Minggu, 03 Maret 2024

Ke Mana Perginya Rambutan Garuda, Si Raksasa dari Banjarmasin?

Rambutan Si-Batok | @kaekaha

Dulu, dua dekade silam, saat pertama kali menginjakkan kaki di Kota 1000 Sungai, Kota Banjarmasin nan Bungas!

Saya sempat dibuat terkejut oleh penampakan buah rambutan raksasa berwarna kemerahan dengan ujung rambut kekuningan yang dipajang oleh pedagang buah di lapak jualannya di pinggir jalan yang kebetulan saya lalui. 

Sungguh, seumur-umur baru saat itu saya melihat buah rambutan sebesar itu!

Beberapa buah rambutan dalam ikatan tersebut ukurannya memang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan ukuran rambutan lain pada umumnya. 

Seingat saya, saat itu genggaman tangan kanan saya saja tidak cukup untuk menggenggam secara keseluruhan sebiji si-rambutan raksasa yang kelak saya kenal namanya sebagai Rambutan Garuda tersebut.

Sayangnya, sama sekali tidak ada dokumentasi momen langka perjumpaan pertama saya dengan buah ikonik dari Kota Banjarmasin yang sekarang sudah sangat langka ini.

Karena rasa penasaran yang begitu besar, saya langsung membeli seikat (satuan yang biasa dipakai untuk jual beli buah rambutan di Banjarmasin yang umumnya berisi 10 buah).

Woooooow, ternyata bukan buahnya saja yang jumbo, harga si raksasa ini ternyata juga tidak kalah jumbo...he...he...he... Bisa dua bahkan tiga kali lipat harga rambutan lainnya lho!

Baca Juga Yuk! Ramania, Buah Hutan yang Rasa Asamnya Menyegarkan!

Tapi jangan salah! Harga yang setara dengan dua atau bahkan tiga kali harga rambutan biasa itu, langsung terbayar lunas begitu kulit kemerahan  si-Garuda telah terkupas sempurna hingga menyisakan daging buah berbentuk bulat lonjong yang juga tidak kalah besar dan rasanya aduhai!

Teksturnya renyah, tidak likat (relatif kering) dan keset, berwarna putih susu dan daging buahnya selalu nglontok jika digigit, menjadikan daging buah yang rata-rata mempunyai ketebalan antara  5-7 mm ini, citarasa manisnya yang juara tidak hanya menyegarkan saja, tapi juga melegakan!

Sayang seribu kali sayang, buah asli dari kawasan Sungai Andai, Banjarmasin Timur yang ternyata telah dilepas sebagai bibit unggul nasional di awal milenium lalu atau 24 tahun silam tersebut, beberapa tahun terakhir sangat sulit ditemukan, bahkan di pasaran dalam Kota Banjarmasin sendiri, kampung halamannya. 

Boleh percaya boleh tidak, terakhir kali saya menemukan dan menikmati rambutan garuda asli itu lebih dari 10 tahun silam! Selebihnya hanya mendapatkan rambutan garuda palsu.

Memang sih, sebenarnya Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas! dan juga Kalimantan Selatan pada umumnya merupakan "surganya" buah rambutan.

Banyak sekali jenis rambutan lokal yang biasa membanjiri pasar buah, sebenarnya juga tidak kalah menggoda dengan citarasa manis dan segarnya, meskipun dengan ukuran buah yang relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan si Garuda.

Sebut saja, rambutan Antalagi, Si Batok atau ada juga yang menyebutnya si batuk, Timbul, si Bongkok, dan lain-lainnya. Tapi tetap saja Rambutan Garuda-lah rajanya!

Selain itu, sebenarnya ada varietas rambutan raksasa lain dari Kalimantan Selatan yang sepertinya akan segera mengguncang dunia, yaitu rambutan Zainal Mahang yang tumbuh di Desa Sungai Hanyar Mahang, Kecamatan Pandawan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. 

Menurut para peneliti yang sekarang terus berusaha memuliakan tanaman langka milik Haji Zainal Abidin ini, buah rambutan ini mempunyai ciri buah yang hampir mirip dengan rambutan Garuda, bedanya hanya pada ukurannya yang  lebih besar dari telur angsa.

Nah, itu artinya juga lebih besar dari buah rambutan Garuda yang rata-rata ukuran diameter panjangnya sekitar 7cm dan diameter lebarnya sekitar 3-4 cm.

Nanti, Insha Allah Rambutan Zainal Mahang kita bahas lebih lengkap di artikel terpisah ya!

Sedih juga sih sebenarnya, kita warga Kota 1000 Sungai, Kota Banjarmasin nan Bungas!  kehilangan jejak Rambutan Garuda.

Baca Juga Yuk! Mengenal Belungka Batu, "Buah Ramadhan" Masyarakat Banjar

Menurut gosip dari "kabar burung" di jalanan, hilangnya hasil panen Rambutan Garuda di pasaran lokal, karena tingginya disparitas harga di pasar lokal dengan harga  di luar. 

Situasi ini juga dipicu oleh permintaan "ekspor" ke luar daerah yang angkanya konon jauh diatas produksi reguler komoditas buah yang bibitnya sudah mulai di kembangkan di Pulau Jawa dan Thailand ini.

Memang sih, salah satu kelemahan produksi buah rambutan raksasa, termasuk si-Garuda ini menurut Dr. Lutfhi Bansir, doktor buah dari Universitas Brawijaya, Malang adalah stabilitasnya, salah satu indikasinya  adalah banyaknya buah kempot atau tidak berisi daging. 

Selain itu, luasan kebun yang terus terdegradasi (apalagi lahan di Kota Banjarmasin yang sangat terbatas dan didominasi perairan darat) dan juga minimnya peremajaan pohon juga menyebabkan semakin sedikitnya populasi tegakan pohon rambutan Garuda yang bisa berproduksi maksimal.

Waah kalau begini ceritanya, harus segera ada langkah nyata dari berbagai pihak untuk sesegera mungkin memulai melestarikan Rambutan "raksasa" Garuda. Khususnya, pemerintah yang punya kuasa untuk membuat regulasi, termasuk melindunginya dengan sertifikasi indikasi geografis.

Baca Juga Yuk! Banjir Tiwadak Saatnya Pesta "Daging" Mandai

Jujur, saya malah khawatir suatu saat nanti, anak cucu saya dan Urang Banjar pada umumnya malah mendapatkan rambutan "jumbo" garuda dari marketplace hasil import dari negeri gajah putih Thailand yang sudah pasti dengan harga yang berlipat-lipat jauh lebih mahal.

Semoga Bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar