Cantiknya View Sungai Musi Membelah Kota Palembang di Malam Hari | kompas.com/Wawan H. Prabowo |
Kota Palembang yang telah ada sejak tahun 688 Masehi, merupakan kota tertua di Indonesia, karenanya wajar jika kota yang tahun ini atau tepatnya pada 17 Juni 2024 nanti berulang tahun yang ke 1341 ini menyimpan begitu banyak pesona dan cerita bagi siapa saja.
Kalau Alfian, penyanyi legendaris era 60-an itu mengabadikan kenangananya dalam lagu "sebiduk Sungai Musi" yang begitu populer pada eranya, kira-kira apa yang terlintas dalam pikiran anda ketika mendengar kata Palembang?
Sepertinya sulit bagi kita untuk tidak teringat pempek, kemplang, juga Sungai Musi dan Jembatan Ampera! Betul?
Demikian halnya jika menyebut nama Banjamasin! Pasti connect-nya sama pasar terapung, sungai Barito, Barito Putera, juga amplang dan juga soto Banjar! Betul?
Nah, dari pernak-pernik dua kota yang sama-sama menyandang sebagai ibu kota propinsi yang kebetulan nama belakangnya juga sama-sama Selatan, yaitu Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan ini, kita menemukan benang merah yang begitu faktual. Apa itu? Sungai dan rawa!
Baca Juga Yuk! Kanal-kanal Belanda di Antara "1000 Sungai" Julukan Kota Banjarmasin
Ini yang menarik! Dua kota yang sama-sama dibangun di tepian sungai dan sama-sama pernah mendapat sentuhan emas arsitek Hindia Belanda kenamaan, Thomas Karsten ini mempunyai kontur alam yang unik dan spesifik.
Wilayah daratan keduanya didominasi oleh perairan darat (sungai dan rawa-rawa). Karenanya Palembang juga dikenal sebagai Venice of the east, sedangkan Banjarmasin dengan Kota 1000 Sungai-nya! Bukankah ini yang namanya plek ketiplek!?
Demikian halnya jika menyebut nama Banjamasin! Pasti connect-nya sama pasar terapung, sungai Barito, Barito Putera, juga amplang dan juga soto Banjar! Betul?
Nah, dari pernak-pernik dua kota yang sama-sama menyandang sebagai ibu kota propinsi yang kebetulan nama belakangnya juga sama-sama Selatan, yaitu Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan ini, kita menemukan benang merah yang begitu faktual. Apa itu? Sungai dan rawa!
Baca Juga Yuk! Kanal-kanal Belanda di Antara "1000 Sungai" Julukan Kota Banjarmasin
Ini yang menarik! Dua kota yang sama-sama dibangun di tepian sungai dan sama-sama pernah mendapat sentuhan emas arsitek Hindia Belanda kenamaan, Thomas Karsten ini mempunyai kontur alam yang unik dan spesifik.
Wilayah daratan keduanya didominasi oleh perairan darat (sungai dan rawa-rawa). Karenanya Palembang juga dikenal sebagai Venice of the east, sedangkan Banjarmasin dengan Kota 1000 Sungai-nya! Bukankah ini yang namanya plek ketiplek!?
Desain Rumah Panggung di Tepian Sungai Musi | sumsel.tribunnews.com |
Bahkan konon, penamaan Palembang yang diambil dari bahasa
Melayu, yaitu "Pa" yang berarti tempat atau situasi dan "lembang" yang
berarti tempat yang selalu dibanjiri air sepanjang waktu alias genangan
air.
Baca Juga Yuk! Mamair, Teknik Legendaris Memancing Ikan Gabus ala Urang Banjar
Persentuhan masyarakat dengan alam dan lingkungan uniknya yang berlangsung begitu lama, melahirkan konstruksi peradaban budaya yang sekarang kita identifikasi sebagai budaya sungai dan rawa atau budaya perairan darat.
Kelak, budaya yang sejatinya merupakan identitas masyarakat Palembang dan Banjarmasin ini melahirkan beragam tradisi dan budaya sebagai ciri khasnya yang melekat, seperti kuliner, konstruksi arsitektur rumah, mata pencaharian dan lain-lainnya, termasuk cara mereka beradaptasi dengan keunikan alam lingkungan mereka yang semuanya berbasis pada sungai dan atau rawa-rawa.
Inilah "aset mewah dan mahal" alam Palembang dan Banjarmasin yang tidak dimiliki oleh daerah di Nusantara lainnya!
Sumsel dan Kalsel sama-sama dikenal sebagai pemilik kawasan gambut yang cukup luas, tidak heran jika keduanya mempunyai keragaman hayati yang luar biasa besar, tapi juga sekaligus menjadi langganan kebakaran lahan yang susah untuk dipadamkan di setiap musim kemarau tiba.
Tidak hanya itu, keduanya juga sama-sama dikenal sebagai penghasil batubara besar dan tertua di Indonesia yang di eksploitasi sejak era penjajahan Belanda di abad ke-19.
Baca Juga Yuk! Oranje Nassau, Situs Pertambangan Batubara Pertama di Nusantara
Pernah dengar kerbau rawa!? Di Indonesia, satwa unik ini hanya ada di Kalsel dan Sumsel. Nah lho!
Tidak hanya itu! Selain dikenal dengan kain songketnya, Sumsel juga mempunyai kain jumputan yang proses pembuatannya relatif mirip dengan kain tradisional Kalsel, sasirangan.
Nah bagi penikmat transportasi umum jadul, Palembang merupakan salah satu dari 3 kota di Indonesia yang pernah mengoperasikan armada bajaj oranye, bersama-sama kota Jakarta dan tentunya bestie-nya Banjarmasin.
Kalau di Banjarmasin, bajaj oranye masih beroperasi, meskipun kesannya hidup segan mati tak mau! Entah bagaimana nasib kendaraan dari India ini di Kota Palembang!?
Satu lagi! Bagi penyuka sejarah tentu tidak asing dengan peristiwa "Tiga Selatan" yaitu momentum tiga daerah "berlabel selatan", Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan yang berani membekukan aktifitas PKI di wilayah masing-masing pada tahun 1960, justeru ketika pemerintah pusat masih berada di area abu-abu.
Sister City
Fakta-fakta ajaib banyaknya kesamaan pernak-pernik Kota Banjarmasin dan Palembang yang kesemuanya sangat berpotensi untuk "dijual", khususnya sebagai destinasi wisata dengan beragam minat khusus, merupakan berkah yang wajib disyukuri dan wajib untuk di kelola untuk kemaslahatan masyarakat.
Inilah yang mendasari lahirnya gagasan menyandingkan Palembang dan Banjarmasin, duo "kota air" pemilik label "Kota 1000 Sungai" dan "Venice of the east" dalam konsep sister city, sebentuk kerjasama dua kota, dua wilayah propinsi (pars pro toto) dengan tujuan untuk memajukan ekonomi, sosial dan budaya keduanya secara bersama-sama melalui industri pariwisata dengan main course, mewujudkan Venice of the east.
Ya, Venezia dari timur! Inilah destinasi pariwisata spesifik yang kedepannya akan membawa nama Palembang dan Banjarmasin mendunia selayaknya pariwisata Venezia dengan kanal-kanak eksotis dan perahu gondolanya.
Kenapa harus pariwisata dan bersama-sama pula!?
Banjarmasin dan Palembang tidak memerlukan modal terlalu besar untuk membangun industri pariwisata, karena sudah mempunyai modal besar, mahal dan sangat spesifik, yaitu "aset mahal" berupa bentang alam yang unik dan spesifik, berikut tradisi dan budaya yang dibentuknya.
Selain itu, kita semua juga memahami, industri berjangka panjang dan berkelanjutan yang ramah lingkungan ini, telah terbukti dibanyak tempat, bisa menggerakkan banyak sektor lain untuk lebih berdaya guna jika dikelola dengan tepat.
Sehingga kelak, industri pariwisata tidak hanya memberi kontribusi ekonomi semata, tapi juga bisa berperan aktif dalam mereduksi beragam permasalahan sosial di kota, seperti premanisme, tunawisma, WTS dan lain sebaginya.
Tentang konsep sister city yang bisa dimaknai sebagai bersama-sama ini, sebenarnya bentuk pengejawantahan tradisi ekstrovert kita, masyarakat Nusantara yang akan lebih excited jika melakukan segala sesuatu bersama-sama, bareng-bareng!
Dengan bersama-sama, kita bisa sharing apa saja! Berdiskusi dalam merumuskan langkah-langkah strategis dalam upaya membangun industri pariwisata yang memang memerlukan banyak gagasan out of the box!
Selain itu, dengan bersama-sama dalam konteks gagasan "sister city" berikut implementasinya ini, bergaining power kita pasti jauh lebih kuat, terutama untuk bisa mengajak pemerintah pusat terlibat dalam pembangunan industri pariwisata di Palembang dan Banjarmasin.
Ini penting dan sangat diperlukan, karena grand design membangun Venice of the east ini jelas membutuhkan biaya, waktu dan tenaga yang tidak sedikit dan tidak sesederhana yang kita bayangkan.
Sebagai gambaran, Banjarmasin yang beberapa tahun terakhir sedang gencar-gencarnya merevitalisasi kanal-kanal peninggalan Thomas Karsten dan telah menghabiskan biaya miliaran rupiah, tapi hasilnya masih belum juga signifikan.
Karena itulah, demi masa depan perekonomian kita, khususnya industri pariwisata Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan, terkhusus lagi bagi si Kembar Identik, Kota Palembang dan Banjarmasin, ada baiknya bisa bersinergi dan berkolaborasi dalam konsep Sister City. Agar langkah-langkah strategis kita, progres kedepannya bisa lebih aktual dan terukur.
Sssst, ini rahasia ya! Untuk yang ini, tidak ada salahnya kita belajar pada the rising star pariwisata yang sebelumnya bukan apa-apa, seperti Belitung yang masuk dalam "10 Bali Baru" dan tentunya the hidden paradise, Likupang di Minahasa Utara yang secara ajaib tiba-tiba ada dan muncul di permukaan sebagai bagian DSP alias Destinasi (Pariwisata) Super Prioritas yang berimbas pada pembangunan di segala bidang bernilai rupiah sangat fantastis!
Memangnya, Palembang dan Banjarmasin nggak mau punya industri pariwisata seperti Belitung dan Likupang?
Semoga bermanfaat!
Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!
Baca Juga Yuk! Mamair, Teknik Legendaris Memancing Ikan Gabus ala Urang Banjar
Persentuhan masyarakat dengan alam dan lingkungan uniknya yang berlangsung begitu lama, melahirkan konstruksi peradaban budaya yang sekarang kita identifikasi sebagai budaya sungai dan rawa atau budaya perairan darat.
Kelak, budaya yang sejatinya merupakan identitas masyarakat Palembang dan Banjarmasin ini melahirkan beragam tradisi dan budaya sebagai ciri khasnya yang melekat, seperti kuliner, konstruksi arsitektur rumah, mata pencaharian dan lain-lainnya, termasuk cara mereka beradaptasi dengan keunikan alam lingkungan mereka yang semuanya berbasis pada sungai dan atau rawa-rawa.
Inilah "aset mewah dan mahal" alam Palembang dan Banjarmasin yang tidak dimiliki oleh daerah di Nusantara lainnya!
LRT, Transportasi Modern Masyarakat Palembang, Kota Terbesar ke-2 di Pulau Sumatera | Antara Foto/Nova Wahyudi
Pars Pro Toto Palembang-Banjarmasin
Sebagai ibu kota propinsi, Palembang dan Banjarmasin secara otomatis menjadi etalase bagi propinsinya masing-masing. Karenanya wajar jika kemudian hadir mode Pars pro toto yang mengidentikkan nama Palembang dan juga Banjarmasin sebagai representasi ataupun kata ganti untuk Sumatera Selatan (Sumsel) dan Kalimantan Selatan (Kalsel)
Uniknya, seperti sudah ditakdirkan! "Kesamaan" alam kedua wilayah yang terpisah lautan sejauh ribuan kilometer ini selayaknya pinang dibelah dua. Kembar identik? Ini faktanya!
Sebagai ibu kota propinsi, Palembang dan Banjarmasin secara otomatis menjadi etalase bagi propinsinya masing-masing. Karenanya wajar jika kemudian hadir mode Pars pro toto yang mengidentikkan nama Palembang dan juga Banjarmasin sebagai representasi ataupun kata ganti untuk Sumatera Selatan (Sumsel) dan Kalimantan Selatan (Kalsel)
Uniknya, seperti sudah ditakdirkan! "Kesamaan" alam kedua wilayah yang terpisah lautan sejauh ribuan kilometer ini selayaknya pinang dibelah dua. Kembar identik? Ini faktanya!
Habitat Kerbau Rawa di Rawa Gambut Sumatera Selatan | Mongabay.co.id |
Tidak hanya itu, keduanya juga sama-sama dikenal sebagai penghasil batubara besar dan tertua di Indonesia yang di eksploitasi sejak era penjajahan Belanda di abad ke-19.
Baca Juga Yuk! Oranje Nassau, Situs Pertambangan Batubara Pertama di Nusantara
Pernah dengar kerbau rawa!? Di Indonesia, satwa unik ini hanya ada di Kalsel dan Sumsel. Nah lho!
Tidak hanya itu! Selain dikenal dengan kain songketnya, Sumsel juga mempunyai kain jumputan yang proses pembuatannya relatif mirip dengan kain tradisional Kalsel, sasirangan.
Nah bagi penikmat transportasi umum jadul, Palembang merupakan salah satu dari 3 kota di Indonesia yang pernah mengoperasikan armada bajaj oranye, bersama-sama kota Jakarta dan tentunya bestie-nya Banjarmasin.
Bajaj Oranye yang Hanya Ada di Palembang, Banjarmasin dan Jakarta | @kaekaha |
Kalau di Banjarmasin, bajaj oranye masih beroperasi, meskipun kesannya hidup segan mati tak mau! Entah bagaimana nasib kendaraan dari India ini di Kota Palembang!?
Satu lagi! Bagi penyuka sejarah tentu tidak asing dengan peristiwa "Tiga Selatan" yaitu momentum tiga daerah "berlabel selatan", Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan yang berani membekukan aktifitas PKI di wilayah masing-masing pada tahun 1960, justeru ketika pemerintah pusat masih berada di area abu-abu.
Cantiknya View Jembatan Ampera yang Membentang di Atas Sungai Musi | indonesiakaya.com |
Sister City
Fakta-fakta ajaib banyaknya kesamaan pernak-pernik Kota Banjarmasin dan Palembang yang kesemuanya sangat berpotensi untuk "dijual", khususnya sebagai destinasi wisata dengan beragam minat khusus, merupakan berkah yang wajib disyukuri dan wajib untuk di kelola untuk kemaslahatan masyarakat.
Inilah yang mendasari lahirnya gagasan menyandingkan Palembang dan Banjarmasin, duo "kota air" pemilik label "Kota 1000 Sungai" dan "Venice of the east" dalam konsep sister city, sebentuk kerjasama dua kota, dua wilayah propinsi (pars pro toto) dengan tujuan untuk memajukan ekonomi, sosial dan budaya keduanya secara bersama-sama melalui industri pariwisata dengan main course, mewujudkan Venice of the east.
Budaya Sungai, Pasar Terapung Khas Banjarmasin, Venice of the East| @kaekaha |
Ya, Venezia dari timur! Inilah destinasi pariwisata spesifik yang kedepannya akan membawa nama Palembang dan Banjarmasin mendunia selayaknya pariwisata Venezia dengan kanal-kanak eksotis dan perahu gondolanya.
Kenapa harus pariwisata dan bersama-sama pula!?
Banjarmasin dan Palembang tidak memerlukan modal terlalu besar untuk membangun industri pariwisata, karena sudah mempunyai modal besar, mahal dan sangat spesifik, yaitu "aset mahal" berupa bentang alam yang unik dan spesifik, berikut tradisi dan budaya yang dibentuknya.
Selain itu, kita semua juga memahami, industri berjangka panjang dan berkelanjutan yang ramah lingkungan ini, telah terbukti dibanyak tempat, bisa menggerakkan banyak sektor lain untuk lebih berdaya guna jika dikelola dengan tepat.
Venice of the East, Berwisata dengan Taxi Air Khas Sungai-sungai di Kalimantan Selatan | @kaekaha |
Sehingga kelak, industri pariwisata tidak hanya memberi kontribusi ekonomi semata, tapi juga bisa berperan aktif dalam mereduksi beragam permasalahan sosial di kota, seperti premanisme, tunawisma, WTS dan lain sebaginya.
Tentang konsep sister city yang bisa dimaknai sebagai bersama-sama ini, sebenarnya bentuk pengejawantahan tradisi ekstrovert kita, masyarakat Nusantara yang akan lebih excited jika melakukan segala sesuatu bersama-sama, bareng-bareng!
Dengan bersama-sama, kita bisa sharing apa saja! Berdiskusi dalam merumuskan langkah-langkah strategis dalam upaya membangun industri pariwisata yang memang memerlukan banyak gagasan out of the box!
Disini, secara teknis kita bisa saling memberi informasi, masukan, kritikan sekaligus koreksi konstruktif sebagai media kontrol yang dibangun dari kesamaan rasa, cita-cita dan tujuan.
Selain itu, dengan bersama-sama dalam konteks gagasan "sister city" berikut implementasinya ini, bergaining power kita pasti jauh lebih kuat, terutama untuk bisa mengajak pemerintah pusat terlibat dalam pembangunan industri pariwisata di Palembang dan Banjarmasin.
Ini penting dan sangat diperlukan, karena grand design membangun Venice of the east ini jelas membutuhkan biaya, waktu dan tenaga yang tidak sedikit dan tidak sesederhana yang kita bayangkan.
Sebagai gambaran, Banjarmasin yang beberapa tahun terakhir sedang gencar-gencarnya merevitalisasi kanal-kanal peninggalan Thomas Karsten dan telah menghabiskan biaya miliaran rupiah, tapi hasilnya masih belum juga signifikan.
Karena itulah, demi masa depan perekonomian kita, khususnya industri pariwisata Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan, terkhusus lagi bagi si Kembar Identik, Kota Palembang dan Banjarmasin, ada baiknya bisa bersinergi dan berkolaborasi dalam konsep Sister City. Agar langkah-langkah strategis kita, progres kedepannya bisa lebih aktual dan terukur.
Sssst, ini rahasia ya! Untuk yang ini, tidak ada salahnya kita belajar pada the rising star pariwisata yang sebelumnya bukan apa-apa, seperti Belitung yang masuk dalam "10 Bali Baru" dan tentunya the hidden paradise, Likupang di Minahasa Utara yang secara ajaib tiba-tiba ada dan muncul di permukaan sebagai bagian DSP alias Destinasi (Pariwisata) Super Prioritas yang berimbas pada pembangunan di segala bidang bernilai rupiah sangat fantastis!
Memangnya, Palembang dan Banjarmasin nggak mau punya industri pariwisata seperti Belitung dan Likupang?
Semoga bermanfaat!
Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar