Minggu, 10 November 2019

Balada Cinta Bertumbuh dalam Kelindan Gengsi dan Tanggung Jawab Seberkas Centang Biru


Selamat Ulang Tahun ke-11, Kompasiana (kompasiana)

Tepat tanggal 22 Oktober 2019 yang lalu, Kompasiana berulang tahun yang ke-11 (sebelas) tahun. Menurut artikel berjudul "Melacak Mengapa Ulang Tahun Kompasiana 22 Oktober?" tulisan kompasianer Dwiki Setiawan yang diposting di Kompasiana pada tanggal 23 Nopenber 2010,  penetapan tanggal bersejarah itu sepertinya didasarkan pada dua hal, yaitu platform Kompasiana yang pada hari itu, Rabu 22 Oktober 2008 memasuki versi betha dan  Kompasiana wajah baru ini resmi dicantolkan ke KOMPAS.com dan akan mengisi salah satu navigasi utama situs itu.

Seperti ditakdirkan berjodoh! Saya bergabung dengan Kompasiana juga di bulan Oktober, tepatnya tanggal 30 Oktober atau beda 8 (delapan) hari setelah ulang tahun Kompasiana, tapi 5 (lima) tahun setelah Kompasiana berdiri, yaitu tahun 2013. Artinya, kalau Kompasiana ulang tahun dan umurnya bertambah setahun begitu pula usia saya sebagai kompasianer! Berbanding lurus dengan usia Kompasiana berbading selisih 5 (lima) tahun. Jika Usia Kompasiana sekarang  11 (sebelas) tahun, maka usia saya sebagai Kompasianer baru 6 (enam) tahun.

akun Kompasiana saya (kompasiana)


Menurut saya, Usia 11 (sebelas) tahun yang dicapai Kompasiana, menjadi bukti sahih keberhasilan manajemen Kompasiana dengan sesanti keren #BeyondBlogging-nya untuk bermain cantik sekaligus lugas dan cerdas di segmen platform blog keroyokan yang hiruk pikuknya selama 1 (satu) dekade terakhir begitu riuh dengan persaingan inovasi dan benefit yang dikemas dengan cirikhas dan keunikan masing-masing platform brand.

Sedangkan usia 6 (enam) tahun saya sebagai Kompasianer, jelas banyak memberi saya cacatan...eh, catatan maksudnya!

Kalau memperhatikan sekian ribu wajah kompasianer yang sampai detik ini tetap aktif dan eksis berkontribusi menulis setiap hari di Kompasiana, sepertinya relatif sedikit yang "usianya" sebagai kompasianer diatas lima apalagi enam tahun. Ini bagus! Artinya, regenerasi alamiah kompasianer berjalan dengan baik.

Sedangkan saya sendiri, sebagai salah satu kompasianer yang relatif tergolong "tua" atau setidaknya termasuk estewe alias setengah tua-lah ya, mungkin bisa dianggap sebagai anomalis. Gara-gara munculnya konsep "cinta bertumbuh" kepada Kompasiana yang secara bertahap dan perlahan-lahan merasuk hingga lama-kelamaan berurat dan berakar dalam hati dan pikiran saya menjadikan kompasiana itu layaknya candu. Yah... candu yang membuat saya semakin sulit untuk melupakan apalagi meninggalkan Kompasiana.

logo kompasiana (kompasiana)

Kok bisa sih awet nulis di Kompasiana!? Emang dapat apa? Emang ada apanya sih Kompasiana?   
Jauh sebelum memulai menulis di Kompasiana, bahkan juga di blog pribadi, saya sudah lebih dulu menulis di berbagai media cetak baik lokal maupun nasional. Dari pengalaman nulis di berbagai media ini, selain mendapatkan apresiasi berupa fulus dan juga kiriman media cetak yang memuat tulisan saya, saya juga mendapatkan ilmu, pengalaman dan kepuasan batin tak terhingga sabagai penulis. 

Ketika dunia blogging mulai beranjak populer, saya juga ikut "bermain" blog dengan menuangkan semua ide, gagasan, keinginan, harapan bahkan curhatan dan juga keluh kesah saya dalam blog pribadi saya, tapi sampai dititik ini masih belum terpikirkan untuk menjadikan blog sebagai "sawah ladang" tempat mencari rejeki. 

Blog Pertamaku


Sayang, karena minimnya konsistensi dan kurang fokus,  menyebabkan lambatnya proses membangun blog untuk mendapatkan angka keterbacaan tinggi. Daripada berbagai ide, gagasan dan juga pendapat yang saya tulis dengan perjuangan ekstra tidak pernah dibaca orang, akhirnya saya memilih jalan pintas dengan cara membuat akun di 4 (empat) platform blog keroyokan terbesar dan terkenal di Indonesia sekaligus (dua milik grup televisi swasta nasional, satu milik majalah terkenal dan satunya lagi adalah, Kompasiana).

Sejak saat itu, selain tetap menulis di media cetak saya mulai keranjingan menulis dan mempostingnya di  4 (empat) platform blog keroyokan terbesar dan terkenal di Indonesia tersebut secara bergantian. Dari sinilah awal mulanya benih-benih cinta dan sayangku pada Kompasiana mulai bertumbuh. 

Persentuhan saya dengan 4 (empat) platform blog keroyokan ini secara bersamaan, mau tidak mau, sengaja tidak sengaja, menuntun saya untuk membandingkan/mengkomparasi kekuatan dan kelemahan dari ketiga platform blog keroyokan tersebut.

Akhirnya, karena beberapa sebab, termasuk karena bubarnya salah satu dari 4 (empat) platform blog keroyokan tersebut, juga cara pengoperasian platform blognya yang sangat mudah dan banyaknya lomba menulis blog untuk menguji kemampuan dan kualitas menulis,  saya lebih memilih fokus untuk menulis di Kompasiana. Inilah awal mula cinta dan sayang saya kepada Kompasiana mulai bertumbuh.


Piagam dan plakat juara (dokpri)

Cinta dan sayang itu terus terawat walaupun tidak setiap hari saya sanggup menulis di Kompasiana. Balada cinta bertumbuh saya pada Kompasiana seperti menemukan momentum terbaiknya ketika 2 (dua) tahun berselang, setelah karya tulisan  saya yang berjudul "Membangun Ruang Publik Berbasis (Budaya) Sungai Ala Kota Banjarmasin" secara tidak terduga meraih juara ke-2 (dua) pada lomba blog dengan tema "Hari habitat dunia 2015" yang diselenggarakan oleh Kementerian PUPR dengan hadiah uang tunai 7,5 juta dan jalan-jalan ke Bali. Woooow nggak boleh ngiri ya! 

Momentum cinta bertumbuh itu semakin berurat, ketika jumlah artikel saya berada di angka 142, dimana tanpa saya duga sebelumnya, saat itu akun saya mendapat kepercayaan tertinggi dari admin Kompasiana, baik terkait latar belakang bio saya, track record dan juga kualitasnya, yaitu  anugerah berupa centang biru.

Contreng/Centang Biru Akun Kompasiana (kompasiana)

 Bagi saya, contreng biru disamping kanan nama akun saya tersebut, merupakan salah satu titik balik dari perjalanan panjang saya di dunia tulis menulis. Contreng biru tidak hanya menjadi wujud kepercayaan sekaligus penghargaan tertinggi kompasiana kepada kualitas saya dan karya tulisan saya, tapi juga titik balik untuk sebuah keyakinan bahwa dengan menulis akan mempertemukan kita dengan banyak keajaiban, termasuk semakin berurat dan berakarnya cinta bertumbuh dan rasa sayang saya kepada Kompasiana.
Semakin bertumbuhnya cinta dan sayang saya kepada Kompasiana menemui kulminasinya ketika tahun lalu, saat ulang tahun Kompasiana ke-10 (sepuluh) sebagai penanda 1 (satu) dekade kehadiran Kompasiana, dalam acara Kompasianival nama saya masuk dalam nominasi kompasianer The Best Citizen Jurnalism.

Akankah, di ajang Kompasianival 2019 atau #11Tahun Kompasiana ini, cinta bertumbuh saya kepada Kompasiana bisa menemukan cinta sejatinya? Semoga!

2 komentar:

  1. Padahal blog pertamanya keren banget bro ada musik dayaknya. kenapa gak dilanjutken.

    BalasHapus
  2. Nulis di Kompasiana dapat apa selain dari menang lomba?

    BalasHapus