Kerupuk Pecel | @kaekaha |
Bulan Ramadan selalu menjadi bulan yang istimewa bagi umat Islam di seluruh penjuru dunia termasuk saya dan juga teman-teman satu kos-kosan dulu, saat masih berjuang menuntut ilmu di kota tembakau di ujung timur pulau Jawa.
Vibes romansanya yang begitu kental jelas tidak akan pernah bisa terlupakan!
Salah satu pernik ramadan yang banyak meninggalkan jejak cerita saat masih ngekos dulu adalah kisah-kisah seputar makan dan makanan, baik untuk iftar atau buka puasa, makan malam setelah tarawih, maupun untuk sahur di Pagi hari sebelum shalat Subuh.
Di kos-kosan saya dulu, akses pintu masuk menjadi satu dengan akses pintu utama rumah ibu kos, hanya saja setelahnya kami harus naik tangga, karena kamar kami ada di lantai dua.
Menariknya, di lantai dua hanya ada 3 kamar kos dan ketiganya yang menempati adalah saya dan 2 teman saya sekelas yang kebetulan dulu sama-sama terdampar di jurusan Manajemen, setelah sebelumnya sama-sama terlempar dari fakultas eksak pilihan masing-masing karena belakangan terdeteksi menyandang kelainan buta warna.
Selain dipersatukan oleh buta warna, persahabatan kami juga diikat oleh kesukaan yang sama, yaitu sama-sama sayurholic alias penikmat beragam sayur-sayuran hijau dan segar.
Maklum, ternyata kami bertiga juga punya latar belakang yang sama, yaitu anak-anak gunung! Bukan pendaki lho ya, tapi memang anak-anak yang lahir dan besar di seputar gunung-gunung di Jawa Timur dan Jawa Tengah...he...he...he...
Salah satu kenangan kami terkait masalah makan-memakan yang mungkin paling berkesan, baik bagi kami maupun keluarga ibu kos adalah hobi kami memanfaatkan tanaman pagar beliau, beluntas (Pluchea Indica Less) untuk kami olah menjadi berbagai makanan sedap.
Anda tahu beluntas kan? Kecuali batang tuanya, semua bagian beluntas mulai dari daun, pucuk daun muda berikut batang muda dan juga binganya enak banget untuk lalapan, salad, trancam, urap-urap, pecel, sampai bothok sayur dan sesekali kami tumis pedas.
Memang sih, untuk beberapa jenis olahan, kami harus menambahkan bahan sayuran lainnya sebagai pelengkap dan penyedap.
Secara tradisional, masyarakat di kampung saya di kaki Gunung Lawu sana meyakini, kalau daun beluntas ini sangat bermanfaat untuk terapi mengurangi bau badan. Benar tidaknya, sejauh ini memang belum ada penelitian yang memberi keterangan terkait hal itu.
Tapi, karena keyakinan komunal tersebut, akhirnya saya dan sepertinya kedua teman saya jadi terbiasa mengkonsumsi beluntas yang aroma langu-nya memang bisa menjadi mood booster untuk nafsu makan.
Hingga akhirnya, kelak kita semua mengetahui manfaat beluntas yang ternyata justeru jauh diatas ekspektasi kami, seperti menurunkan kadar kolesterol jahat, menurunkan resiko kanker alias antioksidan, mengontrol gula darah, mempercepat penyembuhan luka dan mencegah kerusakan sel akibat radikal bebas. Kurang keren apa coba khasiat si beluntas?
Menariknya lagi buat kami, kami tidak perlu beli untuk mendapatkan berapapun beluntas untuk kami olah, meskipun untuk mendapatkannya kami harus ramban alias memetiknya dulu di pagar depan rumah kos-kosan kami.
Uniknya, ketika hari ini kami petik pucuk daun beluntas ini, besoknya sudah muncul tunas-tunas pucuk daun baru. Nah karena cepatnya daun muda tumbuh, sejak kami rutin mengkonsumsinya, pagar tanaman beluntas di depan rumah kos kami menjadi jauh lebih rapi dari sebelumnya!Lhah ini kan yang namanya simbiosis mutualisme alias kerjasama yang sama-sama menguntungkan? Kita dapat bahan pangan selayaknya superfood gratis dalam keadaan hijau segar, sedangkan ibu kos mendapati pagar rumahnya selalu terjaga kerapihannya.
Selama bulan ramadhan, sebenarnya kami justeru jarang membuat menu berbuka, karena kami bertiga biasanya berbuka di masjid milik kantor Depag yang lokasinya hanya di sebelah kos-kosan kami. Enak to!
Kami mengolah makanan, biasanya justeru selepas tarawih dan untuk makan sahur. Sebagai sayurholic, kami jelas tidak akan pernah bisa meninggalkan sayur untuk menu kami, termasuk sayur beluntas.
Paling sering, karena relatif paling cepat juga proses mengolahnya, kami biasa mengolah daun beluntas untuk trancam, salad asli Indonesia yang dibuat dari sayuran mentah dan segar. Biasanya Minggu pagi atau pas libur kuliah, kami sering membuat menu ini.
Tapi selama bulan Ramadhan, jadwal Minggu pagi bisa nggak berlaku lagi! Kami biasa mengolah sekaligus menyantapnya selepas tarawih, bahkan saat sahur juga!
Rasa sambal kelapanya yang nagih dipadu dengan sayuran hijau segar yang teksturnya kriuk-kriuk menjadikan pengalaman kuliner kami dengan beluntas semakin tak terlupakan. Murah meriah dan sedapnya nggak kaleng-kaleng, palagi khasiat daun segarnya!
Kalau bosan dengan trancam, kami bisa juga mengolahnya menjadi kuluban alias sayur matang yang direbus. Nah kalau sudah begini, mau dibuat urap-urap atau kuluban alias sayurnya pecel juga Ok!
Oya khusus untuk olahan pecel, kita tinggal nambahin sambal kacang khas Madiun yang citarasanya sangat otentik, karena saya biasa punya stok sambal pecel Madiun yang langsung dikirim dari Madiun oleh orang tua saya, yang memang masih tercatat masuk wilayah karesidenan Madiun. Duuuh sedapnya!
Jadi intinya, kami biasa memasak beluntas ini menjadi beragam menu yang kita sesuaikan selera kita, termasuk di saat Ramadan.
Bahkan kalau lagi rajin bisa saja kami mengolahnya menjadi tumis atau bothokan sedap, bahkan dengan ditemani roti tawar dan telur ceplok plus saus tomat dan saus sambal kami biasa juga mengolahnya menjadi sandwich. Duh rasanya...
Semoga bermanfaat!
Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | @kaekah |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar