LANTING NINI
Di atas sungai maapung rumah kayu
Bahatap daun, dinding basusun sirih
Palindung, panaduh pacang hidup, pang hidup
Jukung di higa bajarat pintang tanjakTa'ilan malam balantak baisukan
Nini saurangan manggatar kadinginan
Tabungkuk-bungkuk kaluar matan lawang lanting, batiti
Suluh di tangan panarang kajajakanDi atas lanting, nini pang guring, nini pang makan
Di atas lanting, nini sumbahyang, nini pang hidupBasah bahalai limbah mambangkit lukah
Di sala batang ada jua kolehan
Balenggang lanting diayun galumbang, calap
Manyalau hari banyu mara ka hulu
Lagu berlirik bahasa Banjar dengan judul Lanting Nini, salah satu karya emas dari Alm. Ennos Karli yang juga tercatat sebagai salah satu maestro lagu-lagu Banjar diatas menceritakan tentang rumah lanting, salah satu warisan kearifan tradisi dan budaya sungai, khas Urang Banjar berikut aktifitas paninian (nenek-nenek ; bhs Banjar) yang menediaminya.
Selain lagu legendaris Lanting Nini diatas, setidaknya ada beberapa lagi lagu banjar yang bakisah (bercerita ; bhs Banjar) tentang eloknya tradisi budaya rumah lanting yang tak kalah legend-nya, salah satunya yang paling saya suka adalah lagu dengan sound klasik nan unik yang kadang-kadang memunculkan kesan mistis dan juga misterius, berjudul singgah di lanting karya S. Hendro.
Apa Itu Rumah Lanting?
Dari wikipedia, rumah lanting diartikan sebagai rumah rakit tradisional dengan pondasi rakit mengapung terdiri dari susunan tiga buah batang pohon kayu yang besar.
Rumah lanting merupakan desain rumah portabel semi permanen khas masyarakat Banjar sebagai bentuk adaptasi terhadap fakta geografis wilayahnya sebagai kawasan dataran rendah yang didominasi perairan darat permanen, dimana rumah dibangun diatas permukaan air di tepian sungai dengan pondasi apung berupa kayu log atau batang kayu gelondongan utuh dengan kuantitas sesuai kebutuhan yang bisa berpindah dan juga dipindahkan kapan saja dengan menggunakan tenaga arus sungai.
Sejenis dengan rumah lanting menurut wikipedia juga terdapat di sepanjang DAS Musi di Palembang, Sumatera Selatan yang oleh masyarakat setempat disebut sebagai rumah rakit. Sedangkan di Pulau Kalimantan sendiri, rumah lanting selain ditemukan di sepanjang DAS Barito yang memanjang dari pedalaman Kalimantan Tengah di daerah hulu Barito sampai ke Kalimantan Selatan, khususnya di Kota Banjarmasin, juga ditemukan di berbagai DAS di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.
Untuk menjaga pergerakan akibat arus sungai, seperti jukung, kelotok dan alat transportasi khas sungai lainnya, rumah lanting juga harus ditambatkan dengan cara mengaitkan tali tambang dari bangunan rumah lanting ke tihang pancang (tiang pancang;bhs Banjar) dari besi ataupun kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) di tepian sungai.
Bangunan rumah diatas pondasi "pengapung" tersebut semuanya berbahan dasar kayu, khusus untuk pondasi pengapung, karena sekarang untuk mendapatkan kayu log utuh sangat sulit, maka untk merenovasi rumah lanting, rata-rata menggantinya dengan paring alias bambu dengan cara menyatukan beberapa ruas sesuai kebutuhan.
Untuk bahan tawing (dinding;bhs banjar) dan lantai, seperti layaknya rumah tradisional Banjar pada umumnya, biasanya menggunakan kayu ulin (Eusideroxylon zwageri), tapi karena kayu ulin semakin mahal, khusus untuk bagian tawing ini, masyarakat telah banyak yang menggunakan jenis kayu lain yang lebih murah, tapi tetap mempunyai kekuatan yang raltif tahan lama. Itulah sebabnya, rumah lanting jadul dapat bertahan hingga 50 tahun atau setengah abad.
Sedangkan untuk bagian atap, sebagian besar menggunakan atap rumbia dan sebagian saja yang menggunakan atap sirap. Tapi, dari sekian banyak rumah lanting yang masih eksis di seputaran Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas! Seperti di kawasan kampung Pasar Lama, Seberang Mesjid, Sei Jingah, Sei Lulut, Sei Alalak, Pengambangan dan juga di Banua Anyar semuanya sudah beralih menggunakan atap dari bahan seng.
Rumah lanting yang pada umumnya dibangun sederhana dengan konsep minimalis dengan mengadopsi layaknya bangun persegipanjang dengan komposisi melebar kebagian kiri atau kanan dengan ukuran umum antara 4 x 3 meter hingga 5 x 4 meter saja, juga dilengkapi layaknya elemen bangunan rumah pada umumnya, seperti lawang (pintu), lalungkang (jendela) dan juga beberapa fungsi ruangan, seperti ruang tamu, ruang tidur dan dapur. Sedangkan untuk toilet dan kamar mandi umumnya dibangun secara terpisah dari bangunan induk.
Untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan daratan yang umumnya berjarak sekitar 2 sampai 3 meter , biasanya disekitar pemukiman rumah-rumah lanting juga dibangun titian atau semacam jembatan kecil penghubung ke daratan yang biasanya terbuat dari kayu ulin atau ada juga yang menggunakan material dari bahan pohon kelapa (Cocos nucifera) tua yang juga sangat kuat.
Keunikan Rumah Lanting
Jika memperhatikan kawasan pemukiman rumah lanting yang tersisa di Kota 1000 Sungai seperti tersebut diatas, kawasan-kawasan tersebut dulunya merupakan jalur lalulintas transportasi sungai dan juga perdagangan masyarakat dari dan menuju pedalaman DAS Martapura yang juga menginduk ke DAS Barito yang pada masanya tidak pernah sepi dari keramaian dan juga hiruk pikuk tranksaksi perdagangan lintas daerah.
Tidak heran jika beragam alat transportasi sungai, baik yang masih tradisional maupun modern, dari yang paling kecil seperti jukung, kelotok dan speedboat sampai yang paling besar seperti bus air biasa hilir mudik di kawasan ini baik untuk mengantarkan penumpang maupun barang-barang logistik keperluan masyarakat, termasuk sembako.
Inilah sensasi unik tinggal di rumah lanting! Selain desain arsitekturnya yang unik, juga fisik bangunannya yang terus mengapung mengikuti ketinggian permukaan air sungai, sehingga bisa memungkinkan untuk pindah tempat kapan saja dan pastinya tidak akan mungkin untuk kebanjiran, sensasi tinggal di rumah lanting juga tidak kalah seru!
Tidak jauh berbeda dengan tinggal diatas kapal, berdiam di dalam rumah lanting juga bisa merasakan "goyangan" riak permukaan sungai akibat adanya aktifitas lalu lintas transportasi sungai yang intensitas dan juga kekuatannya tergantung dari jenis dan juga kerapatan lalulintas alat transportasi yang lalu-lalang. Asyik kan?
Barisan Rumah Lanting | didimeka.blogspot.com |
Fakta Terkini Rumah Lanting
Rumah Lanting sebagai salah satu kearifan lokal budaya sungai khas masyarakat Banjar yang telah berusia ratusan tahun, sekaligus salah satu jenis hunian tradisional khas Suku Banjar, eksistensinya terus meredup tergilas modernisasi dan juga pragmatisme zaman. Khusus di Kota Banjarmasin, populasinya saat ini bisa dibilang tinggal hitungan jari saja.
Pemandangan ini sangat kontras dengan medio 2000-an atau sekitar dua dekade silam. Tidak usah jauh-jauh, di kawasan kampung ketupat di Sungai Baru yang merupakan anak sungai dari DAS Martapura yang berada tepat di jantung Kota 1000 Sungai, saat itu masih banyak rumah lanting yang berdiri di tepian sungai yang sebenarnya relatif tidak terlalu lebar dan hanya biasa dilewati jukung atau kelotok itu.
Uniknya, fakta kontradiktif lenyapnya salah satu ikon budaya sungai khas Urang Banjar ini terjadi dan berlangsung secara masif, justeru sejak pemerintah Kota berniat untuk merevitalisasi sungai-sungai yang membelah wilayah daratan Kota Banjarmasin , kira-kira sejak tahun 2015. Kebijakan pemerintah Kota merelokasi dan merehabilitasi rumah lanting tidak berjalan seperti yang diharapkan dan justeru terkesan "menghapus" keberadaan rumah lanting di tepian sungai-sungai yang ada di Banjarmasin.
Memang harus diakui, revitalisasi berbagai sungai yang dilakukan oleh pemerintah Kota sejauh ini memang memberikan dampak signifikan bagi ekosistem sungai dan juga pariwisata di Kota Banjarmasin yang memang terus terus berusaha bertransformasi menjadi kota wisata sungai terbaik di dunia, tapi kebijakan yang juga berdampak "terhapusnya" salah satu elemen tradisi budaya sungai tetap saja bukan opsi terbaik!
Karena rumah lanting bukan hanya sekedar rumah tinggal mengapung di tepian sungai semata, tapi didalamnya juga menyimpan khazanah kearifan tradisi dan budaya unik dan khas masyarakat Banjar yang begitu otentik dan tak ternilai, mulai dari keunikan arsitektur, teknologi ramah lingkungan, kecerdasan adaptif pada alam dan lingkungan, fleksibilitasnya yang luar biasa dan lain-lain.
Artinya, ada banyak elemen yang sangat berharga dalam sebuah bangunan rumah lanting yang akhirnya ikut lenyap dan terkubur oleh waktu ketika pemerintah justeru merelokasi dan merehabilitasi pemukiman terapung tanpa ada upaya untuk melestarikannya.
Pandangan ini senada dengan pernyataan Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (LKS2B) Kalimantan, Mansyur yang menyatakan bahawa "Eksistensi lanting dalam masyarakat Banjar memiliki salah satu nilai penting sebagai pelestarian kebudayaan yang dimiliki. Begitu juga dengan pandangan dosen Arsitektur Universitas Lambung Mangkurat, Ira Mentayani,.
Menurutnya, Kota Banjarmasin tidak perlu meniru negara-negara lain dalam mendesain revitalisasi kebermanfaatan potensi sungai, karena karakteristik budaya asli Suku Banjar yang identik sekaligus otentik sungainya, memang sangat menarik dan mempunyai nilai-nilai estetika mumpuni sekaligus bernilai tinggi jika benar-benar dikelola dan dikembangkan dengan baik secara maksimal. Salah satunya, ya dengan merevitalisasi berbagai kearifan rumah lanting yang berdiri tepian berbagai sungai.
Memang, secara faktual bangunan rumah lanting yang masih tersisa banyak yang terlihat tidak sedap dipandang mata, sehingga memberi kesan kumuh, kotor dan jorok. Ya wajar saja, karena sebagian besar bangunan rumah lanting yang masih tersisa memang hanya difungsikan sekedar sebagai rumah tinggal pribadi yang sepertinya samasekali tanpa sentuhan pembinaan yang memadai dari berbagai pihak yang berkepentingan, khsusnya untuk urusan estetika apalagi untuk perawatannya dan itu semua masih sangat bisa untuk disempurnakan!
Barisan Rumah Lanting | didimeka.blogspot.com |
Sayangnya, sampai hari ini sepertinya memang belum ada niatan pemerintah untuk melestarikan keberadaan bangunan rumah lanting di sungai-sungai yang membelah Kota Banjarmasin tersebut, atau setidaknya memberdayakannya dengan cara membinanya sebagai bagian dari pelestarian budaya atau syukur-syukur sekaligus membedahnya agar menjadi lebih layak dan menarik, sehingga juga bisa menjadi daya tarik bagi pelancong yang datang ke Banjarmasin.
Syukurnya, ditengah-tengah menghilangnya penampakan sebagian besar rumah lanting, juga memunculkan banyak ide cemerlang dari masyarakat yang sejatinya juga tidak rela budaya unik khas Urang Banjar ini kelak hanya menjadi dongeng bagi anak cucu, termasuk saya yang terus merindukan kerlap-kerlip lampunya di malam hari yang begitu indah dan selalu membuat karindangan (rindu berat;bhs Banjar).
Buktinya, banyak sekali bermunculan ide-ide segar untuk melestarikan rumah lanting, bahkan tidak hanya ide dari segi arsitektur dan materi fisik bangunannya saja, tapi juga dari segi pemanfaatannya, seperti dijadikan rumah makan apung, perpustakaan, juga hotel atau penginapan dan banyak lagi yang lainnya.
Semoga bermanfaat!
Salam dari Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar