Hintalu merupakan kosakata baku dalam bahasa Banjar untuk menyebut kata "telur" (bahasa Indonesia) atau egg (Inggris).
Uniknya, di masyarakat Banjar yang juga mempunyai beberapa sub suku, seperti Banjar Pahuluan, Banjar Batang Banyu dan Banjar Kuala, juga menyebabkan munculnya beragam rumpun dialek, hingga menyebabkan banyak kosakata yang secara tulisan sama tapi berbeda dalam menyambatnya atau menyebutnya, termasuk dalam menyebut kata hintalu.
Dalam praktik berkomunikasi masyarakat, kata hintalu menjadi banyak versi yang kemudian bisa saja digolongkan ke bagian kosakata tidak bakunya. Ada yang menyebut intalu, antalu, hantalu bahkan ada juga yang hanya menyabut dengan talu saja.
Baca Juga : "Hintalu Tambak", Penguasa Hajat Hidup Urang Banjar yang Semakin Langka
Saat ini, kosakata hintalu sedang menjadi trending topic di banua Banjar. Apalagi di grup emek-emak, terlebih di lingkungan para pawadaian alias para tukang wadai atau pembuat kue, khususnya kue-kue yang didalamnya mengandung hintalu.
Sudah menjadi rahasia umum kan, wadai Banjar atau kue khas Banjar yang terkenal manis dan legit, sebagian besar mengandung hintalu, bahkan beberapa diantaranya bisa dibilang berbahan hintalu melulu, baik hintalu hayam atau telur ayam, maupun hintalu itik alias telur itik.
Sebabnya bukan hanya karena, hintalu menjadi salah satu komponen sembilan bahan pokok semata, tapi karena harga eceran hintalu ayam di Kota 1000 Sungai yang di akhir tahun 2021 ini melejit melangit hingga menyentuh angka Rp. 30.000/kg. Wadouuuuuw bisa dibayangkan bukan gimana pandiran eh ... obrolan emak-emak kalau sudah begitu?
Layaknya kata dalam bahasa-bahasa lain yang digunakan di dunia, kosakata hintalu juga banyak ditemukan dalam bentuk frasa baru yang mempunyai arti dan makna berbeda dengan makna asalnya (leksikal).
Salah satunya yang paling banyak dikenal orang adalah hintalu karuang, sejenis olahan bubur khas Banjar benbentuk bulat-bulat sebesar biji keleker alias kelereng terbuat dari beras ketan dengan kuah kinca manis legit.
Baca Juga : Sarapan Lontong Tampusing Ma Haji, Kuliner "Bahari" Khas Banjarmasin
Memang sih, istilah bubur hintalu karuang yang komponen utamanya bola-bola dari ketan yang relatif mirip dengan telur burung ini, penamaanya juga merujuk pada telur burung karuang, khususnya untuk ukuran besarnya bola-bola ketan yang diidentikkan dengan besarnya telur si burung cucak-cucakan (Pycnonotidae) yang sangat hobi bernyanyi dan konon dulunya banyak hidup di banua Banjar tersebut.
Tapi ada juga frasa baru yang masih berhubungan dengan telur juga, seperti hintalu jaruk yang artinya telur asin, walaupun kosakata jaruk sendiri dalam arti sebenarnya adalah asinan atau proses mengasinkan dengan ujuan untuk pengawetan makanan. Ada juga hintalu tambak yang maksudnya adalah telur itik yang didapat dari indukan itik yang cara memeliharanya balapasan atau dilepaskan, bukan yang dikandangkan.
Tidak hanya itu, dalam peribahasa Banjar, juga ditemukan beberapa diantaraya yang menggunakan kosakata hintalu sebagai inti dari tematik ungkapannya, salah satunya yang berbunyi "baik mambuang hintalu sabuku daripada rusak sakataraan".
Baca Juga : "Bebek Hungang" dan Uniknya Stratifikasi Level Kebodohan pada Bahasa Banjar
Arti umum dari peribahasa diatas adalah lebih baik membuang telur sebutir daripada rusak telur satu sangkar. Untuk maknanya, sepertinya semua bisa memahaminya kan?
Semoga Bermanfaat!
Salam dari Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar