Taman Maskot dengan latar belakang Sungai Martapura | @kaekaha |
BANJARMASIN “KOTA SERIBU SUNGAI”
Kota Banjarmasin, ibu kota Propinsi Kalimantan Selatan dikenal luas dengan julukan “Kota Seribu Sungai”.
Salah satu kota perdagangan tertua di Pulau Kalimantan ini memang
mempunyai alur sungai terbanyak di Indonesia bahkan mungkin dunia.
Walaupun data riilnya tidak sampai seribu seperti julukannya, aliran
sungai yang ada menjadikan lanskap kota Banjarmasin seperti sekumpulan
pulau-pulau kecil di ujung Pulau Kalimantan bagian Selatan, jika dilihat
dari udara. Unik!? Tunggu dulu! Ada lagi yang lebih unik. Tinggi
rata-rata permukaan tanah di Kota Banjarmasin sekitar 60cm dibawah
permukaan air laut. Hal ini menyebabkan sebagian besar wilayah daratan
Kota Banjarmasin didominasi oleh lahan basah atau rawa-rawa dengan
intensitas kedalaman yang berbeda-beda dan yang paling unik adalah arus
dan arah aliran sungai tergantung oleh pasang surut air laut. Normalnya,
aliran air sungai mengalir dari hulu menuju ke hilir, tapi di
Banjarmasin bisa sebaliknya bila air laut pasang. Hal ini menyebabkan
terjadinya intrusi air laut, sehingga air sungai dan rawa bisa
berubah-ubah taste-nya tergantung waktunya. Terkadang pagi tawar, siang atau sore bisa berubah menjadi payau bahkan asin. Unik bukan?
Kondisi alam Kota Banjarmasin yang sangat khas inilah yang membentuk karakter budaya air/sungai
melekat selama ber-abad-abad pada masyarakat Kota Banjarmasin. Budaya
Sungai yang telah berurat dan berakar akhirnya menjadi identitas Kota
Banjarmasin sampai sekarang. Sebagai identitas komunal masyarakat Kota
Banjarmasin, budaya sungai
memberi pengaruh yang sangat signifikan terhadap pola aktifitas sosial,
ekonomi, seni dan budaya masyarakatnya. Jadi bisa dibilang, sungai
adalah urat nadi kehidupan masyarakat Kota Banjarmasin, setidaknya
sampai dua dekade silam.
Sebagai buktinya, hampir semua sarana dan
prasaran publik maupun pribadi dibangun di sekitar sungai dengan
menghadap ke sungai, mulai rumah tinggal pribadi, sekolah, perkantoran
pemerintah, militer, sarana ibadah, pasar, bahkan pelabuhan Tri Sakti
yang merupakan pintu masuk orang dan barang ke Pulau Kalimantan juga
dibangun di tepi sungai bukan di tepi laut layaknya pelabuhan besar
lainnya di Indonesia dan yang paling menarik adalah keberadaan dua pasar
tradisonal yang menjadi icon pariwisata Kota Banjarmasin yang
begitu masyur seantero dunia, “pasar terapung” di daerah Kuin dan Lok
Baintan lokasinya bukan di daratan layaknya pasar-pasar umumnya, tapi
mengapung diatas aliran sungai.
REALITAS RUANG PUBLIK DI KOTA BANJARMASIN
Kota Banjarmasin dengan luas (hanya) sekitar 98 km2 atau ¼ dari luas saudara mudanya Kota Banjarbaru
atau 1/8 luas Kota Jakarta, merupakan Ibu Kota Propinsi dengan luas
terkecil di Pulau Kalimantan. Coba bandingkan dengan luas Kota
Palangkaraya, ibu kota Propinsi Kalimantan Tengah yang diwacanakan
menjadi Ibu Kota Negara Indonesia yang mencapai 2.400 km2. Tetapi
kepadatan penduduk Kota Banjarmasin, merupakan yang tertinggi diantara
Ibu Kota propinsi lainnya di Pulau Kalimantan. Menurut data BPS tahun
2013, kepadatan penduduk di Kota Banjarmasin mendekati angka
7000jiwa/km2. Coba bandingkan dengan Kota Samarinda yang hanya 1.122
jiwa/km2 atau Kota Palangkaraya yang hanya 102 jiwa/km2.
Mencermati
data diatas, angka kepadatan penduduk Kota Banjarmasin yang mencapai
7000 jiwa/km2 jelas jauh dari angka ideal yang seharusnya (maksimal)
1000 jiwa/km2 atau 40 jiwa/ha. Kota Banjarmasin sudah overcapacity
dan bisa dibilang sangat tidak layak huni. Ketidakseimbangan antara
ketersediaan ruang dan populasi penduduk Kota Banjarmasin ini tentu akan
membawa dampak yang tidak sehat bagi perkembangan sosiopsikis
masyarakat Kota Banjarmasin yang multietnis dan bila tidak dikelola
dengan tepat tentu akan menimbulkan banyak permasalahan sosial di
kemudian hari.
Celakannya, ruang publik yang terbukti mampu menjadi salah satu solusi
untuk menetralisir “kepenatan dan kejenuhan sosial”, kualitas dan
kuantitas space ruangnya masih minim dan terbatas. Ruang publik di Kota Banjarmasin sebagian besar berupa ruang terbuka hijau (RTH),
sebut saja Taman Kamboja yang ada di tengah kota Banjarmasin, Taman
Maskot di sebelah Masjid Sabilal Mutadin, Taman hutan kota halaman
Masjid Sabilal Muhtadin, Taman hutan kota Korem Banjarmasin, Taman
siring sungai Martapura, taman dan pepohonan sepanjang trotoar Jalan A.
Yani (sayang, mulai hilang karena pelebaran jalan dan pembangunan fly over), taman
agrowisata & kebun binatang mini di Jl. Jahri Saleh. Total bentang
ruang terbuka hijau di Kota Banjarmasin baru mencapai sekitar 17% atau
baru setengah lebih sedikit dari yang dipersyaratkan oleh UU No.26 tahun
2007, pasal 29 yaitu 30% dari total luas wilayah.
Masjid Sabilal Muhtadin Dengan Hutan Kota Di Sekelilingnya | Purnamatravel.wordpress.com |
Terbatasnya ruang “bersosialisasi” masyarakat, tentu juga akan membatasi
ruang kreasi, rekreasi, ekspresi, aktualisasi dan interaksi masyarakat
Kota Banjarmasin secara umum. Di titik inilah diperlukan ide-ide segar,
kebijakan konstruktif dan tindakan riil yang terukur sebagai terobosan
aplikatif guna tetap menjaga keberlangsungan dinamika sosial dan
harmonisasi masyarakat Kota Banjarmasin yang terkenal heterogen. dengan
tetap mengedepankan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal khas
Masyarakat Kota Banjarmasin
Gayung bersambut, Pemerintah Kota Banjarmasin, sepertinya mempunyai
“jurus maut” yang ampuh untuk menjawab kegelisahan dan kegundahan
masyarakatnya yang seperti api dalam sekam. Membangun ruang publik dan
atau Ruang Terbuka Hijau berbasis budaya
dan ekologi sungai yang representatif menjadi pilihan utama sekaligus
jurus paling ampuh untuk menjawab berbagai kegelisahan sosial masyarakat
Kota Banjarmasin.
Kenapa harus membangun ruang publik dan atau
Ruang Terbuka Hijau berbasis ekologi sungai? Kenapa bukan yang lain?
Seperti membangun Kebun Raya misalnya!? Atau membangun taman-taman asri
dengan kebun binatang mini di sudut-sudut kota seperti yang dilakukan
Pemkot Surabaya?
Dengan luas wilayah hanya 98km2 dan kepadatan penduduk sekarang ini lebih dari 7000 jiwa/km2 plus
didominasi lahan basah atau rawa-rawa, bukan perkara mudah membangun
ruang publik di Kota Banjarmasin. Hal ini memang diakui oleh (mantan)
Walikota Banjarmasin H. Muhidin ketika menanggapi permasalahan minimnya
ruang publik dan terbuka hijau di Kota Banjarmasin. Mungkin ini salah
satu jawaban mengapa di Kota Banjarmasin tidak terdapat alun-alun yang
umumnya menjadi landmark sebuah kota seperti layaknya ibu kota kabupaten/kota di daerah lain! Situasi ini memang bukan domain Kota Banjarmasin saja, tapi hampir semua kota besar di Indonesia.
Dengan
segala keterbatasan yang ada, Pemko Banjarmasin memang tidak mempunyai
banyak opsi mudah dan memadai untuk mengembangkan ruang publik di Kota
Banjarmasin. Tapi Kota Banjarmasn dengan segala keterbatasannya tetap
harus berubah dan berbenah. Pelan tapi pasti, seiring berjalannya waktu
ternyata justeru keterbatasan inilah yang akhirnya menuntun kesadaran
semua elemen di Kota Banjarmasin untuk kembali menjadikan sungai sebagai
sentra kehidupan sosial masyarakat Kota Banjarmasin. Salah satunya
dengan mengembangkan potensi ekologi sungai menjadi kawasan terpadu yang
multimanfaat, yaitu sebagai daerah konservasi, pariwisata, pendidikan
dan tentunya stimulus perekonomian.
"Sambil menyelam minum air” mungkin
itu gambaran upaya strategis yang dilakukan Pemerintah Kota Banjarmasin
membangun ruang publik dan atau ruang terbuka hijau yang berbasis
sungai. Selain untuk memenuhi kebutuhan internal masyarakatnya juga
berfungsi ganda sebagai upaya memperkuat brand image Kota Banjarmasin, khususnya di sektor pariwisata sebagai kota yang identik dengan sungai atau budaya sungai.
Kedepan, hal ini tentu akan memberi dampak ikutan yang signifikan bagi
nilai jual aktifitas dan destinasi pariwisata Kota Banjarmasin khususnya
yang berbasis sungai
Pasar Terapung Alami, Ruang Publik Asli Produk Budaya Sungai| anekatempatwisata.com |
Harus diakui memang, arah pembangunan Kota Banjarmasin dalam dua dekade terakhir seperti meminggirkan sungai dan budaya sungai.
Dampaknya sangat besar! Banyak alur sungai yang hilang dengan berbagai
sebab, pendangkalan sungai semakin massif, pencemaran air sungai semakin
mengerikan, krisis air bersih di musim kemarau (sebuah ironi sebagai
daerah yang identik dengan budaya air/sungai) dan ancaman banjir besar
yang mengancam setiap musin hujan (Masih ingat!? Rata-rata tinggi
permukaan tanah di Kota Banjarmasin lebih rendah dari permukaan air
laut). Tapi semua itu cerita lalu! Sekarang Kota Banjarmasin tengah
bebenah untuk berubah dan semoga Istiqomah! Berangkat dari budaya sungai
sebagai identitas Kota Banjarmasin, maka tidak salah jika pilihannya
adalah kembali menjadikan ekologi sungai sebagai titik sentral dari
proyek pembangunan ruang publik dan atau ruang terbuka hijau di Kota
Banjarmasin. Meskipun bentangnya tidak terlalu luas tapi quantity dan panjangnya aliran sungai yang mengaliri Kota Banjarmasin dirasa cukup untuk menjadi oase menyegarkan bagi Kota Banjarmasin“.
PUBLIK BERBASIS (BUDAYA) SUNGAI DI KOTA BANJARMASIN
1. Inventarisasi
Semua
sungai besar maupun kecil yang mengalir di Kota Banjarmasin di data
ulang, identitas dan kondisi fisik sungai dicatat secara detail selain
untuk arsip, juga menjadi bahan acuan untuk menyusun skala prioritas
pada kebijakan pembangunan ruang publik dan atau Ruang Terbuka Hijau
selanjutnya.
Label Sungai : Sungai Pemurus | @kaekaha |
2. Pelabelan
Masing-masing sungai juga diberi tanda pengenal berupa papan nama dan
yang dipasang ditempat terbuka yang mudah diakses/dibaca oleh siapapun
sebagai pengenal sekaligus alat sosialisasi kepada masyarakat.
Selain
sebagai tanda pengenal, pelabelan juga berfungsi sebagai sarana edukasi
kepada masyarakat agar kembali mempunyai rasa memiliki dan sadar akan
fungsi dan peran sungai bagi keseimbangan ekosistem.
3. Normalisasi Sungai.
Dari sekian banyak sungai yang mengalir di Kota Banjarmasin
memang tidak semua berfungsi sebagaimana mestinya, bahkan ada beberapa
di antaranya yang hilang karena telah berubah fungsi. Untuk itu perlu
dilakukan normalisasi fungsi sungai dengan mengembalikan kondisi fisik
badan sungai dan fungsinya seperti semula.
Disini, proses yang
paling banyak memakan waktu dan biaya adalah proses pembebasan lahan
yang terlanjur dikuasai oleh masyarakat. Sedangkan aktifitas yang paling
dominan adalah pengerukan sungai. Karena banyaknya sungai yang ada,
maka pelaksanaanya dilakukan secara bertahap sesuai dengan skala
prioritasnya.
4. Pembangunan Fisik.
Pembangunan fisik prasarana pendukung dilakukan sesuai keperluan dan desain yang telah ditetapkan.
5. Pemeliharaan/Perawatan Fisik
Diantara
aktifitas yang lain, fungsi pemeliharaan biasanya dianggap yang paling
mudah tapi kenyataanya di fungsi inilah biasanya banyak terjadi
kegagalan. Sehingga banyak sarana dan prasarana penunjang destinasi yang
akhirnya rusak, raib dan kadang tidak berfungsi sehingga mengurangi
kenyamanan bahkan keamanan
BUKTI BANJARMASIN MULAI BERUBAH
Kota Banjarmasin sekarang memang beda! Semakin cantik! Sama persis dengan idiom Banjarmasin Bungas yang mulai popular di kalangan masyarakat tanah air. Bungas berasal dari kosakata bahasa Banjar yang artinya cantik.
Inilah beberapa ruang publik sekaligus ruang terbuka hijau baru yang menambah bungas Kota Banjarmasin
Taman Siring Sungai Martapura | bocahpetualang.com |
1. Komplek Siring Sungai Martapura, Jl. Piere Tendean dan Jl. Jendral Sudirman
Komplek siring di sisi Jl. Jendral Sudirman lebih dulu dibangun oleh pemko Banjarmasin,
letaknya yang strategis di seberang jalan Komplek Masjid Sabilal
Muhtadin. Ruang publik yang satu ini merupakan tempat favorit berbagai
komunitas seni, fotografi, kuliner, otomotif, olahraga dan ketangkasan
lainnya untuk berkumpul dan menunjukkan eksistensinya. Disini sering
diadakan berbagai event pameran dan perlombaan untuk masyarakat. Setiap
hari minggu pagi di lokasi ini merupakan salah satu area tempat
penyelenggaraan car free day sehingga masyarakat Kota
Banjarmasin yang ingin menikmati udara pagi sambil berolahraga atau
mencicipi kuliner khas Kota Banjarmasin yang maknyus atau belanja di pasar terapung “baru” selalu tumpah ruah di tempat ini.
Taman Siring Sungai Martapura | bocahpetualang.com |
Sedangkan komplek siring Sungai Martapura di sisi Jl. Piere Tendean
letaknya di seberang Sungai Komplek Siring Sungai Martapura sisi Jl.
Jendral Sudirman. Komplek ini lebih lengkap dan lebih luas dibanding
dengan yang di sisi Jl. Jendral Sudirman. Cocok untuk wisata murah
bersama keluarga tercinta. Icon ruang publik yang diresmikan
tahun 2014 ini adalah menara pandang yaitu bangunan berlantai 4 dangan
tinggi 21 m dengan arsitektur Banjar modern yang bisa di gunakan untuk
bebagai aktifitas, seperti pameran, atraksi musik, seni dan budaya,
perlombaan dan tentunya untuk melihat view Kota Banjarmasin dari ketinggian dengan cara berbeda.
Rumah Anno 1925 | tribunnews.com |
Selain itu di komplek ini juga terdapat 2 Rumah ber-arsitektur Banjar yang dudah cukup tua, yang biasa disebut masyarakat dengan rumah Anno 1925 dan rumah hijau. Selain itu, komplek ini juga dilengkapi dengan taman dengan tanaman hijau yang rindang dan luas, sarana ibadah, dan tentunya toilet. Setiap hari Minggu pagi dan hari libur lainnya, tempat ini selalu penuh dengan aktifitas masyarakat. Khusus di hari Minggu di sini terdapat pasar terapung “baru” yang siap memanjakan pengunjung dengan sensasi belanja hasil pertanian/perkebunan dari pedalaman plus souvenir atau oleh-oleh cantik khas Kalimantan di atas perahu.
batumeranti.desa.id |
Bekantan | hoetravel.com |
Dari titik ini pengunjung juga bisa memulai wisata susur sungai bersama keluarga mengelilingi Kota Banjarmasin untuk melihat-lihat rutinitas masyarakat Banjar dengan berbagai pernik budaya sungainya yang khas seperti melihat lanting (rumah terapung), maunjun
(menangkap ikan khas masyarakat Banjar) atau mengunjungi pasar terapung
di Sungai Barito, Kuin lanjut ke Pulau Kembang, pulau kecil
ditengah-tengah Sungai Barito yang menurut cerita daerah dari mulut ke
mulut yang berkembang di masyarakat Banjar merupakan sepasukan tentara
penjajah bersama kapal angkutnya yang dikutuk menjadi monyet. Pulau ini
menjadi habitat beberapa jenis monyet termasuk bekantan (Nasalis larvatus) atau si monyet belanda (karena berhidung mancung) icon Kalimantan
Selatan yang juga menjadi logo wahana hiburan "Dunia Fantasi (Dufan)"
Ancol . Pasar terapung Lok Baintan atau mengunjungi destinasi wisata
kuliner Soto Banjar “Bang Amat” di daerah Banua Hanyar ada juga
destinasi Museum WASAKA (Waja Sampai Kaputing), yaitu museum perjuangan
rakyat Banjarmasin dan Kalimantan Selatan.
Finishing Patung Bekantan Raksasa | beritaborneo.com |
2. Taman Maskot Patung Bekantan
Komplek taman dengan icon patung
bekantan raksasa setinggi 8 meter ini masih berada di Jl. Pierre
Tendean, dengan Komplek Taman siring Martapura sisi Jl. Piere Tendean
yang ada menara pandangnya dipisahkan oleh ruas jembatan atau tepatnya
di seberang Taher Square. Di komplek taman ini selain terdapat patung
bekantan raksasa yang menyemburkan air dari mulutnya juga terdapat
sarana olahraga dan seni, seperti arena basket dan panggung hiburan.
Ruang publik yang masih dalam tahap finishing ini sangat cocok untuk
wisata keluarga.
3. Taman Siring Sei Baru
Taman siring Sungai
Martapura di Sei Baru (Sungai Baru) sebenarnya masih satu alur dengan 2
Komplek taman siring sebelumnya. Posisinya dipisahkan oleh ruas Jl.
Ahmad Yani. Di paal (kilo meter) 1. Komplek ruang publik yang
satu ini masih dalam tahap pembangunan. Kampung Sei Baru, dulunya
dikenal sebagai “kampung ketupat” di Kota Banjarmasin. Sekarang, Kampung
ketupat Sei Baru masih ada dan tetap eksis, hanya sebagian saja (di
bantaran sungai) yang harus direlokasi karena terkena proyek pembangunan
taman siring Sei Baru
Inilah realitas wajah ruang publik di Kota
Banjarmasin, Kota tua di ujung selatan Pulau Kalimantan yang terus
berusaha berbenah mencari jati dirinya dengan menggali semua potensi
budaya yang dimilki untuk meneruskan peradaban dan keberlangsungan
harmoni masyarakatnya dalam bingkai kemakmuran dan kemaslahatan bersama.
Selamat ulang tahun yang ke 489, Kota Banjarmasin! Semoga semakin Bungas dan langkar. Amin...
"Waja Sampai Kaputing"
Artikel ini merebut juara ke-2 di ajang Lomba Blog "Ruang Publik Untuk Semua" yang diselenggarkan oleh Kementerian PUPR dan Kompasiana dalam rangka memperingati Hari Habitat Dunia 2015.
Hadiahya uang tunai Rp.7.500.000.- plus jalan-jalan ke Bali menghadiri puncak acar seremonial peringatan Hari Habitat Dunia 2015. + uang saku.
banner lomba |
\
Pengumuman pemenang lomba bisa di klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar