Jumat, 13 September 2024

Kisah Serendipiti di Balik Kelezatan Sepiring Tahu Campur

Tahu Campur Lamongan Versi Pak Tomo, Madiun  | @kaekaha

Pernah dengar istilah serendipiti sebelumnya?

Kata benda ciptaan penulis Horace Walpole di pertengahan abad ke-18 yang terinspirasi dari dongeng tanah Persia berjudul "Tiga Pangeran Serendip" ini, biasa dimaknai sebagai konsep kebetulan. Lebih konkretnya adalah sebuah penemuan penting, berharga, luar biasa atau hal hebat lainnya yang didapatkan dengan cara atau proses yang tidak disengaja, itulah serendipiti.

Memang ada yang begitu!? Tentu saja ada, bahkan bisa jadi banyak sekali hal-hal penting di sekitar kita yang sifatnya baik, berguna dan bermanfaat, tercipta dari proses yang tidak disengaja alias serendipiti ini.

Sebenarnya, niat hati ingin membuat kue cokelat eh malah gosong! Eiiiits jangan nangis duluuuuuu! Justeru karena gosong itulah, kita sekarang kenal bahkan doyan banget sama yang namanya brownies, ya si gosong itu! Kira-kira seperti itulah yang namanya serendipiti!

Ada lagi!? Ada dooooong! Anda pernah menyantap tahu campur? Itu lho, kuliner berkuah kaldu sapi khas dari Lamongan-Jawa Timur yang dalam penyajiannya ditambahkan kondimen khas berupa petis udang dan beberapa isian yang bikin sajian kuliner ini tampak ramai dan meriah.

Tahu Campur Versi Olahan Cak Di, Banjarmasin | @kaekaha

Petis udang merupakan ruh atau nyawa dari sedapnya racikan tahu campur. Karena itu di kondimen yang satu ini, bisa jadi masing-masing penjual tahu campur mempunyai resepnya sendiri-sendiri. 

Baca Juga :  Nggak Bakalan Ngecap Kalau Sudah Icip-icip Tepo Kecap

Ada yang menambahkan gula merah sedikit saat meraciknya, ada juga yang lain dengan menambahkan bawang goreng dalam ulekan petis di piring ditambahkan bahan-bahan pelengkapnya.

Umumnya ada mie kuning, tahu goreng, lentho, selada segar, kecambah atau tauge, daging sapi atau bisa menggunakan koyor-kikil atau bagian tertelan sapi dan tentunya kerupuk udang yang  citarasanya selalu ngangeni! 

O ya, ada juga sih  sebagian yang menambahkan potongan-potongan kecil lontong dalam seporsi sajiannya. Biar kenyang katanya! He...he...he...

Pedagang Tahu Campur dan Lontong Balap di Banjarmasin | @kaekaha

Kalau anda sudah pernah menikmati tahu campur, anda harus tahu, kalau tahu campur ini merupakan salah satu mahakarya kuliner Nusantara yang tercipta dari hasil serendipiti alias ditemukan secara tidak sengaja!

Naaaah bagi yang belum pernah mencoba tahu campur, sepertinya mulai sekarang harus segera googling deh alamat destinasi warung atau rumah makan yang menjual menu tahu campur di kota masing-masing, lagian sepertinya kuliner yang satu ini sudah menyebar ke seluruh Nusantara kok!

Asal muasal tahu campur tidak bisa lepas dari "saudara tuanya", sesama kuliner dari Lamongan, yaitu soto ayam yang memang lebih dulu mendunia sebagai kuliner khas Kota Lamongan.

Singkat cerita, menurut Siti Rubikah, kepala dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan,  kisah bermula dari seorang pedagang soto yang baru saja pulang berjualan dengan gerobaknya, merasa lapar dan ingin makan. Ternyata di gerobaknya hanya tersisa kuah sotonya saja.

Sate Kikil Teman Makan Tahu Campur, Duuuuuh Sedapnyaaaaa! | @kaekaha

Setelah memeriksa dapur, si bapak pedagang soto ini menemukan petis udang (biasanya masyarakat pesisir utara Jawa Timur memang biasa menyediakan kondimen berbahan dasar udang ini di dapur, seperti halnya kerupuk udang sebagai persediaan), selain itu ada juga daun slada segar, tahu dan mie kuning.

Karena sudah merasakan lapar yang luar biasa, setelah mencampur semua bahan yang ada menjadi satu dalam piring, maka disantaplah "kuliner asal campur" dari bahan-bahan seadanya tersebut. Eh lha kok rasanya enaaaaaak tenan!

Baca Juga :  Andok Sate-Gule "Kongklengan" Citarasa Legendaris Kuliner Mediunan

Namanya juga pedagang makanan, menemukan jenis makanan baru dengan resep seadanya begitu, pastilah yang terbersit adalah "laku dijual!".

Tapi biar lebih yakin lagi, si bapak penjual soto ini mencoba melakukan tes pasar dengan cara mengajak tetangga dan kawan-kawannya untuk mencoba kuliner baru ciptaanya yang kelak diberi nama tahu campur tersebut dan surprise-nya ternyata semua tetangga dan kawan-kawannya menyebut kuliner baru tersebut sangat enak dan sangat layak untuk di jual.

Bumi Tahu Campur, Desa Padenganploso Kec. Pucuk, Kabupaten Lamongan | detikjatim/Eko Sudjarwo

Di Lamongan sendiri, ada sebuah Desa yang membranding dirinya sebagai "Bumi Tahu Campur",  selain karena 90% kepala keluarga di desa ini adalah penjual kuliner tahu campur, konon asal-usul kuliner bercitarasa sedikit manis dan gurih-asin ini memang dari desa ini, yaitu Desa Padengan Ploso, Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Uniknya! Meskipun 90% KK warganya berjualan tahu campur, tidak ada satupun diantara mereka yang berjualan di Lamongan, tapi sebagian besar malah berjualan di seputaran Surabaya Raya atau dikenal juga sebagai kawasan anglomerasi megapolitan Gerbangkertosusila yang meliputi kawasan daerah Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan. Eh maaf tanpa Lamongan ya!


Semoga Bermanfaat! 

Salam matan Kota 1000 Sungai, 
Banjarmasin nan Bungas!


Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN




 

Andok Sate-Gule "Kongklengan" Citarasa Legendaris Kuliner Mediunan

Sate Gule "Kongklengan" Pak Min Brengos | @kaekaha

Dulu, sewaktu saya kecil, kira-kira umur 10 tahunan lah ya pada medio 80-an, saya sering diajak almarhum Mbah Kakung alias kakek laki-laki saya, andok atau makan di warung-warung makan yang menyajikan menu-menu kesukaan beliau.

Paling sering, kalau nggak di warung Soto ya di warung sate-gule kambing yang keduanya sama-sama kuliner berkuah kaldu dengan citarasa khas Mediunan, sebuah entitas sub-budaya Jawa di seputaran ex-karesidenan Madiun, sebuah area “abu-abu” yang terletak di ujung barat Jawa Timur dan berbatasan langsung dengan Jawa Tengah. Ini yang unik!

Posisinya yang terletak di antara dua arus besar budaya, menjadikan tradisi dan budaya di kawasan ini cukup unik, termasuk dengan beragam varian kulinernya yang secara faktual menjadi "serupa tapi tak sama" dengan dua entitas kawasan di sebelah-sebelahnya, Jawa Timuran dan Jawa Tengahan. Tak apalah "lain ladang lain pula belalangnya! Begitu juga lain lubuk lain pula ikannya! Itulah miniatur Nusantara, Indonesia kita semua!

Mengendarai Simplex, pit lanang atau sepeda ontel kebanggaan beliau, saya biasa dibonceng di belakang saat menuju warung-warung yang konon sudah menjadi langganan beliau sejak masih muda tersebut. Bahkan menurut Mbah Kakung, di warung sate-gule juga beliau sering mengajak (alm) Mbah Uti, isteri beliau, hangout sewaktu masih pacaran, di sela-sela gerilya angkat senjata  melawan penjajah belanda. Wauuuuuuw co cuiiiiit! 

Ubarampe Penjual Sate-Gule "Kongklengan" | @kaekaha

Sate-Gule Kongklengan

Khusus untuk warung sate-gule kambing, setidaknya ada dua warung yang menjadi langganan kami, yaitu warung sate-gule “kongklengan” yang lokasinya masih di kampung kami dan satu lagi di kampung sebelah yang pemiliknya konon masih berkerabat dengan pemilik Sate-gule kongklengan.

Baca Juga :  Icip-icip Aneka Bubur Manis dari Banjarmasin

Aslinya, nama resmi dari warung sate-gule legendaris di kampung kami ini adalah Sate-Gule Pak Min Brengos, tapi uniknya justeru dikenal secara luas sebagai warung sate-gule “Kongklengan” karena lokasinya yang sangat dekat dengan perlintasan kereta api yang di kampung kami memang diberi nama kongklengan, sebuah nama yang dinisbatkan pada bunyi klong-kleng klong-kleng dari pos penjaga perlintasan kereta api, sebuah pertanda dan peringatan kereta api yang akan lewat.

Jadi memang tidak ada hubungannya dengan tengkleng atau rima berakhiran kleng-kleng yang lainnya!



Lokasi warung sate-gule ini dengan konklengan memang hanya sepelemparan batu saja, begitu juga dengan Stasiun Kereta Api Barat atau sekarang lebih dikenal sebagai Stasiun Magetan yang pernah saya ceritakan dalam artikel berjudul “Stasiun Barat dan Sejarah Keterlibatannya dalam Perang Asia Pasifik” dan juga puisi “Tentang Stasiun Kereta yang Pernah Menyimpan Degup Jantung di Dada”.

Baca Juga :  Menikmati "Citarasa Pulang Kampung" di Mie Ayam Solo Mas Sidik

Mengunjungi kedai sate-gule yang sekarang sudah dikelola oleh generasi ke-3 yang dipertegas dengan spanduk di bagian dalam warung yang berbunyi "Sate Gule Kambing - Anak Pak Min Brengos" ini, kita akan disambut oleh ublik raksasa yang lebih mirip dengan obor di bagian depan luar warung.


"Anak Pak Min Brengos", Generasi ke-3 | @kaekaha

Ada cerita unik dibalik ublik raksasa ini. Selain sebagai penanda warung sedang buka dan masih ada stok, lampu tradisional ini juga  pengingat bagi generasi anak-cucu Pak Min Brengos yang dulu memulai usaha jualan sate-gule ini dengan cara dipikul berkeliling kampung dengan ublik raksasa ini sebagai penerangan sekaligus teman di sepanjang jalan.

Baca Juga :  Selada Banjar, "Kuliner Anomalis" Beraroma Eropa Bercita Rasa Banua

Bahkan menurut Mbah Kakung yang kenal baik dengan Pak Min Brengos, jualan sate-gule keliling dengan cara dipikul dengan beban puluhan sampai ratusan kilo ini, konon juga menjadi ujian mental dan kesungguhan bagi anak-cucu Pak Min Brengos yang baru akan memulai jualan sate-gule, sebelum mereka membuka warung atau kedai yang manggon atau menetap! Yah, intinya sih jas merah alias jangan sekali kali melupakan sejarah!


Gentong atau Tempayan Wadah Gule | @kaekaha

Memasuki warung sate-gule saat ini, memang ada sedikit lay out ruangan yang berubah jika dibandingkan dengan era 80-an, walupun pusat energinya tetap sama, yaitu seperangkat pikulan untuk jualan sate-gule keliling, dengan gentong untuk kuah gule di kanan dan kontainer “tradisional” untuk wadah ubarampe jualan sate-gule di kiri si ibu penjual. Nah ini juga baru! Dulu penjual sate-gule tidak ada yang perempuan, termasuk cantrik atau pembantunya, semua laki-laki.

Baca Juga :  Berburu "Bebek Kaki Lima", Menikmati Romantisme Kuliner Jalanan Legendaris Nusantara

Dulu, pembeli hanya disediakan lincak atau kursi panjang dari bambu dengan setting melingkar di kiri-kanan dan depan pikulan dan penjualnya tanpa meja. Jadi cara makannya, kita hanya menggunakan tangan kiri untuk menyangga piring yang berisi nasi dan kuah gule panas. Woooooow!

Sekarang, selain lincak di depan penjual yang masih dipertahankan, juga ada kursi dan meja di depan dan belakang penjualnya. Selayaknya warung makan pada umumnya.


Sajian Sederhana Gule Kambing "Kongklengan" | @kaekaha

Meskipun masuk wilayah Jawa Timur, tapi olahan gule kambing khas daerah ini tidak seperti kuliner Jawa timuran lainnya yang cenderung bercitarasa asin-pedas, tapi tidak juga ada manis-manisnya selayaknya olahan kambing ala Jawa Tengahan.

Baca Juga :  Tergoda Sajian "Cuanki Jalanan" Asli dari Kota Garut

Begitu juga gambaran citarasa olahan gule kambing di Kongklengan yang seharinya, konon mengabiskan minimal seekor kambing ini. Citarasa bumbunya dari dulu menurut saya memang cenderung soft, tapi tidak dengan aromanya! Karena  aromanya gule yang harum dan gurih, menjadikan warung sate-gule ini bisa terdeteksi  dari jarak puluhan bahkan ratusan meter dan semuanya tetap dipertahankan sampai detik ini!

Selamat Ulang Tahun ke-15 ya Kompasiana | dok. kompasiana

Saya juga menyebut sate-gule di sini orisinil karena penampakan sajiannya yang relatif minimanalis dan sederhana masih saja "menyimpan" citarasa istimewa yang tetap dijaga dan terjaga sampai detik ini. Kerennya, indra perasa saya yang telah berpuluh-puluh tahun “njajah desa milangkori” alias berkelana ke beberapa negeri yang jauh dan tentunya berbeda bahkan bisa jadi besilang rasa dengan budaya kulineran khas Mediunan masih saja bisa mengenali sedapnya!

Karena saya tumbuh bersama-sama dengan citarasa gule ini, wajarlah jika saya menyebutnya sebagai gule paling orisinil, paling enak sedunia dan yang paling cocok dengan lidah saya.

Sepiring nasi hangat dengan keratan daging kambing berwarna kuning cream yang senada dengan kuah yang menggenangi sisi luar nasi plus taburan irisan bawang merah segar dan juga daun jeruk jelas akan sanggup membuat siapapun menelan ludah ketika mencium aromanya yang khas. 


Lalapan Cabe Hijau untuk Makan Gule | @kaekaha

Uniknya lagi, untuk mendapatkan rasa pedas, sajian sate-gule disini dari dulu tidak menyediakan sambal khusus, tapi hanya “lalapan” cabe hijau segar dengan ukuran gede-gede, mirip cabe untuk makan gorengan. Kerennya, cabe-cabean segar dan renyah ini boleh dilalap semampunya oleh penikmat sate-gule. Naaaah sedap bukan? 

Begitu juga dengan sajian satenya, tidak ada sambal kacang seperti sajian sate-sate di daerah lainnya. Disini sate juga disajikan secara seerhana-minimalis dengan kecap manis, irisan bawang merah dan sedikit rajangan daun jeruk segar saja. Tidak ada juga irisan kubis, tomat dan juga teman-temannya. Tapi jangan tanya soal rasanya ya!


