Senin, 27 Februari 2023

"Orkes Gitar Mama" dan Sepenggal Kisah Konservasi ala Desa Bahoi yang Menginspirasi



Menyusuri teduhnya hutan bakau Desa Bahoi | @kaekaha

  
Main kuda besi dari Jepang
Tipis-tipislah gayanya mirip koboi
Memang seru liburan ke Likupang
Lupa pulang lihat indahnya Desa Bahoi



DSP Likupang "The Hidden Paradise"
 
Sejak Likupang dengan labelnya "The Hidden Paradise" di tetapkan oleh pemerintah pusat sebagai salah satu dari lima destinasi super prioritas (DSP) pariwisata, bersama-sama dengan Candi Borobudur, Danau Toba, Mandalika dan Labuhan Bajo, kluster pariwisata di "ujung tanduk" Pulau Sulawesi atau tepatnya di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara ini, pesonanya langsung mencuri perhatian dunia.

Memang spesial sih! Beda dengan empat DSP lainnya yang masing-masing mempunyai destinasi wisata induk yang lebih dulu jadi dan populer, hingga bisa menjadi "mercusuar" bagi destinasi wisata turunannya yang sedang dikembangkan, maka DSP Likupang merupakan  antitesis-nya!


DSP Likupang yang merujuk pada kawasan yang terbagi dalam beberapa kecamatan, Likupang Barat, Likupang Timur dan Likupang Selatan, masing-masing mempunyai destinasi wisata spesifik dan kesemuanya "disatukan" dalam konsep kluster pariwisata yang di populerkan pemerintah sebagai DSP Likupang.
 


Hidden paradise di Desa Bahoi

Diantara sekian banyak destinasi wisata di seputaran Likupang, pesona Desa Wisata Bahoi (selanjutnya disebut Bahoi) merupakan destinasi wajib kunjung bagi  siapapun yang berlibur ke Likupang. Tahu kenapa?

Di desa yang sebagian besar penduduknya merupakan generasi ke-3 atau ke-4 dari perantau asal Sangihe yang rata-rata berprofesi sebagai nelayan ini, kita bisa melihat langsung bagaimana mereka semua bahu-membahu membranding indahnya bentang alam desanya yang begitu eksotis  dalam balutan beragam kearifan lokal warisan nenek moyang,  hingga menjadi hidden paradise-nya Likupang! 
 
 
Dengan tagline Aduhai Bahoi, masyarakat Bahoi ingin mengatakan kepada dunia, bahwa "tradisi" konservasi alam dan budaya yang telah ada sejak generasi awal  moyang mereka dan masih tetap terjaga sampai detik inilah yang menjadikan Bahoi memang benar-benar aduhai!

Keberhasilan tradisi konservasi alam dan budaya sebagai kunci utama terbentuknya ekosistem pariwisata kelas dunia, merupakan berkah untuk semua, tidak hanya menjadikan Bahoi layaknya  surga tersembunyi, kebanggaan  DSP Likupang, Sulawesi Utara dan tentunya Indonesia, tapi juga terbukti mampu merangsang lahirnya generasi dengan gen kreatif yang ber-kaizen alias terus berusaha meng-upgrade kemampuan dan kreatifitasnya secara kontinyu.
 
Rumah Pintar, Rumah Kreatif ala Desa Bahoi | @kaekaha


Bahoi yang masuk wilayah Kecamatan Likupang Barat, dari Kota Manado, ibu kota Propinsi Sulawesi Utara yang hanya berjarak sekitar 60 km saja, diperlukan waktu tempuh sekitar 90 menit dengan menggunakan mobil.
 
Pesatnya progres pembangunan infrastruktur sangat tampak di sepanjang perjalanan, khususnya jalan raya dengan kualitas terbaik, pasca penetapan Likupang sebagai destinasi super prioritas pariwisata, menjadikan DSP Likupang, termasuk Bahoi yang aduhai ini sangat layak dilabeli sebagai Desa Wisata Ramah Berkendara.

Menariknya, di sepanjang perjalanan antara Manado-Likupang ini, kita juga akan menemukan  berbagai keunikan tradisi dan budaya masyarakat Sulawesi Utara dalam menjalani kehidupan sehari-hari di berbagai wanua alias kampung-kampung tradisional yang kita lewati. Jadi di sepanjang perjalanan menuju ka wanua Aduhai Bahoi! dijamin tidak akan pernah membosankan.


Pintu masuk Desa Bahoi, tampak infrastruktur jalan yang ramah berkendara | @kaekaha



Jelajah Ekowisata Desa Bahoi!

Kontur alam Desa Bahoi yang ciamik menjadi menu pembuka jalan-jalan kita. Di satu sisi tampak bukit-bukit menjulang dengan hamparan hijau hutan desa, hanya berjarak sepelemparan batu dari jalan poros beraspal hotmix yang membelah kampung, tepat di depan kantor hukum tua (kepala desa) yang uniknya, juga membelakangi angle pantai dengan view yang sangat cantik.

Sedangkan disisi lainnya, bumi Bahoi juga menyajikan lansekap alam khas dataran rendah, berupa pantai berpasir putih dengan hamparan hijau hutan bakau di dalam balutan  birunya laut yang luar biasa indah. Diorama alam nan eksotis seperti inilah yang akan menyambut siapa saja yang datang ke Bahoi. 
 
"Situs" Pohon Bakau berusia ratusan tahun | @kaekaha

Menjelajahi ekosistem hutan bakau seluas 28 hektar di sisi Utara Desa yang  juga menjadi habitat sekaligus ruang konservasi alami bagi 12 spesies bakau dan juga fauna khasnya seperti kepiting, kerang, udang dan lainnya ini, jelas pilihan yang tidak bisa di tolak.

Disini, selain menikmati kesejukan serta segarnya udara ditengah-tengah teriknya kawasan pesisir, tentu kita juga bisa mengenal berbagai spesies bakau, berikut fauna penghuninya dan yang paling diburu-buru oleh netizen, jelas keberadaan spot-spot instagramable, seperti "situs" pohon bakau raksasa berusia ratusan tahun tepat di bibir  laut yang mempunyai gradasi warna cukup cantik atau view sepanjang jembatan beton dan juga  jembatan gantung nan ikonik yang membelah hutan bakau.

Khusus untuk "situs" pohon bakau berusia ratusan tahun yang luas cengkeraman akarnya bisa lebih dari puluhan meter ini, selain unik dan langka juga masih menyimpan misteri lho! Ada yang mau memecahkan kode-kode rahasia nan misteriusnya?

Aksi tanam bakau di Bahoi | @kaekaha

Sekarang juga dikembangkan aktifitas menanam bakau bagi setiap pengunjung dengan bibit yang sudah disediakan dan kedepannya, tidak menutup kemungkinan inovasi konsep pengelolaan dan pemeliharaan hutan bakau juga akan melibatkan pengunjung dengan berdonasi ala sistem adopsi sebagai orang tua asuh. Semoga!
 
Di tengah-tengah hutan ada open space untuk berbagai aktifitas, termasuk untuk berbagai seremonial menyambut rombongan tamu/wisatawan dan untuk yang satu ini masyarakat Bahoi mempunyai tradisi yang sangat unik! Itulah  masamper, tarian tradisional untuk menyambut tamu yang memadukan gerak tari dengan paduan suara yang dimainkan oleh beberapa pria, dipimpin oleh seorang pangataseng .

Uniknya, tema dan lirik nyanyian paduan suara yang yang berakar pada kesenian Tunjuke, tradisi masyarakat Nusa Utara (Sangihe, Sitaro dan Talaud) yang telah ada sejak abad ke-13 ini bisa by order alias disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi.


 
Setelah menjelajah hutan bakau, "penjelajahan" berlanjut ke berbagai kuliner khas Bahoi yang sudah disiapkan di Balai Desa. Untuk menuju lokasi kita harus melewati deretan rumah sederhana yang semuanya tanpa pagar di tepi jalanan kampung yang benar-benar bersih tanpa sampah dan suasananya tampak sangat bersahaja. Wooooow!

Layaknya kuliner khas Sulawesi Utara umumnya,  semua kuliner berbahan dasar ikan laut segar di sini, baik yang dibakar maupun yang berkuah, juga bercitarasa pedas dengan balutan rempah-rempah yang juga  strong, salah satunya yang unik dan enak adalah olahan ikan berkuah yang biasa disebut sebagai kuah sasi!

Uniknya, guna melestarikan aneka resep kuliner khas Desa Bahoi warisan nenek moyang, ibu-ibu disini juga siap memberikan cooking class kepada semua pengunjung yang berminat, karena biasanya banyak yang harus dieksplor di Bahoi, kemungkinan tidak cukup kalau pengunjung hanya singgah sesaat. Untuk itu, jika pengunjung ingin stay lebih lama, disarankan untuk menginap di homestay milik masyarakat, selain bisa berbaur dengan "budaya" Bahoi lebih intensif, tentunya juga jauh lebih  ekonomis.


 

Ini yang spesial! Momen makan siang kita ditemani oleh "Orkes Gitar Mama",  ensembel musik tradisional khas Bahoi yang gape memainkan lagu-lagu berbagai genre, termasuk lagu daerah dengan aransemen yang  lebih renyah dan easy listening. Mungkin karena main secara live dan tidak didukung soundsystem yang memadai, menjadikan sajian orkes siang itu kurang maksimal apalagi bila direkam dengan alat yang juga seadanya alias darurat, seperti video diatas....he....he...he...

Orkes yang digawangi pemuda-pemuda Bahoi yang sebagian juga pemain masamper ini menjadi semakin unik, karena keberadaan instrumen musik raksasa berdawai tunggal hasil kreasi warga bernama gitar mama. Spesifikasinya yang cukup besar dan relatif masih asing jelas menyita perhatian.

Begitu juga dengan cara memainkannya yang tidak kalah unik! Untuk membunyikan dawainya bukan dipetik atau digesek, tapi dengan cara di pukul dengan sebilah tongkat, begitu juga untuk mengatur nada pada fretboard, juga harus menggunakan sebilah kayu  untuk menekan dawai yang juga berukuran raksasa tersebut.


 

Nama "gitar mama", konon  merujuk pada "ukuran raksasa" instrumen yang secara sekilas mirip dengan kontra bass atau double bass yang lazim  dipakai orkes kerocong tersebut. Ukurannya yang jauh lebih besar dibanding gitar-gitar lain dianalogikan sebagai "ibu atau mama" dari gitar lain. Tapi ada juga lho yang menyebut karena bodinya yang seperti bodi mama-mama...!? Waduh, menurut kamu kira-kira mana ya yang pas?


Sebagai penikmat musik sekaligus pecinta budaya Nusantara, saya sangat berharap suatu saat nanti bisa melihat Desa Wisata Bahoi bisa berkolaborasi dengan berbagai pihak termasuk Adira Finance,  menggemakan Festival Kreatif Lokal dengan tema spesifik, seperti festival parade Orkes Gitar Mama, Masamper atau malah Festival Kuliner Bahoi.

Romantika senja Pantai Desa Bahoi | @kaekaha

Setelah puas menjelajah daratan Bahoi, bagi penikmat wisata bawah air  bisa melanjutkan petualangan di perairan Bahoi yang juga tidak kalah mempesona. Di sini pengunjung bisa berkeliling hutan bakau dari sisi laut, termasuk memancing ikan dan melakukan aktifitas olahraga air lainnya seperti  snorkeling, diving dan lainnya dengan peralatan lengkap yang sudah disediakan sepaket dengan perahu oleh pengelola.

Masih banyak yang belum mengetahui, kalau perairan Bahoi yang jernih dan cenderung berarus tenang merupakan jalur reguler migrasi dari kawanan dugong atau ikan duyung (Dugong dugon).

Begitu juga dengan cantiknya surga wisata bawah air seluas sekitar dua hektare di seputaran  Daerah Perlindungan Laut (DPL), sebuah area konservasi terumbu karang super cantik  yang diinisiasi masyarakat dengan bimbingan serta supervisi dari pemerintah serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang konon masih perawan lho!.

Tapi, meskipun boleh di kunjungi, taman terumbu karang ini sangat dilindungi dan dijaga secara ketat oleh masyarakat dengan ketetapan pengelolaan, termasuk rincian berbagai sanksi  bila ada pelanggaran baik oleh wisatawan atau masyarakat setempat, diatur secara tegas dalam sebuah Peraturan Desa (Per Des) Daerah Perlindungan Laut (DPL). Keren kan?

Yuk, ambil pelajaran yang baik dan berguna dari Bahoi...

Semoga bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!


Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 11 Nopember 2022  jam  23:21 WIB (klik disini untuk membaca) dan terpilih menjadi pemenang favorit  dalam lomba blog ADIRA Finance -Kompasiana dengan tema "Nyalakan Gen Kreatif Masyarakat, Bangkitkan Perekonomian Indonesia Melalui Desa Wisata" . Alhamdulillah...

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar