Minggu, 12 Juni 2022

"Guru dan Tuan Guru", Gelar Kehormatan untuk Alim Ulama Panutan ala Urang Banjar


"Abah" Tuan Guru Sekumpul | Karimah IR via NU online 


 "Inilah Indonesia, negeri elok dengan beragam tradisi, budaya dan bauran kehidupan sosial yang tiada duanya di muka bumi!"  

Ungkapan diatas memang bukan isapan jempol semata, karena secara faktual nusantara kita memang benar-benar tempat tumbuh dan berkembangnya beragan etnis berikut entitas budaya yang sangat beragam. Itulah sebabnya para founding father kita, akhirnya merasa perlu menyematkan sesanti alias semboyan Bhinneka Tunggal Ika pada lambang negara kita, sebagai spirit untuk menjaga persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa dan negara Indonesia.

Salah satu bukti keragaman tradisi dan budaya nusantara kita yang sudah barang tentu merupakan bentuk kearifan lokal yang selalu menghadirkan sisi unik, menarik dan pastinya bikin penasaran, datang dari bumi Urang Banjar di Kalimantan Selatan yang terletak di bagian tenggara Pulau Kalimantan atau ada juga yang menyebutnya sebagai Borneo.

Jika anda pernah berjalan-jalan ke Kalimantan Selatan atau setidaknya ke Kota 1000 Sungai alias Kota Banjarmasin, tentu anda akan dengan mudah menemukan satu cirikhas sosiokultur Urang Banjar yang begitu mudah terlihat, meskipun hanya sekilas saja anda melihat atau memandangnya, yaitu sungai dan Islam.

Khusus untuk Islam atau Agama Islam, memang sudah menjadi rahasia umum, kalau Kalimantan Selatan yang menjadi wadah-nya (tempat tinggal) Urang Banjar merupakan salah satu kawasan di nusantara yang sejak lama dikenal mempunyai ikatan sejarah dan budaya yang begitu kuat dengan ajaran Islam, hingga  diantara keduanya saling berpilin dan berkelindan satu sama lain.

Jika dulu sejarah mencatat, sosok Syekh Muhammad Arsyad Albanjari atau Datu Kalampaian (1710–1812), mufti Kesultanan Banjar pernah berjasa "mencerahkan" umat Islam nusantara dengan karya-karya kitab fikih-nya, bahkan sampai ke Filipina, Malaysia, Thailand dan negeri tetangga lainnya, maka sekarang ribuan masjid dan langgar/mushalla yang berdiri di berbagai sudut kota, setidaknya bisa membantu menjelaskan bagaimana hubungan Urang Banjar dengan Islam.

    ... dan yang paling aktual, sampai detik ini daftar tunggu haji di Kalimantan Selatan masih menjadi yang terlama di Indonesia, yaitu sekitar 40 tahun. Naaaah, kenapa coba bisa lama begitu?

Guru Danau atau KH. Asmuni dari Danau Panggang, Hulu Sungai Utara | IG Infoladuni

 
"Guru dan  Tuan Guru" Panutan

Semua pasti mafhum, Agama Islam memang menjadi keyakinan mayoritas masyarakat nusantara, tapi sepertinya masih banyak diantara kita yang belum menyadari, jika akulturasi tradisi dan budaya Islam sebagai bagian dari ajaran Islam itu sendiri dengan berbagai budaya nusantara, seperti yang terjadi di lingkungan Urang Banjar, juga menurunkan beragam budaya baru yang turut memperkaya keragaman budaya nusantara. 

Salah satunya adalah sebutan "Guru" dan gelar "Tuan Guru" di lingkungan Urang Banjar. Jika dalam bahasa Indonesia (KBBI), kosa kata guru dimaknai sebagai orang yang pekerjaanya atau mata pencahariannya mengajar, maka kosakata guru dalam pemahaman urang banjar (dalam bahasa Banjar) mempunyai dua makna.

Makna pertama sama persis dengan makna umum dalam bahasa Indonesia, sedangkan makna kedua merupakan gelar kehormatan sekaligus sebagai bentuk pengakuan masyarakat Banjar kepada seseorang yang mempunyai ilmu agama Islam, sehingga karena keilmuannya, orang tersebut biasanya secara otomatis juga menjadi panutan masyarakat.

Uniknya, makna panutan yang melekat kepada sosok  guru dan atau tuan guru disini, dalam perjalanannya tidak sekedar panutan dalam konteks ilmu keagamaan saja (melalui tarbiyah, dakwah ataupun ceramah-ceramah beliau terkait akidah, keimanan dan keislaman), tapi juga panutan masyarakat dalam arti yang lebih luas dan umum. Biasanya, si tuan guru  juga ditokohkan atau dituakan dilingkungan tempat tinggalnya.

Foto Poster Beberapa Tuan Guru dari Kalimantan Selatan | Pinterest/Aqiel Abdurrani

 

Mungkin, gelar guru dan atau tuan guru di lingkungan masyarakat Banjar ini setara atau relevan dengan gelar kiai yang tersemat pada para alim ulama di Pulau Jawa.

    Pada dasarnya, secara tradisional, Urang Banjar memang tidak mengenal istilah kiai, ustad, assatid dan istilah-istilah lain yang merujuk kepada seorang yang mempunyai ilmu atau keilmuan dalam agama Islam yang sebenarnya lazim dipakai umat Islam di bagian lain nusantara. Jadi jangan kaget, kalau istilah "kiai" atau "kiai haji" sekalipun tidak begitu populer di lingkungan Urang Banjar.  


Memang sih, seiring dengan semakin massive dan beragamnya media syiar Islam, istilah-istilah seperti kiai, kiai haji, ustad, assatid dan lainnya, belakangan mulai muncul di lingkungan masyarakat Banjar dan perlahan-lahan mulai di pakai oleh sebagaian kalangan. Tapi sejauh ini, tetap saja belum bisa menggeser pamor dari gelar lokal guru dan atau tuan guru yang aslinya berasal dari bahasa Sansekerta dan telah diadopsi sejak berabad-abad silam.

Secara umum, sebutan guru biasanya dipakai ketika menyebut para alim ulama dalam obrolan tidak resmi. Umumnya, dalam penyebutannya kata guru akan diikuti dengan penyebutan nama sebutan atau nama panggilan, bahkan bisa juga asal daerah kediaman si tuan guru. Naaaah unik bukan?

Sedangkan penyebutan gelar Tuan Guru secara lengkap, umum dipakai dalam acara formal dan biasanya selalu diikuti dengan nama lengkap tuan guru yang disebut.

Misalkan, jika anda menyebut nama Kiai Haji Zaini Abdul Ghani (Alm.), sepertinya tidak semua Urang Banjar yang mendengarnya langsung menyadari siapa sosok yang menjadi topik pembicaraan. 

Gambar/Foto Tuan Guru Zaini Abdul Ghani di Dinding Sebuah Warung Bakso di Banjarmasin | @kaekaha

 Tentu ini akan berbeda 180 derajat, jika dalam pembicaraan anda menyebut Tuan Guru Zaini Abdul Ghani atau lebih familiar lagi dengan sebutan Guru Izai atau Guru Sekumpul  nama populer beliau di berbagai kelas masyarakat Banjar. Nama Sekumpul di belakang gelar guru, didasarkan pada nama kampung beliau tinggal yaitu di kawasan Sekumpul, Martapura.

Sekedar informasi, Tuan Guru Zaini Abdul Ghani (alm) adalah ulama kondang dan berpengaruh di Kalimantan Selatan yang semasa beliau hidup, kajian atau ceramahnya selalu dibanjiri jamaah dari segala penjuru kota di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, bahkan juga dari luar pulau, hingga masyarakat di seputar kawasan Sekumpul sampai radius berkilo-kilo meter semuanya membuka pintu selebar-lebarnya untuk memberikan akomodasi gratis kepada para musafir yang datang.

Jika anda pernah singgah untuk  makan di warung atau rumah makan apa saja di Kalimantan Selatan, atau dimana saja asal yang berjualan Urang Banjar, maka kemungkinkan besar anda akan menemukan foto, gambar atau poster Tuan Guru Zaini Abdul Ghani terpajang di bagian dalam warung.

Biasanya gambar beliau dipasang di dinding sekitar kasir atau dinding bagian belakang yang menghadap langsung ke arah pintu masuk warung. Inilah salah satu cara Urang Banjar mengekspresikan cinta dan hormatnya kepada sosok Tuan Guru Panutan.

Semoga Bermanfaat!

"Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadan 1443 H"
Salam dari Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN1

Ini artikel ke-2 dari total 12 artikel khusus Ramadan 2022 yang terpilih menjadi pemenang utama event Samber THR 2022 di Kompasiana dengan hadiah uang tunai sebesar 3 juta rupiah dan artikel ini tayang di Kompasiana pada 08 April 2022  jam  23: WIB (klik disini untuk membaca)

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar