Cottage Berbentuk Rumah-rumah Kayu Tradisional di Kampung Karuhun | @kaekaha
Sinar sang surya mulai memudar terangnya ketika mobil SUV yang membawa rombongan kami mulai merayapi jalan perkampungan di kawasan Sumedang Selatan yang semakin menyempit dan kiri-kanannya lebih didominasi oleh tegakan pohon-pohon lumayan besar dan rapat yang mejadikan lingkungan sekitar terlihat lebih gelap selayaknya di tepian hutan dari pada perkampungan penduduk.
Tentu saja, kami berlima yang memang datang dari luar Pulau Jawa plus sepasang driver dan nara hubung kami yang ternyata juga "orang asing" yang tentu saja tidak familiar dengan kawasan di Selatan Sumedang ini, mulai gelisah dan celingukan ke kanan dan ke kiri, hingga sesekali harus bertanya sama warlok alias warga lokal yang sesekali terlihat melintas di jalanan yang sunyi.
Maklum, perjalanan sejak pagi dari titik kumpul di Bandara Soekarno Hatta kok sepertinya nggak nyampe-nyampe ya? Semakin lama malah menguras stamina dan logika, terlebih lagi setelah petunjuk map alias peta dari Mbah Gugel yang menjadi andalan kami sejak awal keberangkatan entah kenapa jadi sering error.
Apalagi, konon di hutan-hutan seputaran Summedang masih sering ditemukan macan kumbang yang berkeliaran dan sering juga diantaranya menyerang ternak warga. Waduuuuuh!
Bagian Depan Lansekap Kampung Karuhun di Sumedang Selatan dengan Latar Hutan Hujan Tropis yang Menyegarkan dan Selalu tampak Misterius | @kaekaha |
Suasana scary semakin menguat ketika rintik hujan dan kabut tipis perlahan turun di ambang senja yang semakin temaram itu. Bersyukurnya, ditengah-tengah kegalauan kami saat itu, tiba-tiba dari arah tikungan yang menanjak di depan kami muncul truk molen "bongsor" pengangkut adukan semen cor yang sepertinya baru saja selesai mengantar sekaligus membongkar muatan adukan semennya di kawasan atas yang menurut info awal memang ada beberapa destinasi wisata, termasuk kebun teh.
Itu artinya kita tidak salah jalan! Berarti ini memang jalanan aktif untuk menuju destinasi wisata Kampung Karuhun yang akan menjadi "rumah" sekaligus ruang pingit bagi kami, sekitar 20-an peserta event literasi kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Sumedang dengan penerbit Bitread dari Kota Bandung dalam rangka penulisan buku (profil) pariwisata Sumedang.
Baca Juga Yuk! Tetirah, Menepikan Diri di Antara Pesona "Sumedang Grote Moskee"
Betul juga dugaan kami, ternyata tidak jauh dari tikungan menanjak itulah Kampung Karuhun, destinasi wisata unik dengan konsep eco green park yang memadukan keindahan alam, edukasi, dan budaya itu berada yang ditandai dengan sebuah bangunan beraksen bebatuan alam sederhana dengan papan identitas bertuliskan Kampung Karuhun di tengahnya.
Cantiknya Lansekap Kampung Karuhun di Sumedang Selatan dengan Latar Hutan Hujan Tropis yang Menyegarkan dan Selalu tampak Misterius | @kaekaha! |
Kesan pertama sih cenderung biasa saja! Hanya sedikit merasa ajaib aja, di tengah-tengah kesunyian dan keheningan di dalam kepungan pepohonan yang tumbuh mengikuti kontur tanah berbukit-bukit, khas diorama hutan hujan tropis yang selalu menyejukkan dan pastinya juga misterius, bisa ada destinasi seperti ini?
Tapi semua berubah 180 derajat setelah secara perlahan rombongan kita mulai memasuki "perkampungan" di tengah hutan di Selatan Sumedang ini. Selain disergap oleh udara yang lumayan dingin, dari pintu masuk kita sudah disuguhi orkestra alam yang begitu ikonik dari samping kanan kami, yaitu gemericik air di antara bebatuan gunung yang menjadi lansekap sungai Cihonje dengan airnya yang jernih.
Baca Juga Yuk! Jalan Sunyi "Panahan Kasumedangan" Menolak Punah
Begitu memasuki komplek "perkampungan" apalagi kalau melihat bagian depan lansekapnya dari Barak Ali, yaitu tempat menginap bergaya barak untuk rombongan besar seperti kami yang posisinya memang paling tinggi diantara kamar-kamar lainnya, bagian depan ini keren banget view-nya. Birunya kolam renang yang bersih serasa kontras dengan lingkungan sekitarnya yang dominan hijau menyegarkan khas ekosistem hutan.
Beberapa hari kedepan, kita akan nge-camp disini untuk berliterasi. Siang hari, kita akan menyebar ke berbagai destinasi budaya dan wisata di segala penjuru Sumedang, sedang malam harinya kita mendiskusikan semua hasil "buruan" dengan stakeholder dan juga para praktisi dalam kelas santai di aula terbuka di tengah udara dingin mbediding, sampai tengah malam. Asyik!
Ramah-tamah Sekaligus Saling Berkenalan di Pembukaan Acara di Mala Pertama | @kaekaha! |
Malam harinya atau malam pertama di Kampung Karuhun, agenda selepas Maghriban kita adalah ramah tamah dan saling kenal antar 25 peserta, pihak penerbit dan juga perwakilan dari Dinas Pariwisata Pemkab Sumedang. Menariknya, karena kita semua memang diwajibkan untuk membawa makanan khas daerah masing-masing, maka semakin serulah cerita pembukaan acara literasi kita di Kampung Karuhun.
Baca Juga Yuk! "Negeri Bedil" Cipacing, Etalase Kreativitas Kelas Dunia di Sudut Kota Tahu Sumedang
Bagaimana tidak, selain menu makan malam nasi liwet Sunda yang disajikan secara lengkap dalam paket nampan, kita juga bisa icip-icip beragam makanan dan minuman, bahkan juga snack dan buah-buahan khas nusantara lainnya seperti Amplang dari Banjarmasin, Bakso Aci, Bipang Jangkar dari Pasuruan, kopi Buhun dan kopi Cap Naga dari Bogor, Sawo Citali, Seblak, Tutug oncom, Ubi Cilembu dan banyak lagi yang lainnya.
Sayangnya, saya lupa asal daerah dan juga nama-namanya! He...he...he...
Paket Nasi Liwet Khas Sunda untuk Makan Malam | @kaekaha! |
Malam-malam di ketinggian Kampung Karuhun, dinginnya, mbediding-nya itu asyik banget lo! Mbediding-nya masih sebelas-duabelas sama kampung halaman ibu saya di kaki Gunung Lawu dan memang membuat tidur malam tambah nyenyak, apalagi setelah seharian, bahkan sampai tengah malam berjibaku dengan literasi yang capeknya ternyata sangat menyenangkan.
Sayangnya, mungkin karena jam biologis badan saya terlanjur terbentuk untuk selalu bangun dan biasanya tidak bisa tidur lagi setelahnya lewat jam 3-an pagi, secapek apapun hingga senyenyak apapun tidur saya di Barak Ali, nikmatnya lelap di Kampung Karuhun ternyata tetap bisa dikontrol kok. Alhamdulillah.
Baca juga Yuk! Senandika Esok Hari, Mengudap "Legitnya Madu" Ubi Cilembu di Kota Buludru, Sumedang
Ternyata, saya tidak sendirian lo bangun pagi-pagi! Bahkan di jam segitu sudah ada teman-teman lain yang sudah dan sedang mengantre untuk mandi, padahal ketika saya coba sentuh air mandi dari kran yang menurut penuturan penjaga, airnya langsung dari sumber air gunung itu ternyata dinginnya seperti es!
Show must go on! Akhirnya saya juga ikutan challenge mandi di pagi buta yang ternyata serasa deja vu dengan rasanya mandi pagi buta di kampung ibu saya. Sayangnya, tubuh saya sudah 2 dekade lebih beradaptasi dengan iklim panas khas dataran rendah Kota Banjarmasin yang nggak ada dingin-dinginnya. Jadi ya, seketika serasa membeku ketika air sedingin es itu menyentuh permukaan kulit. Sepertinya inilah serunya mbediding eh, membeku dalam arti yang sebenarnya. (BDJ9825)
Bersambung...
Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 10 Agustus 2025 06:25 (silakan klik disini untuk membaca)
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar