandara H.A.S. Hanandjoeddin, Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, pintu masuk utama untuk menjelajahi eloknya alam, tradisi-budaya dan tentunya juga jejak-jejak inspiratif novel Laskar Pelangi karya "Ikal" alias Andrea Hirata di Pulau Belitung.
Tentu saja, sebagai penikmat hujan alias seorang pluviophile, turunnya hujan yang menyapa dan menyambut saya juga teman-teman senja hari itu tidak hanya menambah rasa bahagia saja, tapi juga rasa syukur kami yang memuncak. Tahu kenapa?
Akhirnya, mimpi obsesif saya bisa ber-tadabbur, ngalab berkah, mengumpulkan sisik melik untuk belajar, sekaligus menge-charge dan meng-upgrade lagi spirit berliterasi, khususnya semangat dan naluri menulis yang masih saja naik turun, langsung ke Museum Kata di negeri Laskar Pelangi dikabulkanNya.
Papan Nama Unik nan Ikonik Museum Kata di Gantong, Belitung | @kaekaha |
Beruntungnya lagi, di sana saya sempat ngobrol langsung untuk menyesap spirit dan juga beberapa materi kepenulisan aktual, sebelum akhirnya gitaran bareng sama Andrea Hirata, penulis tetralogi Laskar Pelangi yang juga owner-nya Museum Kata. Beneran serasa mimpi!
Baca juga Yuk! Ternyata, Istriku Cemburu Berat Sama Ce Netty, Mantanku!
Ini salah satu bukti keajaiban sebuah afirmasi positif yang nggak sengaja terbentuk dan terbangun sejak saya mengenal berbagai insight "full gizi" dari "bukcer" alias buku cerita (sebutan saya untuk novel, komik dan buku apa saja yang isinya memang cerita atau kisah) Laskar Pelangi yang akhirnya beneran mengantarkan saya terbang ke Gantong, Belitung Timur, kampung halaman Ikal dan kawan-kawan yang menjadi latar asli kisah Laskar Pelangi. Alhamdulillah.
Pertemuan dengan Laskar Pelangi
Dijamu dengan hidangan aneka seafood oleh tuan rumah di Rumah Makan Lemadang yang "berhalaman belakang" Pantai Tanjung Tinggi nan unik dan eksotik dengan batu-batu granit berukuran raksasa yang juga menjadi salah satu lokasi syuting film Laskar Pelangi, jelas membuat saya dan teman-teman sangat antusias.
Obrolan seru kami dengan Andrea Hirata, mengupas segala hal tentang tetralogi novel Laskar Pelangi berikut film-filmnya sore itu membuat saya teringat dengan awal mula perjumpaan saya dengan novel Laskar Pelangi yang berawal dari sebuah ketidaksengajaan!
Baca Juga Yuk! Buku-Buku yang Beranak Pinak
Semua berawal dari tradisi "me time" si kutu buku ini di akhir pekan, yaitu basambang (ngabuburit;bahasa Banjar) alias nongkrong menghabiskan waktu dengan seharian "mengaduk-aduk" buku di toko buku langganan di kota manapun saya terdampar.
Kalau pas lagi di Banjarmasin ya berarti ke Gramedia di jalan Veteran atau kalau sekarang mau sekalian nge-mall ya ke Gramedia di Duta Mall untuk berburu referensi buku-buku bagus, khususnya buku-buku bertema sosial budaya dan tentunya buku-buku cerita kesukaan saya.
Laskar Pelangi di Antara "Bukcer" Indonesia Lainnya | @kaekaha! |
Nggak sengaja, akhir pekan hampir di penghujung 2005, saya menemukan "Bukcer" Laskar Pelangi karya Andrea Hirata di salah satu rak toko buku Gramedia Veteran, Banjarmasin yang dalam blurb-nya menyebut sebagai kisah menakjubkan masa kecil sebelas anak Melayu Belitong.
Adanya informasi "indikasi geografis" yang secara jelas menyebut nama Melayu Belitong atau Belitung sebagai identitas anak-anak Laskar Pelangi sekaligus latar dari kisahnya inilah, titik awal ketertarikan saya yang memang penikmat tema-tema sosial budaya nusantara dengan "bukcer" yang kelak disebut-sebut sebagai salah satu novel terbaik Indonesia sepanjang masa ini.
Baca Juga Yuk! Lebih "3 Dekade" Komik Superman Koleksiku Ini Menebar Inspirasi dan Imajinasi
Ketertarikan saya pada karya perdana dari tetralogi-nya Andrea Hirata ini berbuah inspirasi dan kesan yang begitu mendalam setelah tamat membacanya selama "dua kali duduk" di akhir pekan berikutnya.
Bagi saya, pesan-pesan dari "bukcer" berlatar kehidupan sosial dan budaya masyarakat Belitung di era 70-an saat tambang timah masih moncer itu tetap aktual dan relate banget dengan kehidupan kita sampai detik ini.
Apalagi tiga tahun berselang, setelah menyaksikan visualisasinya yang begitu sempurna untuk membawa kita tertawa, menangis dan merenung bersama-sama melalui versi filmnya yang tak kalah bagus dan fenomenal, hingga akhirnya sayapun merasa perlu mengoleksi VCD original-nya yang rilis dan dijual juga di toko buku Gramedia. Biar bisa menikmatinya lagi berulang-ulang kapan saja. Tahu kenapa?
VCD Laskar Pelangi Koleksi Saya yang Sampai Sekarang Masih Sering Diputar Anak-anak Bersama Teman-Temannya | @kaekaha! |
Maklum, selain nggak puas juga kalau hanya nonton sekali saja di bioskop, saya juga terobsesi dengan semangat kolektif, persahabatan, kejujuran, keberanian, kegigihan, kesabaran dan kreatifitas sebelas Laskar Pelangi dalam usahanya menggapai pendidikan yang layak, plus kecerdasan dan kesadaran mereka mengelola berbagai perbedaan dengan bijak.
Seolah-olah mereka semua selalu mengatakan aku rapopo! Meskipun "pasungan" situasi dan kondisi riil kehidupan mereka yang saat itu sedang tidak baik-baik saja, sejatinya telah melumpuhkan dunia mereka.
Karena itulah, saya ingin, anak-anak saya yang saat film box office sarat rekor dan prestasi mentereng besutan sineas kenamaan Riri Reza dan diproduseri Mira Lesmana (Miles Film) juga Mizan Production ini tayang masih pada balita, kelak juga bisa ikut menonton filmnya untuk membuka wawasan sekaligus menyerap spirit dan juga "pelajaran" bermanfaat yang ada di dalamnya.
Naluri saya terbukti tapat, sejarah akhirnya mencatat tuah kisah Laskar Pelangi yang memang nggak kaleng-kaleng!
Pantai Tanjung Kepayang di Lepas Pantai Tanjung Kelayang Salah Satu Tujuan Wisata Favorit di Belitung | @kaekaha |
"Bukcer" dan film Laskar Pelangi yang berhasil menginspirasi dunia, terbukti tidak hanya sukses dalam hal penjualan saja, tapi juga ikut mengantarkan Pulau Belitung menjadi salah satu destinasi pariwisata unggulan Indonesia dengan tagline ikoniknya Negeri Laskar Pelangi, hingga Pantai Tanjung Kelayang salah satu destinasi pantai terbaik di Belitung masuk dalam program "10 Bali Baru" yang diinisiasi pemerintah pusat.
Tentu ini berkah luar biasa bagi Belitung dan masyarakatnya, sekaligus kesempatan emas untuk membangun Belitung menjadi destinasi pariwisata kelas dunia yang tentu saja kedepannya akan membawa efek domino bagi perbaikan kesejahteraan masyarakatnya. Route map kesuksesan nan unik ini tentu saja bisa menjadi modul pelajaran berharga mahal yang juga bisa di contoh oleh daerah lain. Ayo siapa mau?
Prasasti Lokasi Syuting Film Laskar Pelangi di Pantai Tanjung Tinggi dengan Latar Batu-batu Granit Raksasa | @kaekaha |
Menjelajahi Negeri Laskar pelangi
Sayang, Pertemuan dengan Ikal eh Andrea Hirata di sore hari pertama kita di Belitung tidak ada sekuelnya! Karena malam harinya Andrea Hirata harus balik ke Jakarta yang telah menjadi kampung halaman keduanya. Jujur, kami sebenarnya belum puas menyerap proses kreatif Andrea Hirata hingga bisa menelurkan karya-karya emasnya.
Tapi bahagianya, kami semua tetap diundang untuk menjelajahi detail Museum Kata, museum yang menurut empu-nya akan terus bertumbuh, berkembang dari waktu ke waktu! Sangat memungkinkan, lay out dan desain interior museum setahun mendatang akan berbeda dengan saat kita berkunjung hari ini.
Keren ya, konsep dan filosofi museum yang diklaim Andrea Hirata sebagai museum literasi pertama di Indonesia yang didirikan di Desa Lenggang, Gantong, Belitung Timur sebagai bentuk terima kasihnya kepada kampung halamannya ini. Sayang aja sih, tadabbur sekaligus napak tilas hari kedua kami di Gantong tidak ditemani sang empunya cerita!
SD Muhammadiyah Gantong atau sekolah Laskar Pelangi | @kaekaha! |
Keesokan harinya Setelah sarapan pagi, akhirnya kami berangkat menuju Gantong, Belitung Timur, kabupaten hasil pemekaran yang berdiri sejak tahun 2003, berjarak sekitar 60-an km dan bisa ditempuh dengan private bus sekitar 1 jam perjalanan dari Kota Tanjung Pandan yang menjadi base camp kami selama menjelajahi Negeri Laskar Pelangi, Pulau Belitung.
Tujuan pertama kami adalah melihat langsung bangunan replika SD Muhammadiyah Gantong atau sekolah Laskar Pelangi yang sengaja dibangun secara lengkap dengan detail properti sama persis dengan sekolah tempat Ikal dan kawan-kawan belajar bersama Bu Muslimah di tahun 70-an yang juga diadaptasi dalam film Laskar Pelangi yang lokasinya tidak terlalu jauh dari lokasi Museum Kata.
Ruang Kelas Tidak Utuh dengan Dinding-dinding Berhias Foto-foto Pahlawan Nasional | @kaekaha |
Diorama bangunan kayu reyot beratap seng yang hampir roboh, hingga harus ditopang dengan dua kayu log yang berdiri di hamparan bukit pasir Desa Lenggang, Kecamatan Gantong dengan papan nama berwarna hijau bertuliskan SD Muhammadiyah Gantong ini menggambarkan detail fasilitas dan suasana belajar anak-anak Gantong tempo dulu di Belitung Timur yang sangat-sangat sederhana.
Duduk sejenak di kursi kayu jadul dalam ruang kelas tidak utuh yang dinding-dindingnya berhias foto-foto pahlawan nasional ini tidak hanya mengantarkan kita merasakan feel suasana belajar Ikal, Lintang dan kawan-kawan saja, tapi juga semacam lorong waktu yang membawa kita ke masa-masa lampau yang menjadi latar waktu asli kisah Laskar Pelangi.
Oiya, di komplek bangunan replika SD Muhammadiyah Gantong atau sekolah Laskar Pelangi ini juga terdapat bangunan museum yang menyatu dengan art shop yang menjual pernak-pernik khas Belitung yang diberi nama "Galeri Rakyat Laskar Pelangi". Sedangkan sisi museumnya berisi beberapa properti yang digunakan dalam syuting filmnya seperti sepeda ontel, radio dan juga alat-alat dapur tempo dulu khas masyarakat Melayu Belitung.
Ruang Pertama di Museum Kata yang Full Insight | @kaekaha |
Setelah puas menyesap spirit sekaligus mengabadikan diorama bangunan replika SD Muhammadiyah Gantong yang sukses membakar emosi kami, meluluhlantakkan ego dan keangkuhan kami hingga kembali memuncakkan rasa syukur yang tiba-tiba berasa begitu nikmat, (ternyata kita-kita ini jauh lebih beruntung lo!) kita langsung tancap gas menuju Museum Kata yang hanya berjarak sekitar 2 km saja.
Diluar dugaan kami, ternyata di siang bolong yang bertepatan dengan kumandang azan waktu Zuhur dari Masjid di depan museum Kata itu, kami tidak sendirian berkunjung ke Museum Kata. Terlihat dari barisan beberapa bis yang sudah lebih dulu parkir di sepanjang tepian jalan Laskar Pelangi di seberang museum yang dinding bangunannya full colour alias ngejreng layaknya warna-warni pelangi.
Ruang Ruang Tengah dengan Desain Unik yang Full Pernak-pernik | @kaekaha |
Terbukti! Ketika kami mulai memasuki musium, ternyata ruang-demi ruang museum yang konon dibangun memanfaatkan rumah bekas tempat tinggal para karyawan perusahaan tambang timah era kolonial di Belitung itu sudah mulai dipenuhi pengunjung.
Sehingga untuk mengabadikan sudut-sudut cantik berhias narasi sastra literatif ataupun quote sarat makna dan juga berbagai pernik unik yang ditata natural khas desain interior rumah-rumah masyarakat Belitung di era 70-an harus sabar menanti giliran.
Ruang Laskar Pelangi, Tempat Terbaik untuk Mengeksplor Segala Sesuatu Tentang Novel Laskar Pelangi | @kaekaha |
Seperti namanya, Museum Kata! Memasuki ruang demi ruang museum yang dikuratori Andrea Hirata sendiri ini seperti masuk dalam labirin kata-kata dengan desain yang unik, menarik dan pastinya full buku-buku yang sebagian besar bergenre sastra berbagai umur yang akan terus memancing rasa penasaran!
Dari puluhan ruang di ruang utama sampai ruang tambahan di belakang dan sebelah (rumah) museum utama, sepertinya tidak ada sejengkalpun dinding yang bebas dari berbagai benda seni dan bingkai kata-kata yang semuanya merupakan narasi dan deskripsi keilmuan, termasuk sains dan terutama sastra, juga insight-insight sarat motivasi dari tokoh-tokoh dunia yang sangat menginspirasi. Salah satunya “Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu”. Ada yang ingat dengan quote yang ini?
Ruang Dapur yang Juga Menjadi Ruang Palik Asyik untuk Menikmati Kupi Kuli | @kaekaha |
Kecuali, mungkin di ruang dapur yang letaknya di bagian paling belakang ruang utama museum yang saat itu memang didesain untuk dapur tradisional khas rumah-rumah tradisional masyarakat Belitung di era 70-an, tempat yang paling asyik untuk menikmati Kupi Kuli, itu lo sajian kopi pahit khas Belitung yang awalnya menjadi minuman para pekerja tambang timah sebelum berangkat kerja.
Meskipun begitu, bukan berarti ruang dapur Kupi Kuli ini bebas dari media literasi lo! Maklum, kan masih bagian dari Museum Kata! Masa iya, bagian dari museum kata nggak ada kata-kata literasinya? Betul?
Salah Satu Sudut Ruang Ikal | @kaekaha |
Seperti ruang Laskar Pelangi dan ruang private dari 3 anggota Laskar Pelangi yang paling banyak disorot baik dalam novel maupun versi filmnya, yaitu ruang Ikal, ruang Lintang dan ruang Mahar yang menurut saya memang ikonik banget. Full deskripsi dan narasi yang informatif!
Eh, masih ingat kan sama si Mahar? Khusus untuk anggota Laskar Pelangi yang paling nyeni, pengagum Rhoma Irama yang kemana-mana selalu berkalung radio di lehernya yang diperankan (alm) Verrys Yamarno, saya ada sedikit apresiasi lebih untuknya!
Jujur, salah satu scene yang paling saya suka dalam film Laskar Pelangi ini adalah saat Mahar menyanyikan lagu Bunga Seroja dengan cengkok yang pas dan apik, rasanya gimana gitu! Menurut saya, masuknya lagu melayu legendaris ini ke dalam list OST Laskar Pelangi, termasuk salah satu keputusan cerdas dan terbaik!
Salah Satu Sudut Ruang Lintang | @kaekaha |
Bahkan karena lagu itu juga, saat itu lagu melayu lama kembali ramai diputar di berbagai program acara oleh radio-radio, (sepertinya) di seluruh nusantara dan fakta ini menjadi semacam bonus tak terduga bagi upaya pelestarian tradisi dan budaya melayu nusantara, khususnya di bidang seni musik yang mempunyai signature sangat kuat.
Beruntung, saya sempat juga memasuki "biliknya" dan membaca biofile singkat berikut menikmati desain dan semua deskripsi tentangnya di sana. Selamat jalan ya Mahar, eh Verrys Yamarno! (BDJ24525)
Semoga Bermanfaat!
Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!
Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 24 Mei 2025 21:08 (silakan klik disini untuk membaca)
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar