Senin, 22 Juni 2020

Apresiasi Dialogis, Analogi Pelacur Berjilbab dan Logika Terbalik Suluk Lir-Ilir


Pertama Murni Syariah | @kaekaha
Saya mulai berhubungan dengan Bank Syariah sejak tahun 2010, ketika saya memutuskan membuka Tabungan Haji Arafah di Bank Muamalat Cabang Banjarmasin. Bank Muamalat menjadi pilihan saya untuk membantu memuluskan sekaligus meluruskan niat saya untuk "menjemput" panggilan haji karena saya tertarik dengan konsep syariah yang ditawarkan oleh Bank yang mempunyai tagline pertama murni syariah tersebut. 

Niat saya adalah ingin menjemput panggilan ibadah tersebut dengan cara "ibadah" juga. Sampai hampir 6 (enam) tahun menjadi nasabah tabungan haji di Bank Muamalat saya memang sama sekali tidak menemui "sesuatu"! Semua berjalan normal.

Pengalaman menarik berhubungan dengan Bank syariah justeru saya temui di luar konteks hubungan saya sebagai nasabah dengan Bank Muamalat, tapi ketika saya berniat untuk menambah modal kerja untuk mengembangkan usaha saya. 

Beruntung, di lingkungan tempat tinggal saya banyak praktisi perbankan yang menjadi langganan usaha saya. Dari tetangga sekaligus langganan saya tersebut, saya mendapatkan berbagai referensi dan masukan terkait produk perbankan, khususnya kredit modal kerja. Bahkan beberapa diantaranya mengirimkan staf marketingnya ke rumah untuk menjelaskan berbagai produk perbangkan masing-masing.  

Dari sinilah akhirnya saya bertemu dan berkenalan dengan berbagai produk perbankan baik umum maupun syariah lebih detail lagi, termasuk dengan tipikal perbankan yang menjadi produsennya. Berangkat dari perkenalan dan komunikasi intensif dengan mereka, akhirnya saya mendapatkan banyak pengetahuan berharga yang sangat membantu saya dalam memilih partner terbaik untuk mengembangkan usaha saya.

Disini, saya tidak akan membandingkan masing-masing produk perbankan ataupun bank penerbit atau produsennya. Saya hanya ingin membuka sebuah wacana diskusi terkait beberapa hal yang berhubungan dengan perbankan syariah dari kaca mata saya dalam kerangka menjembatani komunikasi perbankan syariah dengan masyarakat secara umum, termasuk saya sebagai nasabah.

Teori analogi "Pelacur Berjilbab"

Secara umum, dalam konteks "teori dan konsep" sebagian besar masyarakat memahami Bank Syariah sebagi bank yang berazaskan dengan agama (Islam), hal ini sesuai dengan hasil survey persepsi yang dilakukan oleh BI-MarkPlus tahun 2010.  Persepsi masyarakat ini tentu sangat beralasan, karena konsep perbankan syariah pada dasarnya memang "pengembangan" dari konsep keuangan syariah yang bersumber dari Al Quran dan As sunnah. 

Apalagi diawal munculnya perbankan syariah, hampir semua produk-produknya memakai istilah dari bahasa arab. Sayangnya, berkembangnya persepsi masyarakat ini tidak dibarengi dengan proses komunikasi dan edukasi kepada masyarakat umum secara memadai. Sehingga poin inti dari prinsip syariah yang ditawarkan kepada masyarakat juteru tidak pernah sampai. Secara umum, masyarakat hanya mengingat kata "syariahnya" saja tanpa berusaha mengkaji lebih dalam untuk memahami isi yang ada didalamnya. Akhirnya perbankan syariah mendapat label eksklusif dari masyarakat dan dianggap untuk kalangan tertentu saja (Islam dan kelas menengah keatas), bukan inklusif yang bisa atau boleh diakses oleh siapapun.

Saya lebih memilih kata "pengembangan'' pada konsep syariah yang diterapkan di lembaga perbankan syariah Indonesia, karena rujukan hukum perbankan syariah di Indonesia tidak hanya dari  Al Quran, As sunnah dan atau fatwa/ijtihad ulama yang sudah diakui saja, tapi juga produk hukum positif yang berlaku di Indonesia yang mempunyai relevansi dengan usaha keuangan syariah, seperti UU No.7 /1992 tentang Perbankan atau juga UU No.21/2008 tentang Perbankan Syariah dan lainnya.

Dari "pengembangan" rujukan hukum dan "pengembangan-pengembangan" lainya, dinilai beberapa kalangan menjadi celah bagi masuknya "praktek-praktek" tidak syar'i pada lembaga perbankan syariah di Indonesia. Salah satu bukti kecurigaan masyarakat adalah muncul dan berkembangnya istilah "pelacur berjilbab"  untuk mengkonotasikan institusi bank syariah.
 

Jilbab salah satu tanda keimanan bagi wanita muslim | infobusanamuslim

Istilah konotatif "pelacur berjilbab" ini bisa dimaknai sebagai gambaran anomalis dari sebuah konsep atau tatanan umum yang berlaku dan dipahami oleh masyarakat. Kenapa anomali? Kata Pelacur adalah sebuah profesi yang berkonotasi buruk/haram, sedangkan berjilbab adalah sebuah bentuk gambaran yang menunjukkan ketaatan dalam konteks syar'i.  Pelacur kok berjilbab!

Dalam konteks hubungannya dengan institusi perbankan syariah, istilah "pelacur berjilbab" secara lugas dipahami sebagai gambaran ironi praktik perbankan syariah di Indonesia yang dianggap bergeser jauh dari fiqih muamalah, kata pelacur untuk analogi praktik ribawi bank dan berjilbab untuk analogi syariah. 

Pada praktiknya bank syariah dianggap menjalankan syariah hanya di awal, pada saat akad saja. Selanjutnya bank syariah dinilai masih menjalankan praktik ribawi mirip pola kraktik bank konvensional (khususnya untuk produk pinjaman/kredit), sehingga banyak kalangan yang mempertanyakan dimana letak syariahnya?

Kehadiran perbankan syariah di Indonesia, di satu sisi merupakan angin segar bagi masyarakat Indonesia, terutama yang menginginkan adanya konsep "berkah" didalamnya, tapi di sisi lain juga berpotensi menjadi ancaman serius bagi eksistensi perbankan konvensional. Buktinya, hampir semua bank umum konvensional yang sudah mapan, beramai-ramai membuka unit syariah secara massive di Indonesia. 

Keberadaan unit syariah dari bank-bank umum konvensional ini juga dinilai berbagai kalangan turut "mengaburkan" konsep syariah dari perbankan syariah di Indonesia. Bagaimana dengan struktur modalnya? Darimana sumber modalnya? Bagaimana dengan split atau pemisahan koneksitas jalur kebijakan strategis diatara keduanya? Masyarakat masih bertanya-tanya.

Hati-hati menyikapi prasangka! | neverblast.com

Sementara di lapangan, benturan dan pertarungan bebas antara perbankan konvensional dan perbankan syariah tidak terelakkan lagi! Secara logika, bagaimana mungkin bagi bank-bank besar yang menguasai marketshare dan memaksakan diri berdiri pada dua kaki yang berpijak pada prinsip dan konsep yang saling bertentangan bisa berjalan beriringan? 

Disinilah yang dikhawatirkan akan memunculkan berbagai bentuk kompromi tidak sehat, yang bisa menyeret sekaligus mengaburkan konsep syariah yang sedang dikembangkan di Indonesia dan dengan pola sistematik juga tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya proses pelemahan daya saing perbankan syariah dari dalam! 

Toh meskipun Bank Syariah yang menjadi unit usaha dikatakan sudah terpisah dari induk secara manajerial, tapi tetap saja posisinya sebagai anak usaha! Dimana-mana yang namanya anak pasti harus nurut sama bapaknya.....

Fakta dilapangan, istilah konotatif  "pelacur berjilbab" dijadikan kompetitor sebagai salah satu barrier to entry yang efektif untuk menahan laju infiltrasi proses marketing perbangkan syariah di masyarakat yang otomatis akan ikut berperan menahan laju proses sosialisasi perbankan syariah secara umum. 

Maka tidak heran jika sampai sekarang marketshare  perbankan syariah di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini belum sampai 5%. Ironis bukan? Disisi lain, berkembangnya Istilah konotatif  "pelacur berjilbab" tentu semakin membuat bingung masyarakat, karena menjadi kontradiktif dengan citra persepsi yang terbangun di awal sebagai lembaga keuangan yang berazaskan agama (Islam) yang seharusnya rahmatan lil alamin!?

Muncul dan berkembangnya istilah konotatif  "pelacur berjilbab" di masyarakat, setidaknya memberikan 2 (dua) pesan penting bagi institusi perbankan syariah, yaitu

1. Sesegera mungkin melakukan introspeksi dan membenahi semua perangkat usahanya yang sudah terlanjur berlabel "syariah" agar benar-benar menerapkan konsep syariah secara utuh.

2. Bank syariah tidak sendirian menikmati kue di pasar perbankan Indonesia. Mereka berhadapan dengan raksasa-raksasa perbankan yang sudah eksis selama puluhan bahkan ratusan tahun.

Memang tidak ada gading yang tak retak, tidak ada yang sempurna di dunia ini! Mengutip pernyataan Deputi Direktur Pengembangan Produk dan Edukasi Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (PPE DPbS OJK) Dr. Setiawan Budi Utomo, “Tidak ada bank syariah yang seratus persen syariah. Sama halnya saya katakan bahwa tidak ada dosanya manusia itu. Artinya kesalahan itu pasti ada”.

Dalam kerangka "proses",  pernyataan Dr. Setiawan Budi Utomo masih bisa diterima. Dengan catatan, upaya perbaikan dan penyempurnaan prinsip syariah secara total dan berkesinambungan untuk menuju konsep falah benar-benar bisa terwujud, sekaligus memberi manfaat bagi perbaikan struktur ekonomi masyarakat, karena penyematan label "syariah" urusannya dunia akhirat jadi tidak bisa sekedar wacana apalagi sekedar tempelan untuk tujuan marketing semata. 

Untuk itulah, berangkat dari semua fakta riil dilapangan diharapkan kedepan semua pihak yang berkepentingan dengan lembaga keuangan syariah, khususnya perbankan syariah harus bekerja keras untuk berkonsolidasi sekaligus menyamakan persepsi baik diantara lembaga keuangan syariah sendiri, dengan pemerintah sebagai regulator, MUI sebagai organisasi representasi ke Islaman di Indonesia,  maupun dengan masyarakat sebagai obyek pasar sekaligus obyek dakwah. 

Konsep "Logika Terbalik" untuk Mengembangkan "Konsep Perbankan Syariah" di Indonesia

Konsep logika terbalik ini mengacu pada pola dan strategi Rasulullah dan Para Wali songo dalam menyebarkan agama Islam  di wilayah dakwah masing-masing. Saya memilih istilah logika terbalik, karena menurut saya strategi dakwah atau penyebaran Islam oleh Rasulullah dan Walisongo memang berbanding terbalik dengan konsep sosialisasi/penyebaran Bank Syariah di Indonesia yang saya analogikan sebagai proses dakwah untuk menyebarkan sistem ekonomi keuangan syariah

Saya sangat tertarik dengan keyword dari kisah-kisah inspiratif beliau-beliau  yang mungkin bisa diterapkan dalam upaya penetrasi dan sosialisasi perbankan syariah di Indonesia.

Ilustrasi pasar Madinah era Rasulullah | Zill Qayyim
Sebagai ilustrasi, berikut saya ceritakan kisah inspiratifnya secara singkat :

Di sudut pasar Madinah Al-Munawarah seorang pengemis Yahudi buta, hari  demi hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata "Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya".

Setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya dengan lemah lembut penuh kasih sayang kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah SAW  melakukannya setiap hari hingga menjelang Beliau SAW wafat.

Setelah Rasulullah wafat, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari Abu Bakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah r.ha. Beliau bertanya kepada anaknya, "anakku adakah sunnah  kekasihku yang belum aku kerjakan", Aisyah r.ha menjawab pertanyaan ayahnya, "Wahai ayahanda engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayahanda lakukan kecuali satu sunnah saja".

"Apakah Itu?", tanya Abu Bakar r.a.

Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana", kata Aisyah r.ha.

Keesokan harinya Abu Bakar r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abu Bakar r.a mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepada nya. Ketika Abu Bakar r.a. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak, "siapakah kamu ?".

Abu Bakar r.a menjawab, "aku orang yang biasa".

"Bukan !, engkau bukan orang yang biasa mendatangiku", jawab si pengemis buta itu.

"Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut", pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abu Bakar r.a. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, "aku memang bukan orang yang biasa datang pada mu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada lagi. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW".

Setelah pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar r.a. ia pun menangis dan kemudian berkata, "benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia...." Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abu Bakar r.a.

Selain kisah diatas, kisah konseptual penuh hikmah para Sunan yang tergabung dalam Walisongo saat menyebarkan ilmu tauhid di Pulau Jawa juga sangat layak untuk diapresiasi. Metode "gerakan dakwah" para sunan dinilai sangat visioner. 

Mereka dinilai sudah menerapkan aspek manajerial dalam menyebarkan ajaran Islam, khususnya manajemen organisasi dan manajemen strategi yang dikelola secara konsisten, solid, rasional, sistematis, harmonis dan kontinyu sehingga proses dakwah menjadi relatif lebih efektif dan efisien.

Diantara strategi dakwah Walisongo yang paling jitu dan terkenal adalah ide Sunan Kalijogo atau Raden Said yang menjadikan seni dan budaya sebagai media dakwah dengan cara memasukkan filosofi, simbol dan ungkapan tauhid dalam beberapa unsur budaya Jawa, seperti seni ukir, wayang, gamelan, dan seni tetembangan suluk. 

Kata "suluk" yang dikenal dalam seni wayang tradisonal Jawa berasal dari terminologi Al-Qur'an, Fasluki, dalam Surat An-Nahl [16] ayat 69, Fasluki subula rabbiki zululan, yang artinya ...Dan tempuhlah jalan Rabb-mu yang telah dimudahkan (bagimu). Suluk secara harfiah berarti menempuh (jalan). Dalam kaitannya dengan agama Islam dan sufisme, kata suluk berarti menempuh jalan (spiritual) untuk menuju Allah. 

Tembang suluk gubahan Sunan Kalijogo yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Selain itui beliau juga menggagas baju takwa yang mengadopsi dari surjan, baju khas pria dari Jawa Tengah, perayaan sekatenan, gerebeg maulud, serta lakon carangan/karangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu. 

Pandawa Lima jadi perlambang dari Lima rukun Islam | sutrasurga

Dari kisah dakwah inspiratif sekaligus inovatif Rasulullah dan Walisongo diatas, saya mendapatkan 2 (dua) keyword atau kata kunci yaitu, (keutamaan) akhlak dan strategi (pendekatan budaya). 

Menariknya, dengan ke-2 keyword itu baik Rasulullah maupun Walisongo sepertinya tidak perlu lagi menambahkan istilah atau embel-embel yang memberikan kesan Islami secara eksplisit, sehingga si Yahudi Buta dan masyarakat Jawa lebih fokus pada materi yang menjadi inti dari dakwah yang secara tidak langsung di ajarkan kepada mereka. 

Coba kalau dibalik! Misalkan Rasulullah sebelum menyuapi si Buta mengatakan aku Muhammad atau aku orang Islam, tentu si buta pasti langsung menolak dari awal. Begitu juga seandaianya Sunan Kalijogo memberi judul karya seni wayangnya dengan judul " Intisari Bacaan Kalimat Syahadat"  atau istilah suluk diganti dengan Fasluki subula rabbiki zululan atau bisa juga seandainya judul tembang suluk  "Gundul gundul Pacul" yang sarat makna filosofis diganti menjadi "Jalan Islami mengemban amanah" misalkan, bisa jadi kisahnya akan lain. 

Disinilah saya melihat adanya penerapan strategi yang cerdas! Rasulullah dan Sunan Kalijogo jeli membaca situasi dan kondisi medan dakwahnya. Beliau berdua paham benar kapan saatnya secara eksplisit menyatakan inilah konsep syariah atau Islami seperti yang dituntunkan dalam Aquran dan As Sunnah!

Dalam konteks perbankan Syariah, 2 (dua) keyword atau kata kunci yaitu, (keutamaan) akhlak dan strategi (pendekatan budaya) diatas, menurut saya juga bisa dijadikan keyword bagi sosialisasi perbankan syariah ke masyarakat Indonesia.

Tentang keutamaan akhlak, aplikasinya tentu dengan menerapkan konsep syariah secara utuh dan bulat, bukan 1/4, 1/2 atau 3/4 saja, tapi secara utuh bulat atau orang Jawa mengatakan bunder ser! Lantas kalau ada pertentangan dengan hukum positif gimana? 

Karena dari awal konsep perbankan syariah mengikrarkan diri menerapkan konsep syariah (Islam) sebagai rujukan, otomatis semua harus dikembalikan ke sumber hukum asalnya Al  Quran dan As sunah (hadist)  dan atau Ijmak, Qiyas, Ijtihad, Istihsan, Urf, Istishhab. 

Dengan menerapkan hukum syariah secara total, adalah jaminan bagi keadilan, keseimbangan dan kemaslahatan seperti 3 (tiga) pilar ekonomi syariah yang diterapkan di Indonesia. Apabila keadilan, keseimbangan dan kemaslahatan benar-benar sudah menjadi dasar dari pola perbankan syariah di Indonesia, Insha Allah tanpa embel-embel kata syariah sekalipun sistem perbankan gaya baru dari ilmu tua yang bertuah ini pasti dicari orang! Sehingga dengan sendirinya istilah analogi pelacur berjilbab  tidak akan pernah ada atau paling tidak kedepan tidak akan menggema lagi....

Sedangkan strategi (pendekatan budaya), lebih kearah pendekatan logika humanis dan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah sosialisasi, jadi tidak text book seperti cara Walisongo. Logika humanis ini perlu dipakai untuk mengeliminir kesan eksklusif dan kemungkinan adanya gesekan, terutama di daerah yang mayoritas penduduknya mempunyai resistensi terhadap kata Islam, walaupun terkadang konsep Islami justeru menjadi bagian dari kehidupan mereka sehari-hari. 

Misalkan, pemaparan konsep perbankan syariah dilakukan dengan konsep simulasi humanis yang mempertemukan bentuk keadilan, keseimbangan dan kemaslahatan  dalam kasus-kasus kehidupan sehari-hari agar lebih sederhana dan mudah dipahami. Dengan strategi ini, proses sosialisasi sistem perbankan syariah tidak hanya tersegmentasi pada kalangan, waktu dan tempat yang terbatas. Jadi bisa lebih terbuka dan inklusif!

Mengenai strategi normatif yang sudah berjalan, seperti melalui jalur komunitas dan aktifitas Islami tidak masalah untuk terus dilanjutkan, anggap saja kita bergerak dengan multitalent dan multisegment yang sudah pasti memerlukan multistrategy. Toh nanti juga kelihatan konsep mana yang paling efektif.

Konklusi Solusif

Berhadapan dengan berbagai pilihan produk perbankan (terutama produk pinjaman/kredit) dari berbagai bank penerbit, memang bukan perkara mudah untuk memutuskan pilihan yang paling tepat. Sering muncul rasa gamang atau bingung untuk memilih yang terbaik sebagai partner menuju kesuksesan dunia dan akhirat. Begitu banya variabel yang harus dijadikan sebagai bahan pertimbangan.

Analisa SWOT | bisnisrumahanpemula.com

Untuk urusan yang satu ini, saya punya pengalaman yang mungkin juga bisa dijadikan referensi atau bahan pertimbangan oleh siapa saja. Setelah mengkaji dari berbagai teori tentang produk perbankan baik dari sisi keuangan maupun agama dan berdiskusi dengan orang-orang yang menurut saya berkompeten dengan dunia perbankan, manajerial dan ilmu syariah/ke-Islaman, akhirnya setiap berhadapan dengan berbagai pilihan yang membingungkan saya memilih menggunakan metode SWOT, yaitu sebuah metode analisa perencanaan strategis sederhana dengan cara mengevaluasi kekuatan/kelebihan (strenght), kelemahan/kekurangan (weaknesses), peluang/kesempatan/kemungkinan (opportunities) dan ancaman/bahaya/mudharat (threats) dari masing-masing pilihan. dari sini nanti saya bisa mendapatkan point karakter dari masing-masing pilihan yang membingungkan tersebut sehingga akhirnya saya bisa menentukan pilihan terbaik yang paling sesuai dengan keinginan atau harapan saya. 

Contoh analisa SWOT | ilmukelast

Menurut saya metode analisa SWOT ini selaras dengan prinsip dalam konsep fiqh Islam ketika kita berada dalam posisi kebingungan untuk memilih sebuah pilihan, yaitu “WADHIDDUHU TAZAKUMUL MAFASIDDI FARTAKIBUL ADNA MINAL MAFASIDI” yang artinya (adapun lawannya) jika bertabrakan antara mudharat satu dengan yang lainya maka diambil mudharat yang paling kecil dan ringan. 

Hal ini disumberkan dari dalil Al Quran, Surat  Al-Baqarah : 173 “Maka barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Tabungan Haji Bank Muamalat | @kaekaha

Dimana seseorang tidak mampu meningalkan dua mudharat dan mafsadah (bahaya) secara bersamaan yang dia mampu adalah meninggalkan yang satu tetapi tidak bisa lepas dari bahaya yang lainnya, maka jika menghadapi kondisi yang demikian itu: dia harus memilih bahaya yang lebih kecil dan ringan untuk mencegah bahaya dan mafsadah yang lebih besar.

Dalam aplikasinya, ketika memilih partner perbankan untuk menuju kesuksesan dunia dan akhirat, bisa dipetakan dengan model analisa SWOT seperti contoh diatas. Kalau parameternya hanya sukses di dunia mungkin relatif mudah, tapi kalau ada tambahan sukses di akhirat rasanya hanya memberikan satu pilihan tersisa, yaitu perbankan syariah.
Bank Syariah dan Bank Konvensional | bankmuamalahcilegon.com


Memang perbankan syariah di Indonesia masih belum bisa menerapkan konsep syariah secara utuh dan murni, itu adalah realitas yang tidak bisa kita pungkiri. tapi dari sisi ancaman/bahaya/mudharat (threats)-nya paling kecil diantara yang lain. Apalagi bila wacana proses perbaikan terus dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang. Terlebih lagi, kabarnya sekarang perbankan syariah sudah sama bagusnya, sama lengkapnya dan sama modern-nya dengan bank konvensional.

Bagaimana tertarik ikut mencoba?  Silahkan, semoga memberi manfaat di dunia dan akhirat. Amin.

Kampanye Perbankan Syariah (Grafis : kompasiana-OJK)


Artikael juga diposting di Kompasiana pada 8 Mei 2016   02:20 dan penjadi pemenang dalam lomba blog yang adakan oleh OJK bekerja sama dengan Kompasiana berhadiah uang tunai 2,5 jt

Tidak ada komentar:

Posting Komentar