
Kalimat petuah diatas sebenarnya saya terjemahkan dari petuah Bahasa Banjar Bahari (Petuah Bahasa Banjar Jaman dulu) yang lengkapnya sebagai berikut "Jar Nini, Kalaunya handak manabung, jangan mahadangi ada uang labihan!"
Secara umum terjemahannya kurang lebih sama dengan judul tulisan
diatas.
Intinya kalau mau menabung jangan menunggu ada duit sisa dan
ungkapan paninian (Bhs. Banjar ; Nenek) tersebut secara
tersirat memberi petunjuk agar kita merencanakannya dari awal bukan
menunggu sisa di akhir (periode) dan menurut saya petuah paninian tersebut selaras dengan logika sederhana teori ekonomi makro (tertutup) Keynes Y = C + S dimana Y = Pendapatan (income)seharusnya secara teori ekuivalen dengan C = Konsumsi (consumption)ditambah S = Simpanan (Saving).
Jadi petuah bahari (Bhs. Banjar ; lama/kuno) paninian diatas
masih mempunyai relevansi dengan budaya saat ini, khususnya sebagai
metode dasar bagi logika kita untuk menggerakkan alam sadar kita untuk
peduli pada perencanaan keuangan (menabung) sejak dari awal atau bisa
juga diterjemahkan sejak dari muda, sejak ada uang dan atau sejak masih
produktif.
Memang, logika petuah paninian
dan rumus keynes diatas sebagai dasar dari pola pikir perencanaan
keuangan, relatif sangat sederhana dan menyederhanakan simpul
kompleksitas elemen riil perekonomian (dalam keluarga) saat ini, karena
fakta dilapangan memang tidak sesederhana itu. Banyaknya faktor yang
mempengaruhi pola kehidupan masyarakat urban sekarang ini menuntut
kecerdasan sikap, mental dan perilaku efektif guna mendapatkan pola
perencanaan keuangan yang lebih dinamis, efektif dan efisien. Tapi
setidaknya, seperti yang saya sebutkan diatas, konsep logika petuah paninianyang
selaras dengan teori keynes diatas masih mempunyai relevansi sebagai
dasar pijakan kita masyarakat urban dalam upaya mengelola keuangan.
Sederhananya begini,

Konsep
Pendapatan = Konsumsi + Menabung, merupakan sebuah rumusan untuk
kondisi ideal, karena faktanya masih banyak masyarakat kita yang polanya
Pendapatan = Konsumsi atau tidak bisa menabung. Lantas bagaimana
solusinya agar elemen S (menabung) bisa muncul? Menurut saya, orang
tidak bisa menabung ada 2 (dua) penyebabnya, yaitu
A. Karena memang benar-benar pendapatannya sangat minim atau dibawah/sama dengan kebutuhan konsumsi.
Cara uji sederhana untuk mengetahui perimbangan antara pendapatan (Y), konsumsi (C) dan tabungan (S) bisa dicoba metode atau sistem amplop,
caranya sediakan amplop sebanyak jenis rincian kebutuhan. Beri
identitas amplop sesuai nama jenis kebutuhannya. Setelah itu, bagi yang
berpenghasilan bulanan, bisa langsung membagi penghasilannya sesuai
kebutuhan masing-masing pos/amplop. Hasilnya? Tentu ada tiga kemungkinan
kurang, cukup/pas dan lebih.
B. Karena gaya dan pola hidup tanpa konsep perencanaan keuangan.
Dari kedua penyebab gagal menabung diatas, tentu membutuhkan cara yang berbeda untuk mendapatkan threatment-nya agar bisa move onuntuk menabung. Berikut logika threatment sederhananya,
Untuk kondisi A :
1. Pada keluarga dengan pola pendapatan ini, yang pertama harus dibenahi adalah mindset atau pola pikir tentang konsep menabung. Ikuti petuah paninian
diatas, maksudnya jika kita diposisi ini buang jauh-jauh pola menabung
menunggu ada sisa atau kelebihan uang, karena pasti tidak akan pernah
mungkin terjadi. Jadi pola pikirnya harus dibalik, kita rencanakan semua
dari awal. Kita desain ulang semuanya dengan mengidentifikasikan
prioritas kebutuhan kita. Karena inti keberhasilan kita menabung bukan
berapa jumlah yang kita punya, tapi sejauh mana kita cermat dan
bijaksana dalam mengdentifikasi prioritas kebutuhan kita. Dengan begitu,
berapapun yang kita tabung asal konsisten Insha Allah akan menuntun
kita pada pola kehidupan yang lebih teratur, berimbang dan memberi
manfaat.
2. Bila mindset sudah bisa dikendalikan dan
diajak kompromi, tapi konsep menabung dan tabungan masih belum maksimal
teraplikasi. Bisa jadi penghasilan kita memang pas, atau Y = C. Kalau
ini yang terjadi, berarti kita harus segera melangkah pada threatment berikutnya. Dari skala prioritas yang sudah kita susun tentu kita bisa melihat pos-pos mana yang mungkin tidak telalu urgentsehingga
bisa dikurangi atau justeru di hilangkan. Sehingga alokasi dananya bisa
dialihkan sebagian atau seluruhnya untuk simpanan.
Misalkan :
Diantara pos kebutuhan kita ada pos untuk entertaint seperti jalan-jalan atau berlibur, mungkin karena pos ini kurang urgent bisa dikurangi frekuensinya, sehingga anggaran pos-nya bisa dialihkan untuk tabungan.
3.
Jika strategi pada point 2 diatas tetap tidak bisa memberikan
kontribusi pada elemen S (tabungan) atau ada tapi tidak terlalu
signifikan, berarti harus segera melangkah pada threatment berikutnya, yaitu dengan mencari penghasilan tambahan.
Misalkan :
Di Banjarmasin banyak pencari ikan atau biasa disebut bubuhan paunjunan(Kelompok Pemancing), yang setelah mendapatkan ikan haruan
(ikan gabus/kutuk) berbagai ukuran langsung dijual ke pengepul, mungkin
polanya harus dirubah. Bila hasil melimpah jangan dijual semua,
sebagian di keringkan dan yang masih kecil-kecil bisa dibesarkan dalam
keramba. Bagus lagi, jika ikan haruan yang didapat dijual dalam bentuk olahan jadi atau masak, sehingga memberi nilai/harga yang lebih tinggi.
Untuk kondisi B :
Sebenarnya kurang lebih sama diawalnya, mungkin akan berbeda pada threatment lanjutannya. Berikut deskripsinya
1. Pada tahap awal, mindset
atau pola pikir tentang konsep hidup, khususnya perencanaan keuangan
(menabung) harus di setting ulang. Logika umumnya, sebagai manusia
normal, untuk menjalankan sunatullah sebagai manusia tentu kita
harus berpikir lebih jauh dari langkah kita sekarang. Kita harus menata
dan mempersiapkan masa depan kita dengan perencanaan sebaik mungkin
sebagai bagian dari ikhtiar kita. Selebihnya biar Tuhan yang memberikan
jalan takdirnya.

2. Setelah mindset sudah bisa dikendalikan, coba ikuti petuah paninian diatas dan lanjutkan dengan mengaplikasikan perencanaan keuangan metode amplop
seperti diatas, tapi dengan tujuan berbeda. Kalau contoh diatas
tujuannya untuk memetakan posisi keuangan kita terhadap berbagai
kebutuhan, disini tujuannya lebih kepada mengikuti pola perencanaan di
awal atau secara sengaja memang mengalokasikan dana untuk ditabung dari
awal, bukan menabung karena ada sisa.
Kalau metode amplop
sudah berjalan secara konsisten dan dalam periode tertentu mulai
terlihat ada hasil apalagi hasil yang signifikan, biasanya akan
memberikan kepuasan dan biasanya lagi akan memacu untuk lebih efektif
dan efisien dalam menjalani hidup dan kehidupan. Sampai pada tahap ini,
lebih bagus lagi jika dana tabungan yang ada dikembangkan lagi melalui
berbagai instrument investasi atau bisa juga untuk berwirausaha sesuai
dengan minat, keahlian atau kemampuan yang dimiliki.

Pernak-pernik Perencanaan di Era Modern
Menabung,
dalam bentuk uang, emas atau barang dan bahan pokok sejatinya sudah
menjadi kebiasaan atau budaya masyarakat kita sejak dulu. Salah satu
buktinya adalah adanya petuah dari paniniandiatas. Bukti lebih
konkrit kita bisa melihat keberadaan lumbung padi di desa-desa yang
sampai sekarang masih banyak yang eksis atau juga kotak perhiasan untuk
menyimpan emas bagi para saudagar-saudagar jaman dulu dan mungkin yang
paling sering kita lihat adalah berbagai bentuk celengan yang sejak
kecil tentu sudah akrab dengan kita. Ada yang berbentuk ayam jago,
burung, buah-buahan, bahkan ada juga yang berbentuk rumah-rumahan.
Celengan jaman dulu selain bentuknya yang unik, bahan pembuatnya juga
macam-macam, mulai dari keramik kaolin, tanah liat, seng, plastic sampai
kayu atau bambu. Unik ya….!?

Menabung,
merupakan salah satu aplikasi dari perencanaan keuangan yang paling
umum di terapkan oleh masyarakat. Untuk secara tradisional, biasanya
masyarakat menabung uang dengan memakai media celengan, dibawah kasur,
di dalam bumbung tiang rumah dari bamboo dll. Sedangkan untuk cara yang
lebih modern, lembaga perbankan merupakan institusi yang paling tepat
untuk menabung.
Tapi inilah fakta unik masyaraklat Indonesia!
Meskipun budaya menabung pada dasarnya sudah menjadi bagian dari tradisi
turun temurun, tapi uniknya untuk tabungan yang sifatnya formal di
lembaga perbankan sepertinya masyarakat masih belum begitu antusias.
Terbukti, dari publikasi data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di tahun
2015 dari total hampir 250 juta penduduk Indonesia baru sekitar 60 juta
orang yang menjadi nasabah perbankan. Artinya prosentase penduduk
Indonesia yang mau menabung di lembaga perbankan baru sekitar 25%.
Memang
harus diakui, sejauh ini pemahaman masyarakat terhadap institusi
perbankan masih relatif terbatas. Terutama di daerah pedesaan yang minim
akses, baik edukasi (pendidikan), transportasi, teknologi maupun
komunikasi. Masyarakat masih banyak yang belum memahami tentang konsep
legalitas, teknis perbankan apalagi perkembangan aplikasi teknologi
perbankan yang semakin maju pesat.

Seperti
di daerah saya, sampai sekarang masih ada saja seorang juragan itik
yang tidak percaya dengan keamanan menyimpan uang di bank. Boleh percaya
boleh tidak! Konon menurut keluarganya, uang yang jumlahnya ratusan
juta, bahkan bisa jadi sampai milyaran hanya di taruh dalam lemari
brankas saja, tanpa memperhitungkan resiko keamanannya, seperti bahaya
kebakaran atau perampokan. Sementara di sisi masyarakat yang lain masih
muncul berbagai ironi, bank masih dianggap sebagai “rumah uang”, jadi
keberadaannya dianggap hanya untuk kalangan beruang (baca : mempunyai
uang) saja!
Selain minimnya akses informasi tentang dunia
perbankan, penyebab lain rendahnya minat masyarakat menabubg di bank
ditengarai karena sebagian besar masyarakat pada dasarnya masih belum
memahami konsep menabung ala petuah paniniandiatas. Sebagian besar masyarakat masih menganggap menabung adalah menyimpan uang sisa atau uang labihan dari biaya kebutuhan hidup dalam periode tertentu.
Disinilah,
mungkin tantangan kedepan yang paling nyata bagi perbankan dan berbagai
lembaga yang berkaitan dengan produktifitas dunia keuangan seperti OJK
dan LPS! Sosialisasi dan edukasi berkelanjutan kepada seluruh lapisan
masyarakat di seluruh pelosok Indonesia masih sangat diperlukan.

Inilah fakta ironi yang harus segera dicarikan solusinya. Masyarakat harus tahu,
keberadaan berbagai produk hukum termasuk lembaga yang mengatur dan
menjamin sekaligus mengawasi transaksi perbankan di Indonesia, sehingga
masyarakat akan lebih terbuka dengan akses dunia perbankan, karena aspek
kemanan, legalitas dan kepastian pelaksanaan hak dan kewajiban antara
keduanya lebih terjamin.
Salah satu contoh lembaga yang perlu disosialisaikan kepada masyarakat lebih intensif dan berkesinambungan adalah, keberadaan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan)
sebagai lembaga mandiri yang berdiri berdasar UU No. 24/2004 dengan
tugas utama menjamin simpanan nasabah di bank sekaligus meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan.

Masyarakat harus tahu prinsip kerja LPS,
yaitu menjamin simpanan nasabah pada seluruh bank konvensional dan bank
syariah yang memiliki izin beroperasi di Indonesia, termasuk di
dalamnya bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) maksimal sebesar
Rp. 2 Miliar/nasabah/bank [pokok simpanan + bunga (bank konvensional)
atau bagi hasil (bank syariah)]. Artinya, masyarakat atau nasabah tidak
perlu khawatir uang tabungan akan hilang jika kebetulan bank tempat
menabung sedang bermasalah atau bahkan berhenti beroperasi, karena LPS
akan membayar simpanan tersebut dalam waktu 5 hari setelah simpanan
dinyatakan layak bayar dengan memenuhi tiga persyaratan (3T), yaitu

- Tercatat dalam pembukuan bank.
- Tingkat bunga simpanan tidak melebihi tingkat bunga yang ditetapkan LPS.
- Tidak melakukan tindakan yang merugikan bank, seperti memiliki kredit macet.
Anda sudah tahu?
Mempunyai
akses dengan dunia perbankan di jaman sekarang sepertinya buka sebuah
kewajiban lagi! Tapi sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat. Selain
fungsi utama sebagai lembaga yang akan membantu mengelola perencanaan
keuangan masyarakat, baik sebagai individu maupun organisasi/kelompok
dalam bentuk tabungan dengan berbagai variasi jenis dan model
perencanaan didalamnya, berbagai fitur layanan perbankan seperti jasa
transfer/pengiriman uang, fasilitas kredit dan produk-produk lainnya
sepertinya akan semakin mempermudah proses kerja dan kinerja kita,
termasuk strategi jitu kita untuk merencanakan keuangan dalam menjalani
kehidupan yang penuh dinamika kedepannya. Jadi tunggu apa lagi? Yuk
menabung di Bank terbaik pilihan anda!!