Sate Kongklengan | @kaekaha

Sedapnya Beda dan Selalu Ngangeni!

Olahan gule merupakan versi masyarakat Jawa untuk kuliner gulai yang identik dengan Pulau Sumatera, khususnya di lingkungan masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat. Bedanya, kalau  menyebut gule di Jawa biasanya hanya identik dengan gule kambing saja, maka gulai dari sumatera mempunyai varian lebih banyak seperti gulai ikan, gulai cumi,  gulai otak, gulai daun singkong, gulai nangka dan lain-lainnya.

Sebagai kuliner kesukaan para tetua di keluarga kami, sudah sewajarnya jika gule kambing juga menjadi favorit saya dan juga keluarga besar kami. Fakta ini menjawab sebuah hipotesa dalam sebuah iklan produk bumbu masak di TV yang menyebut bahwa "selera kita dari lidah ibu". Bener juga ya! Saya baru tersadar, sepertinya dari ajakan Mbah Kakung ini juga, awal mula saya begitu suka dengan kuliner berkuah kaldu .

Baca Juga :  Sepiring Lodeh Terong Buatan Ibu dan Pelajaran Tanpa "Katanya" yang Sarat Makna

Sudah sejak lama, sate-gule kambing menjadi sajian acara dan hajatan dalam keluarga besar kami. Bedanya gule kambing rumahan ala kami dengan gule kambing yang dijual di luaran, seperti sate-gule Kongklengan ada pada citarasanya. Kami yang dalam keseharian terlanjur terbiasa dengan kuliner dengan citarasa dasar asin-pedas, maka biasanya olahan sate-gule di keluarga kami juga cenderung asin-gurih yang tentunya jauh lebih nendang. Mau tahu resep rahasia keluarga kami sekaligus cara membuatnya!?

Yuk langsung praktek saja, mudah kok! 


Bahan :

1 kg daging kambing, biasanya kami campur jeroan


Bumbu asar :

500 ml santan
15 siung bawang merah
10 siung bawang putih
5 butir kemiri
1 ruas kunyit
2 ruas lengkuas
2 sdt ketumbar
1 sdt merica
1 sdt jintan
Secukupnya garam dan gula
Secukupnya air untuk merebus daging

Baca Juga :  Mencicipi Legitnya Tapai Gambut yang Melegenda

Bumbu daun :

Secukupnya sereh
Secukupnya daun jeruk
Secukupnya daun salam


Cara memasak :

1. Cuci bersih daging dan jeroan kambing, potong-potong sesuai selera lalu rebus sampai empuk dan sisihkan.
2. Haluskan semua bumbu halus, lalu tumis sampai wangi.
3. Masukkan bumbu halus, bumbu daun dan penyedap pada panci rebusan daging lalu aduk rata.
4. Tuangkan santan dan masak hingga mendidih. Lakukan koreksi rasa sesuai kebutuhan.
5. Angkat dan sajikan. 


@kaekaha

#kulinernusantara
#indonesianheritage


Semoga Bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!



Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN



 

Empal Gentong Dengkil, Olahan Kikil Bercitarasa Gokil dari Cirebon

Tongseng Dengkil | YouTube/Bang Mpin 

Nama empal gentong tentu sudah sangat familiar bagi para penikmat kuliner tradisional nusantara. Kuliner berkuah kaldu sapi yang lebih identik dengan kuliner gulai atau gule, tapi dengan versi elemen santan yang lebih lite ini, merupakan salah satu kuliner ikonik dan legendaris khas dari Kota Cirebon.

Baca Juga Yuk! Kisah Serendipiti di Balik Kelezatan Sepiring Tahu Campur 

Kekhasan kuliner empal gentong yang dalam penyajiannya secara umum terdiri dari irisan daging sapi berikut jeroannya dalam guyuran kuah kuning yang gurih cenderung ke arah asin ini adalah bumbu-bumbunya yang full rempah-rempah khas nusantara yang sarat manfaat dan khasiat, seperti bawang putih, bawang merah, kunyit, kemiri, lengkuas, jahe, kayu manis, serai dan daun salam.

Kuah Kuning Empal Gentong Dengkil yang Kaya Rempah | YouTube/Bang Mpin


Tidak hanya itu, proses memasaknyapun juga punya kekhasan yang unik, yaitu memakai gerabah dari tanah liat yang disebut gentong dan dipanasi dengan api pembakaran dari kayu (biasanya) pohon mangga.

Baca Juga Yuk! Sego Bebek Yu' Marem

Untuk memperkaya citarasa sekaligus menambah sensasi kenikmatannya, umumnya empal gentong disajikan dengan tembahan kondimen wajib yang tidak bisa diganti, yaitu kucai alias daun bawang segar, bawang goreng dan "sambal" cabai giling berbentuk bubuk yang bisa disantap bersama-sama nasi ataupun lontong.

Empal Gentong Sumsum Khas Mang Kojek | YouTube/Bang Mpin

Nah khusus bagi anda-anda yang ingin menikmati varian empal gentong yang tidak biasa, tapi tetap memberikan sensasi kenikmatan sekaligus pengalaman kulineran tak terlupakan di seputaran Cirebon, maka anda harus mencoba Empal Gentong Dengkil Mang Kojek.

Baca Juga Yuk! Soto Brakot Mas Aan, Sedapnya Sensasi "Mbrakot" Kaki Sapi Jumbo

Sajian Empal Gentong Dengkil Mang Kojek ini bisa dibilang out of the box! Berbeda dari sajian Empal gentong pada umumnya, karena sajian Empal gentong di kedai yang beralamat di Jl. Fatahillah, Weru Kidul Plered, Cirebon, sekitar 30 menit dari pusat kota ini beda dari yang lainnya.

Meskipun tetap menyajikan empal gentong reguler, tapi disini lebih mengandalkan Dengkil sapi alias semua elemen kaki sapi, mulai dari  kikil, otot sampai sumsumnya sebagai isian dalam ragam olahan kuliner yang ditawarkan.

Empal Gentong Dengkil Mang Kojek | YouTube/Bang Mpin

Pemilihan Dengkil sapi ini menurut Mang Kojek sendiri, selain ingin tampil beda juga karena bagian Dengkil sapi ini relatif rendah kandungan lemaknya dan terpenting, banyaknya kandungan kolagen di bagian Dengkil sapi sangat baik untuk kesehatan.

Baca Juga Yuk! Andok Sate-Gule "Kongklengan" Citarasa Legendaris Kuliner Mediunan

Di kedai Empal gentong Dengkil Mang Kojek ini tidak hanya menyediakan sajian Empal Gentong Dengkil saja, tapi juga SOP Dengkil, tongseng Dengkil, empal gentong sumsum dan kulineran berbahan kambing lainnya.

Tulang-tulang Sapi, "Rumah" Sumsum yang Sedapnya Luar Biasa | YouTube/Bang Mpin

Memang sih kuliner empal gentong di kedai yang mulai buka dari jam 9 pagi sampai jam 9 malam ini sedikit lebih mahal jika dibandingkan dengan rate harga sajian Empal gentong  reguler lainnya. 

Tapi sudah menjadi rahasia umum kan, kalau harga selalu membawa rupa dan rasa. Betu!? Jadi catat ya, kalau main ke Cirebon jangan lupa singgah di Empal Gentong Dengkil Mang Kojek, ya!


Semoga Bermanfaat! 

Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!


Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

 

 

Kamis, 12 September 2024

Memorabilia Kompasiana, Candu Eksklusif yang Belum Juga Ada Obatnya?

Paket Memorabilia dari Kompasiana | @kaekaha

"Bagaimana kalau K-Reward bulanan kita juga memberi opsi merchandise resmi Kompasiana?"

Tulisan ini boleh saja disebut-sebut sebagai sekuel dari catatan "Ada Drama di Balik Semua Koleksi Memorabilia dari Kompasiana Ini!" yang pernah saya unggah sebagai artikel  pada akhir 2020 silam dan Alhamdulillah, terpilih menjadi artikel utama.

Jadi kalau anda,  para pembaca yang Budiman ingin mengetahui latar belakang tulisan artikel ini, boleh juga sih baca-baca artikel terkait sebelumnya. Klik aja tautan hidup dari artikelnya, Insha Allah pasti sampai. He...he...he... Terima kasih ya sudah berkunjung!

Catatan tentang memorabilia Kompasiana diatas, saya tulis dalam rangka memeriahkan Kompasianival, "hari raya-nya" para Kompasianer ke-12 pada 2020 silam yang waktu itu, kebetulan untuk pertama kalinya dalam sejarah, semua hajatannya di selenggarakan secara virtual, karena Pandemi Covid-19.

Di tulisan sekuel yang hadir hampir 4 tahun setelahnya ini, saya menulisnya bukan dalam rangka even tertentu, meskipun bulan depan atau 22 Oktober nanti, Kompasiana akan berulang tahun yang ke-16 yang biasanya juga akan dikuti beragam even dan tentunya lebaran Kompasianer alias Kompasianival sebagai gongnya.

Eh, boleh dong sekarang saya mengucapkan selamat ulang tahun buat Kompasiana yang ke-16! Keren ih, Sebentar lagi seventeen lho!

Catatan ini lebih sebagai apresiasi saya saja, sebagai Kompasianer sekaligus penghobi koleksi, khususnya terhadap semakin "eksklusifnya" memorabilia dari Kompasiana! He...he...he...

Baca juga yuk! Saatnya Memunculkan Kategori "Article of The Year" di Kompasiuanival

Membahas memorabilia jelas akan bersinggungan dengan (koleksi) benda spesial yang yang bisa mengantarkan kita pada kenangan-kenangan akan "drama" dari peristiwa atau kejadian memorable yang pernah kita alami di masa lalu.

Nah, benda spesial yang saya maksudkan disini, sudah pasti memorabilia berupa pernak-pernik merchandise dari Kompasiana yang bagi saya memang  eksklusif, karena memang sangat limited!

Semua tidak lepas dari strategi manajemen Kompasiana yang sengaja tidak  memperjual belikan berbagai pernak-pernik merchandise-nya dan tidak pula memberikan pattern khusus juga reguler untuk mendapatkannya.

Memorabilia dari Akhir 2020 | @kaekaha

Inilah yang menjadikan pernak-pernik merchandise Kompasiana relatif susah didapat, hingga akan memberi kebanggaan dan kebahagiaan tersendiri bagi Kompasianer yang beruntung bisa memilikinya.

Terbukti, setelah terakhir kali mendapatkan merchandise paling memorable dari Kompasiana di akhir 2020, berupa plakat "best in citizen journalism 2020", hampir 4 tahun berikutnya atau tepatnya di awal Juli 2024 kemarin, saya baru beruntung bisa mendapatkan merchandise dari Kompasiana lagi. Lama banget bukan!


Uniknya, untuk mendapatkan merchandise Kompasiana inipun, sebenarnya sebuah kebetulan semata. Sama sekali tidak menduga dan datang begitu saja. Jadi memang belum ada rumus jitu untuk mendapatkannya

Inikah definisi rezeki yang sesungguhnya!?

Diawali dengan "even" menulis dengan topik pilihan bangunan-bangunan peninggalan kolonial Belanda,   kolaborasi Kompasiana dengan kandidat doktor dari negeri Belanda, Remco Vermeulen dekat-dekat Ramadan kemarin.

Memorabilia Kompasiana dan Oleh-oleh dari Amsterdam Remco Vermeulen | @kaekaha

Alhamdulillah, dari 4 atau 5 tulisan saya tentang bangunan-bangunan peninggalan kolonial Belanda di Kalimantan Selatan, salah satunya yang berjudul Jembatan Dewi, "Ophaal Brug" Pertama Peninggalan Belanda di Banjarmasin dipilih oleh Remco Vermeulen bersama 6 artikel lainnya untuk mendapatkan "oleh-oleh" dari Belanda.

Nah, ternyata waktu oleh-oleh Remco Vermeulen landing di Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!, dia tidak sendirian saja, tapi juga ditemani totebag kanvas model klasik yang semakin unik dengan tampak depan lukisan dua dimensi ala-ala anak TK dalam balutan warna ngejreng dengan  signature Kompasiana yang pastinya keren banget. Auto jadi rebutan deh di rumah!

Berselang 2 minggu berikutnya, lagi-lagi Kompasiana memberi kejutan tak terduga melalui PULPEN alias Perkumpulan Pecinta Cerpen yang menyelenggarakan even sayembara cerpen dalam kolaborasi even KONGSI, itu lho pestanya penulis penggiat kanal fiksi di Kompasiana yang baru saja digelar.

Memorabilia Kompasiana dengan 2 Buku dari PULPEN X KONGSI KOMPASIANA | @kaekaha

Alhamdulillah, cerpen saya yang berjudul "Kongsi Dukun Lintrik" dipilih oleh juri sebagai pemenang ke-3. Tahu dramanya dimana?

Biasanya, even sayembara cerpen PULPEN hanya memilih dua pemenang saja, tapi khusus di edisi KONGSI ini memilih 3 pemenang dan saya yang kebagian bontotnya. He...he...he...

Satu lagi! Biasanya hadiah even sayembara cerpen PULPEN hanya memberi satu jenis hadiah saja, yaitu saldo Gopay, tapi khusus di edisi KONGSI ini selain hadiah reguler saldo Gopay, juga ada hadiah voucher K-Premium untuk 6 bulan dan yang paling keren adalah paket merchandise Kompasiana. Ini yang spesial!

Alhamdulillah, selain 2 buku keren ternyata Kompasiana juga menyertakan satu merchandise keren juga yaitu totebag desain terbaru berwarna kuning terang dengan signature Kompasiana yang ditata asimetris. Keren pokoknya!


Cerita belum berakhir! Beruntung, bulan Agustus yang selalu riuh dengan pesta kemerdekaan, menginspirasi Kompasiana untuk mengadakan even #17andiKompasiana yang mengajak Kompasianer berkreasi sekaligus mengabadikan keunikan dan kemeriahan perayaan 17-an di daerahnya masing-masing.

Alhamdulillah, video saya yang mengangkat tema panjat pinang di sungai atau rawa-rawa khas masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan, terpilih menjadi salah satu pemenang dari total 3 pemenang.

Sekali lagi Alhamdulillah, jerih payah saya memelototi panjat pinang sungai dari tepiannya selama beberapa jam, bahkan sempat juga hampir kecebur, akhirnya  diganjar 2 merchandise sekaligus dari Kompasiana , yaitu kaos hitam dengan signature asimetris Kompasiana di bagian depan dan sesanti yang belakangan sering dimainkan oleh Kompasiana, Every Story Matters di bagian punggung.

Kompasiana : Every Story Matters | @kaekaha

Saya sangat bersyukur, dalam dua bulan terakhir koleksi memorabilia Kompasiana di lemari saya bertambah 3 dari total 4 item

Mudah-mudahan selanjutnya, Kompasiana akan semakin sering dan banyak menghadiahkan merchandise kepada Kompasianer melalui berbagai even yang diselenggarakan agar candu eksklusifnya ada obat! Hingga bisa mengobati hasrat "memiliki" dari teman-teman Kompasianer semuanya.

...atau kalau boleh usul, bagaimana kalau K-Reward bulanan kita tidak hanya berupa saldo Gopay saja, tapi juga memberi opsi pernak-pernik merchandise? Boleh dong usul! He...he...he...

Eh iya, kebetulan bulan depan atau tepatnya 22 Oktober nanti, Kompasiana akan berulang tahun yang ke-16. Itu artinya pesta hajatan lebaran para kompasianer, Kompasianival edisi 2024 juga sebentar lagi. 

Baca Juga Yuk! Memanggungkan Budaya, Merayakan 1 Dekade "Ngompasiana"

Mudahan akan ada banyak merchandise Kompasiana yang dibagikan dalam pesta setahun sekali nanti. 

Syukur-syukur game atau lomba-lomba untuk memeriahkannya juga membagi-bagikan reward merchandise unik dan menarik khas Kompasiana, sebagai obat candunya! (BDJ1924)

Semoga bermanfaat!

Salam Matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!


Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | @kaekaha



 

Selasa, 10 September 2024

Melestarikan "Wadai-wadai Patriotik" Merah Putih Khas Urang Banjar


 

Wadai Nona Manis Merah Putih | @kaekaha

Banyak cara kreatif yang dilakukan masyarakat nusantara untuk merefleksikan euforia hari kemerdekaan yang biasa kita sebut sebagai tujuhbelasan atau ada juga yang menyebut agustusan.

Sudah menjadi tradisi di kampung-kampung sampai di gang-gang perkotaan di seluruh pelosok nusantara, setiap memasuki bulan Agustus, semuanya bersolek dengan mengeksplorasi semua kreatifitasnya demi menyambut datangnya hari paling penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia tersebut.


Nah, kalau aktifitas mempercantik Regol atau gerbang desa dengan mengecatnya atau dengan menambahkan lampu-lampu Penjor, juga beragam lomba khas agustusan sudah menjadi keumuman yang lumrah dan pastinya juga sudah banyak yang handle pelaksanaannya, bagaimana kalau tahun ini kita ciptakan aksi yang berbeda!?

Baca Juga Yuk! Es Puter "Jadoel" Dharma Praja, Si Manis dari Banjarmasin yang Melegenda

Masyarakat nusantara yang dikenal mempunyai kekayaan tradisi dan budaya yang begitu luar biasa beragamnya, termasuk seni dan budaya kulinernya, sudah pasti mempunyai sajian unik yang bisa ikut menyemarakkan euforia perayaan hari kemerdekaan kita yang tahun memasuki episode yang ke-79.

Wadai Bolu | @kaekaha

Bagaimana kalau khusus tahun ini, kita coba mendokumentasikan sekaligus melestarikan beragam wadai (kue;bahasa Banjar) patriotik, kue-kue tradisional nusantara dari daerah kita masing-masing!

Khususnya yang secara tradisional memang mempunyai kekhasan pada penampilannya yang berwarna merah putih atau setidaknya wadainya bisa diberi warna merah dan putih tanpa mengganggu penampilan dan juga citarasanya. Bisa kan!?

Dari Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas dan Kalimantan Selatan secara umum, kita juga mempunyai beberapa kue cantik yang penampilannya juga identik dengan warnanya yang patriotik, yaitu merah putih. Penasaran?

Wadai Nona Manis Merah Putih dan Pandan Hijau Putih | @kaekaha

Wadai pertama dengan warna merah putih menyala adalah sejenis wadai yang oleh Urang Banjar dikenal sebagai wadai talam. Wadai ini sepertinya wadai khas masyarakat Melayu yang juga berkembang di dalam budaya kuliner masyarakat Banjar yang memang termasuk sub suku Melayu.

Wadai tradisional ini, akhir-akhir ini kembali populer dan naik daun setelah dimodifikasi sedemikian rupa dan diperkenalkan dengan identitas baru yang yang lebih segar yaitu wadai nona manis.

Wadai nona manis patriotik berwarna merah putih menyala yang ada di Banjarmasin ini sebenarnya varian warna dari wadai nona manis hijau yang mempunyai citarasa pandan yang manis dan gurih begitu lezat dengan harum khas pandan yang segar. Mau coba!?

Wadai Bolu | @kaekaha

Wadai patriotik kedua adalah wadai khas Banjar yang biasa kami sebut sebagai gegampam.

Wadai gegampam atau sebagian masyarakat ada juga yang menyebutnya sebagai "wadai bagincu", kemungkinan besar karena warna merahnya yang memang identik dengan merahnya bibir gadis-gadis Banjar yang terkenal berkulit putih nan mulus, sehingga kontras dengan bibir merahnya... he...he...he...

Wadai bercitarasa manis legit nan menggoda ini merupakan salah satu kue tradisional Banjar di Kalimantan Selatan yang dibuat dari olahan ubi kayu atau singkong (Manihot esculenta) yang biasa disebut Urang Banjar sebagai gumbili kayu!

Pastinya, siapa saja yang mencicipinya, dijamin selalu dandaman (kangen berat ; bhs Banjar) sama Kota 1000 Sungai! Mau coba?

Wadai Putri Mandi | @kaekaha

Wadai patriotik merah putih berikutnya atau wadai ketiga adalah wadai khas masyarakat Melayu yang juga bertransformasi menjadi wadai Banjar yang banyak dikenal sebagai putri mandi.

Kue berbahan tepung ketan dengan isian berupa inti dari parutan kelapa dan gula yang berasa manis legit ini masih segaris atau berkerabat dengan wadai kalalapun (kelepon;Bhs. Banjar) dan juga mendut khas dari Pulau Jawa.

Sudah pasti, Citarasanya yang manis legit akan selalu ngangeni lur! Mau coba nggak!?


Untuk wadai merah putih selanjutnya merupakan wadai yang dimana-mana ada, meskipun mungkin varian dan turunan jenisnya berbeda-beda di setiap daerah, begitu juga dengan namanya, tapi tetap saja, bahan dasar dan cara dasar untuk membuatnya sama saja. Ada yang tahu dengan wadai sejuta umat ini?

Kami, Urang Banjar biasa menyebut wadai yang satu ini dengan sebutan bolu atau wadai bolu. Di lingkungan kami saja, wadai bolu ini banyak sekali macamnya, seperti bolu kalambin (klemben;bahasa Jawa) bolu kukus, bolu bakar atau bolu panggang dan lain-lainnya. (BDJ17824)

Semoga bermanfaat dana menginspirasi!

Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!


Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN






Senin, 09 September 2024

Cerita dari Kinunang, Desa (Wisata) Paling Utara di Pulau Sulawesi

Homestay Unik Bergaya Rumah Adat Minahasa di Atas Rumah-rumah Warga di Desa Kinunang dan Pulisan | @kaekaha

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Likupang di Minahasa Utara di Sulawesi Utara langsung menjadi perhatian penikmat jalan-jalan, sejak "Si Bayi Ajaib" diperkenalkan sebagai salah satu dari lima destinasi super prioritas (DSP) pariwisata bersama-sama dengan Candi Borobudur, Danau Toba, Mandalika dan Labuan Bajo pada 2017 silam.

Lingkaran kawasan DSP Likupang yang berjuluk the hidden paradise alias surga yang tersembunyi ini,  menawarkan konsep pariwisata terpadu yang mengedepankan harmoni alam dan budaya tradisional khas masyarakat Kawanua.

Di antara sekian banyak destinasi alam yang sedang diperkenalkan ada satu yang mempunyai kekhasan spesifik yang sangat unik, karena hanya ada satu-satunya di dunia. Apa itu?

Homestay Unik Bergaya Rumah Adat Minahasa di Atas Rumah-rumah Warga di Desa Kinunang dan Pulisan | @kaekaha

Desa Kinunang dan Desa Pullisan merupakan dua desa bertetangga yang masuk dalam zona inti DSP Likupang. 

Di dua desa wisata ini, pemerintah membangun banyak sekali homestay unik berbentuk rumah adat khas Minahasa dengan ciri khasnya yang berbahan material kayu sebagai penunjang aktifitas pariwisata di seputaran DSP Likupang.

Uniknya, homestay yang dibangun di dua desa ini sebagian besar tidak dibangun baru secara utuh di lokasi yang juga baru, tapi justru dibangun di lantai 2 rumah-rumah warga. Naaah bisa membayangkan bagaimana bentuk uniknya?

Homestay Unik Bergaya Rumah Adat Minahasa Bukan Panggung di Desa Kinunang dan Pulisan | @kaekaha

Pilihan ini sudah pasti bukan tanpa sebab, selain mengikuti tradisi rumah adat Minahasa yang berkonstruksi panggung dengan tangga dua kelok di bagian depan rumah untuk naik-turun, konsep menyatu dengan pemilik rumah jelas untuk lebih mendekatkan tamu dengan tradisi budaya sehari-hari masyarakat setempat.

Jadi, kalau stay menginap atau sekadar berjalan-jalan di kampung ini, kita serasa berada di kawasan konservasi rumah adat Minahasa yang suasananya adem ayem dengan segala keunikan tradisi dan budaya masyarakat pesisir khas Sulawesi Utara. Asli kerennya!

Cantiknya Pantai Paal, Likupang, Tetangga Desa Kinunang | @kaekaha

Sangat tepat memilih Desa Kinunang atau Desa Pulisan sebagai tempat stay ketika berlibur ke DSP Likupang, terutama di Desa Kinunang. 

Selain kekayaan alam dan budayanya yang otentik, Desa Kinunang punya selling point pariwisata yang unik dan spesifik, yaitu sebagai desa paling Utara di Pulau Sulawesi. Unik bukan?

Kalau dilihat di peta Sulawesi yang seperti huruf K itu, posisi Desa Kinunang ada di pucuk atau di ujung tanduk Pulau Sulawesi yang menghadap langsung Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik. Keren kan!? Sungguh beruntung, saya dan beberapa Kompasianer terpilih, pernah menginjakkan kaki di desa yang unik dan cantik ini 

Tidak hanya itu! Di Desa Kinunang juga banyak spot keren yang sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja. Salah satunya adalah Bukit Larata atau banyak juga yang menyebutnya sebagai bukit Teletubbies, karena penampakannya yang memang relatif sebelas-dua belas saja dengan bukit dalam serial anak-anak  yang dulu pernah populer di jamannya itu.

Cantiknya Bukit Larata | @kaekaha

Bukit setinggi kira-kira sekitar 50-an mdpl yang cukup menjulang itu begitu cantik ketika ilalang yang rata menutupi badan bukit kompak berwarna kehijauan hingga memberi nuansa rasa sejuk dan segar, apalagi ketika diterpa sinar mentari pagi yang membawa kehangatan. Duh benar-benar romantic scene yang sempurna!

Baca Juga Yuk !  Jejak Inspiratif Dokter Marie Thomas di Antara Pesona Likupang yang Membuatmu Enggan Pulang

Untuk mengeksplor rangkaian perbukitan di ujung Desa Kinunang yang berdiri laksana benteng tangguh yang melindungi desa dari ombak laut Sulawesi dan Samudera Pasifik ini memang memerlukan sedikit effort ya! Apalagi untuk sampai di spot-spot cantiknya yang lokasinya memang menyebar di beberapa titik.

Naik ke Bukit Larata | @kaekaha

Tapi jangan kuatir, meskipun di sepanjang pendakian dari bawah sampai di puncak yang jalur tracking-nya berkelok-kelok itu belum ada fasilitas penunjang bagi pengunjung, tapi dijamin, begitu sampai diatas, semuanya akan terbayar lunas!

Eksotisnya pemandangan 360 derajat dari puncak bukit yang berbalut ilalang segar itu akan meluruhkan semua capek dan gerah atau mungkin rasa gatal akibat goresan tepi daun-daun ilalang, say hello dari mereka sama kita-kita yang belum pernah bersentuhan dengannya.


Dari ketinggian Bukit Larata kita bisa melihat cantiknya lanskap perbukitan Larata yang didominasi warna hijau segar dari balutan ilalang yang tumbuh subur dengan ketinggian seragam di sekujur bukit.

Sementara di kaki bukit, abu-abu kehitaman warna aspal hotmix jalanan yang membelah perbukitan begitu kontras dan memberi aksen yang cantik pada lukisan alam Desa Kinunang yang begitu original!.

Nah, begitu membalikkan badan, Masha Allah! Lautan biru Samudera Pasifik yang luas membentang hingga batas horison sungguh terlihat begitu indah memanjakan indera kita.

Salah Satu Spot di Puncak Bukit Larata | @kaekaha

Garis-garis gelombang yang berkejaran tak henti-hentinya hingga memunculkan riak-riaknya sampai di kaki bukit yang terlihat putih membuih ketika menyapu hamparan pasir pantai jelaslah fragmen alam terbaik sebagai katalis untuk membantu mengembalikan kesegaran dan kebugaran fisik, psikis dan mental. Semoga!

Aaaaaaah, maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Yuk, jalan-jalan ke Desa Kinunang! (BDJ11824)


Semoga Bermanfaat,

Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!

 

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN



Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 13 Agustus 2024 jam  13:30 WIB (klik disini untuk membaca)

Minggu, 08 September 2024

Buku-Buku yang Beranak Pinak

Buku-buku yang Beranak Pinak, Apresiasi dari Sayembara Cerpen Pulpen XV-KONGSI  | @kaekaha

Kalau memang sudah rejeki, ya memang nggak akan kemana-mana!

Begitulah kira-kira ungkapan lawas tentang filosofi rejeki yang begitu populer dalam budaya masyarakat kita yang terabadikan secara turun temurun dengan sistematis, hingga berurat dan berakar begitu kuat di alam bawah sadar sebagian besar diantara kita, termasuk aku!

Nah faktualnya, ternyata yang namanya rejeki itu juga bisa datang dari arah mana saja yang sama sekali tidak kita sangka-sangka dan duga-duga. Kerennya, rumus rahasia untuk menghadirkan ajaibnya formulasi rejeki seperti itu "hanya" perlu bersyukur, bersyukur dan bersyukur!

Baca Juga Yuk! Het Paradijs Van Java, Menjelajah Surga Sumedang Lewat Buku

Naaah untuk yang satu ini, kebetulan saat ini aku sedang menikmati prosesnya lho! 

Bersyukur yang beneran bisa membawa nikmat dan bahagia dalam arti yang sesungguhnya. Diskripsi gambaran bahagianya tuh, kira-kira seperti orang kehausan yang tiba-tiba menemukan sebotol air dingin yang ada manis-manisnya gitu lho. 

Kebayang kan bagaimana senangnya, bahagianya dan juga nikmat segarnya!?

Tidak Ada Alasan untuk Tidak Bersenang-senang dengan Buku Kesayangan | @kaekaha

Tapi sayangnya, khusus kebahagiaan yang seperti ini, biasanya malah bikin saya susah tidur...he...he...he... Tahu kenapa?

Di sepanjang bulan Juli hingga setidaknya di awal Agustus 2024 ini, buku-buku koleksiku diam-diam terus "beranak pinak" menjadi semakin banyak. 

Baca Juga Yuk! Memoar Bang Dizzman Si Manusia Bandara

Sebagai "kutu buku yang paling kutu" yang sangat senang tenggelam dalam lautan buku, ini jelas sebuah kebahagiaan yang tidak terkira. Mana suara kutu-kutu yang lain?

Apresiasi dari Elex Media Komputindo untuk Program KKN Project | @kaekaha


Sayangnya, semakin beranak pinaknya buku-bukuku, malah membuatku semakin susah untuk tidur nyenyak! Lho, lha kok nggak bisa tidur nyenyak!?

Baca Juga Yuk! Lebih "3 Dekade" Komik Superman Koleksiku Ini Menebar Inspirasi dan Imajinasi

Mungkin ini salah satu kebiasaan burukku yang terlanjur nempel dalam alam bawah sadar! Aku biasa susah tidur nyenyak kalau buku-buku baru yang punya belum ludes terbaca. Suka penasaran!? He...he...he...

Maklum, namanya juga kutu buku. Eh,  kutu-kutu yang lain seperti itu juga nggak!? He...he...he...

Voucher Belanja Buku Hadiah dari Kompasiana | @kaekaha

Itulah yang terjadi sejak di awal Juli lalu, ketika buku-bukuku tiba-tiba beranak-pinak secara tidak lazim, tidak seperti biasanya! 

Bila lazimnya dalam sebulan itu beranaknya 1 sampai 2 saja! Lhaaah bulan ini  beranak pinak sampai 15. Waaaah pasti asyik lah, meskipun bakalan nggak bisa tidur! He...he...he... Alhamdulillah.

Begini detail persalinannya!

Berawal dari tulisan berjudul "Tidak Ada Alasan untuk Tak Bersenang-senang dengan Buku Kesayangan" yang aku ikutkan dalam even "misteri topik" THR alias tebar hikmah selama Ramadan. Tahu kan?

Itu lho, even menulis sebulanan penuh di Kompasiana selama Ramadan 2024 kemarin, Alhamdulillah mendapatkan apresiasi cantik dari Mimin Kompasiana hingga diganjar voucher Gramedia senilai Rp. 150.000,- yang dikirim langsung ke Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas di awal Juli kemarin.

Lut Bercerita | @kaekaha

Nggak mau menunggu lama, begitu vouchernya sampai langsung aku tukarkan dengan novel keren yang settingnya pas banget sama masa-masa saya kuliah, terutama pas riak-riak jatuhnya era orde baru. Jadi serasa deja vu, nostalgila gitu lho kalau membaca novelnya.

Momentum saat itu, termasuk yang paling ikonik dalam perjalanan hidupku, baik sebagai mahasiswa pelaku sejarah saat itu maupun sebagai warga negara Republik Indonesia. Karena itulah, kadangkala aku masih suka kangen dengan masa-masa itu!

Naaah, novel karya Leila S. Chudori yang terbit 2017 silam itu serasa jembatan bagiku untuk menuju ke masa itu. Eh ada yang tahu judul novelnya kan!? Itu lho, Laut bercerita! Ini anak pertama bukuku di bulan Juli 2024.

Apresiasi dari Sayembara Cerpen Pulpen XV-KONGSI  | @kaekaha

Berikutnya, tiga hari berselang! Kali ini giliran cerpen ajaibku "Kongsi Dukun Lintrik" yang bercerita!

Ya, cerpen yang berkisah tentang mengerikannya praktik lintrik, ilmu hitam pengasihan yang konon sampai hari ini masih bisa kita temukan di belahan timur pulau Jawa itu, Alhamdulillah di apresiasi dengan sangat cantik di ajang Sayembara Cerpen Pulpen XV yang kebetulan menjadi spesial event dari KONGSI, pestanya penulis fiksi kompasiana yang pertama.

Baca Juga Yuk! Bagai Kacang Ingat Kulitnya, Inilah Cara Band Radja Melestarikan Lagu-lagu Banjar

Alhamdulillah "even spesial" ini, hadiahnya juga spesial dong! Beda dari even sebelum-sebelumnya. Salah satunya adalah hadiah berupa merchandise Kompasiana yang wujudnya ternyata serupa gudibek Kompasiana sama buku. 

Nah kerennya, untuk kali ini, bukunya tidak hanya beranak 1 saja, tapi 2! Mau tahu judulnya apa! Spil nggak yaaaaaa!?


Cerita masih berlanjut! Beberapa hari setelahnya, bukuku kembali beranak! Kali ini bidannya adalah Komunitas Penulis Berbalas (KPB) melalui even menulis dengan tema dendam yang melahirkan kebaikan, dalam rangka menyambut terbitnya nobar alias novel barengan yang ditulis 33 penulis, berjudul "Kapak Algojo dan Perawan Vestal"

Alhamdulillah, tulisanku yang berjudul "Tragedi Buta Warna dan Dendam Kesumatku untuk Masa Depan Anak-anak Nusantara!" kembali mendapat apresiasi tercantik dari para Juri, hingga diganjar beberapa reward keren yang salah satunya adalah novel fenomenal karya 33 penulis hebat diatas.

Naaah novel "Kapak Algojo dan Perawan Vestal" inilah anak keempat dari bukuku di bulan Juli ini.

Apresiasi dari Elex Media Komputindo untuk Program KKN Project | @kaekaha

Terbaru dan teraktual, pagi tadi waktu Dhuha! Ketika tiba-tiba orang rumah dikejutkan oleh teriakan kurir pengantar paket. Tentu saja, seisi rumah jadi heboh. Karena kami memang tidak sedang menunggu paket orderan apapun. Eh, lha kok tiba-tiba diantari paket, gede pula!

Usut punya usut, dari pengirimnya yang tertulis PT. Elex Media Komputindo, baru saya ngeh... Ini pasti "paket kejutan" dari Gramedia Group, terkait even project menulis tema KKN di Kompasiana yang baru saja rampung, dimana tulisanku yang berjudul "Ketika Cinta Tidak Lagi Buta (Warna)" terpilih menjadi salah satu karya yang lolos untuk dibukukan! Alhamdulillah...

Saya bilang paket ini sebagai kejutan, karena dari awal memang tidak ada klausul hadiah apapun dalam even ini, selain karya 20 pemenang yang nantinya dibukukan. Walaaaah asyik juga ya, cara Gramedia menyenangkan hati kita. Sekali lagi, Alhamdulillah!

Kerennya lagi, setelah kubuka bungkusan paketnya, ternyata berisi 11 buku "bergizi tinggi" dengan genre beragam, Aaaaaaah, maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Tahu aja, Gramedia cara memanjakan saya! Alhamdulillah! (BDJ5824)

Semoga bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!


Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN






 

Es Puter "Jadoel" Dharma Praja, Si Manis dari Banjarmasin yang Melegenda

Es Puter Durian "Jadoel" Dharma Praja dengan Perangkat Jualan yang Tidak Kalah Jadulnya | @kaekaha

Sebagai negeri tropis yang dilewati garis khatulistiwa, sepanjang tahun kita mendapatkan pencahayaan matahari secara penuh, hingga suhu rata-rata di angka 26,7 C yang cenderung panas, mendorong kreatifitas masyarakat untuk terus berkreasi, menciptakan beragam asupan penyejuk, penetralisir panas.

Salah satu dari asupan penyegar penetralisir panas yang populer di sekitar kita, ya beragam olahan es yang sekarang ada di sekitar kita.

Uniknya, olahan es sebagai bagian dari jajanan tradisional masyarakat nusantara yang mempunyai keragaman budaya, banyak diantaranya telah berkelindan dengan kearifan lokal dimana olahan es itu lahir dan tumbuh, hingga akhirnya dikenal menjadi trademark dari daerah tersebut.

Es Puter Durian "Jadoel" Dharma Praja, Salah Satu Produk Es yang Bikin Dandaman | @kaekaha

Tentu tidak asing bagi kita mendengar nama Es Goyobod dari tatar Pasundan, Jawa Barat, Es Pallubasa dan Es Pallubutung dari Sulawesi Selatan, Es Brenebon dari Sulawesi Utara, juga Es Selendang Mayang dari Betawi atau seputaran Jakarta sekarang.

Selain itu di Jawa Timur, juga bisa kita temukan Es Sinom dan Es Godir yang ikonik di sekitaran Gerbangkertosusila, juga Es Dawet Jabung, Ponorogo yang sudah kesohor dan banyak lagi lainnya! Semuanya, secara spesifik berbalut cantik dengan kearifan lokalnya masing-masing. Keren kan!?

Es Puter Dharma Praja dengan Gerobak Dorong yang Manggon di Jalan Dharma Praja, Banjarmasin | @kaekaha

Tapi es tradisional khas Nusantara tidak hanya itu saja! Masih banyak lagi lainnya yang tersebar dan populer di seluruh penjuru negeri.

Salah satunya yang unik dan menarik adalah jenis es yang konon katanya diadopsi dari es krim ala Belanda yang berbahan utama susu, hingga jenis es ini akhirnya benar-benar dibuat dengan menyesuaikan bahan dan juga selera lokal khas nusantara, hingga kelak juga dikenal sebagai es krim tradisional. Ada yang tahu namanya!?

Pembeli Sedang Menikmati Es Puter Dharma Praja di Sekeliling Gerobak Dorong Jadul | @kaekaha

Di masa kanak-kanak saya di era 80-an sampai 90-an di salah satu sudut timur laut, kaki Gunung Lawu di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah, masyarakat di kampung kami menyebut jenis es krim tradisional ini dengan sebutan Es Tung atau Es Tung-tung, mungkin karena penjualnya yang berjualan pakai gerobak keliling biasa membawa gong kecil yang berbunyi tung-tung.

Nah, setelah tinggal di Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas yang masyarakatnya lebih heterogen, muncullah beragam sambatan (sebutan;bahasa Banjar) untuk menyebut jenis es ini.

Amang Aman Sedang Menjuali Es Puter | @kaekaha

Ada yang menyebut es dung-dung, es nung-nung, es tong-tong dan lain-lainnya dengan tipe penamaan mirip yang biasanya dinisbatkan kepada pedagang yang keliling dengan gerobak, sedangkan nama Es Puter untuk pedagang yang manggon (menetap;bahasa Jawa).

Sayangnya, di Banjarmasin pedagang es nung-nung ataupun es puter ini jumlahnya terus menyusut, tidak sebanyak di era 80-90an dan itu pun hanya menyisakan pedagang-pedagang berusia lanjut.

Untungnya, diantara sedikitnya penjual es puter yang sekarang masih tersisa di seputaran Kota Banjarmasin, masih ada seorang pedagang es puter ikonik yang tetap bertahan dengan resep es puter keluarga yang bertahan lebih dari 3 dekade, yaitu Es Puter no name tapi lebih dikenal sebagai Es Puter Dharma Praja.

Gerobak Jadul Es Puter Durian Dharma Praja, Banjarmasin yang Citarasanya Ngangeni. | @kaekaha

Perihal nama Es Puter Dharma Praja yang kental banget dengan rasa "pemerintahannya" itu, mungkin karena lapak jualannya yang berupa gerobak dorong itu sudah manggon di lingkungan komplek Dharma Praja alias komplek perkantoran, sekolah dan sarana olahraga milik pemerintah di seputaran jalan Ahmad Yani Km. 5 hampir dua dekade.

Sebelumnya, es puter yang benar-benar berasa hidden gem, karena hanya satu-satunya yang tersisa dan juga hanya menjual es puter satu rasa saja, yaitu rasa durian yang begitu otentik ini, sekitar satu dekade berjualan di pinggir jalan paling terkenal seantero Pulau Kalimantan, yaitu jalan Ahmad Yani.

Es Puter Durian Jadoel Dharma Praja, Sedikit Lagi Mau Habis, Saatnya Diputar-putar | @kaekaha

Memang sih Paman Rahman yang biasa disapa oleh pelanggannya dengan sebutan Amang Aman, generasi kedua yang meneruskan usaha jualan es puter yang dulu dirintis abahnya itu, kalau durian sedang langka maka akan digantinya dengan nangka.

Jadi, kalau pas ke lapak jualan Amang Aman yang mulai buka diatas jam 10 WITA atau setelah jam 10 pagi sampai selepas shalat Ashar itu, ternyata es puternya tidak berasa durian, tapi berasa nangka, itu artinya memang sedang tidak musim durian.

Gambar Durian Sebagai Tanda | @kaekaha

Tapi jangan kuatir, kecuali sedang khilaf saja, biasanya kalau sedang menjual es puter durian maka Amang Aman akan memasang gambar durian di depan perangkat termos es puter jadulnya yang berbungkus kayu, tapi kalau gambar durian tidak terpasang, berarti yang dijual adalah es puter nangka. Kecuali Amang Amannya sedang khilaf...he...he...he...

Penampakan perangkat termos es puter jadul yang berbungkus kayu ini merupakan salah satu sisi unik sekaligus bukti legendarisnya olahan es krim tradisional Dharma Praja ini.

Perangkat Tua Alias Jadul Es Puter Dharma Praja, Banjarmasin | @kaekaha

 

Tidak hanya itu sisi unik yang sering disorot oleh pembeli dalam berbagai unggahannya di media sosial yang secara tidak langsung ikut mempromosikan (promotion) eksistensi es puter Dharma Praja ini, karena Amang Aman juga biasa beratraksi, memutar-mutar termos esnya saat isi es dalam termosnya tinggal sedikit dan ini menjadi hiburan tersendiri bagi pembeli.

Kerennya, dari sini kita melihat Amang Aman sepertinya sudah mengenal prinsip marketing mix atau bauran pemasaran untuk menjaga eksistensi es puter durian Dharma Praja-nya. 

Terbukti, selain citarasanya yang begitu otentik (product) dan lokasinya (place) yang sangat strategis, yaitu di simpang tiga jalan Dharma Praja yang tidak hanya menjadi lintasan "penghuni komplek" saja, tapi juga jalur penghubung dari dua ruas jalur arteri, masih ada unsur marketing mix lain yang dijaga hingga ikut berperan menjaga eksistensi es puter durian Dharma Praja ini.

Perangkat untuk Menikmati Makan Es Puter Dharma Praja | @kaekaha

Salah satunya adalah penetapan strategi harga (price) es puternya yang sangat cerdas. Kalau anda semua sempat jalan-jalan ke Banjarmasin dan ketemu dengan lapak jualan Es Puter Dharma Praja ini, jangan kaget ya kalau varian harganya receh banget! Sangat ramah di kantong.

Kalau pakai gelas kecil, harga nya hanya 2000-3000an saja per-porsinya, sedangkan kalau pakai piring atau paket bungkus yang biasanya diberi tambahan potongan roti tawar harganya hanya 7000-8000an saja. Jelas receh banget untuk citarasa es puter durian otentik yang jauh dari kata recehan! (BDJ6824)


Yuk jalan-jalan ke Banjarmasin!

Semoga bermanfaat!



Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN