Jumat, 23 Februari 2024

Mamair, Teknik Legendaris Memancing Ikan Gabus ala Urang Banjar

Mamair, Mancing Ikan Gabus | YouTube/AIT FISHING

Persentuhan yang begitu lama antara Urang Banjar dengan alam dan lingkungannya yang lebih dari separuh merupakan kawasan perairan darat, telah membentuk sebuah karakter budaya perairan darat yang identik dan sarat dengan kekhasan yang unik dan spesifik ala bumi Banjar yang lebih di kenal luas sebagai budaya sungai.

Sistem budaya sungai dan tentunya juga rawa ala Urang Banjar ini sudah pasti mempunyai originalitas sebagai pembeda dengan budaya sejenis atau yang mirip-mirip di daerah lain.

Baca Juga Yuk! Ramania, Buah Hutan yang Rasa Asamnya Menyegarkan!

Jika dalam artikel "Icip-icip Sedapnya Oseng Parutan Iwak Haruan" di situ saya menunjukkan "originalitas" budaya sungai khas Urang Banjar yang relatif sulit ditemukan di daerah lain dari sisi budaya kuliner-nya, maka sekarang kita akan membedah bentuk-bentuk keoriginalitasan budaya sungai lainnya yang ada dalam tradisi keseharian Urang Banjar.

Salah satunya adalah cara dalam tradisi dan budaya mencari ikan ala Urang Banjar yang ternyata sangat banyak ragam dan jenisnya. Kerennya, masing-masing ternyata juga menyimpan keunikan dan kesahajaan kearifan lokalnya sendiri-sendiri.

Diantara sekian banyak cara Urang Banjar mencari ikan, maunjun alias memancing, merupakan cara tradisional menangkap ikan yang paling sering dipakai dan banyak ragam jenisnya.

Karena besarnya potensi perikanan, khususnya ikan gabus alias ikan haruan yang memang menjadi primadona dalam tradisi kuliner khas Urang Banjar.

Baca Juga Yuk! "Jenis Kelamin Pekerjaan", di Antara Ketulusan yang Sering Terabaikan

Mencari ikan di perairan darat ala Urang Banjar ini dalam perjalanannya tidak hanya sekedar menjadi hobi semata, tapi telah banyak yang menjadikannya sebagai profesi alias sumber penghasilan utama, bahkan sampai mengantarkan putra-putrinya ke jenjang pendidikan tinggi. Keren ga sih!?

Salah satunya yang unik dan legend adalah "mamair", yaitu teknik casting tradisional ala Urang Banjar khusus untuk memancing ikan Gabus yang berhabitat di rawa, pinggir sungai, persawahan atau tepian danau yang banyak ditumbuhi tanaman air.

Keunikan mamair yang paling mudah dilihat adalah joran alias tongkat berbahan bambu khusus dari hulu sungai yang dipakai untuk memancing yang ukurannya sangat panjang, antara 6 sampai 9 meter.

Kok pakai bambu? Bukannya banyak jorang pancing modern yang lebih ringan tapi kuat!?

Inilah uniknya mamair! Biasanya para pamair memang lebih suka menggunakan joran tradisional dari bambu daripada menggunakan joran pabrikan.

Bukan sekedar karena tidak biasa, tapi selain lebih dekat kepada alam, konon joran bambu jauh lebih hoki alias ngrejekeni dan tentunya jauh lebih kuat dan liat.

Ini diperlukan untuk menahan sentakan khas haruan yang sangat kuat, sesaat setelah terpancing. Sensasi inilah yang tiada obat yang selalu bikin kangen para pemair.

Diambil dari kata dasar pair yang berarti seret, dalam bahasa Banjar istilah mamair dimaknai sebagai menyeret.

Ini identik dengan teknik mamair yang memainkan umpan berupa anakan kodok dengan cara menyeretnya di permukaan air, seolah-olah sedang bergerak-gerak hingga menggoda ikan haruan yang sangat posesif terhadap teritorial dan juga keluarganya hingga tergerak untuk menyambarnya.

Baca Juga Yuk! Film Jendela Seribu Sungai, "Drama" Laskar Pelangi Versi Kota 1000 Sungai

Adanya upaya "menggoda" inilah yang menjadikan di beberapa tempat lain di Kalimantan Selatan, terutama di kawasan pegunungan menyebut teknik mamair ini sebagai mangacar, yang dalam bahasa Indonesia bisa dimaknai "menggoda dengan iming-iming".

Dengan joran yang super panjang, biasanya rumus paling umum untuk menentukan ukuran panjang tali senar atau di Banjar disebut sebagai kanur atau kenur adalah dengan menguranginya 1 meter atau bisa juga disesuaikan dengan ukuran nyamannya pemain, meskipun banyak juga pemair yang merasa lebih nyaman dengan kenur yang sepanjang joran bahkan lebih.


Umpan untuk mamair haruan secara tradisional, aslinya adalah anakan kodok. Tapi sekarang sudah banyak yang menggunakan umpan-umpan sintetis buatan pabrik yang secara fisik sangat mirip dengan anak kodok asli dan harganya jauh lebih murah.

Bagi para pemair berpengalaman, biasanya akan lebih memilih menggunakan mata kail buatan lokal dari pada buatan pabrik, selain dibuat oleh para pemancing sendiri yang paham betul dengan kebiasaan ikan haruan.

Oya, besar dan kecilnya mata kail yang dipakai akan sangat mempengaruhi target ikan yang akan di pair.

Sepertinya memang hanya keliatan joran-joran bambu super panjang khas pemair dari bumi Banjar yang bisa menahan sekaligus mengangkat ikan-ikan haruan dengan berat minimal 2,5 ons.

Uniknya lagi, teknik mamair ini memerlukan ketenangan dan juga kelembutan.

Melemparkan umpan kearah target harus tenang, pelan dan lembut, jangan terlalu menimbulkan riak dan kecipak di permukaan air yang justeru akan membuat ikan lari menjauh.

Sebisa mungkin menyeret umpannya senatural mungkin, semirip mungkin dengan cara anak kodok berenang di permukaan air.

Semoga Bermanfaat! 

Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | @kaekaha



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar