Serendipitas Semangkuk Tahu Campur : Ketika Rasa, Tradisi, dan Gizi Bersua Tanpa Janji" | @kaekaha!
Pernah mencari tahu bagaimana awal mula sebuah rasa dan citarasa bisa terpatri menjadi selera dari lidah kita hingga menjadikan olahan-olahan makanan yang identik, semisal makanan berkuah kaldu bercitarasa umami alias gurih sebagai kesukaan kita?
Selera Kita dari Lidah Ibu!
Menurut ibu saya, awal semua rasa, dimulai dari suapan pertama, gigitan pertama, kunyahan pertama, sampai jadi makanan yang disuka datangnya dari lidah ibu! Karena dari dulu, selera kita itu muncul dari apa yang disuapkan ibu yang sudah pasti jiga makanan kesukaan beliau. Begini penjelasannya!
Proses terbentuknya selera (khususnya masakan), prosesnya diawali dari suapan pertama dan secara beruturut-turut diikuti dengan gigitan pertama, kunyahan pertama, sampai taste atau citarasa olahan ibu yang referensi komposisinya pasti berdasar pada standar "lidah" beliau yang secara kontinyu atau repetitif menjadi menu asupan kita begitu melekat dalam otak, hingga akhirnya menjadi selera kita dan melahirkan ungkapan masakan ibu paling enak sedunia!
Diskripsi diatas menjadi salah satu bukti riil yang paling mudah dipahami sekaligus dibuktikan oleh siapa saja, terkait "cara kerja" transfer ilmu dan pengetahuan, termasuk peran penting, serta strategisnya posisi seorang ibu dalam proses pembentukan referensi dasar kehidupan putra-putrinya, sehingga banyak kalangan yang menyebut ibu sebagai sekolah pertama bagi mereka.
Karena itu, ibu-ibu harus cermat dan tidak boleh salah dalam memilihkan "blue chip" selera asal terbaik bagi putra-putri tercintanya, karena itu akan menentukan banyak hal dalam perjalanan hidup generasi penerus kita, tidak hanya soal selera makanan saja ternyata, tapi juga gaya hidup yang sangat-sangat mungkin ikut menentukan kelestarian dan keberlangsungan alam dan lingkungan di sekitarnya!
| Sepiring Tahu Campur | @kaekaha! |
Namanya Tahu Campur
Menyebut nama tahu campur, kuliner khas dari Lamongan, Jawa Timur itu, bagi saya dan trah Karso Pawiro, kakek buyut saya almarhum dari jalur ibu, bukanlah sekedar kuliner berkuah kaldu "tetelan" sapi dengan ubarampe superlengkap dan full gizi semata, tapi juga memori kolektif yang menyimpan begitu banyak cerita di dalam gudang ingatan dari generasi ke generasi.
Harap maklum, salah satu kuliner berkuah kaldu kesukaan saya dan juga keluarga besar kami ini selalu menjadi maskot di setiap acara kumpul-kumpul keluarga seperti yang pernah saya spill dalam artikel bertema lebaran yang berjudul Ketika Tahu Campur Buatan Ibu Tak Pernah Gagal Memanggilku Pulang. Apalagi kalau tahu campurnya, ibu saya sendiri yang mengolahnya. Duuuuh nggak bakalan ada lawan mase...He...he...he..!
Tahu campur olahan ibu yang selalu hadir dengan penuh cinta tidak hanya dibuat dari bahan-bahan yang masih segar saja, tapi juga yang terbaik di kelasnya! Sedangkan divisi bumbu-bumbunya juga selalu hadir lengkap alias full team, tidak boleh ada satupun rempah-rempah yang terlewat dalam list yang semuanya konon diwarisi secara utuh dari ibunya ibu alias Mbah Uti saya.
Menariknya, berawal dari tradisi (kebiasaan keluarga) memasak dengan bahan-bahan yang masih segar itu, ibu juga memberi contoh sekaligus mengajari kami untuk membiasakan diri menanam sebanyak dan seberagam mungkin tanaman pangan, mulai umbi-umbian, empon-empon, rempah-rempah, sayuran, buah-buahan dan lain-lainnya di pekarangan.
Tidak heran jika, orkestrasi ala dapur yang dipimpin ibu setiap kali memasak tahu campur akan selalu menawan siapa saja yang terlanjur mencium wanginya kuah full rempah yang akan menguar dan menyebar mengikuti arah angin yang bertiup. Kalau sudah begitu, biasanya tidak ada yang sanggup lagi menolak panggilan pulang kuliner yang lahir bukan dari resep yang direncanakan, melainkan dari keajaiban serendipitas yang tak pernah terpikirkan sebelumnya ini.
Biasanya, kalau tahu campur sudah siap, kami akan duduk melingkar di atas tikar pandan yang dibeber di tengah ruangan terluas dalam rumah, sambil ngobrol ngalor ngidul dengan sanak saudara atau siapa saja yang ada di kiri kanan kita.
Setelah semua lengkap, biasanya Mbah kung atau bapak akan memulai dengan memimpin doa dan setelahnya, bulik dan kakak-kakak perempuan kami akan meracik dan sekaligus menyajikannya satu per-satu kepada kami yang sudah duduk paling manis menanti giliran dapat sepiring tahu campur sedap. Sungguh kebersamaan yang tak kan mungkin terlupakan kawan!
| Serendipitas Sepiring Tahu Campur : Ketika Tradisi, Gizi dan Aroma, Bersua dalam Rasa | @kaekaha |
Serendipitas Tahu Campur
Selain citarasanya yang memang juara! Ada satu lagi yang membuat "saudara kandung" Soto Lamongan ini menjadi cukup istimewa bagi saya, secara pribadi, yaitu kisah asal usulnya yang konon berawal dari sebuah kebetulan, ketidaksengajaan atau istilah kerennya banyak yang menyebutnya sebagai serendipiti.
Mengenai detail kisah uniknya bolehlah dibaca pada artikel saya yang berjudul "Kisah Serendipiti di Balik Kelezatan Sepiring Tahu Campur". Silakan klik saja pada judul sekaligus link-nya dan nikmati informasi menarik dan bernasnya. Selamat membaca!
Tahu campur bukanlah sajian yang dirancang secara akademis atau dicatat rapi dalam buku resep. Ia lahir dari momentum-momentum kecil para penjual Soto Lamongan yang berani mencoba hal baru, menggabungkan bahan-bahan yang "seharusnya" tak bertemu dalam satu piring, namun ternyata saling mengisi.
Di sanalah serendipitas terjadi, penemuan yang muncul dari ketidaksengajaan, namun bernilai luar biasa. Konon, seorang penjual Soto Lamongan yang lapar selepas jualan, berusaha berkreasi dari sisa dagangan berupa kuah soto yang ditambahkannya tetelan daging sapi dan juga petis udang yang diaduk dalam piring.
Setelahanya, bahan-bahan sisa dari dapur seperti mie kuning, lentho, kecambah, tahu goreng dan juga bahan paling aneh, yaitu daun slada segar dimasukkan dalam piring juga. Sesuap demi suap, olahan kuliner baru itu dinikmati si bapak dengan perlahan bersama kerupuk udang dan hasilnya! Sambil tersenyum manis tanda nikmat, lahirlah kuliner ikonik yang kelak kita kenal sebagai tahu campur.
| Sate Kikil dan Sate Kerang Teman Terbaik Santap Tahu Campur | @kaekaha! |
Superfood dari Dapur Lamongan
Kalau diperhatikan lebih detail, isian dari Tahu Campur khas Lamongan ini cukup ramai dan komplit ya! Bagaimana tidak, selain jenisnya yang begitu banyak dan datang dari karakter yang berbeda, kandungan gizi dan manfaat lainnya dalam baha-bahan penyusunnya juga tidak kalah lengkap. Bahkan karenanya, banyak yang menyebut kuliner tahu campur ini selayaknya "kolektor superfood" lokal nusantara yang paling lengkap. Sebut saja,
Daging sapi sebagai sumber protein dan zat besi.
Tahu sebagai protein nabati yang ramah pencernaan.
Sayuran segar yang membawa vitamin dan serat.
Mie kuning dan lontong sebagai karbohidrat pengisi energi.
Bumbu petis yang kaya mineral dari hasil laut.
Kuah kaldu sapi yang gurih alami tanpa perlu tambahan rasa berlebihan.
Keren kan, konsep superfood khas Indonesia yang sejak dulu diam-diam selalu punya versinya sendiri, lahir dari serendipitas dalam piring-piring kecil di dapur dan kedai-kedai sederhana pinggir jalan yang memperlihatkan bahwa pangan sehat sesungguhnya tak harus mahal, tak harus langka, dan tak harus diimpor. Karena bisa saja ditemukan dari hasil bumi di sekitar rumah dan diracik oleh tangan-tangan berintuisi kuliner yang sudah berakar puluhan tahun.
Tahu Campur, Pemersatu Keluarga di Meja Makan
Ada sesuatu yang magis dari makanan yang "bercampur" ala tahu campur ini. Keragamannya yang tetap bisa menyatu dengan kuah yang meresap ke segala sisi sehingga selalu memanjakan sejak suapan pertama, membuat siapa pun merasa diterima dan pulang, bahkan sejak mencium jejak aromanya yang menggoda.
Wajar karenanya, sebagai salah satu kuliner dengan jejak tradisi yang sangat kuat, menjadikan tidak sedikit keluarga di Jawa Timur dan tentu saja di Lamongan (berikut perantauan-perantauan di kota besar lainnya) menjadikan tahu campur sebagai simbol kebersamaan. Momen-momen seperti Lebaran, libur semester, atau sekadar berakhir pekan, sering menjadi alasan bagi anak cucu dan orang-orang tercinta untuk pulang dan berkumpul di meja makan untuk sekedar menikmati menu tombo kangen, tahu campur.
Bagi perantau, sepiring tahu campur bisa mengembalikan spirit sekaligus perasaan menjadi "anak ibu". Rasa petisnya yang khas membawa ingatan pada suara ibu saat memanggil makan. Sayur sladanya yang segar dan tahunya yang lembut mengingatkan pada kebersaaan di meja keluarga dan tetelan urat daging plus kaldu sapi hangatnya seperti merangkul kerinduan setelah perjalanan panjang. Lengkap bukan?
| Kerupuk dalam Blek, Teman Bersantap Tahu Campur | @kaekaha! |
Merawat Tradisi Berkreatifitas dan Pangan Lokal
Dari Serendipitas sepiring tahu campur kita belajar! Kreativitas tanpa batas memang buka sekedar "mimpi di siang bolong semata, tapi mimpi yang diwujudkan menjadi nyata dengan tekad, kesungguhan serta usaha pantang menyerah dan satu lagi, kuliner enak dan legendaris ternyata tak selalu lahir dari perhitungan dan aksi yang rumit dari tukang-tukang masak prosfesional saja!
Tapi bisa saja lahir dari orang-orang "profesional" sejati alias orang yang setia dengan profesinya dan keberanian sederhana untuk mencoba, mencoba dan mencoba, salah satunya mencampur yang ada di depan mata dengan perhitungan komposisi berdasar intuisi kuliner yang sudah berakar puluhan tahun.
Seperti seni kolase yang menyatukan serpihan-serpihan menjadi karya penuh makna, tahu campur membuktikan bahwa makanan memang bukan sekadar pengisi perut semata, tapi bagian dari identitas dan budaya. Inilah pelajaran berharga darinya!
Eksplorasi itu esensial.
Dari keberanian mencoba bahan-bahan sederhana, lahirlah kuliner daerah legendaris.Pangan lokal bisa sangat bernilai.
Bahan-bahan sehari-hari bisa menjadi makanan sehat dan lengkap nutrisi.Kuliner punya kekuatan memanggil pulang.
Dari aroma kuah yang mengepul, sebuah keluarga bisa kembali berkumpul.
Akhirnya...
Di balik kuahnya yang menggoda dan petisnya yang eksotis, tahu campur menyimpan nilai jauh lebih besar tentang kreativitas, kehangatan keluarga, dan kecintaan pada bahan pangan sekitar. Serendipitas menjadikan tahu campur lebih dari sekadar hidangan, dia pengingat bahwa hal-hal luar biasa bisa lahir dari hal-hal sederhana di dapur kita.
Mungkin, dari sepiring tahu campur yang Anda nikmati nanti, Anda akan merasakan bukan hanya kelezatan, tetapi juga sebuah cerita panjang tentang rumah, tentang perjalanan hidup, dan tentang tradisi yang tak pernah lelah memanggil pulang.
Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

Daftar Artikel Terbaik (Dok. Kompasiana)

| Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN |

Tidak ada komentar:
Posting Komentar