Sudah menjadi rahasia umum, kedekatan Urang Banjar dengan Islam telah berkelindan begitu kuat dalam tradisi dan budaya banjar, sehingga dalam beberapa kesempatan relatif sulit untuk mengidentifikasikan mana budaya Banjar dan mana budaya Islam.
Situasi ini bisa kita temukan salah satunya dalam kronik pagi di keseharian Kai Udin (kakek Udin;Bhs. Banjar) termasuk di sepanjang bulan Ramadan kali ini.
Menurut Kai Udin yang menurut pengakuan beliau saat ini usianya telah menyentuh angka 80-an, beliau tidak pernah meninggalkan qiyamullail alias ibadah shalat malam, berikut berdzikir dan berighstifar di sepertiga malam terakhir untuk menjaga komunikasinya dengan Sang Khalik, Allah SWT.
Begitu juga dengan amalan sunah yang penuh berkah lainnya, yaitu makan sahur di waktu Sahar, waktu di akhir malam sesaat sebelum terbit fajar atau sekitar 20 menit sebelum adzan Subuh.
Kerennya, “tradisi” Kai Udin ini ternyata dalil-dalilnya dalam Alquran dan juga hadits ada semua dan menariknya, waktu Sahar yang sekarang justeru kita kenal sebagai waktu imsyak ini ternyata termasuk waktu yang sangat spesial, waktu premium.
(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur. (QS. Ali Imran : 17)
Dalam QS. Ali Imran ayat 17 diatas, Allah SWT menyebut waktu sahar sebagai waktu terbaik dikabulkannya doa, termasuk permohonan pengampunan melalui lafadz Istighfar kita.
Sedangkan dari hadits Sahih Bukhari No. 1066 disebutkan posisi waktu Sahar, yaitu
...setelah keduanya selesai makan sahurnya, maka Rasulullah bangkit untuk segera melaksanakan shalat. Kami bertanya kepada Anas RA,“Berapa tenggang waktu antara selesai makan sahur keduanya dengan awal shalatnya?” Anas bin Malik RA, berkata, “Kira-kira selama seorang membaca lima puluh ayat”.
Itulah sebabnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk sungguh-sungguh berdoa, beristighfar, juga bersahur di waktu premium ini. “Duh, sayang sekali kalau kita melepaskan waktu premium ini begitu saja”, kata Kai Udin
Tidak hanya itu, menurut Kai Udin, selepas melaksanakan berbagai ritus ibadah sunah di waktu sahar ini, semangat ibadah jangan ngendor! Apalagi sampai keuyuhan (bhs Banjar ; kecapekan) dan tertidur. “Waaaah rugi besar!” Kata Kai Udin!
Karena sesaat setelahnya kita akan kembali bertemu dengan momentum premium berikutnya, apa itu!? Waktu shalat Subuh.
Kumandang azan Subuh menjadi tanda terbitnya fajar, sekaligus sebagai tanda masuknya waktu Subuh dan dimulainya ibadah puasa.
Di waktu ini menurut Kai Udin, Rasulullah menganjurkan kita untuk melaksanakan shalat Sunnah Fajar atau Qabliyah Subuh sebanyak dua raka’at yang pahalanya, dijanjikan Allah SWT lebih baik dari dunia dan seisinya! Sekali lagi pahalanya adalah lebih baik dari dunia dan seisinya!
Masha Allah! Luar biasa bukan!? Bukankah ini mewah banget pahalanya!?
Tidak hanya itu, diantara adzan Subuh sampai Iqamah shalat Subuh, menurut Kai Udin, Allah SWT juga menjadikannya sebagai waktu yang juga premium, waktu yang mustajab untuk kita berdoa, memohonkan apa saja!
Lhah kalau shalat sunah Fajar saja pahalanya lebih baik dari dunia dan seisinya yang kemewahannya tidak akan pernah bisa ditandingi oleh makhluk terkaya di dunia sekalipun, bagaimana dengan pahalanya shalat Subuh berjamaah di masjid?
Maka nikmat Tuhan kamu yang mana yang kau dustakan Son!?
Setelah shalat Subuh dan dilanjutkan dengan berdzikir seperti yang Rasulullah ajarkan, menurut Kai Udin, jangan juga buru-buru bergegas untuk pulang ya! Di sini, Rasulullah menganjurkan kita untuk berdiam sejenak di masjid untuk menunggu waktu syuruq guna melaksanakan shalat isyraq, dua Rakaat saja.
Tahukan ganjaran yang dijanjikan Allah SWT untuk ibadah yang satu ini!? Menurut Kai Udin, ganjaran pahalanya setara dengan ibadah haji dan umrah yang mabrur. Masha Allah!
Disela-sela waktu menuju waktu syuruq ini, Rasulullah menganjurkan kita untuk membaca bacaan dzikir pagi dan setelah selesai, tuntaskan kronik pagi dengan ibadah shalat isyraq, kata Kai Udin.
Setelah selesai, biasanya Kai Udin langsung turun dari langgar untuk pulang dan melanjutkan aktifitas Sidin (bhs.Banjar;beliau) di rumah, yaitu mamutiki iwak matan tampiray atau memanen ikan dari alat jebakan.
Dalam aktifitas inilah ternyata Kai Udin “berolahraga”. Untuk memanen ikan dari alat jebakan tradisional yang di Banjarmasin sering disebut tampiray ini, Sidin biasanya harus mendayung jukung atau perahu kecil khas Banjar, pergi-pulang bisa mencapai 5-8 km.
Belum lagi harus berenang dan menyelam di beberapa spot tempat tampiray dipasang yang lokasinya tidak hanya di tepian sungai saja, tapi juga sampai masuk ke dalam area rawa-rawa Lebak pasang surut yang terkadang jukung tidak bisa menjangkaunya.
Pantas ya, diusia senjanya Kai Udin masih sehat dan gesit mendayung jukung, hingga enggan untuk segera “gantung dayung” alias pensiun mendayung pagi-sore untuk memanen ikan.
Setelah sampai kembali ke rumah, sekitar jam 10 atau paling lambat jam 11 WITA, Kai berusaha untuk tidak meninggalkan shalat Dhuha, minimal dua raka’at. Menurut Kai Udin, shalat Dhuha merupakan salah satu dari tiga wasiat Rasulullah kepada umat Islam agar terus berusaha dilaksanakan.
Setelah selesai shalat Dhuha, menurut Kai Udin, Sidin selalu berusaha menyempatkan untuk tidur Qoilulah, yaitu tidur sebentar sesaat menjelang waktu Dzuhur yang manfaatnya laksana makan sahur bagi orang yang berniat berpuasa.
Masha Allah, kronik pagi Kai Udin ini telah diterapkan beliau sejak masih belia puluhan tahun silam, sampai sekarang, sampai detik ini dan hasilnya, luar biasa mewah dan penuh berkah.
Semoga Bermanfaat!
Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar