Acara bertajuk Smart Money Wave di Banjarmasin | @kaekaha |
Awal bulan nopember 2016, menjadi tonggak sejarah bagi Gerakan Nasional Non Tunai atau GNNT di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Dengan mengusung tema smart money wave, Bank Indonesia bekerja sama dengan NET.TV dan Kompasiana terus melanjutkan sosialisasi program yang sejatinya telah dicanangkan sejak dua tahun yang lalu tersebut, yaitu 14 Agustus 2014.
Banjarmasin menjadi kota pertama sekaligus satu-satunya di Pulau Kalimantan yang dipilih untuk rangkaian sosialisasi Gerakan Nasional Non Tunai oleh BI di akhir tahun 2016 ini. Memang tidak ada rilis resmi kenapa memilih Kota Banjarmasin sebagai salah satu kota untuk sosialisasi GNNT,, mungkin selain pertimbangan sosiologis dan budaya Kota Banjarmasin sebagai kota perdagangan tertua di Kalimantan yang masih eksis sampai saat ini atau karena secara riil pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat pasca runtuhnya bisnis batubara, menjadikan Kota Banjarmasin sebagai salah satu kota atau daerah yang memerlukan threatment untuk mengembalikan gairah sirkulasi perputaran uang dalam perekonomian (velocity of money).
Gerakan Nasional Non Tunai (Grafis : pilihkartu.com) |
Tentang GNNT
Tujuan utama Gerakan Nasional Non Tunai yang dipelopori oleh Bank Indonesia sebagai otoritas tertinggi keuangan di Indonesia adalah untuk meningkatkan sekaligus mendorong kesadaran masyarakat terhadap pemanfaatan berbagai instrumen transaksi non tunai, dengan harapan secara bertahap nantinya akan tumbuh komunitas masyarakat yang bertransaksi non tunai dengan menggunakan instrumen non tunai (Less Cash Society) di dalam berbagai aktivitas ekonominya.
Kenapa masyarakat didorong untuk bertransaksi non tunai dalam berbagai aktivitas ekonominya? Seperti yang dilansir di beberapa media, menurut Susiati dewi, selaku Deputy Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Bndonesia, ada banyak manfaat yang bisa didapat dari Gerakan Nasional Non Tunai, yaitu
1. Relatif lebih praktis dan aman bila dibanding dengan uang tunai, apalagi bila yang dibawa dalam jumlah besar.
2. Biaya untuk pengelolaan uang tunai mulai dari desain, pencetakan sampai peredarannya menyerap anggaran negara yang cukup besar. Dengan membuminya transaksi non tunai, otomatis biaya-biaya diatas bisa dialihkan atau dianggarkan untuk kepentingan negara yang lainnya. Efisiensi anggaran inilah yang dibidik oleh Bank Indonesia.
3. Proses administrasi pencatatan yang realtime, otomatis, teratur dan lebih rapi, tentu lebih memudahkan masyarakat dalam mengelola aktivitas ekonominya sehari-hari.
4. Berbagai keunggulan diatas, tentunya akan merangsang peningkatan sirkulasi perputaran uang dalam perekonomian (velocity of money)
Menurutnya, sampai bulan Oktober 2016, Gerakan Nasional Non Tunai telah disosialisaikan di 24 kota besar di indonesia dan telah menjadi katalis bagi hampir 1,2 juta orang untuk bertransaksi non tunai dengan menggunakan berbagai instrument transaksi non tunai yang telah ada seperti kartu kredit, kartu debit dan lainnya. diharapkan secara bertahap pada tahun 2024, pelaku transaksi bisa menjangkau 25% dari jumlah penduduk indonesia.
Instrument Non Tunai (Grafis : BI) |
GNNT dan Inovavasi Teknologi
Gerakan Nasional Non Tunai muncul sebagai gerakan nasional yang terus di sosialisaikan kepada masyarakat, tidak hanya karena nilai manfaat riil seperti yang dijelaskan pada pembahasan diatas, tapi juga menjadi jawaban atas kebutuhan masyarakat terhadap perkembangan inovasi teknologi informasi berbasis internet, khususnya layanan keuangan digital (LKD) dan e-commerce
Layanan Keuangan Digital (LKD) merupakan kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga atau yang biasa disebut agen LKD. Layanannya menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis internet dalam rangka mempermudah akses keuangan bagi masyarakat.
e-commerce (electronic commerce) atau perdagangan elektronik adalah pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa berbasis internet. E-commerce melibatkan tr.
Sebagai bentuk inovasi pengembangan teknologi, perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap Layanan Keuangan Digital (LKD) dan e-commerce tentu akan memunculkan sistem pembayaran berbasis elektronik (transfer), pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis .
Tumbuhnya e-commerce yang begitu pesat di Indoneia, berperanan penting dalam memberikan wacana baru berupa pilihan platform pembayaran baru kepada pelaku usaha dalam bertransaksi dengan masyarakat, khususnya transaksi non tunai. Hal ini tentu akan memberikan dampak positif dalam proses pembangunan ekosistem sistem pembayaran non tunai yang sehat dan progresif. Berkenaan dengan hal tersebut, Bank Indonesia selaku regulator Sistem Pembayaran memandang perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap LKD dan e-commerce sebagai sebuah potensi yang membutuhkan regulasi agar tetap berada dalam koridor kehati-hatian tanpa mematikan laju proses inovasi yang terus berlanjut.
Kartu Uang Elektronik | @kaekaha |
Instrument Transaksi Non Tunai
Di Indonesia, sejak internet dengan produk turunan seperti e-commerce menjadi trend, instrument pembayaran non tunai yang berbasis elektronik telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Saat ini e-money atau uang elektrik telah banyak diterbitkan olah beberapa bank, seperti TapCash dari BNI, BRI produk BRIZZI-nya, BCA dengan produk Flazz dan yang lainnya. Tidak ketinggalan, perusahaan operator telekomunikasi seluler seperti Telkomsel, Indosat dan XL-pun tidak mau ketinggalan, dengan produk E-Wallet mereka terus mempromosikan sistem pembayaran dengan ponsel kepada masyarakat. Telkomsel dengan produk TCASH, Dompetku dari Indosat dan XL Tunai dari operator XL Axiata.
Selain instrument diatas, sebenarnya masyarakat sudah sangat familiar dengan beberapa transaksi non tunai, seperti
1. Automatic Teller Machine (ATM)
2. Internet banking
3. Mobile Banking
4. Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (Credit Card & Debit
5. SMS Banking
GNNT dan Tantangan Pertumbuhan Ekonomi Regional Kalimantan
Pasca tumbangnya bisnis batubara di Kalimantan Selatan dan wilayah Pulau Kalimantan secara umum yang selama ini terlanjur menjadi sumber utama perekonomian regional sekaligus terlanjur menguasai hajat hidup orang banyak, menyebabkan menurunnya perekonomian regional Kalimantan Selatan dalam beberapa tahun terakhir.
Daya beli masyarakat yang turun drastis, serta merta telah menurunkan sirkulasi uang secara regional. Untuk mengembalikan trend positif perekonomian diperlukan beberapa threatment terobosan. Pilihan Bank Indonesia untuk melakukan sosialisasi Gerakan Nasional Non Tunai di Banjarmasin dinilai sangat tepat oleh berbagai kalangan.
Gerakan Nasional Non Tunai, diharapkan bisa mewujudkan masyarakat yang less cash society yang pada gilirannya bisa merangsang peningkatan sirkulasi perputaran uang dalam perekonomian (velocity of money). Meskipun belum ada kajian resmi secara ilmiah, setidaknya kita mempunyai satu threatment yang diharapkan bisa memecah kebuntuan stagnan-nya pertumbuhan ekonomi regional Kalimantan sekarang ini. Semoga!
Sebagai pelaku pasar, khususnya e-commerce, secara pribadi saya menyambut baik sosialisasi GNNT di Banjarmasin. Harapannya jelas! Ekonomi regional Kalimantan, khususnya Kalimantan Selatan bisa segera pulih seperti saat bisnis batubara sedang berjaya.
Transaksi Tunai di Pasar Terapung Banjarmasin | @kaekaha |
GNNT dan Tantangan Pemerataan Pembangunan
Lebih jauh, jika kita berbicara Gerakan Nasional Non Tunai untuk masyarakat Indonesia, sebenarnya terbaca sebuah harapan besar bagi pemerataan pembangunan di segala bidang di seluruh pelosok Indonesia. Kok bisa?
Untuk bisa mewujudkan less cash society pada masyarakat Indonesia, tentu yang terpikir dalam benak kita adalah kesiapan infrastruktur, kestabilan ekonomi regional dan nasional, serta kesiapan sosial masyarakat (pendidikan, budaya, ekonomi mikro).
Tentang infrastruktur, yang satu ini bisa menjadi tantangan terbesar. Sudah menjadi rahasia umum. Sejauh ini pembangunan infrastruktur jalan, telekomunikasi, kesehatan dan pendidikan, khususnya di luar Jawa masih belum merata, padahal untuk menggalakkan transaksi keuangan non tunai harus didikung infrastruktur telekomunikasi, akses jalan dan SDM yang memadai. Sebagai contoh, jangan terlalu jauh, berbicara daerah pedalaman, di Kalimantan Selatan masih banyak daerah di pinggiran Kota yang belum mempunyai akses telekomunikasi dan akses fisik berupa jalan yang layak untuk mobilisasi barang dan manusia.
Tentang kestabilan perekonomian, khususnya untuk regional tentu perlu adanya upaya pemerataan akses perekonomian di seluruh Indonesia, agar tidak terjadi ketimpangan antara pusat dan daerah yang menyebabkan terhambatnya proses pembangunan daerah. Logikanya, alih-alih memikirkan atau bahkan melakukan transaski non tunai, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja masyarakat masih belum bisa.
Tentang kesiapan sosial masyarakat, hal ini menyangkut akses pendidikan, tatanan budaya lokal dan kekuatan ekononomi mikro masyarakat. Ketiga faktor tersebut meskipun tidak dianggap sebagai "tantangan terbesar", tapi akan sangat mempengaruhi jalan keberhasilan terbentuknya less cash society,, karena berbicara terbentuknya less cash society, berarti kita juga harus berbicara teknologi, berbicara teknologi tentu tidak bisa lepas dari pendidikan, budaya dan kekuatan ekonomi.
Oleh sebab itu, untuk mewujudkan less cash society perlu di dahului dengan kesiapan pemerintah untuk meratakan pembangunan segala bidang di seluruh Indonesia. Secara riil, untuk itu, diperlukan kerjasama lintas sektoral oleh semua pemangku kepentingan. Mudah-mudahan pemerintah sudah mempersiapkan semuanya dengan matang. Sehingga harapan besar masyarakat daerah, khususnya Kalimantan Selatan terhadap stabilitas ekonomi yang mantap bisa sedikit terobati dengan suksesnya Gerakan Nasional Non Tunai ini.
Semoga Bermanfaat!
Salam Matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!
Artikel ini juga tayang di Kompasiana pada 15 Desember 2016 jam 16:34 WIB (klik disini untuk membaca) dalam rangka
mengikuti lomba menulis topik "GNNT" yang diselenggarakan oleh BI-NET TV. Alhamdulillah perjalanan artikel ini sampai final menjadi satu-satunya wakil dari Pulau Kalimantan, walaupun akhirnya tidak mendapatkan gelar juara.
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar